Home / Pernikahan / ISTRI KEDUA KU / Mengunjungi Panti

Share

Mengunjungi Panti

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hari Minggu pagi. Aku dan Fidelya akan pergi ke panti. Fidelya masih berkemas, aku menunggunya ditemani secangkir kopi latte yang hangat. Menyesap wangi kopi tersebut lalu menyeruputnya seketika. Nikmat sekali.

Bi Marni lalu menghampiriku, sesaat setelah tadi menghidangkan kopi, aku memintanya segera kembali. Aku kemudian menaruh cangkir kopi di atas meja.

"Bi, kubur ini pada saat menjelang magrib nanti dekat pagar! Saya dan Fidelya kemungkinan akan menginap di panti!" Aku memberikan bungkusan berwarna putih pada Bi Marni.

"I—ni apa, Den?" tanya Bi Marni ingin tahu.

"Sudah, Bibi gak perlu tahu! Pokoknya, saat menjelang magrib nanti, kubur saja itu. Kalau tidak, nanti Anjani bisa pindah tidurnya ke kamar Bibi!" jelasku.

Bi Marni terlonjak. "Ja—jangan, Den! Bibi takut."

"Nggak perlu takut, Bi! Makanya nanti Bibi kubur saja bungkusan itu, biar semua aman!" titahku. Bi Marni hanya mengangguk.

"Bibi juga harus pastikan, Anjani tidak kelaparan, Bi!"

"Iya, Den!"

Aku mengangguk puas dengan jawaban dari Bi Marni. Aku pun sudah berpesan pada penjaga, agar tidak menerima tamu selama aku tidak ada di rumah.

Fidelya keluar dari dalam kamar dengan dua koper di tangannya. Satu koper kecil dan satu koper besar. Fidelya selalu antusias jika akan pergi ke panti seperti sekarang ini.

Aku dan Fidelya lantas keluar dari rumah menuju mobil. Aku memasukkan koper tadi ke dalam bagasi kemudian duduk di kursi kemudi.

"Bi, kami pergi ya," pamit Fidelya pada Bi Marni.

"Iya, Nyonya. Hati-hati!" balas Bi Marni.

Aku melajukan mobil keluar dari halaman rumah. Rumahku berada di kawasan perumahan elite. Rumah yang sudah aku tinggali selama lima tahun bersama Fidelya. Meski hanya satu lantai, tapi rumahku sangat luas begitu pula dengan halaman depan dan sampingnya yang ditumbuhi banyak pohon dan tumbuhan.

Warga sekitar perumahan tempatku tinggal termasuk cuek. Tidak begitu peduli terhadap sesama. Lima tahun aku dan Fidelya tinggal di perumahan elite ini, aku tidak begitu mengenal siapa saja tetangga rumahku.

Jarak rumah menuju panti cukup jauh. Butuh lima jam perjalanan untuk sampai ke panti. Itulah sebabnya saat ke rumahku, Lukman terpaksa kuizinkan menginap karena hari sudah beranjak malam. Tidak mungkin aku membiarkannya pulang malam hari dengan menempuh perjalanan selama lima jam.

***

Akhirnya aku dan Fidelya sampai di panti. Aku memarkirkan mobil di halaman panti yang luas. Di teras luar, anak-anak tengah bermain.

Aku dan Fidelya lalu turun dari mobil. Aku mengeluarkan dua koper dari bagasi lalu melangkah masuk ke dalam panti.

Fidelya mengucap salam. Ternyata di dalam, Ibu sedang bersama Nabila, istri Lukman. 

Aku bersimpuh di kaki Ibu yang sekarang duduk di kursi roda dan memeluknya begitu juga Fidelya.

Ibu membingkai wajahku. "Nuka? Fidelya? Kalian baik-baik saja, Nak?" tanya Ibu tidak percaya.

Aku mengangguk. "Aku baik, Bu!" ucapku seraya menciumi punggung tangan Ibu.

"Fidelya juga baik, Bu! Maaf kami baru bisa kemari, ya, Bu!" ujar Fidelya.

Ibu mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Ibu senang kalian datang. Ibu rindu sekali dengan kalian."

Aku kembali memeluk Ibu. Meski hanya Ibu panti, tapi kasih sayang Ibu selalu tulus untuk semua anak-anaknya.

 

***

Aku duduk di teras loteng. Dari sini, aku bisa melihat anak-anak panti tengah bermain di bawah sana. Anak laki-laki dan perempuan, berbaur menjadi satu. Mereka tampak begitu riang. Didampingi dua orang pengawas panti. Fidelya pun ikut bergabung sembari memberikan hadiah yang sudah disiapkannya.

Sementara Ibu, harus beristirahat jika siang hari seperti sekarang. Kesehatannya yang semakin menurun, membuatnya tak bisa lagi leluasa bergerak seperti dulu.

Melihat anak-anak panti, membuat ingatanku ikut terlempar pada saat dulu tumbuh dan besar di panti ini.

Panti yang selalu menerapkan hidup disiplin, membuatku menjadi orang yang menghargai waktu. Membentuk pribadiku, menjadi orang yang selalu bersungguh-sungguh saat mengerjakan sesuatu.

Sampai akhirnya aku bisa seperti sekarang, menjadi owner dari sebuah pabrik. Aku yang tidak pernah main-main dalam meraih sesuatu, membuatku berhasil memiliki pabrik seperti sekarang.

Pabrik yang memproduksi sandal dan sepatu berbahan kulit asli. Mulai dari bagian sol hingga aksesorisnya, aku selalu memakai bahan dengan kualitas terbaik.

Pabrik yang sudah berjalan lima tahun, berhasil aku pertahankan. Meski sekarang, aku menggunakan bantuan Anjani dalam menjalankannya. Itu bukan masalah bagiku. Asalkan pabrik dapat bertahan, apapun pasti aku lakukan.

Setahun ke belakang, pendapatan pabrik merosot tajam. Dua mobil dan satu rumah bahkan rela aku jual agar pabrik tetap bisa beroperasi. Bukan balik modal, barang justru macet dikeluarkan. Jangankan untung, pendapatan pabrik justru semakin tidak jelas.

Ketika itu, aku berada di titik paling putus asa. Sempat terbersit untuk menutup pabrik jika begitu terus. Hardi pun pernah memberi usul, agar pabrik menurunkan standar produksi. Membuat sandal dan sepatu yang dapat dijangkau kaum menengah ke bawah.

Namun tidak aku gubris. Itu bukan target pasarku. Target pasarku adalah kaum elite menengah ke atas yang memiliki standar penampilan yang tinggi.

Hingga akhirnya aku yang ketika itu mencari ketenangan di kafe, tidak sengaja mendengar obrolan orang asing yang duduk di kursi belakangku. Obrolan tentang pernikahan dengan makhluk halus yang dapat memberikan kekayaan dengan cepat.

Obrolan itu menyita perhatianku. Sehingga Hardi kupaksa untuk mencari tahu kebenaran hal tersebut. Akhirnya, Hardi berhasil. Dia membawaku ke kaki gunung yang ada di kampung halaman istrinya di daerah paling timur. Tempat yang jauh dari rumah penduduk lain. Dan terjadilah pernikahanku dengan Anjani, setelah sebelumnya aku melakukan ritual mandi kembang tujuh rupa. Pernikahan yang dilakukan tepat di saat bulan purnama tengah bersinar terang.

Seperti sekarang inilah hasilnya. Pabrik mulai stabil. Orderan masuk kembali banyak. Bahkan mulai dilirik pasar luar. Benar-benar menakjubkan.

Kemungkinan aku menginap dua hari di panti ini. Selama aku tidak di rumah, Anjani pasti akan berubah setiap malam. Maka dari itu, Bi Marni kuperintahkan mengubur bungkusan yang isinya gulungan rambut kusut milik Anjani. Dengan begitu, Anjani tidak dapat keluar dari area rumahku selama aku tidak ada di rumah.

Fidelya tidak pernah tahu Anjani sebenarnya. Fidelya hanya tahu kalau Anjani merupakan anak dari partner bisnisku yang ditinggal pergi oleh tunangannya saat pernikahan sudah mendekati hari-H. Aku diminta menggantikan mempelai pria yang kabur untuk menutupi malu keluarga Anjani. Aku bilang saja, kalau Ayah Anjani sampai meninggal karena pernikahan Anjani yang sampai batal. Sebagai imbalannya, aku diberikan warisan peninggalan Ayah Anjani.

Aku pun mengatakan kalau pabrik memang sedang benar-benar membutuhkan modal yang besar agar tidak sampai gulung tikar. Fidelya percaya, sehingga pernikahan beda alam antara aku dan Anjani pun terlaksana.

Entah bagaimana reaksi Fidelya andai dia tahu siapa Anjani itu sebenarnya. Tapi, aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Fidelya tidak akan pernah mengetahui siapa Anjani sebenarnya. 

***

Related chapters

  • ISTRI KEDUA KU   Nasehat Ibu

    Istri Keduaku (9)***Makan malam sudah tersaji. Aku makan bersama semua penghuni panti yang lain. Anak-anak begitu antusias, karena menu makan malam ini sedikit istimewa dari biasanya.Siang tadi, aku memberikan uang lebih untuk dapur. Sehingga malam ini, tersaji menu mewah dan banyak untuk anak-anak. Agar anak-anak tidak perlu berebutan.Anak-anak makan dengan lahap. Begitupun aku dan Fidelya. Lukman serta istrinya pun tak ketinggalan. Ibu tersenyum bahagia.Selesai makan malam, anak-anak akan dibiarkan bermain sebentar di dalam ruangan sebelum tiba waktunya mereka tidur. Aku mendorong kursi roda Ibu menuju kamarnya bersama Fidelya.Setelah sampai di kamar Ibu, aku memapahnya untuk berpindah duduk ke kasur. Karena ada aku dan Fidelya, maka malam ini, aku dan Fidelya yang menggantikan tugas Lukman dan istrinya menemani Ibu.Lukman dan Nabila sama-sama anak panti dulunya. Mereka tumbuh bersama di panti dan akhirnya mereka menikah dan mengabdikan diri ikut serta mengurus panti. Sementa

  • ISTRI KEDUA KU   Menggantikan Tugas Bi Marni

    Istri Keduaku (10)***"Fi, Mas haus. Mas minta tolong, belikan air minum!" pintaku pada Fidelya setelah menepikan mobil di depan minimarket."Iya, Mas!" jawab Fidelya singkat seraya turun dari mobil. Fidelya meninggalkan tas kecilnya dan hanya membawa dompet masuk ke dalam minimarket.Setelah Fidelya menghilang di balik pintu minimarket, segera aku mengambil tas Fidelya yang tergeletak di atas kursi. Kubuka resletingnya dan mencari tasbih yang tadi Lukman berikan.Aku mendapatkannya. Setelah tasbih itu di tanganku, aku meremasnya. Akan kuhancurkan benda ini. Fidelya tidak boleh memakainya."Aakhh!"Tasbih itu terlempar. Tanganku rasa tersengat panas. Aku belum berhasil menghancurkannya. Sedangkan Fidelya sudah keluar dari minimarket. Cepat aku mengambil tasbih yang terlempar ke bawah tadi dan memasukkannya kembali ke dalam tas Fidelya. Lalu meletakkan lagi tas Fidelya seperti tadi.Fidelya masuk mobil dengan dua botol air mineral dan dua minuman dingin rasa jeruk. Fidelya lantas memb

  • ISTRI KEDUA KU   Jatah Bersama Anjani

    Keluar dari kamar mandi, kudapati Fidelya ternyata sudah terlelap di tempat tidur. Mungkin Fidelya lelah. Cepat aku berpakaian.Mataku lantas tertuju pada tas kecil yang tergeletak di atas sofa. Tas kecil yang berisi tasbih dari Lukman. Cepat kuambil untuk mencari tasbih berwarna hitam mengkilap itu.Hingga semua barang di dalam tas sudah aku keluarkan tapi tasbih tadi tidak ditemukan. Apa mungkin Fidelya sudah menyimpannya? Tapi dimana? Kuletakan kembali tas Fidelya di sofa.Lalu membuka setiap laci nakas. Tetap saja tasbih itu tidak kutemukan. Aku membuang nafas sejenak. Aku yakin, tasbih tadi bukan tasbih biasa. Pasti Lukman sudah membuat tasbih itu tak bisa aku sentuh. Lukman memang menyebalkan dari dulu.Aku ikut merebahkan diri di samping Fidelya dan merenggangkan otot-otot tubuh. Jam dinding di kamar ini menunjukkan pukul 2 siang. Aku pun memejam sampai akhirnya terlelap.***"Mas!" Panggilan disertai guncangan di tubuhku, meski pelan namun mampu membangunkanku. Lantas kubuka m

  • ISTRI KEDUA KU   Harus Melakukan Sesuatu

    Aku merapikan kemeja dan mematut diri di cermin. Sambil menyugar rambut dengan tangan yang telah diberi gel, lalu menyisirnya hingga rapi. Kutatap diriku dalam cermin. Satu kata untuk diriku. Perpect!Fidelya masuk kamar lalu duduk di bibir kasur. Bayangan Fidelya memantul dari cermin tempatku berdiri saat ini. "Mas, struk belanjaan kemarin masih ada gak?""Nggak tahu, Fi. Kemarin Mas masukin ke saku celana jeans. Semalam celananya Mas taruh di keranjang cucian kotor di ruang laundry!" jelasku sambil membalikkan badan.Fidelya menggaruk pelan rambutnya."Kenapa?" tanyaku kemudian."Kemarin sore, aku yakin banget udah beli daging sapi merah. Dua pics, masing-masing 250 graman. Tapi kok gak ada, ya?"Aku memperhatikan raut wajah Fidelya yang kebingungan. "Ya, kamu lihat aja di struknya, Fi!" ujarku."Tapi pakaian di keranjang cucian udah masuk mesin cuci, Mas. Lagi Bi Marni cuci.""Ya, udahlah, Fi. Mungkin kemarin pas di supermarket kamu sempat pilih, tapi lupa masukin ke troli. Bi Mar

  • ISTRI KEDUA KU   Ketar-ketir

    ~Tiga Bulan Berlalu~Ting!Suara ponsel menandakan pesan masuk. Kuraih ponsel di atas meja, rupanya pemberitahuan dari m-banking. Membuat saldo di rekeningku terus menggemuk.Aku tersenyum puas tapi satu sudut hatiku ketar-ketir. Sudah tiga bulan pernikahanku dengan Anjani, tapi Fidelya masih belum hamil juga.Padahal sudah jelas-jelas Fidelya berhenti mengkonsumsi pil KB sejak tiga bulan terakhir ini. Sejak Anjani kubawa ke rumah, Fidelya sudah ku izinkan berhenti memakai kontrasepsi. Suplemen penyubur pun setiap hari Fidelya konsumsi. Entah apa yang membuat Fidelya belum menunjukkan tanda-tanda kehamilanApa mungkin aku yang bermasalah? Ah, rasanya tidak mungkin. Sekalipun aku belum pernah memeriksakan kondisi kesuburanku, tapi aku yakin baik-baik saja. Aku pria normal. Aku sehat. Hormonku bagus.Malah dua bulan ini, aku sudah mengubah jadwal. Dua minggu dengan Fidelya dan dua minggu bersama Anjani.Otomatis malamku bersama Fidelya menjadi lebih sering dari yang awalnya terjeda kar

  • ISTRI KEDUA KU   POV FIDELYA (A)

    ISTRI KEDUAKU (14)POV FIDELYA🍁🍁🍁Setelah Mas Nuka keluar dari kamar, gegas aku mengunci pintunya. Aku melangkah menuju tempat tidur dan menghempaskan bobotku.Aku duduk menekuk lutut serta bersandar pada headboard kasur berukuran king ini. Tanganku terulur pada figura yang membingkai fotoku bersama Mas Nuka di atas nakas. Kutatap foto dalam figura yang kini berada di tanganku.Foto yang diambil 5 tahun lalu. Ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di Negeri Malaysia. Dalam foto ini, Mas Nuka menggendongku. Dan aku tersenyum lebar seraya merentangkan kedua tanganku. Foto dengan latar belakang Menara Kembar Petronas, landmark kebanggaan warga Malaysia.Kuperhatikan lekat foto ini. Lebih tepatnya memperhatikan Mas Nuka, suamiku.Aku mengusap potretnya yang juga tersenyum lebar di foto ini dengan jemariku."Aku memahami dirimu begitu dalam, Mas. Aku mengenalmu begitu jauh. Bahkan satu titik tahi lalatmu di belakang daun telinga pun, aku tahu.""Aku sangat tahu dirimu, Mas. Aku sanga

  • ISTRI KEDUA KU   POV FIDELYA (B)

    Aku menatap layar ponsel dengan gamang. Mas Lukman, sama sepertiku dan Mas Nuka. Sama-sama anak panti. Aku berteman baik dengan Mas Lukman bahkan hingga saat ini.Setelah aku dan Mas Nuka menikah. Aku langsung menempati rumah ini. Rumah yang jauh dari panti. Karena Mas Nuka sudah menjadi orang sukses.Berbeda denganku. Mas Nuka dari dulu tidak menyukai sosok Mas Lukman. Mas Nuka selalu mengatakan kalau Mas Lukman adalah lelaki kolot dan sok suci. Entah apa yang membuat Mas Nuka tidak suka pada Mas Lukman. Tapi Mas Nuka tidak pernah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Mas Nuka pandai menutupi rasa tidak sukanya itu. Ya, pandai bersandiwara.Kuletakan kembali ponsel di atas nakas. Kini tanganku beralih pada laci nakas dan membukanya. Kuambil botol kecil berwarna coklat. Botol berisi suplemen yang selalu dibelikan Mas Nuka jika sudah habis.Aku membolak-balik botol itu. Sudut bibirku terangkat. Mungkin Mas Nuka pikir, aku senang dia selalu membelikan suplemen ini? Dia tidak sad

  • ISTRI KEDUA KU   POV FIDELYA

    POV FIDELYA❤️❤️❤️Setelah lima tahun menikah dan setelah kedatangan Anjani di rumah ini. Tiba-tiba saja Mas Nuka mengizinkan aku untuk hamil.Wow. Amazing. Apa yang sudah Anjani lakukan dan berikan sehingga bisa membuat seorang Mas Nuka berubah pikiran?Mas Nuka bukan orang yang tanpa pendirian. Masa lalunya sebagai anak yang tidak diinginkan, menjadikan dendam yang mendarah daging bagi Mas Nuka."Mas mencintaimu, Fi! Tapi Mas tidak menginginkan anak dari pernikahan kita ini, Fi. Apa kamu bersedia menuruti, jika Mas meminta kamu untuk memakai kontrasepsi dan tidak mengizinkanmu untuk hamil?"Aku masih ingat kata-kata itu. Selalu ingat. Kata-kata yang Mas Nuka ucapkan saat malam pertama pernikahan lima tahun yang lalu. Saat aku akan memberikan seutuhnya jiwa dan raga pada Mas Nuka. Saat itu pula Mas Nuka sudah mempersiapkan kontrasepsi untukku juga dirinya."Ke—ken—pa, Mas? Kenapa aku tidak boleh menjalani kodratku untuk hamil, Mas?" Aku bertanya ragu malam itu.Mas Nuka mendengkus. D

Latest chapter

  • ISTRI KEDUA KU   Kabar Baik Dari Fidelya (ENDING)

    POV Author*Enam bulan berlalu …•••••Enam bulan sudah Nuka dan Fidelya tinggal di desa. Mereka mampu beradaptasi, baik dengan lingkungan maupun warga sekitar dengan sangat baik.Setelah enam bulan, Nuka Dan Fidelya sudah mengenal dan mulai berbaur dengan warga lain yang menjadi tetangganya. Berbeda sekali dengan kehidupan saat di kota.Tinggal di komplek perumahan elite, yang rata-rata penghuninya jarang sekali ada di rumah. Membuat Nuka dan Fidelya tidak begitu mengenali tetangganya dulu.Hari ini, akan diadakan acara di masjid besar desa mereka. Para wanita bersama-sama memasak di dapur umum. Memasak makanan yang akan di makan secara bersama-sama nanti malam. Sedangkan para pria, bertugas menyiapkan bahan yang akan dimasak oleh para wanita dan sebagian lagi membuat dodol di halaman depan masjid."Neng Fifi, kamu sakit? Kelihatannya pucat begitu?" tanya Teh Lilis kepada Fidelya.Teh Lilis yang yang tengah mengiris-iris bawang merah, merasa bahwa Fidelya sepertinya sedang tidak se

  • ISTRI KEDUA KU   Pindah Ke Desa

    POV Author.*************Nuka dan Fidelya turun di terminal bus. Setelah lima jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di terminal bus terakhir menjelang sore hari. Mereka turun dari bus hanya membawa tas berisi pakaian yang dijinjing oleh Nuka. Setelah turun dari bus, Nuka beserta Fidelya berjalan menjauh dari area terminal.Mereka menyebrang jalan, kurang lebih dua puluh menit mereka tiba di pangkalan ojek. Kemudian menaiki ojek agar sampai di desa yang akan menjadi tempat baru bagi mereka. Desa yang belum padat penduduk. Sesuai dengan arahan A Azmi.Ibarat kata, Nuka saat ini sudah belangsak. Sudah benar-benar miskin. Tidak punya apa-apa lagi. Harta dan jabatan yang dulu begitu dia bangga-banggakan, untuk sekarang, semua itu tidak bisa menolongnya. Semuanya lenyap. Semuanya hanya semu. Nuka telah tertipu rayuan dan hasutan ibl*s terkut*k.Beruntung, Fidelya ada membersamai Nuka. Dalam kondisi seburuk apapun. Di situasi tersulit sekalipun. Fidelya akan selalu pasang badan untuk suami

  • ISTRI KEDUA KU   Ketulusan Fidelya

    POV NUKA***********Saat aku memasrahkan hatiku menerima semuanya. Rasa panas yang sedari tadi menjalar, perlahan sirna. Berganti menjadi rasa perih. Seperti goresan luka yang sengaja ditabur garam. Perih tak terkira.Tubuhku menjadi lemas dan rasanya aku pun tidak sanggup menahan tubuhku sendiri. Aku terkulai. Tidak kuat menahan berat badanku. Tubuhku terasa merosot dengan sendirinya. Aku bisa merasakan tubuhku luruh perlahan ke dalam sungai dan terbaring. Namun, anehnya. Aku tidak merasakan air sungai yang tadi begitu dingin, pada kulitku saat ini. Aku justru merasakan perih di seluruh kulitku.Ah entahlah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi. Aku serahkan semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Apa pun yang terjadi, aku siap menerimanya. Pun dengan Fidelya yang akan tetap menerimaku.Aku merasakan bahuku ditarik untuk bangkit. Kubuka mata. Benar saja, tubuhku kini sudah terduduk di dasar sungai. A Azmi berada di samping, memegangi bahuku. Serta Lukman berada di ujung kakiku. Pakaian m

  • ISTRI KEDUA KU   Dia Bukan Istrimu!

    POV NUKA*************"FIDELYAAAA!" Aku berlari. Tubuhku membeku seraya menatap aliran air yang deras di bawah sana."Apa yang kamu lakukan, Fi?" teriakku pada suara gemuruh air yang mengalir.Tanpa berpikir lagi. Aku bersiap untuk menyusul Fidelya di bawah sana."NUKAAA!" Teriakan seseorang menghentikan gerakanku yang sudas siap untuk terjun.Dari arah padepokan, nampak A Azmi berlari mendekat ke arahku. "Mau apa kamu?!!" sentaknya, serta merta menarik tanganku. Hingga aku menjauh dari tepian jembatan gantung."Istriku, A! Istriku. Fidelya menceburkan diri ke bawah sana. Aku mau menolongnya, A! Aku harus cepat sebelum Fidelya terbawa aliran sungai lebih jauh!" jawabku panik.Raut wajah A Azmi seperti kebingungan. "Fidelya menceburkan diri? Fidelya tinggal di padepokan perempuan, di belakang sana, Nuka!"Aku menggeleng. "Tapi aku melihatnya sendiri, A! Aku melihatnya dengan jelas, Fidelya melompat ke bawah sana!" ucapku dengan meninggikan suara.PLAKK!Aku memegangi pipi yang ditampa

  • ISTRI KEDUA KU   Banyak Godaan

    POV NUKA***********Aku berdiri di atas sajadah. Memulai salat taubatku.Baru selesai takbiratul ihram. Angin kencang menerpa tubuhku. Angin yang masuk melalui jendela rumah ini begitu kencang hingga menggoyahkan kedua kakiku.Aku merasa tidak kuat. Dengan terpaan angin yang seperti badai ini. Rasanya, aku akan menghentikan saja salatku ini.BRUKKKH!Darah segar muncrat dari dalam mulutku. Bersamaan dengan terpentalnya tubuhku membentur pintu kayu rumah ini. Dadaku terasa didorong begitu kuat saat tengah salat tadi."MAS!" pekik Fidelya, berlari mendekat padaku. Begitu juga Lukman dan A Azmi yang panik. Lukman membersihkan darah yang mengotori alas rumah ini yang dari papan kayu."Mas kamu baik-baik saja 'kan, Mas?" Fidelya bertanya khawatir. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku tak mampu menjawab. Kupegangi kuat-kuat dada yang terasa sesak. "Bagaimana ini A?" Fidelya bertanya pada A Azmi. Nada suaranya terdengar begitu cemas. Namun tangannya kini sibuk membersihkan sisa

  • ISTRI KEDUA KU   Menuju Taubat

    POV NUKA**********"Kenapa, Mas?" Fidelya bertanya heran."Apa Ibu tahu perbuatanku, Fi?"Fidelya menghela nafasnya lalu menggeleng. "Nggak, Mas. Tapi kata Mas Lukman, Ibu ingin sekali bertemu kamu. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu. Bahkan Mas Lukman sampai harus berbohong pada Ibu tentang kita."Fidelya menggamit lenganku. "Ayo, Mas. Kita segera pergi."Aku hanya mengangguk. Fidelya lalu menyetop angkutan umum. Baru kali ini lagi, aku menaiki angkutan umum. Rasanya tidak nyaman. Panas dan sesak. Karena penuh dengan penumpang.Entah ke mana Fidelya akan membawaku. Aku mengikut saja. Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya hari ini di hadapanku. Aku juga masih tidak menyangka, bahwa Fidelya menggagalkan perjanjianku atas bantuan Lukman serta Nabila. Aku pikir, mereka tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang Fidelya katakan tadi.Setelah setengah jam. Fidelya meminta turun di terminal bus. Lalu Fidelya mengajakku menaiki bus antar kota.***Badanku terasa diguncang-guncang.

  • ISTRI KEDUA KU   Fidelya Masih Peduli

    "Fidelya?" Aku berucap lirih.Seakan tidak percaya. Bahwa di hadapanku saat ini adalah Fidelya. Bagaimana bisa? Tiga bulan aku sudah mengabaikannya. Aku tidak memiliki keberanian untuk mencari apalagi bertemu dengannya setelah miskin seperti sekarang.Namun, nyatanya. Saat ini Fidelya ada di sini bersamaku. Nyatanya, Fidelya yang menarik tubuhku. Serta menggagalkan rencanaku mengakhiri hidup.Aku pikir. Fidelya tidak akan pernah kembali padaku lagi.Aku kira, Fidelya sudah tidak peduli lagi. Karena marah dan kecewa atas semua yang sudah kujalani.Tapi hari ini. Fidelya yang berada di hadapanku. Fidelya membantuku untuk bangkit. Lalu memapahku menuju bangku warung kopi tadi."Mas, mau bunuh diri? Orang lain mah berdoa biar panjang umur. Ini malah pengen mati. Nggak punya otak tah, Mas?" cerca ibu pemilik warkop di dalam sana."Iya, Mas! Kalau punya masalah itu, diselesaikan. Dipikir mati bisa menyelesaikan masalah?" sambung pria lain, yang juga duduk di bangku warkop ini."Iya! Dipikir

  • ISTRI KEDUA KU   Putus Asa

    Sesuatu yang mendesak meminta dikeluarkan. Membuatku harus terbangun dari tidur. Secepatnya aku bangun dan ke kamar mandi. Selesai dengan urusan yang mendesak. Aku hendak mandi. Namun, luka di kakiku masih terasa sakit. Serta jahitan di kepalaku entah aman atau tidak jika terkena air. Mengingat ini jahitan yang dilakukan di sebuah puskesmas pelosok desa. Aku meragukan kualitasnya.Dengan malas, akhirnya aku hanya membasuh muka saja. Lantas aku keluar dari kamar mandi. Hari sudah siang rupanya. Cahaya sudah menerobos melalui jendela kamar ini.Aku berjalan menuju meja nakas. Menyalakan ponsel yang mati sejak kemarin. Setelah ponsel menyala dan kuperiksa ternyata banyak sekali pesan yang masuk.Namun, tidak ada satu pun pesan dari Fidelya. Aku menghela nafas. Apa Fidelya benar-benar tidak mau bersamaku jika aku masih berusaha meneruskan perjanjianku ini?Kenapa Fidelya tidak mau mengerti. Kalau semua ini, aku lakukan untuknya.Lalu kucoba menghubungi nomor Fidelya. Tersambung tapi tidak

  • ISTRI KEDUA KU   Di Desa Terpencil

    Aku mengerjap. Setelah mataku terbuka sempurna. Aku mendapati langit-langit bercat putih serta lampu yang menerangi.Entah dimana aku saat ini. Aku melirik ke kanan dan kiri dengan ekor mata, hanya terdapat tirai berwarna hijau. Sepertinya aku tengah berbaring di brankar pasien.Kepalaku terasa ngilu. Begitu juga dengan kaki sebelah kananku. Perlahan aku coba mengingat apa yang sudah terjadi padaku.Belum sempat aku mengingatnya. Seorang wanita berpakaian layaknya dokter datang menghampiri."Sudah sadar Pak?" tanyanya seraya tersenyum ramah.Sadar? Apa aku pingsan? Aku tak menjawab pertanyaannya."Dicek dulu ya, Pak," ujarnya lagi. Lalu memeriksa keadaanku layaknya aku orang sakit yang tengah berobat."Ini dimana?" Aku bertanya ketika wanita itu sudah selesai memeriksa."Ini di puskesmas desa, Pak," jawabnya.Keningku melipat. Puskesmas desa? Aku semakin tidak paham."Bapak dibawa kemari dengan luka parah di kepala, menyebabkan 20 jahitan. Bapak ditemukan tidak sadarkan diri di dalam

DMCA.com Protection Status