Di tempat lain, tepatnya di rumah Ridwan. Terlihat Risma, sedang berbicara dengan Pak Bagas, pengacara keluarga. Risma meminta Bagas untuk mengurus perceraian Alan dan Zahira.“Baik Bu Risma, saya akan bertemu dengan Pak Alan dan berbicara dengannya mengenai perceraiannya.Tiba-tiba di ambang pintu, Ridwan berkata, ”Apa aku tidak salah dengar, Alan akan bercerai?” tanya Ridwan.“Iya Mas Ridwan, nanti aku ceritakan masalahnya,“ tukas Risma menyambut kedatangan sang suami yang baru saja pulang dari luar kota.“Tidak ada perceraian di dalam keluargaku. Pak Bagas, tidak usah di proses!” perintah Ridwan.“Mas..ini masalah serius, aku tidak mau wanita yang telah menghancurkan kedua putraku menjadi menantuku,” bantah Risma.“Cukup Risma, diam dan menurutlah padaku,” tatapan Ridwan menajam ke arah istrinya, dan kemudian beralih ke arah pengacaranya.”Pak Bagas, silakan pulang, dan sekali lagi, tidak ada perceraian!” suruh Ridwan pada pengacaranya“Baik, Pak Ridwan, saya permisi dulu,” pamit B
Tanpa berkata apapun, Alan bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Sementara Amanda tertawa kecil, pematik api yang ia katakan tadi, tampaknya berhasil membuat Alan marah, kebohongan yang ia ciptakan dapat menghancurkan kepercayaan Alan pada Zahira.Sementara itu Abram, sudah kembali ke Jakarta, pikirannya hanya tertuju pada Zahira. Tapi bunyi ponsel, terus berdering. Abram, berdecak kesal, karena Risma meneleponnya.“Iya, Mah.”“Kamu sudah berada di Jakarta ‘kan, sekarang pulang, Mamah ingin bicara penting!” perintah Risma, dengan nada marah.Dengan berat hati, Abram, menuruti kemauan sang ibu. Mobil taksi melaju ke arah pemukimamn elit, dan beberapa menit kemudian sampailah Abram, di rumah megah.Risma, sudah berada di ruang kerja menunggu kedatangan Abram.Ceklek! Suara pintu terbuka, dan terlihat Abram, melangkah masuk. Melihat putranya masuk, Risma berdiri sambil memegang sebuah pena dan di lemparkan ke wajah Abram.“Sungguh keterlaluan kamu, merahasi
Brak! Alan menendang sebuah meja, hingga meja kaca itu berantakan, lalu menatap Abram, dengan buasnya.Abram bersiap menerima pukulan dari Alan, akhirnya terjadi adu otot lagi, wajah keduanya sudah di penuhi memar, penghuni apartemen mulai keluar dan melihat apa yang terjadi.Saat itulah, Alan menghentikan pukulannya, ia teringat pada pesan Ridwan, supaya tetap menjaga reputasi karena akan menjadi sorotan publik.Alan memilih keluar dari apartemen dan pergi dengan membawa kemarahan pada saudaranya itu.Beberapa menit kemudian, sampailah ia di rumahnya, dan melihat Zahira yang menatapnya.“Mas Alan, berantem dengan Kak Abram?”“Seandainya ia bukan saudaraku aku akan melenyapkanya dari muka bumi ini!” sahut Alan ketus.“Tolong, Mas, hentikan semua ini, kita mulai lagi membangun kepercayaan untuk pernikahan kita,” pinta Zahira.“Kepercayaan, apa kamu ingat waktu pingsan di apartemen, apa yang Kak Abram, lakukan padamu hah!” bentakan Alan membuat Zahira sedih.“Bagaimana jika Kak Abram,
“Menurutku Nyonya Sinta mengalami amnesia, ia seperti bingung,” ucap perawat.“Heum... apa perlu kita panggil dokter?” tanya Risma.“Lebih baik seperti itu, aku akan mencoba menghubungi dokter,” perawat berjalan menjauh dari tempat tidur dan sibuk menelepon .Sementara Risma mendekati Sinta, menatap wajah renta yang tak berdaya.“Oma...Oma..” panggil Risma pelan.Mata Sinta menoleh ke arah suara walau agak kesulitan, tatapannya hanya kosong.“Oma...ingat, saya?” tanya Risma.Oma Sinta, hanya menatap kosong, dan tidak merespon ucapan Sinta. Beberapa saat kemudian, datanglah dokter dan memeriksa keadaan Sinta.Lalu setelah memeriksa, dokter mengatakan, jika Oma Sinta mengalami stroke total, semua anggota badannya tidak bisa di gerakan dan mengalami kesulitan berbicara.Risma menarik napas lega, lalu membiarkan Ridwan dan Zahira memasuki kamar.Ridwan terlihat sedih, demikian juga Zahira. Wanita yang mengenakan cadar itu menatap Sinta.“Zahira, lebih baik kamu pulang, biar Oma bisa istir
Alan tetap bersikukuh pada pendiriannya, selama kerja sama dengan Pak Danu menguntungkan, maka ia tidak akan memutus kerjasamanya. Dan hal itu membuat Risma kecewa, dengan rasa kesal, ia pergi meninggalkan Alan di rumah sakit, sementara Zahira masih menemani Alan.Beberapa hari berlalu, keadaan Alan sudah membaik, dan hanya perlu rawat jalan, Zahira setia dan telaten merawat Alan, walau terkesan canggung, karena Alan masih bersikap dingin.Ridwan semakin yakin dengan kinerja politiknya, pria berusia 50 tahunan itu mulai dikenal publik sebagai pengusaha dan politikus, beberapa wawancara di media sosial dilakukan, dan kini keluarga Ridwan Wira Atmaja, lebih dikenal publik.Zahira yang merupakan aktivis organisasi di kampus juga terekpose media, seringnya berkegiatan sosial, dan penampilan Zahira yang religus, mendapat pujian dan sanjungan dari berbagai kalangan, hal ini sangat menguntungkan Ridwan, salah satu kandidat dewan legislatif, dan kerena hal itu, Ridwan, semakin perhatian pada
Sementara itu pria berpenampilan rapi di usia senjanya berdiri sambil tertawa di ujung ponsel.“Jadi kamu ingin aku menjauhi Alan?”.“Iya, aku mohon, Danu, jangan sakiti putraku, ia tidak tahu menahu tentang masa laluku,” suara seorang wanita yang penuh permohonan terdengarKembali tawa Danu, menguar di sebuah kamar apartemen.”Aku akan pertimbangkan keinginanmu, tapi penuhi keingananku dulu.”“Apapun keinginanmu aku akan penuhi, berapa yang kamu inginkan, satu milyar?”“Bukan uang yang aku inginkan, tapi aku ingin kamu berlutut dan memohon ampun padaku, atas penghinaan yang pernah kau ucapkan,” gertak Danu, dengan penuh dendam.“Baiklah, di mana kita bertemu?” tanya Risma, tak ada pilihan lain untuknya, kecuali menerima permintaan Danu, pria masa lalunya.“Di apartemenku, Green Regency.”“Kamu tinggal di Green Regency.” Risma terkejut.“Kenapa, kamu heran, aku memang sengaja satu apartemen dengan Abram, putra pertamamu,” jawab Danu.“Kamu sungguh keterlaluan, mengusik kehidupanku da
Risma terkejut. ”Alan, kamu sudah pulang, Mamah tidak mendengar suara mobilmu?” balik tanya Risma, yang berusaha mengalihkan perhatian Alan.“Mobil, Mamah, menghalangi jalan masuk, jadi aku parkir mobilku di depan jalan,” jawab Alan menatap Risma dan Zahira.Risma perlahan melepaskan cengkraman tangannya, lalu berjalan dan duduk di sofa dengan kasar.“Apa kamu tahu, jika Papahmu memberikan tanah 2000 meter pada Zahira untuk di bangun sebuah yayasan?”“Berita itu hari lumayan trending di media, reputasi Papah, semakin baik, ini sangat menguntungkan karier politiknya, mungkin itu tujuan Papah sebenarnya,” jawab Alan seakan tidak peduli dengan keluhan Risma.“Mamah tidak bisa menerima ini, Alan, kalian akan berpisah, setelah itu terjadi, Zahira tidak menjadi anggota keluarga kita,“ keluh Risma.“Itu kita bahas 3 bulan lagi, lebih baik, Mamah pulang sekarang, aku capek, dan tidak mau ada keributan lagi di rumah ini,” suruh Alan.Risma, bangkit tapi matanya menatap tajam ke arah Zahira, s
Abram, seketika menghentikan laju mobilnya dan segera menepi, dengan cepat ia turun dari mobil, dan belari ke arah Zahira yang sudah tergeletak, di tepi jalan, Pak Pardi, security juga berlari mendekati ke arah Zahira.“Tuan Abram, apa Nyonya Zahira, terluka parah?” tanya Pardi.“Aku akan membawanya ke rumah sakit,” ucap Abram, lalu mengangkat tubuh Zahira menuju mobilnya, Pak Pardi membantu membukakan pintu belakang mobil, lalu tubuh Zahira yang tak sadarkan diri di baringkan di jok belakang, setelah itu, Abram, bergegas mengemudikan mobil, dengan kecepatan tinggi, ada gurat kecemasan pada pria itu, niatnya ingin bertemu Risma, malah melihat Zahira kecelakaan.“Sialan, siapa sepeda montor itu, aku yakin, pengendara itu sengaja, menabrak Zahira,” gerutu Abram, sambil fokus menyetir.Abram sampai di rumah sakit terdekat, lalu beberapa perawat membawa Zahira menuju ruang pemeriksaan, Abram masih cemas ia duduk di ruang tunggu.Sekitar 30 menit, seorang dokter, keluar dari ruang UGD.“A