MIB-36
Azkio resah gelisah. Hari ini pikirannya tidak bisa dialihkan dari Zivanka. Termasuk kepada janin yang ada dalam kandungannya. Semenjak pisah rumah, mereka hanya bertemu 3 kali dalam seminggu. Itu pun saat ketemu hanya diam-diaman. Meski sesekali Azkio tetap mengusap serta mengajak perut Zivanka bicara. Selebihnya perang dingin terus berlanjut. “Kak, aku mau buat pengakuan.” Suara Lily mengejutkan. "Apa?" tanya Azkio menoleh sekilas. Seperti yang disampaikan kepada Zivanka, Lily juga mengakui semuanya kepada Azkio. Ia sungguh siap dengan konsekuensi apabila harus dibenci. “Astaghfirullah, Lily!” “Sekali lagi maafkan aku.” Lily tertunduk dalam.“Memalukan kamu. Tak ubahnya wanita jahiliyah. Munafik!”“Kakak boleh memaki aku, memarahi aku. Aku terima dan memang salah."“Sangat salah. Fatal, keterlaluan!"“Oleh karena itu, Kakak harus segera baikan dengan kak Ziva."“Tetap saDengan keadaan Zivanka yang harus istirahat total, setiap waktu selalu membuat Azkio cemas. Ia jadi enggan bekerja.“Aku nggak apa-apa, Honey. Kalau mau kerja, kerja saja.”“Untuk sementara waktu, apa sebaiknya tidak bekerja dulu? Kan papi uangnya banyak. Pasti tidak keberatan kan membiayai kita?”Zivanka terkejut dengan pertanyaan Azkio. Kemana suaminya yang selama ini begitu idealis dan sangat bertanggungjawab itu? Tidak mau dikasih rumah gratisan, tidak mau dikasih uang cuma-cuma, tidak mau juga dikasih fasilitas.“Awas, Honey! Lama-lama kamu jadi menantu benalu, loh. Kek di novel-novel onlen.”“Sejak kapan suka baca novel?”“Sejak kita pisah rumah. Kalau kangen sama kamu, aku alihkan sama baca novel.”“Oh. Kalau begitu saya berangkat kerja dulu, ya.”Baru saja Azkio akan berangkat, tiba-tiba Baskara menahan.“Ustaz mantu, mau kemana?”“Mau kerja dulu, Pi.”“Jangan! Sebaiknya kamu r
MIB-37 Deras sudah hujan luruh di wajah Azkio. Kelopak mata sang istri semakin merapat dan tak terbuka lagi. Tubuh yang berjuang kini tergolek tanpa daya di atas bed persalinan. “Humaira, Sayang, bangun!” histeris Azkio menggelegar di ruangan yang dingin. Beberapa perawat datang berusaha mengamankan suami pasien tersebut karena menolak saat diminta untuk keluar. “Saya harus menemaninya, Dok!” teriak Azkio berontak. “Kami harus menanganinya cepat, anda harap tunggu dulu di luar,” putus seorang perawat dan pintu ruangan di mana Zivanka berada ditutup. Azkio merosot ke lantai seakan semua tulang ikut lepas dari raga. Baskara cepat memburu. Meski hatinya sama hancur dengan kejadian tak terduga ini, tapi ia harus tetap kokoh berdiri. Ada menantu yang harus ia support. Ada istri yang juga harus ia kuatkan. Dokter mengklaim kalau Zivanka alami atonia uteri. Suatu kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah melahirkan. Kondisi ini mengakibatkan perdarahan hebat yang bi
Dua temannya yang lain memutar bola mata malas. "Iri aja, lu. Makanya buruan nikah!” timpal Zivanka yang baru diturunkan. "Nunggu ayang Lily terbuka pintu hatinya.” “Tobat dulu yang bener, Jun!” nasihat Azkio. “Insya allah, Ustaz. Nih, moga aja dua makhluk ini juga segera bertobat.” Juno melirik ke arah Mala dan Nia. “Eh, selamat ya, Ziv. lu udah jadi momi," ucap Mala tidak menggubris Juno. Nia pun tidak ketinggalan. Akhirnya mereka berpelukan. Saat Juno mau ikutan, tiba-tiba ada yang menarik bajunya dari belakang. “Bukan mahrom!” “Eh, Ustaz. Lupa.” Juno cengar-cengir. “Bye the way, anaknya mana?” tanya Nia. “Tidur di kamar. Nanti sama mami dibawa turun." "Oya, ini kado dari gue." Nia menyerahkan kotak besar yang dibungkus. "Nah, kalau ini dari gue," susul Mala begitu juga Juno. "Tunggu dulu! Kalian beli kadonya pake uang apa. Nih?" sela Azkio.
MIB-38Jika memang tidak akan pernah bisa bersama, paling tidak beri aku waktu untuk selesaikan perasaan ini. Sembuhkan luka, lalu berdamai. Aku janji, kelak tidak akan menangisinya lagi.Goresan pena tersemat di secarik kertas yang tergeletak di meja samping bed. Zivanka yang masuk kamar memang ingin memastikan sebenarnya apa yang terjadi kepada Lily. Prediksi tak meleset. Ia memutuskan mengambil bea siswa S2 di Turki secara diam-diam karena patah hati. Lily pergi tanpa pamit. Sengaja tak menampakkan diri lagi pada Azkio dan Zivanka. Bahkan belum sempat menengok keponakan yang baru terlahir. Ada rasa iba di hati dengan kisah cinta adik ipar tersebut. Bagaimanapun, secara tak langsung, ia adalah perampas mimpi indahnya. Namun, sampai kapan juga Zivanka tak akan pernah mau berbagi suami.“Sayang, kamu lagi ngapain?” Azkio menyusul.“Honey, ternyata benar, Lily pergi karenamu.”“Iya, saya juga merasa bersalah.”“Kalau dia
Azkio buru-buru sekaliBahkan tanpa menunggu persetujuan, Azkio langsung mengucapkan salam dan pergi.Setiba di rumah, didapati Zivanka sedang mengajak baby Ziko bermain ekspresi wajah. Sebuah stimulasi visual yang disarankan dokter anak kemarin saat kontrol. Katanya penglihatan bayi hanya dapat fokus dari jarak dekat. Sehingga bayi akan tertarik melihat wajah siapa pun yang menggendongnya.Soal bermain ekpresi wajah, Zivanka cukup jago. Ia bisa memainkan ekspresi sebanyak mungkin. Meski kebanyakan wajah lucunya yang membuat Azkio ikut tertawa juga.“Eh, ayah sudah pulang? Hore!” Zivanka menirukan suara anak.Azkio mengecup baby Zi, “sudah tidur siang belum?”“Sudah. Ini baru bangun.”Seketika Azkio mengembus napas kasar. Rasanya ia terlambat dan sia-sia bingbrit dari kantor sampai ngebut.“Yaa ….”“Disuruh pulang dari tadi nggak nurut, sih!”“Ya, kan tidak tahu. Sayang, kenapa kamu tidak bilang dar
MIB-39 Mira berat rasanya akan melepas kepergian Zivanka. Terutama berpisah dari baby Zi yang membuat paling merana. "Udah, Mam. Kek, kita ini akan ke Hongkong aja." Zivanka menepuk-nepuk pundak Mira yang turun naik akibat isakan. "Iya, Mi. Kalau kangen kan tinggal ke sana," timpal Baskara. "Kalean nggak bakal paham gimana perasaan Mami. Tak ada lagi tangisan Ziko di rumah ini. Rumah akan sangat sepi." "Paham, Mi. Tapi, kalau di sini terus, kapan aku mandirinya? Yang mandiin mami, apa-apa mami." "Awas ya, kamu. Jangan sampe tidur kek kebo. Jagain cucu mami yang bener!" Mira mengacungkan telunjuk ke wajah Zivanka. "Nggak, Mi. Aku pasti berubah, kok." Setelah membujuk hampir satu jam, akhirnya baby Zi bisa dibawa pulang. Tentu, air mata Mira turut serta mengantarkannya. Baskara juga tidak menyangka kalau sa
Dari hari ke hari rutinitas masih sama. Selama 24 jam tidak ada kisah baru. Sebagai ibu rumah tangga yang full di rumah, kadang Zivanka berada di titik jenuh. Azkio tidak pernah melarang ia untuk main keluar, jalan-jalan atau berbelanja. Kebetulan keadaan mereka secara finansial sudah jauh lebih baik. Terlebih Baskara membayar gaji lebih dari seharusnya. Zivanka seolah jadi tergantung kepada suami.Kemanapun selalu ingin ditemani. Jika tidak bisa pergi bersama lebih baik ia membatalkan.Semua kebosanan Zivanka pun dibayar lunas oleh kepulangan suami dari kerjanya. Sapaan hangat, belaian mesra, serta perhatian intens tak pernah absen. Meski bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar. Sering malahan. Hal-hal sepele yang selalu jadi pencetusnya. Akan tetapi, pertengkaran mereka hanya sebatas Azkio mendiamkan dan Zivanka mengomel.Selang beberapa menit, keadaan akan kembali mencair. Saling memaafkan juga merindu.Seperti pagi ini, aktifitas dimulai oleh Azkio
MIB-40Otomatis langkah Azkio dan Zivanka terhenti. Mau tidak mau menoleh juga."Nggak salah, lu emang Zivanka!" seru si pria girang.Zivanka cengar-cengir tak tahu harus menanggapi bagaimana. Sementara dalam hati tak berhenti merutuki."Anda kenal dengan istri saya?" "Oh, kenal banget malah."Azkio sampai mengerutkan kedua ujung alis seraya penuh praduga serta selidik. Kira-kira kenal sejauh mana pria di depannya."Honey, udahlah, yuk kita pergi," ajak Zivanka menarik lengan suaminya.Si pria cukup mengerti kenapa wanita yang diidolakannya selama ini sampai berusaha menghindar. Mungkin takut suami mengira yang tidak-tidak. Akan tetapi, karena sudah terlanjur bertemu, ia tetap tak ingin lewatkan kesempatan untuk menyapa. Bertanya kabar juga termasuk yang paling ingin ditanyakan."Wah, keren lu! Nggak nyangka banget gue bisa ketemu. Pangling sumpah! Cakep." Si pria geleng-geleng kepala saking takjub mel