Iblis itu tertawa melihat mata Rima yang semakin sayu. Sesaat lelaki itu mempermainkannya. Gadis itu semakin kewalahan dengan hasratnya sendiri.
"Kau sudah siap, Gadisku?" Sekali lagi Iblis Lembah Perawan itu bertanya nakal kepada gadis di depannya.
Gadis muda itu ingin sekali menganggukkan kepala tanda setuju. Namun rasa malunya lebih besar, membuat dia mengurungkan niatnya. Lelaki itu semakin membakar gairahnya. Dia menelusuri setiap inci tubuh gadis cantik itu. Rima semakin tak kuasa menahan hasratnya.
"Iya ... iya," katanya. Semburat merah muda kembali membayang di pipi halusnya. Napasnya memburu, terengah-engah karena desakan nafsunya sendiri.
Begitu mendengar kata-kata dari perawan itu, tidak secepatnya lelaki itu mengambil posisi di atas. Dirinya masih ingin wanita itu mengemis-ngemis kepadanya. Kembali Iblis itu menjamah badan mulus tersebut.
Dipermainkan begitu rupa, gadis itu semakin tenggelam dalam sensasi yang luar biasa. Napasnya
Sapto ditarik oleh arwah Rima. Rima menyeret Sapto kembali ke gua. Lelaki itu terjengkang ke belakang, mundur seolah-olah binatang yang diikat penggembala. Rima mempermainkan Sapto untuk membalaskan kesumatnya. "Hihihi hihihi hihihi, Sapto ... Saptoo." Lirih Rima memanggil-manggil nama lelaki muda tersebut. Suara dingin yang mengandung magic tersebut mampu meremangkan bulu kuduk Sapto. Setelah Rima menjadi arwah tentu saja lebih menakutkan daripada Rima yang masih hidup. Entah siapa kini yang bersemayam di tubuhnya Rima. Arwah gadis itu kini mempunyai ilmu yang membuatnya takluk. "Jangan ... jangan," kata Sapto. "Diam! Nikmati permainanku kali ini," kata arwah Rima dengan muka dingin. Wajah Sapto pucat pasi, badannya bergetar karena ketakutan. Dia membayangkan dirinya akan menjadi bulan-bulanan arwah Rima. Tulangnya akan hancur terpatah-patah. "Hihihi hihihi hihihi hihihi ...." Ting. Saat arwah Rima mengacungkan
Begitu melihat wajah lelaki itu, arwah jelmaan Rima begitu berang. Mukanya berubah ganas. Tangannya diangkat sedikit. "Kau ... Iblis Lembah Perawan, rasakan pembalasanku!" teraknya. Laki-laki bertopeng itu rupanya Iblis Tengkorak yang kembali di saat yang tepat. Sapto bisa terselamatkan dari dendam arwah Rima. Kini, arwah wanita itu berbalik menyerang Iblis Tengkorak dengan ilmu yang sama, saat tadi mempermainkan Sapto. Ting. Sebutir buah leunca kembali berada di ujung jari dan jempolnya. Rupanya dia hendak mengerjai laki-laki itu dengan mempermainkan hasrat kelelakiannya. "Kau bisa apa, Hantu gentayangan?" tanya Iblis Tengkorak. "Hihihi ... hihihi ... hihihi," Arwah itu tertawa cekikikan. dia mulai menekan leunca dengan jempolnya. Dahinya tiba-tiba berkerut, dia menghentikan pelintirannya. "Hahaha ... hahaha ... hahaha, apa yang terjadi, Hantu sombong?" tanya Iblis Tengkorak. Dia tertawa terbahak-bahak demi melihat dahi
Iblis Tengkorak Lembah Perawan tertawa terbahak-bahak melihat Sapto yang kerepotan dengan ganasnya serangan asmara penguasa tubuh Rima. Wanita itu menyerang Sapto dengan sentuhan-sentuhan liarnya. Tentu saja Sapto kebingungan menentukan sikap. Satu sisi dia malu kepada tuannya dan tidak mau kehilangan keperjakaan karena diperkosa hantu. Sisi lainnya, hasrat yang tadi tertunda karena pengaruh ilmu pelet pelintir leunca, kini berkobar lagi. Dengan malu-malu Sapto membalas sedikit-sedikit. "Bodoh! Kau tidak ikut bergabung?" tanya Hantu wanita itu kepada Iblis Tengkorak. Iblis Tengkorak merasa terhenyak mendengar pertanyaan dari Iblis yang menguasai jasad Rima. Mengapa dia begitu lancang? "Siapa kau?" tanya Iblis Tengkorak. "Hihihi ... hihihi ... hihihi, benarkah kau tidak tahu siapa aku? Hihihi ... hihihi," kata hantu perempuan itu sambil tertawa melengking. Sesaat dia melepaskan pelukannya terhadap Sapto. Seiring gairahnya menurun karena mericanya tidak
Sapto keluar ruangan, bermaksud mencari tempat untuk tidur malam ini. Setelah malam yang melelahkan dan pengalamannya pertama kali dicium oleh wanita, dia merasa ingin mengistirahatkan otaknya yang sudah dipenuhi hasrat kotor. Bukankah besok tugas berat sudah menantinya? Menghadirkan sosok wanita yang masih perawan. "Tinggal tiga hari purnama datang, kemana aku harus mencari wanita itu," gumamnya. 'Ah sudahlah, besok aku pikirkan lagi.' Hatinya berkata sendiri. ****** Sementara itu Wisaka dan Faruq serta Onet, mereka bertiga masih tetap berkelana mencari Cempaka serta Iprit yang melarikan diri. Berbagai goa dan hutan telah mereka jelajahi, tetapi Cempaka seperti raib ditelan bumi. "Kemana lagi kita mencari, Kang?" tanya Faruq. "Entahlah, hari juga sudah mulai malam, kita harus mencari tempat untuk beristirahat," jawab Wisaka. Akhirnya mereka menemukan sebuah goa kecil yang terasa begitu dingin. Aura mistis sangat terasa oleh Wisaka. Na
Lelaki itu meraih tubuh di hadapannya, kemudian menaruh di pundaknya. Tanpa lelaki itu sadari, tangan sang gadis tersangkut sesuatu dari kepalanya dan menjatuhkannya ke lantai goa. Ia berlari cepat sambil memanggul perempuan yang sedang dalam pengaruh hipnotisnya. Rambut gadis itu panjang menjuntai, menutupi mukanya hampir menyentuh tanah. Berkibar karena kencangnya lelaki itu berlari. Melesat di antara lebatnya pepohonan tidak menyulitkannya untuk segera sampai dan memperlihatkan hasil penculikannya kali ini. Kepada sang tuan yang telah menunggunya selama dua hari. Nanti adalah malam terakhir yang merupakan malam bulan purnama. Wanita yang bersemayam di jasad Rima itu harus menjalani ritual pergantian jasad malam ini. "Lama sekali kau baru datang, Sapto?" tanya sang Tuan. "Ya, Tuan Iblis Tengkorak, aku kesulitan mencari perempuan yang masih gadis, kebanyakan di desa ini kecil-kecil sudah menikah atau menjadi janda," jawab Sapto. Sapto meletak
Bergegas Sapto melakukan apa yang diminta oleh junjungannya. Dia melangkah ke dalam ruangan di mana tadi dia membaringkan gadis cantik itu. Langkahnya terhenti. Matanya memandang tanpa kedip pemandangan di dalam ruangan. "Cempaka ...." Iblis Tengkorak berbisik di telinga gadis itu. Nampak dirinya tengah mengagumi keindahan tubuh molek yang tanpa sehelai benang pun. Lelaki itu menjamah bukit-bukit sampai lembah tak terjamah. Hatinya tersenyum sangat senang. Dia mencium aroma yang begitu menarik otaknya untuk berbuat mesum. Namun, beruntungnya, sedikit kesadaran Iblis Tengkorak telah menyelamatkan gadis itu dari sergapan nafsu liarnya. Cempaka sesungguhnya otaknya sadar saat digendong dan dibawa lari. Begitu pula kini saat dirinya tengah dikagumi begitu rupa oleh lelaki yang tidak dia kenal. Dirinya ingin bertanya, tetapi ilmu gendam lelaki itu membuatnya hanya terdiam membisu. Walau rasa malu begitu membelit raganya, gadis itu hanya bisa menangis. "Kau m
Cempaka yang berada di raga Rima ambruk di pelukan Sapto. Lelaki itu kebingungan dengan keadaan Cempaka, serta tiba-tiba ada orang asing datang ke Lembah Perawan ini."Siapakah kau?" tanya Sapto sambil tangannya tetap memegang tubuh Cempaka."Cepat tunjukkan wanita yang kau culik, kalau kau masih ingin bernafas!" seru Wisaka. Tangannya bersiaga untuk pukulan jarak jauh."Aku tidak mengenalnya," kilah Sapto. Ia tidak mengakui perbuatannya."Apakah kau hendak melindungi Iblis keparat itu?" tanya Wisaka sambil menunjuk wanita di depannya. "Itu berarti kau cari mati, hiaaa!"Wisaka melepaskan pukulan kepada sepasang manusia di depannya itu. Secepatnya Sapto berkelit sambil menggendong Cempaka yang terjebak dalam tubuh Rima."Hihihi ... hihihi ... hihihi, kembalikan tubuhku!" Lengkingan tawa membahana di ruangan itu. Hawa mistis mengalir dingin menusuk pori-pori. Membangkitkan bulu roma siapa pun yang mendengarnya.Kunang-kunang kecil itu
Kematian Sapto membuat Kuntilanak Baju Merah merasa bersalah. Pikirannya tidak sampai kalau Sapto adalah kunci untuk mengetahui ke mana para Iprit itu pergi. Wisaka dibantu Faruq menguburkan jenazah lelaki tangan kanan Iblis Tengkorak itu, jelmaan dari Iprit pelarian dari kampung.Mereka diam dalam keheningan, sementara masing-masing pikiran entah berkelana ke mana. Wisaka mengamati batu besar yang sudah dipahat sedemikian rupa menjadi tempat tidur. Ukiran-ukiran berbentuk bunga bertebaran di kepala divan batu itu. Ukiran bunga kematian atau kamboja."Ke mana kini kita akan pergi? Kita harus secepatnya menemukan Cempaka eh Iblis betina itu," ujar Wisaka. Ia sendiri kebingungan bagaimana menyebutnya, raga Cempaka tetapi berjiwa perempuan Iprit itu."Kita pergi ke danau, kita akan akan mencari danau itu, wahai," kata Anjani. Anjani tidak mengerti danau mana yang akan mereka cari itu."Ayo! Setidaknya kita harus berusaha," ajak Wisaka.Mereka berjalan
Anggini tidak menyangka Eyang Gayatri sampai turun untuk membasmi para iblis ini. "Anggini, lama tidak berjumpa." Eyang Gayatri mengusap rambut gadis itu. Dia sudah menganggapnya sebagai cucu. Setelah Cempaka --muridnya menikah dengan Wisaka. Makanya Eyang Gayatri menganjurkan Cempaka untuk mengajari jurus Bunga Persik. Sementara itu, Iblis Tengkorak tengah berjuang mengenyahkan suara dari telinganya. Darah kental semakin banyak mengucur dari telinganya. Jurus Kijang Mengorek Telinga ini memang begitu dahsyat. Apalagi yang melemparkan jurus Eyang Astamaya. Iblis Tengkorak tidak bisa berkutik. Benang ajaib yang membelitnya semakin membuatnya tidak berdaya. Sejurus kemudian Eyang Gayatri menunduk malu. Sebelumnya kedua orang tua itu saling bertatapan mata. Eyang Astamaya tersenyum kepada Gayatri. Eyang Gayatri tersenyum juga dari balik cadarnya. Eyang Gayatri memberikan kantung hitam kepada Eyang Astamaya. Tempat arwah iblis yang menyamar menjadi Sumina
Jaka dan Anggara tengah terpesona, mereka melihat kehebatan makhluk yang bernama Suminar. Namun Jaka sudah mendapat peringatan dari bapaknya, itu hanyalah tipuan."Anggara, usap matamu … usap matamu!" Jaka berteriak."Baiklah, Jaka!"Mereka berkali-kali mengusap mata masing-masing, kemudian mundur karena kaget. Perempuan itu tampak sangat menyeramkan kini. Kedua matanya pecah, meleleh darah kental di mukanya."Wow!" Jaka berteriak.Anehnya, Suminar masih bisa tahu posisi Anggara dan Jaka. Dia mempersiapkan sebuah serangan."Kang, hati-hati!" Anggara berteriak memperingatkan Jaka."Siap!" Jaka mempersiapkan sebuah pukulan jarak jauh.Setelah yakin dengan perkiraannya, Suminar mendorong sebuah kekuatan dahsyat ke arah mereka berdua. Tentu saja Anggara dan Jaka secepat kilat berganti posisi. Angin yang dihasilkan dari serangan Suminar melabrak sebuah pohon.Draaak … bruuuk.Pohon bes
Suminar bergerak diam-diam. Dia mulai menjamah Anggara. Lidahnya perlahan-lahan menjulur-julur keluar masuk dengan cepat. Kepalanya berubah menjadi kecil dan gepeng. Ia menampakkan wujud aslinya, seekor ular siluman.Suminar yang masih bertubuh manusia, menyentuh tubuh lelaki itu. Anggara belum menyadari apa yang terjadi. Dia masih tertidur pulas. Suminar mendesis, air liurnya menetes dari sela-sela taringnya yang tajam."Mengapa tubuhnya berbau amis?" Hati Suminar bertanya-tanya. Dia merasa terganggu dengan bau badan Anggara. Lelaki itu tetap terlelap.Suminar mengabaikan bau badan Anggara. Dia meneruskan aksinya. Malam ini Anggara harus menjadi pengantinnya. Ritual ini harus segera dilakukan. Tidak boleh gagal lagi."Beruntung sekali, aku menemukan pemuda ini … ssst … ssst, dia cari mati dengan mengantarkan nyawanya ke sini." Wanita siluman itu sangat senang. Dia tidak berpayah-payah mencari tumbal untuk malam purnama ini. Dia mendes
Semua kaget dengan pernyataan Wisaka. Besok malam gadis itu harus menjadi umpan Sepasang Iblis dari Timur. Sebenarnya Wisaka mempunyai rencana yang begitu hebat. Wisaka sudah paham kebiasaan sepasang iblis itu."Besok malam adalah malam purnama. Kalau sepasang iblis itu benar adanya Iprit, mereka pasti akan mencari tumbal. Seorang gadis untuk ritual pengantin." kata Wisaka menjelaskan."Tidakkah itu berbahaya, wahai Wisaka?" tanya Anjani."Tentu saja kita akan mengawalnya, mengawasi diam-diam." Wisaka mengatur siasat untuk besok malam. Mereka mendengarkan baik-baik.Jaka memegang tangan Dialin yang terasa dingin, mencoba menyalurkan kehangatan. Dialin memandang Jaka, kemudian menunduk. Hatinya merasa bahagia bertemu dengan Jaka. Pengganti kekasihnya yang tewas di tangan sepasang iblis. Dialin seperti mendapatkan kembali roh jiwanya. Sejak kematian kekasihnya, jiwanya juga terasa ikut mati.Dialin seperti mendapat kekuatan kembali. Dendam mengalir d
Jaka bangkit dari tidurnya, duduk di dahan sambil memperhatikan jalan. Bayangan hitam itu begitu cepat melesat. Jaka tidak sempat melihatnya.Tidak lama kemudian datang dua orang yang sama berpakaian hitam juga. Rupanya mereka mengejar bayangan tadi. Jaka beranjak mengikuti keduanya."Sialan!" umpat si pengejar."Ke mana dia perginya?" tanya yang satu lagi."Entahlah, ayo cepat kita susul!"Jaka yang bersembunyi di rimbunan pepohonan melihat mereka pergi. Pemuda itu menggeliatkan badan."Ssst …."Satu desisan terdengar dari samping pemuda itu. Jaka cepat menoleh, terlihat olehnya seorang gadis tengah menempelkan telunjuknya di bibirnya."Dialin!" seru Jaka tertahan. Senang sekali Jaka bisa bertemu dengan gadis tersebut.Dialin memberi isyarat supaya Jaka diam. Matanya masih memperhatikan ke arah jalan tadi. Takut pengejarnya datang lagi."Mereka sudah pergi," bisik Jaka.Dialin me
Jaka menghadik Aliya yang sudah kurang ajar kepadanya. Dia belum tahu dengan siapa berhadapan. Jaka menuntun Anggini mengajaknya pergi."Tunggu!" seru Aliya.Jaka, Anggara dan Anggini mengurungkan niatnya pergi dari tempat itu. Memandang heran kepada Aliya."Seenaknya saja kau bawa dia!" sergah Aliya sambil menunjuk Anggini."Mau kau apakan adikku?" tanya Jaka.Aliya terdiam saat Jaka menyebutkan Anggini sebagai adiknya. Lama dia memperhatikan wajah lelaki di depannya itu. Ketampanan Jaka sudah membuatnya terpesona."Dia adikmu?" tanya Aliya kepada Jaka."Kau pikir aku siapanya?" dengkus Anggini kesal. "Ayo! gak usah ladeni dia, Perempuan Gila!"Aliya sangat marah saat dikatakan perempuan gila oleh Anggini. Aliya meradang, menyerang Anggini dengan beringas. Sudah dari tadi dia ingin sekali menyakiti Anggini. Gadis yang dicintai oleh Anggara."Berani sekali kau mengatai diriku gila, Perempuan Sundal,"
Jaka memperhatikan Dialin yang berkelebat cepat meninggalkannya. Heran sendiri, padahal wajahnya tidak ada yang aneh. "Bahkan kata orang aku ganteng," pikir Jaka. Pemuda itu tertawa kecil.Jaka membiarkan Dialin pergi. Dunia ini sempit, nanti juga pasti bertemu lagi. Hari di penghujung siang. Binatang malam mulai bernyanyi. Onet sudah mengambil posisi paling nyaman di sebuah pohon.Sementara Jaka merebahkan diri di dahan bercabang. Berbantalkan kedua tangannya, dia kembali bersyair."Malam yang datang tanpa hadirmuGelap mencumbu bayanganBintang membisu di sudut langitRembulan mengintip malu-maluMemelukmu adalah keniscayaanKerinduan entah untuk siapamenyeruak nakal dalam benakCinta datang tanpa diundangMemenuhi segala ruang hati"Jaka memandang langit, mencoba mencari bayangan wajah gadis yang baru saja dikenalnya. Perlahan-lahan raut wajah itu terukir di antara awan. Jaka tersenyum sendiri me
Jaka bangkit dari tidurnya, dia duduk di dahan pohon sambil mengamati sekitar. Suara halus itu mengganggu konsentrasinya. Tidak terlihat siapa pun ... senyap. Dia kembali bersyair. "Wahai angin yang menyembunyikan rasa Datanglah di sela daun-daun Hinggap bersama burung-burung Bernyanyilah walau suara parau Aku pastikan suaramu merdu di telingaku." Tak ada balasan, tetap hening. Jaka merasa penasaran. "Kau mempermainkan aku, Gadis," gumam Jaka. Jaka merasakan aura seseorang yang mempunyai kemampuan lumayan. Wanita penyair itu punya ilmu cukup tinggi. Jaka hampir tidak bisa mendeteksi keberadaannya, Jaka bersyair kembali. "Samarkudendangkan nyanyian Angin pengembara membawanya Berkelana di jagat senyap Langit akan menangkap tandanya Awan 'kan menjadi saksi Bertemunya dua hati" Terdengar tawa lirih. Namun, seperti ada nada luka pada tawanya itu. Jaka yang berhati halus
Sepasang siluman itu melayang keluar dari gerbang Negeri Bunga Persik. Mereka berkelana mencari raga baru untuk memulai rencana baru.Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara duduk berdua di tepi danau. Mereka lupa sekeliling sampai malam sudah semakin larut. Mereka tidak menyadari kalau aura di sekitarnya sudah berubah.Hawa dingin malah semakin membuat mereka bertambah dekat. Tidak menyadari bahaya mengintai. Mereka malah melakukan hubungan terlarang.Kedua Iblis itu semakin mengipasi mereka dengan hawa dingin. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat sepasang manusia tersebut. Keduanya menunggu waktu yang tepat untuk menukar raga.Rupanya lelaki dari pasangan itu lama-lama sadar ada sesuatu yang mengganggunya. Ia sedikit paham dengan ilmu kanuragan. Ada aura yang semakin dingin berada di sekitarnya."Keluar, kau!" teriak lelaki itu."Hahaha hahaha hahaha hahaha." Hanya suara tawa yang menjawabnya."Sebaiknya kau menye