"Jelasin aja sekarang , sejujur-jujurnya. InsyaaAllah aku gaakan marah, jangan berani bohong sama aku" suara Fathir berubah sedikit lembut.
"Huuuu....huuuuu...huuuuu.... Maafin Luna Mas, maaf . Bukan maksut Luna pingin nunda atau gamau punya momongan. Tap....tapiiiii..." Luna menangis sesenggukan."Tapi kenapa?" "Luna belum siap , Mas . Apalagi rumah juga belum jadi. Luna takut ngerepotin kalau hamil di rumah Ibu, kasihan Ibu sudah sepuh masih ngerawat Luna. Luna janji Mas, mulai sekarang Luna berhenti minum pil KB itu. Luna siap hamil sekarang Mas, sungguh maafin Luna"Luna duduk di hadapan Fathir , kedua tangannya menutup muka, air mata mengalir deras dari matanya."Hft , sudahlah. Mas ngerti, jangan bohong lagi. Mas lebih suka kamu bilang jujur kalau emang kamu belum siap. Mas paham, udah gausah nangis. Mas maafin kamu" Fathir membantu Luna berdiri dan membawanya dalam pelukan, tanganSampai di depan rumah, Luna segera turun dari mobil dan membuka pagar untuk Fathir. Pikirannya tak bisa fokus, memikirkan suaminya itu pasti menghujani serentet pertanyaan dan tak lupa ceramah seperti biasanya . Membayangkan saja sudah membuat Luna jenuh."Kenapa kamu keluyuran dengan pakaian kayak gitu?" Fathir meletakkan kunci mobil asal, tersirat amarah pada wajah tampannya."Keluyuran? Aku cuma jogging aja kok! Wajar dong jongging pake baju kayak gini. Sejak kapan olahraga mengharuskan memakai gamis?" Luna mendelik sebal."Bukan gitu, khan kamu bisa pake kaos berlengan dan celana training yang panjang. Bukan pakaian kurang bahan begitu!""Ya gerah dong, Mas. Kamu ini makin hari makin aneh aja. Semua yang aku lakuin dilarang, ada saja salahku tiap hari . Sebenarnya mau kamu apa sih, Mas?" Luna berteriak seperti orang kesurupan."Jaga bicaramu Luna! Kamu ngomong
"Siap Lit?" Tanya Kevin menatap manik mata hitam milik Lita dengan lekat."Yeah" jawab Lita singkat.Meskipun tampak baik-baik saja di depan, Kevin paham betul hati Lita sedang cemas dan terluka."Dengerin aku, apapun yang kamu lihat dan semua bukti yang kamu dapatkan nanti. Kamu gaboleh nangis, jangan biarkan satu butirpun air matamu tumpah. Kamu harus kuat, bertahan sebaik mungkin demi hasil yang maksimal. Paham?" Kevin mengingatkan , namun lebih ke perintah menurut Lita."Iya iya bawel" Lita menjawab sekenanya."Oh ya, aku lupa bilang sama kamu. Tadi saat aku bangun tidur, rekanku memberikan satu info lagi yang tak kalah mencengangkan. Kamu juga pasti bakal kaget, tak akan menyangka" Kevin sengaja membuat Lita penasaran."Apa?" Lita hanya melirik Kevin sekilas."Hmmm apa ya?" Kevin menggoda Lita."Buruan napa sih. Aku gasuka basa-basi" ketu
"Assalamualaikum" kepulangan Fathir disambut hangat oleh Luna.Fathir terlihat terburu-buru memasuki kamar. Ada sesuatu yang harus dipastikan, netranya menyapu seisi ruangan. Barang yang dicarinya tak ada . Ia menghelas napas kasar.Luna terlihat bingung akan tingkah suaminya ,matanya ikut menyapu sekeliling ruangan dan sesekali melirik Fathir.Karna tak menemukan jawaban, Luna mengajukan pertanyaan. Ia tak ingin dirundung penasaran."Kenapa sih, Mas?""Haaa? Ohhh, enggak. Gapapa Sayang" Fathir termangu dalam diam."Apasih? Cari apa? Kok kelihatan serius gitu?" Luna bersedekap, matanya sibuk mencari kejujuran dari suaminya."Gapapa kok. Oh iya, kamu masak apa hari ini?" Fathir berusaha mengalihkan pembicaraan."Ha? Sejak kapan aku masak , Mas. Bukannya semenjak tinggal disini kita sel
Luna bersolek secantik mungkin. Hari ini ia akan berkencan bersama Frans. Memakai tanktop pink dipadu dengan blazer hitam dan rok jeans selutut. Heels 10 centimeter, dan jam tangan mewah melekat di pergelangan tangannya. Aroma parfum mahal menguar ke seluruh ruangan.Luna sengaja memesan taxi online, bertemu langsung di Hotel yang sudah dibooking oleh Frans, Luna tak mau lelaki itu menjemputnya.[ Kamar 201, lantai 4 ]Luna tersenyum saat mendapat pesan singkat yang masuk ke ponselnya.Segera ia menuju lift yang akan mengantarkannya ke tujuan.Cklik.......[ Aku di depan ]Luna mengetik balasan ke pengirim.Beberapa detik kemudian terbuka pintu hotel dari dalam, Luna bergegas masuk.Belum sempat melepas heelsnya, Frans sudah menggendong L
Dua minggu berlalu, tak ada hal yang istimewa . Semua berjalan monoton, seperti biasanya.Luna sudah mau memasak untuk Fathir setiap hari, meskipun kadang mengeluh capek ,lesu dan letih setiap malam dan berujung Fathir yang memijit hingga ia tertidur.Fathir baru saja berangkat kerja, Luna menutup pagar dan bergegas masuk ke dalam rumah. Bersantai menikmati camilan sambil memainkan ponsel.Ada 2 pesan yang dikirim sekitar satu jam yang lalu.[ Kangen 😍 ][ Ayo ketemuan, rindu berkembang biak 😝]Luna membalasnya,[ Boleh, kapan? ]Tak menunggu waktu lama, Frans menjawab, [ Sabtu siang gimana? ][ Bisa sih, tapi sore balik ya? Takut Mas Fathir tiba di rumah sebelum Isya ][ Oke, ntar tempatnya aku kabari ]Luna tak membalas lagi, langsung dihapus percakapan dengan
Seminggu setelah kejadian di Hotel lalu, Frans tak pernah lagi menghubungi Luna. Biasanya Luna merasa sepi dan kehilangan bila tak ada kabar dari Frans , tapi sekarang ia justru merasa tenang dan bahagia bersama Fathir. Tak menjadi masalah andainya pun Frans sudah memutuskan hubungan dengannya, Luna tak peduli.Ia akan fokus membina rumah tangga bersama Fathir, merawatnya sebaik mungkin hingga tutup usia.Malam ini hujan turun rintik-rintik, suasana dingin menusuk hingga ke tulang. Aroma tanah basah yang bercampur dengan air hujan semakin membuat suasana menjadi syahdu.Di meja makan, Fathir menikmati masakan Luna dengan lahap. Istrinya hanya menemani, tak ikut makan.Luna mengoles tengkuknya dengan freshc*re , perutnya terasa mual dan kepalanya berdenyut pusing. Masuk angin sepertinya."Kenapa Sayang?"Fathir melihat wajah Luna yang sedikit pucat
Matahari bersinar terang, suara lalu-lalang kendaraan jalanan begitu memekakkan telinga. Rutinitas sang pencari nafkah berangkat pagi pulang petang, memadati jalan raya .Fathir sudah bersiap bersama Luna, hendak mengunjungi Ibu. Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, Fathir masuk ke dalam mobil. Luna duduk bersandar di kursi samping kemudi ."Udah siap semua, Mas?" Tanya Luna."Beres" Fathir mengangkat jempolnya menandakan semua sudah siap."Yuk berangkat. Jangan lupa berdo'a dulu" Fathir dengan khusyu' memimpin do'a.Mobil mereka meluncur dengan kecepatan normal, membelah jalanan yang lumayan padat.Perjalanan menuju rumah Ibu tak sampai satu jam. Itupun dalam kondisi macet, jika keadaan normal hanya memakan waktu singkat. Sekitar setengah jam.Ddrt....ddrt......
Seperti perkataan Fathir, untuk sementara Luna tinggal di rumah Ibu untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terjadi karena kurang pengawasan.Hari ini tumben Luna bangun pagi sekali, rasa mual dan muntah yang dialami membuatnya susah tidur. Kali ini ia ingin sekali makan rujak buah pakai petis Madura. Dulu saat masih gadis, ia sering sekali makan rujak buah bersama teman-teman seprofesinya. Mengingat, kebanyakan temannya berasal dari berbagai daerah. Jadi jika salah satu dari mereka ada yang libur, maka wajib hukumnya balik bekerja harus membawa oleh-oleh khas daerah masing-masing.Karena Amoy, temannya yang berasal dari Madura itu sering pulang. Jadilah Luna sering kebagian petis Madura yang rasanya uhlalaaaaa. Tinggal belanja buah, jadi deh rujakan bersama. Seru sekali jika mengingat sebagian dari masa lalunya, walaupun kelam.Luna hampir saja meneteskan ludah, saat membayangkan makan rujak buah petis merah. Air liur menggenang di dalam