Luna bersolek secantik mungkin. Hari ini ia akan berkencan bersama Frans. Memakai tanktop pink dipadu dengan blazer hitam dan rok jeans selutut. Heels 10 centimeter, dan jam tangan mewah melekat di pergelangan tangannya. Aroma parfum mahal menguar ke seluruh ruangan.
Luna sengaja memesan taxi online, bertemu langsung di Hotel yang sudah dibooking oleh Frans, Luna tak mau lelaki itu menjemputnya.[ Kamar 201, lantai 4 ] Luna tersenyum saat mendapat pesan singkat yang masuk ke ponselnya.Segera ia menuju lift yang akan mengantarkannya ke tujuan.Cklik.......[ Aku di depan ]Luna mengetik balasan ke pengirim.Beberapa detik kemudian terbuka pintu hotel dari dalam, Luna bergegas masuk.Belum sempat melepas heelsnya, Frans sudah menggendong LDua minggu berlalu, tak ada hal yang istimewa . Semua berjalan monoton, seperti biasanya.Luna sudah mau memasak untuk Fathir setiap hari, meskipun kadang mengeluh capek ,lesu dan letih setiap malam dan berujung Fathir yang memijit hingga ia tertidur.Fathir baru saja berangkat kerja, Luna menutup pagar dan bergegas masuk ke dalam rumah. Bersantai menikmati camilan sambil memainkan ponsel.Ada 2 pesan yang dikirim sekitar satu jam yang lalu.[ Kangen 😍 ][ Ayo ketemuan, rindu berkembang biak 😝]Luna membalasnya,[ Boleh, kapan? ]Tak menunggu waktu lama, Frans menjawab, [ Sabtu siang gimana? ][ Bisa sih, tapi sore balik ya? Takut Mas Fathir tiba di rumah sebelum Isya ][ Oke, ntar tempatnya aku kabari ]Luna tak membalas lagi, langsung dihapus percakapan dengan
Seminggu setelah kejadian di Hotel lalu, Frans tak pernah lagi menghubungi Luna. Biasanya Luna merasa sepi dan kehilangan bila tak ada kabar dari Frans , tapi sekarang ia justru merasa tenang dan bahagia bersama Fathir. Tak menjadi masalah andainya pun Frans sudah memutuskan hubungan dengannya, Luna tak peduli.Ia akan fokus membina rumah tangga bersama Fathir, merawatnya sebaik mungkin hingga tutup usia.Malam ini hujan turun rintik-rintik, suasana dingin menusuk hingga ke tulang. Aroma tanah basah yang bercampur dengan air hujan semakin membuat suasana menjadi syahdu.Di meja makan, Fathir menikmati masakan Luna dengan lahap. Istrinya hanya menemani, tak ikut makan.Luna mengoles tengkuknya dengan freshc*re , perutnya terasa mual dan kepalanya berdenyut pusing. Masuk angin sepertinya."Kenapa Sayang?"Fathir melihat wajah Luna yang sedikit pucat
Matahari bersinar terang, suara lalu-lalang kendaraan jalanan begitu memekakkan telinga. Rutinitas sang pencari nafkah berangkat pagi pulang petang, memadati jalan raya .Fathir sudah bersiap bersama Luna, hendak mengunjungi Ibu. Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, Fathir masuk ke dalam mobil. Luna duduk bersandar di kursi samping kemudi ."Udah siap semua, Mas?" Tanya Luna."Beres" Fathir mengangkat jempolnya menandakan semua sudah siap."Yuk berangkat. Jangan lupa berdo'a dulu" Fathir dengan khusyu' memimpin do'a.Mobil mereka meluncur dengan kecepatan normal, membelah jalanan yang lumayan padat.Perjalanan menuju rumah Ibu tak sampai satu jam. Itupun dalam kondisi macet, jika keadaan normal hanya memakan waktu singkat. Sekitar setengah jam.Ddrt....ddrt......
Seperti perkataan Fathir, untuk sementara Luna tinggal di rumah Ibu untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terjadi karena kurang pengawasan.Hari ini tumben Luna bangun pagi sekali, rasa mual dan muntah yang dialami membuatnya susah tidur. Kali ini ia ingin sekali makan rujak buah pakai petis Madura. Dulu saat masih gadis, ia sering sekali makan rujak buah bersama teman-teman seprofesinya. Mengingat, kebanyakan temannya berasal dari berbagai daerah. Jadi jika salah satu dari mereka ada yang libur, maka wajib hukumnya balik bekerja harus membawa oleh-oleh khas daerah masing-masing.Karena Amoy, temannya yang berasal dari Madura itu sering pulang. Jadilah Luna sering kebagian petis Madura yang rasanya uhlalaaaaa. Tinggal belanja buah, jadi deh rujakan bersama. Seru sekali jika mengingat sebagian dari masa lalunya, walaupun kelam.Luna hampir saja meneteskan ludah, saat membayangkan makan rujak buah petis merah. Air liur menggenang di dalam
Luna dan Frans saling berdebar-debar saat Fathir bersama teman-temannya lewat, terdengar riuh karena mereka saling bercanda. Luna dan Frans mematung membelakangi jalan, tak berani menoleh sedikitpun.Setelah dirasa aman, barulah keduanya kembali ke posisi semula. Luna dan Frans mengelus dada bersama, bernafas lega.Dibalik kaca mata hitamnya, Luna melihat Fathir Cs duduk di pojok, sedikit jauh darinya.Luna menghembuskan nafas panjang."Gilaaaa, rasanya tuh lebih heboh dari naik jetcoaster gak sih? Hampir copot nih jantung" Luna berbisik pelan ke arah Frans."Asli deh! Aku takut banget, mana dia bawa pasukan lagi. Merinding jadinya" Frans menyedot es tehnya hingga tandas."Yuk ah pulang, aku takut banget nih. Mumpung dia belum nyurigain kita" Luna beranjak berdiri, membalikkan badan dan langsung berjalan ke arah parkiran dengan langkah
Pov NingsihSaat ini seperti biasa, waktunya berkunjung ke rumah Ibu, Mas Rival sudah siap mengantarkanku dan Alea sebelum ia berangkat kerja.Aku juga mengajak Chintya untuk bergabung, tapi Chintya baru bisa menyusul besok karena Kiara sedang demam, Chintya takut merepotkan Ibu nantinya disana.Kami akan menginap dua hari seperti biasa.Sesampainya di rumah Ibu, aku melihat mobil Fathir sudah terparkir rapi di garasi. Apa mungkin Fathir juga menginap disini?, 'Aduh bakal ketemu lagi nih sama Luna' geramku dalam hati."Assalamualaikum," aku menggandeng Alea masuk ke dalam rumah Ibu."Waalaikumsalam" suara sahutan wanita dari dalam sangat kukenal, baru juga tadi aku bilang, makhluk astral satu itu rupanya sudah asyik rebahan di sofa sambil menonton TV. Berbagai macam buah tertata rapi di atas meja, tepat di samping sofanya.
Rival mengetuk pelan pintu kamar Ningsih, mencoba menjelaskan."Sayang, ayo buka dong pintunya"Ningsih tak menyahut, tentu saja ia kesal bukan main."Ningsih, Mas mau jelasin semuanya. Tapi pintunya buka dulu ya?"Cklek.....Suara pintu terbuka dari dalam, Rival masuk dan menutup kembali pintu kamar."Ningsih sayang, Mas gak ada maksud apa-apa. Soal omongan Mas ke Luna, Mas sungguh minta maaf. Kalimat itu meluncur begitu saja, waktu Mas nolongin Luna tadi itu dia menangis kakinya terkilir, Mas cuma bilang kalau lebih baik tersenyum daripada menangis. Senyum bikin keliatan jadi manis, itu semata untuk menghibur saja. Sama sekali gak ada maksud atau tujuan lain. Kamu yang bener aja, aku masij tau batesan dong. Luna kan istri Fathir, adik ipar aku. Aku niat tulus cuma pingin bantuin dia aja sekaligus menghibur tadi. Kamu tau juga kan bawaan Ibu hamil gimana? Mas cuma kasihan aja
Saat tersadar, Luna sudah berada di ruangan serba putih, bau khas obat-obatan tercium sangat tajam. Luna mengingat samar apa saja yang sudah teradi padanya.Setelah tersadar sempurna, Luna melihat Fathir yang tertidur sambil duduk memegangi tangannya.Luna memandang Fathir dengan tatapan sendu, ada sedikit nyeri di hatinya, merasa bersalah sekali sudah menghianati orang sebaik dan se sempurna suaminya ini.Luna mengingat dengan jelas apa yang sudah terjadi, lidahnya kelu. Matanya menatap Fathir dengan sendu, dielus lembut rambut Fathir yang tak begitu banyak.Fathir segera terbangun saat terasa kepalanya disentuh seseorang. Ia mendongak dan bergegas terseyum menatap Luna yang telah siuman. Ada sedikit kekhawatiran tercetak di matanya."Alhamdulillah Sayang, akhirnya kamu sadar juga. Mas khawatir banget sama kamu, jangan capek-capek lagi dan jangan sampai stres. Untung anak kita kuat, anak yang hebat" ujar Fat
##BAB Terakhir Ending Akhir Kisah Luna“Apa, sih, Mas?” tanya Stefani kesal. Pasalnya gadis itu capek ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk beristirahat.“Kamu jelaskan sama Mas sekarang! Benarkah kamu yang menaburkan bubuk gatal di pakaian Luna?” tanya Frans kali ini merendahkan suaranya.“Iya, kenapa?” sahut Fani enteng.“Apa alasanmu melakukan itu?” selidik Frans.“Kamu nggak tahu aja, Mas. Mbak Luna itu nyebelin tahu nggak, sih. Dia mesti bikin aku kesal. Nggak Cuma aku, bahkan ke Mama juga. Semua orang yang berdekatan dengannya juga pasti dibuat kesel sama dia!”“Nggak boleh gitu. Walaupun bagaimana kondisinya, Luna itu tetap Kakakmu juga!” kata Frans menasehati.“Dia aja nggak pernah ngehargain aku, Mas. Gimana aku bisa nganggep dia Kakak? Aku nggak suka dia ada di sini!” ketus Fani.“Terus maksud kamu? Kamu ngusir aku?” tanya Frans.“Bukan begitu. Pokoknya aku nggak suka Mas Frans sama dia. Kayak nggak ada cewek lain saja!”“Nggak bisa. Mas cinta sama Luna lagi pula s
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseorang itu adalah Frans, suaminya. Nampak tertidur pulas dengan suara dengkuran halus.
"Paket ... paket ... paket ...," teriak kurir berjaket hitam dengan menggunakan sepeda motor berwarna senada. Kurir tersebut tampak celingukan di depan pagar rumah Pak Handoko.Satpam menghampiri tanpa membuka pagar."Iya, Pak. Ada apa?" tanya satpam sembari memandang penampilan kurir dari atas ke bawah."Ini ada paket atas nama Stefani benar di sini?" kata kurir sembari mengacungkan sebuah barang berbungkus plastik hitam."Iya, dari mana?" tanya satpam."Dari Jonggol, ya, mana saya tahu ini dari mana, tugas saya cuma ngirim. Bener nggak di sini kediaman Bu Stefani?" kata kurir lagi sembari memandang satpam tak yakin."Bener, sih. Tapi Mbak Stefani itu belum menikah, ngapain situ panggil-panggil Bu?" tanya satpam masih keukeh tak membukakan pagar."Duh, Pak. Ini terima, sini saya foto, capek deh kalo nemu orang gaptek macem ni bisa puyeng akikah!" Kurir bergegas menscan barcode yang tertera di sampul paketan, lalu menyerah
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseor
Zhuema kembali terlelap dalam gendongan Luna. Dengan hati-hati, Luna meletakkan Zhuema ke dalam box bayi, tempat tidur Zhuema selama ini. Bahkan box tersebut pemberian dari mantan ibu mertuanya, Bu Lujeng.Setelah memastikan Zhuema pulas, Luna berjalan mendekat. Ia naik ke atas kasur, mengambil bantal yang menutupi wajah suaminya."Kenapa, sih?" tanya Luna menatap wajah Frans dengan lekat."Hmm ...," gumam Frans tanpa mau membuka mata."Ayo cerita sini, kenapa?" ulang Luna sembari mengguncang tubuh Frans.Frans yang merasa tidak nyaman dengan perlakuan Luna, terpaksa membuka mata. Ia melirik sekilas ke arah Luna."Duduk! Cerita sama aku, kamu kenapa!" tegas Luna.Frans menuruti perkataan Luna, ia menyusun beberapa bantal di belakang tubuhnya, untuk bersandar.Kini mereka sama-sama terdiam dalam posisi duduk bersandar pada bantal.Luna menunggu dengan sabar kalimat yang akan muncul dari bibir Frans."Aku habi
Seusai sarapan, Frans mengajak Luna ke Mall, mereka akan membeli ponsel baru untuk Luna. Tentu saja setelah menitipkan Zhuema pada Bi Asih."Mas, pokoknya aku mau iphone series terbaru, ya!" kata Luna manja."Iya!" kata Frans singkat.Mereka memasuki konter dengan brand ternama. Setelah disambut dengan hangat, Luna segera meluncur ke etalase. Matanya berbinar melihat aneka ponsel mahal berjejer rapi."Mbak, iphone series terbaru sekarang ini apa, ya?" tanya Luna pada SPG konter."Oh, yang baru launching, sih, iphone 12 pro max, Kak. Udah lengkap banget untuk specnya," ujar Mbak SPG ramah."Oke, mau satu, ya, Mbak!" kata Luna.Mbak SPG segera mengambilkan pesanan Luna, namun dalam bentuk contoh display. Setelah dijelaskan mengenai fitur dan lain sebagainya. Luna mengiyakan, ia segera meminta Frans untuk membayarnya."Mas, bayar, gih!" titah Luna.Frans mengambil dompetnya, ia meng
Bu Niken menatap tajam ke arah Luna dan Stefani bergantian."Ada yang bisa jelasin ini kenapa?" tanya Bu Niken dengan sorot mata menyeramkan.Luna menunduk, Stefani pun angkat bicara. Frans menghela napas panjang. Mereka terdiam, tidak satu pun berniat menjelaskan."Fani ...," panggil Bu Niken menatap Stefani, berharap putrinya itu mau menjelaskan."Menantu Mama itu nggak ada akhlaq!" cebik Stefani.Bu Niken mengerutkan kening, tatapannya beralih ke Luna."Anak Mama aja, tuh, yang lebay. Bocil alay!" kata Luna memutar bola mata malas."Kenapa, sih? Frans coba jelaskan!" Bu Niken mengambil jalan tengah, ia ingin putranya menjelaskan dengan detail."Fani tuh tiba-tiba gedor kamar pengantin, mana malam pertama. Nggak sopan banget!" jelas Frans pada Mamanya."Eh, kalo istri kesayanganmu itu nggak cari gara-gara duluan, aku nggak sudi juga kali ganggu waktumu!" kata Stefani dengan kesal."Hmm ... kamu
Acara pernikahan Frans dan Luna akhirnya selesai juga. Mereka cukup lelah menyambut tamu yang datang. Tapi wajah Luna tampak fresh dan berseri-seri. Mereka pindah ke kamar yang berada di lantai atas. Tepat di sebelah kamar Stefani. Luna meminta Frans untuk segera mencarikan baby sitter. Bu Niken keberatan, karena di rumah sudah ada Bi Asih yang menyiapkan segala keperluan mereka. Jadi Bu Niken merasa Luna masih sanggup menjaga baby Zhue tanpa bantuan baby sitter. "Pokoknya aku nggak mau tau, ya, Mas! Aku minta baby sitter untuk merawat baby Zhue. Aku bisa cepet tua kalo harus merawat baby Zhue sendirian setiap hari, belum lagi harus melayani kamu. Stres yang ada!" Luna menata pakaiannya di dalam lemari besar. Ia langsung meminta pindah kamar saat acara usai. "Iya-iya. Gampang lah nanti aku carikan. Oh, ya. Aku keberatan kalo Zhuema harus dipanggil baby Zhue. Itu 'kan nama pemberian Fathir. Mulai sekarang panggil dia Zhuema nggak usah d
Setelah kejadian di malam itu, Luna mengurung diri di kamar.Ia tak lagi mempedulikan pernikahannya yang hanya hitungan jam.Frans terpaksa harus merayunya. Seperti sekarang, ia sudah berdiri di depan pintu Luna. Berkali-kali Frans mengetuk pintu namun Luna tak kunjung membukanya."Sayang, dih calon manten kok ngambekan sih?" ucap Fathir sembari tetap mengetuk pintu."Udah sana kamu urus aja keluargamu, nggak usah peduli sama aku!" tandas Luna dari dalam kamar."Eh, jangan teriak - teriak dong, Princess. Nanti baby Zhue bangun kasihan." Frans mengetuk pintu sekali lagi.Luna tetap saja tak mau membuka pintu. Tak kehabisan akal, Frans membujuk dengan jurus andalan. Seakan ia sudah paham kelemahan wanita yang dicintainya tersebut."Yakin nih nggak mau buka? Aku punya sesuatu, loh. Hmm ... tebel banget nih kantong aku. Yakin nggak mau shopping pasca acara nikahan nanti?" tanya Frans dengan nada menggoda. Berharap Luna luluh.