Share

Bab 18

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-12 12:57:24

"Mas! Kamu kenapa? wajahmu lebam-lebam gitu?" Mbak ulya mendekat lalu memegang bagian wajah suaminya yang terlihat membiru.

Entah apalagi yang mereka bicarakan aku memilih ke depan saja.

***

Keesokan harinya. Pagi-pagi sudah rame diluar. Aku yang sehabis subuh ketiduran beranjak keluar.

"Ga bisa, Retna! Bulan ini kamu sudah aku gaji. Ini baru tanggal 5 kamu sudah minta pulang. Balikin uangku kalau kamu mau pergi!" Seru Mbak Ulya kencang.

"Kalau aku balikin untuk ongkos pulang aku tak punya, Mbak," sahut Retna memelas. Tas ditangannya dilepas ke lantai.

"Wis tho, Nduk. Biar Retna bawa uangnya. Kasian dia. Mungkin kangen sama Ibunya di kampung. Nanti pasti balik lagi, ya tho Na?"

Mbak Retna menggelengkan kepalanya yang masih menunduk.

"Enggak, Bu. Saya ga akan balik lagi. Saya di kampung saja, bantu Bapak ngarit di ladang. Lumayan upahnya buat makan."

"Bo doh kamu! Udah aku bawa kesini, Bude Yani pasti seneng kamu disini, dari pada di kampung. Kotor, gatal dan menji jikan." Aku tertawa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 19

    "Ibu mau gantiin Retna? tidak! Pokoknya ga boleh. Urusan anaknya biar Mbak Ulya aja yang mikirin. Ibu setelah ini mau bantu bantu Bapak di toko!" Sahutku yang langsung menghampiri mereka.Ibu dan Mbak Ulya menoleh serentak. "Kamu itu terlalu banyak mengatur! Biarin aja ibu melakukan apa yang Ibu mau!" Cetusnya."Ibu bukannya mau, Mbak. Tapi, ibu hanya tak tega melihat anak-anakmu ditelantarkan oleh mamanya.""Siapa yang nelantarin! Aku kerja, Dinara!" Hardiknya."Iya, Mbak kerja. Tapi, Mbak ga ikhlas membayar baby sitter untuk mengasuh anak-anak Mbak. Malah mbak membawa sepupu Mbak itu kesini ngaku ngaku sebagai baby sitter yang diambil dari yayasan. Aku sudah tau semua, Mbak. Mbak ga usah ngeles lagi." Mbak ulya terdiam dengan raut wajah gusar."Sepupu? Jadi Retna itu sepupunya Ulya?" Tanya Ibu menatap Mbak ulya yang terdiam."Iya, Bu. Nara dengar sendiri kok dia bisik bisik di kamar. Dia membawa sepupunya kesini sebagai pembantu agar namanya harum dikampung sebagai pahlawan. Tapi,

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 20

    Aku hanya tersenyum. Aku juga baru bergabung. Belum tau banyak tentang Perusahaan milik keluarga Cheryl itu."Mbak Ulya terlalu berlebihan. Oh ya, aku minta maaf, ya Mbak. Nanti aku akan mengganti ponsel Mbak yang aku rusakin.""Tak usah, Ra. Nanti Mbak beli yang baru aja." Ucapnya santai. Syukurlah dia tak mempermasalahkan. Walau begitu aku masih bertekad mengganti ponselnya kalau gajian nanti.Satu masalah selesai. Aku berangkat kerja dengan langkah yang ringan. Beribu beban yang terasa menindih seakan lenyap menghilang. Semoga saja Mbak Ulya dan Mas Damar kali ini bersungguh-sungguh menyadari kesalahannya.Tak terasa sudah sebulan berlalu. Ibu dan Bapak mulai menyibukkan diri dengan jualan sarapan lagi kalau pagi. Lalu berangkat ke toko saat siang. Tapi, itu hanya beberapa hari saja. Aku khawatir Bapak kecapekan. Sehingga aku mencari satu karyawan untuk menjaga toko. Seorang gadis muda bernama Aulia. Dia direkomendasikan oleh Cheryl. Katanya anak itu jujur dan tak neko neko. Benar

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 21

    "Duduk di depan! Kamu kira saya supir!" Sentaknya saat aku mau membuka pintu mobil bagian belakang. Reflek aku terdiam lalu kembali menutup pintu yang sudah kubuka. Duh, nasib. Punya bos ga lak, arog an, sok ngatur, gengsi tinggi. Hatiku terus mengoceh sampai puas. Ga berani juga ngomong langsung bisa bisa langsung dipecatnya aku."Nah gitu! Anda kira anda siapa seenaknya duduk dibelakang. Mau jatuhin wibawa saya." Gumamnya namun masih sangat jelas terdengar. Secara aku sudah duduk disampingnya."Maafkan saya, Pak. Sungguh tak ada niat seperti itu," ucapku bersungguh-sungguh. Walau sebenarnya hatiku kesal juga mendengar ocehannya.Permintaan maafku lewat begitu saja bak angin lalu. Pak Joshua sama sekali tak menanggapi. Matanya lurus ke depan menatap jalanan yang mulai padat merayap. Aku meraih ponsel."Pak, saya ijin menelpon mau mengabari Bapak sama Ibu kalau saya telat pulang." Lama tak ada jawaban."Telepon aja. Kenapa minta ijin saya. Saya kan bukan pacar kamu!"Astaghfirullah, P

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 22

    "MasyaAllah, Nak Joshua. Iya Nak, Bapak percaya. Kalau Nara nak al tolong omelin aja." Aku merenggut. Emang aku bocah apa!"Tenang, Pak. Dinara kalau sama saya tak bisa pecicilan apalagi nakal. Bapak tak perlu khawatir."Astaghfirullah, ini orang nyebelin nya kok bisa berlapis-lapis gitu kayak wafer.Tak lama obrolan mereka selesai. Pak Joshua menyerahkan ponsel padaku tanpa berkata sepatah kata pun. Masih ada sisa senyum di bibirnya. Kalau dilihat dia manis juga. Bibirnya yang merah tak pernah tersentuh tem bakau. Wajahnya juga putih bersih dengan mata yang menyipit khas orang luar sana. Karena sepertinya Pak Joshua ini masih satu keturunan dengan Cheryl yang merupakan ada darah Tionghoa."Ga usah lihatin saya seperti itu. Nanti sayang!"Astaghfirullah, aku langsung memalingkan wajah. Gi la ternyata tingkat kepedeannya tinggi juga. Dih, amit amit jadi sayang! Untuk dekat dekat dengannya saja aku sudah ngeri.Tak lama kami pun sampai pada sebuah showroom yang cukup luas. Ngapain kesin

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 23

    Bapak berkaca-kaca melihatku pulang membawa mobil. Berkali-kali beliau mengucapkan terima kasih pada Pak Joshua. Laki-laki itu menyambut hangat, bahkan bos Som bong itu mau duduk di sofa tua ruang tamu rumah kami untuk mengobrol. Meyakinkan pada Bapak jika mobil itu bukan hutangan. Tapi, memang hibah pemberian darinya untukku."Tenang, Pak. Saya tak bermaksud apa-apa. Selain untuk memudahkan Dinara bekerja. Karena kami sering keluar untuk bertemu klien. Jadi, saya belikan mobil. Itu pun atas persetujuan Pak Edward.""MasyaAllah, Nak. Bapak tak tau harus bilang apa lagi. Terima kasih banyak, Nak. Semoga Nak Joshua, istri dan anak-anaknya sehat semua, panjang umur, berkah bahagia." Do'a panjang Bapak. Pak Joshua tersenyum lalu menoleh padaku yang juga tertunduk segan. Pak, istrinya masih diplanet antah berantah, apalagi anak. Aku membuang pandang ke arah mobil mengalihkan pandangan Pak Joshua yang meminta bantuan. Aku yakin Bapak hanya memancing Pak Joshua untuk membuka jati diri."Saya

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 24

    Astaghfirullah, dadaku terasa panas. Ya Allah, bisa ga ciptaanMu yang satu ini di reset lagi. Biar aku ga jantungan setiap ngobrol sama dia.Sore itu, mbak Ulya datang. Dia mengitari mobilku yang terparkir di halaman."Wah, Dinara hebat kamu! Bisa bisanya Pak Joshua membelikan kamu mobil. Pasti ada sesuatu nih?" selorohnya sambil meraih satu kursi dan duduk di depanku. Bapak masih ditoko. Katanya tadi Aulia meminta beliau datang karena banyak barang yang habis."Sesuatu apa, Mbak? Pak Joshua membelikan murni karena aku karyawannya. Tak ada hal lain!" Tegasku. Perempuan itu menyipitkan mata seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan."Tolongin mbak, dong, Ra. Bujuk Pak Joshua untuk menandatangani kontrak kerja sama perusahaan Mbak dengan perusahaan kalian. Itu satu satunya jalan agar mbak dapat promosi jabatan menjadi Manager. Plis, Ra." Mbak ulya memohon. "InsyaAllah ya, Mbak. Nanti aku usahakan," Sahutku malas."Beneran ya, Ra. Kasih sekali lagi pasti semua permintaan kamu dikab

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 25

    "Dinara! Kamu ini kenapa sih!" Pekik Mbak Ulya sambil meraba pipinya. Pasti sakit sekali, karena tanganku pun terasa panas setelah menam par perempuan itu."Jaga ucapan, Mbak. Jika mbak mengira aku menjual harga diri karena harta, Mbak salah. Aku lebih baik menderita dari pada memberikan apa yang seharusnya aku jaga sampai mati.""Kamu jangan sok suci, Ra. Dimana mana untuk mendapatkan hati atasan pasti harus mengorbankan diri. Toh sama sama enak," ujarnya santai.Aku menatap perempuan itu tajam, tak kusangka dia akan menjawab seperti itu, mura han!"Jangan jangan Mbak, seperti apa itu ya? Memberikan apa yang seharusnya hanya boleh dinikmati suami Mbak pada laki-laki lain agar mendapatkan apa yang mbak inginkan?"Wajahnya pias. Aku menyengir. "Pantas Mbak yang hanya lulusan SMA bisa bekerja sebagai staff keuangan. Berapa kali Mbak melakukan hal itu? Apa setiap hari dan mengaku lembur pada Mas Damar?" tudingku tanpa takut."Diam kau Dinara! Jangan lancang! Itu fitnah namanya. Akan kub

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-18
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 26

    Sepanjang perjalanan Fikri diam. Hingga sampai di warung saat aku menawarkan es krim baru wajah murungnya memudar."Fikri tak boleh jajan sama Papa dan Mama.""Lho kenapa?""Kata Mama, kalau mau jajan suruh Papa nyari uang dulu." Aku menghela napas dalam-dalam."Trus?""Trus Papa marahin Mama deh. Mama dipukul Papa."Aku tertegun. Anak kecil tak mungkin bohong. Setelah Fikri tenang dan mau main di kamar aku pun kembali menemui Mas Damar yang ternyata sedang ngobrol dengan Ibu."Damar capek, Bu. Ulya makin hari makin jadi. Dulu selalu pulang malam. Dan sekarang dia jarang pulang ke rumah. Damar tak begitu bisa menjaga Alesha dan Fikri, apalagi buat ngojek sudah gak bisa sama sekali," lirih Mas Damar dengan suara parau."Sabar, Mar. Mungkin Ulya lagi banyak kerjaan.""Tapi, udah keterlaluan, Bu. Dia kredit barang barang mahal tanpa ijin dari Damar. Walau bukan Damar yang mencari uang, tapi setidaknya dia harus menghargai damar sebagai suami."Aku akhirnya berjalan ke arah mereka dan dud

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-18

Bab terbaru

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Tamat

    "Ma ..." "Saya bukan Mamamu!"sentaknya lalu masuk tanpa kupersilahkan. Bahunya bahkan sampai menyengol lenganku."Ini rupanya rumah yang dibelikan suamiku untukmu?" Mama mengitari ruang tamu dengan mata menatap lukisan lukisan alam yang sengaja dipajang Mas Yazid."Mana foto pernikahan kalian, kalau benar kamu sudah resmi menikah dengan anakku!" Mata itu kini mengarah tajam padaku."Kami memang tidak memajang foto, Ma. Tapi pernikahan kami tercatat resmi dalam catatan sipil.""Halah, kalian bisa saja membayar calo untuk mendapatkan itu.""Astaghfirullah, buat apa, Ma? Pernikahan tanpa ijab qobul, tidak disaksikan oleh para saksi sama saja batal. Apalagi pernikahan palsu. Itu hanya akan menambah dosa, merugikan diri sendiri. Tinggal berdua dengan pasangan yang belum sah menjadi suami, sama saja dengan berzina!" Suaraku sedikit meninggi. "Halah! sok ngomong dosa. Dalam agama kamu, memisahkan seorang anak dengan ibunya apakah tidak berdosa?" Wajah Bu harsanti memerah. Aku menunduk samb

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 69

    Semua mata menatap ke arah Papa. Aku dan Zahra saling pandang. Sangat jelas jika Zahra tampak sangat kecewa dengan penolakan Papanya.Aku menepuk pundak sahabat sekaligus adik iparku itu pelan. Lalu memeluknya. Ada isak kecil yang terdengar sumbang."Saya tak bisa kalau saya tak diajak ikut ke dalam kebahagiaan yang anak saya dapatkan." Lanjut Papa lantang.Zahra melepas pagutannya dan langsung membalikkan badan menoleh ke arah Papa. Aku pun sama. Yang kulihat sungguh diluar dugaan. Papa meraih tangan Ustadz Hanif."Bantu saya untuk masuk dan mempelajari Islam."Mas Yazid yang berbeda disana bergegas mendekati Papa. Dan langsung memeluknya. Lelaki itu menangis haru. Bagaimana tidak, cukup berat perjuangannya meyakini papa akan kepercayaan barunya ini. Kalau akhirnya harus meninggalkan kedua orang tuanya. Dan kini tanpa diminta ataupun dipaksa. Papa Edward menyatakan ingin masuk Islam.Hari itu juga Papa mengikrarkan keislamannya dengan membaca dua kalimat syahadat. Suara haru menyelim

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 68

    Tak menyangka jika Bu harsanti telah menyiapkan preman-preman itu untuk membuatku menyerah. Itu tidak akan pernah terjadi. Meski nyawa harus kukorbankan. Bagiku pernikahan adalah ikatan suci yang dapat terpisah karena memang sudah tidak ada kecocokan di antara pasangan suami-isteri. Atau salah satunya menyerah dan melepaskan tanggung jawabnya dengan cara baik-baik. Tidak dengan cara seperti ini.Enam orang preman sudah kutaklukkan. Begitulah mereka hanya modal tampang seram dan tubuh besar menganggap remeh seorang perempuan.Tepat saat preman terakhir kujatuhkan. Perutku terasa kram. Aku meringis, menahan sakit. Lalu terduduk dilantai. "Lepas! Lepaskan!" Suara teriakan perempuan di belakang mengejutkanku. Aku menoleh seketika darahku terkesiap. Kini Pak Edward dan Mama Mas Yazid sedang bergelut memperebutkan sebuah stik golf yang ada di tangan Bu Santi. "Sudah cukup, Ma! Cukup! Papa tak pernah mengijinkan Mama sampai sejauh ini!""Iya! Ini kemauan Mama sendiri. Papa terlalu lemah. P

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 67

    POV Yazid "Pulanglah, Josh. Kalau kamu pulang. Mama akan memberikan apa yang kamu mau."Entah dari mana datangnya, Mama sudah berada di samping mobilku."Mama? Mama kok tau josh disini?" Tanyaku agak khawatir. Namun, melihat mama yang memakai kerudung aku jadi ragu. Jangan-jangan Mama sadar setelah setahun ini ditinggalkan anak-anaknya."Josh, kamu sudah mendapatkan jalan kebenaran. Kenapa kamu tidak mengajak Mama?" Mata Mama sendu. Tak ada lagi sinar keangkuhan seperti dulu. Agaknya Mama sudah menyesali semuanya."Maksud Mama?" "Pulanglah Josh. Kita mulai lagi hidup seperti dulu. Mama tak akan memaksa apa yang tidak kamu suka. Kamu bebas memilih jalan hidupmu, Nak." Suara Mama begitu lembut. Menggetarkan hati yang memang selalu merindukannya. Aku mendekat dan memeluk Mama. Mama memelukku erat. Bahunya turun naik menahan isak. Kini aku sebenar yakin jika Mama memang sudah berubah."Joshua akan pulang bersama mama. Tapi, ijinkan Joshua untuk kerumah terlebih dahulu, Ma. Karena mama s

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 66

    Hari ini Zahra memutuskan untuk pulang. "Za, kamu yakin?" Tanyaku lagi. Zahra menatap sejenak lalu menyunggingkan senyum. Perempuan itu masih terus berkaca membetulkan letak kerudungnya. Pembawaannya sangat tenang, berbeda sekali denganku. Aku khawatir, padahal Zahra mau bertemu dengan orang tuanya sendiri. Namun, mereka kan sudah berbeda. Orang tua mana yang rela melihat anak-anaknya berpindah haluan seperti itu."Wajah kamu tegang banget, Ra," cetusnya sambil tertawa kecil."Aku cuma mau bertemu Mama dan Papa, Ra. Bukan kawanan mafia," pungkasnya lagi."Tapi, aku takut, Za.""Kamu tenang aja. Aku tak akan mati karena bertemu mereka kok. Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku 'kan, Ra. Yah, semoga saja Kak Yazid ada disana."Aku mengangguk lalu menunduk."Ra, jangan gitu dong. Mana Dinara yang kuat, tegar dan tangguh dulu. Masa kamu melepasku dengan wajah cemberut begitu."Aku masih bergeming. Pikiranku bercabang kemana-mana. Melihat ancaman dan sikap Bu Harsanti waktu itu, masih me

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    "Za, apa Mas Joshua bersamamu?" Tanyaku ketika telepon tersambung."Lho, tumben kamu panggil Kak Yazid, Mas Joshua?" Kekehnya. Aku tersenyum tipis, walau aku tau Zahra tak bisa melihat. Pikiranku sedang tidak enak."Eh, maksudnya Mas Yazid." Ralatku."Enggak, kan tadi ke kajian. Memang belum pulang?" Aku mendesah sambil menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan angka sepuluh. Aku telah memberi udzur sampai dua jam atas keterlambatan Mas Yazid. Tapi, laki-laki itu tetap saja belum menampakkan diri."Belum, Ra. Tadi katanya lagi ngobrol sama Ustadz Hanif. Tapi, kok lama banget, ya? Menurut kamu Mas Yazid masih disana ga sih?""Hmm ... Aku juga kurang tau, Ra. Tapi, kan Mas Yazid bukan tipe orang yang suka mengobrol lama. Dan aku yakin Ustadz Hanif pun juga sama."Aku menghela napas panjang. Aku sepemikiran. Tapi, aku tak punya alasan lain untuk membenarkan keterlambatan ini."Apa kamu punya nomor telepon Ustadz Hanif?""Ga lah, Ra. Aku ga kuat menahan hati nanti." Dia cekikikan. Aku

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    Darah mengucur dari perut ibu. Aku berteriak histeris. Mas Damar yang melihat tik*mannya yang salah sasaran berdiri mematung. Ibu mulai rebah tepat saat tanganku memegang tubuhnya.Mas Yazid yang baru datang terpaku melihat keadaan yang mengerikan itu."Mas, hayo bawa Ibu ke rumah sakit!" Pekikku memecah kebuntuan.Dengan sigap Mas Yazid menggendong ibu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia tak peduli dengan bajunya yang terkena noda darah. "Aku tak sengaja, sungguh aku tidak ingin memb*nuh ibu."Aku mengabaikan raungan Mas Damar yang terlihat frustasi. Warga yang berdatangan sangat terkejut. Mereka langsung berinisiatif untuk meringkus Mas Damar. Sementara aku dan Mas Yazid segera meluncur ke rumah sakit. Semua berjalan begitu cepat. Maghrib yang syahdu, berubah menjadi sebuah tragedi yang menakutkan. Ternyata ada iblis di dalam hati lelaki itu. "Ibu bertahanlah, Bu." Aku memegang tangan Ibu erat. Tangannya terasa dingin. Air mataku tak henti mengalir. Jalanan yang mulai padat m

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 64

    Suara tangis anak-anak terdengar ramai dari dalam. Bukankah hanya ada Dani--anaknya Retna. Aku terus mengetuk pintu, tak sabar ingin segera masuk. "Sabar, Sayang. Mungkin Ibu lagi di kamar mandi." Mas Yazid menyentuh bahuku."Aku khawatir, Mas." Mas Yazid yang memakai topi dan kaca mata hitam itu merangkul pundakku lalu ikut mengetuk pintu. Beberapa kali mencoba memutar kenopnya, tapi tak bisa sepertinya terkunci dari dalam."Assalamu'alaikum, Bu. Buka pintunya, Bu."Ceklek. Pintu terbuka. Bau busuk langsung menusuk hidung. Tiga anak kecil sedang bertangisan dilantai. Pakaian mereka kumuh. Bahkan, anak yang kukenali seperti Alesha sedang memegang pakaian penuh kotorannya."Astaghfirullah, Mas Damar?" Mataku membola melihat laki-laki dengan wajah kusut itu memegang sebuah pisau. Matanya tajam, menatapku."Kau baru kembali? Puas lihat semua ini?" Bentaknya penuh emosi. "Ada apa, Mas? Kenapa bisa seperti ini?" Mataku liar menatap kekacauan dirumah ini. Ruangan yang dulu selalu rapi dan

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 63

    IBUKU BUKAN BABUMU 42 POV Damar 2 "Maaf, Mas Damar. Alesha dan Fikri kami antar ke sini. Kami pun bukan orang mampu. Kami tak sanggup untuk membiayai mereka. Mamanya Mbak Ulya juga sudah tua. Jadi kami kembalikan kesini." Nuri--saudara Ulya memulai kata. "Tapi, aku ..." "Aku pamit dulu, Mas. Takut ketinggalan, Bis." Perempuan memotong ucapanku lalu bangkit dan menyalami Ibu yang duduk lemas sambil memangku Alesha, di sampingku. "Nur ..." Panggilku. Namun, perempuan itu tak menoleh lagi. "Pa, Fikri lapar. Dari kemarin belum makan." Rengek Fikri. Helaan napas Ibu terdengar jelas. Kini ada 3 anak yang masih kecil-kecil dirumah ini. Astaga! Aku menyugar rambut. Kenapa perempuan yang aku nikahi tidak ada satupun yang beres. "Kasih Fikri makan dulu, Mar. Itu masih ada sisa nasi sama goreng telor dadar. Alesha mungkin juga lapar. Sekalian kamu suapin. Ibu lelah sekali, Mar." "Damar mana bisa, Bu." Aku mengeluh. Selama ini aku tak pernah ikut membantu menjaga anak-anak. Aku tak bi

DMCA.com Protection Status