199“Sekali lagi aku tidak peduli apa pun yang Kakak tuduhkan. Silakan dengan pikiran Kakak tentang aku. Dan aku tetap pada pendirianku!” “Kenapa kau begitu keras, Al. Bahkan setelah aku menceritakan semuanya?” Raka mulai kesal. Rasa putus asa dan frustrasi menciptakan tekanan yang begitu kuat. Hingga rasanya ingin marah terhadap lelaki di depannya. “Kakak akan mengerti hanya bila jadi aku. Percayalah, aku hanya menutup segala kemungkinan buruk!” “Maksud kamu?” Kening Raka berlipat heran. “Sudahlah, Kak. Sebaiknya Kakak pulang, sudah malam. Istrimu akan mencarimu!” “Bagaimana kau tahu istriku akan mencariku?” Raka menatap curiga. Alister tersenyum sinis. “Karena Vlo dulu akan mencariku kalau di jam ini aku tidak ada di sisinya.” Raka membuang muka. Bagaimana bisa rasa curiga hadir begitu saja, padahal dari logika saja sudah terbaca. Seorang istri akan mencari suaminya bila telah larut tetapi sang suami tidak ada di kamar. Ia lupa kalau Alister juga pernah jadi seorang suami. Mu
200Kirana menatap dirinya di depan cermin. Kurus, layu, lingkar mata menghitam, kulit wajah kusam tak terawat, rambut acak-acakkan. Seperti itulah penampakkan wanita yang ia lihat dalam cermin. Penampakan bayangan dirinya sendiri. Jelek dan tidak menarik. Semua orang akan setuju bila melihat dirinya saat ini. Sejak Alister menutup akses untuk bertemu Baby Angel, ia memang kembali down. Hidupnya yang perlahan membaik, kembali tak bersemangat. Ia menyiksa dirinya sendiri. Tidak mau makan, tidak bisa tidur, karena terus memikirkan bayi itu. Entahlah, ia sudah jatuh hati dengan bayi itu. Lihatlah pipinya yang gembil, kulitnya yang putih kemerahan, bola matanya yang berwarna biru terang, sepasang bulu mata lentik dengan warna agak pirang senada dengan rambutnya. Lalu alis mata tebal seperti milik ayahnya dan bibir mungil seperti milik Vlo. Kirana tak bisa melepaskan bayangan tingkah lucu dan menggemaskan bayi itu yang kadung melekat dalam ingatan. Ia benar- benar jatuh cinta dengan ba
201Dengan menumpangi taxi online, ia segera meluncur ke alamat yang sudah dihafalnya di luar kepala. Waktu sudah menunjukkan lewat azan magrib saat Kirana sampai di sana. Dengan percaya diri yang tinggi, wanita itu keluar dari lift gedung yang membawanya ke lantai lima belas di mana unit Alister berada.Wanita itu berjalan anggun menuju pintu utama apartemen Alister. Suara heelsnya yang beradu dengan lantai menciptakan suara ketukan dengan irama dinamis. Rambut keriting gantungnya bergerak-gerak seiring kakinya yang melangkah semakin mendekati pintu. Suara seorang perempuan bertanya dari interkom di sebelah pintu, tak lama setelah ia menekan bell. “Aku mencari Tuan Alister,” jawabnya agak keras di depan benda yang menempel di dinding itu. Kemudian ia menyingkirkan dirinya dari kamera yang mengarah ke wajahnya agar tak terlihat dari dalam. Biar menjadi surprise, itu pikirnya. Kirana bersandar di dinding yang sejajar dengan pintu dengan harap-harap cemas. Tak sabar rasanya melihat A
202Alister bangkit setelah sebelumnya menggelengkan kepala membuang rasa pusing. Tak ia hiraukan rasa panas di pipi dan hidungnya. Darah yang mengalir dari hidung dan sudut bibir ia usap kasar. Berdiri tegak ia menatap nyalang lelaki yang wajahnya merah padam. “Apa yang kamu lakukan, Kak? Kenapa kau memukulku?” Alister bertanya heran. Sungguh, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja diserang, dan yang menyerangnya adalah Raka. Saudara susunya. Alister sekarang bukanlah Alister yang lemah, ia butuh pertahanan diri saat tinggal di luar negeri agar tak lemah dan jadi korban empuk kejahatan. Ia mempelajari ilmu bela diri untuk perlindungan dirinya hingga menjadi terlatih. Namun, saat diserang tiba-tiba seperti tadi, tentu ia tidak siap. “Masih bertanya kenapa?” Raka mengeratkan rahang. Wajahnya semakin merah. “Di mana hatimu, Al? Apakah sudah tak ada lagi perempuan lain di luar sana, hingga kakak ipar sendiri kau embat?”Suara Raka menggelegar memenuhi ruangan. Amarah menguasai dirinya. H
203“Raka! Alister! Apa yang kalian lakukan? Tolong jelaskan apa arti semua ini?!” Aira bicara di antara tangisnya. Mata basahnya menatap kedua anaknya bergantian. Raut shock dan sedih tergambar jelas di sana. Alister dan Raka yang masing-masing dipegangi dua pengawal saling lirik dengan sorot amarah dan kebencian masih kentara. Dada kedua lelaki itu masih terlihat bergerak cepat pertanda amarah masih menguasai mereka. Padahal wajah dan tubuh mereka sudah babak belur dan terlihat mengkhawatirkan. “Ada apa ini sebenarnya? Kenapa juga Kirana pingsan? Kalau ada masalah, apa tidak bisa dibicarakan baik-baik?” Kali ini Alexander yang bertanya. Juga dengan raut kaget dan kecewa. Tidak ada yang menjawab, hanya deru napas penuh amarah dari mulut keduanya yang memenuhi ruangan itu. Aira mengusap wajah dengan kedua tangan. Sungguh hatinya sakit melihat dua anaknya sampai babak belur karena berkelahi satu sama lain. Ini untuk pertama kali mereka berkelahi dalam artian sesungguhnya. Dulu, pal
204Alister memejamkan mata, menahan rasa perih di lukanya yang sedang dibersihkan seorang temannya yang bekerja menjadi perawat. Ia sengaja memanggilnya ke rumah, agar tak harus pergi ke rumah sakit. "Kau habis bertarung bebas di mana?" tanya lelaki seusianya yang sibuk dengan kapas, alkohol, obat luka dan entah apalagi. Wajar bila ia bertanya begitu. Keadaan Alister sangat mengkhawatirkan. Wajah dan tubuhnya penuh luka dan lebam. Saat datang ke sana, ia juga sudah mendapati ruang tamu yang sudah bersih dan rapi. Karena pelayan dan cleaning service online yang ia pesan sudah membersihkan semua kekacauan. Hanya beberapa barang yang sudah pecah tak dapat diperbaiki. "Biasalah, mempertahankan harga diri. Kalau tidak, kita akan diinjak-injak seenaknya," jawab Alister dengan sesekali meringis menahan perih lukanya yang ditetesi obat. "Padahal dulu kau tidak pernah berkelahi, Al. Kalau ada yang mengganggumu, kakakku Raka yang maju membelamu. Dia yang berkelahi. Kau mana pernah adu joto
205Kirana terbangun dengan kepala teramat pusing. Matanya bergerak memindai sekeliling sebelum memperhatikan dirinya sendiri. Ia berada di kamarnya. Gaun hitam dengan pundak terbuka masih melekat di tubuhnya.Wanita itu memijat pelipis, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia berada di sini. Diliriknya sosok yang berbaring satu ranjang dengannya, tetapi agak ujung di tepi. Keningnya berkerut dalam. Lelaki dengan banyak luka dan lebam terbaring memejam. Kirana beringsut, mendekati sosok dengan perban di pelipis, juga di pundak yang terbuka karena sosok itu hanya memakai kaos singlet. Lalu setelah dekat, ia menutup mulut dengan kelima jarinya. Kirana tercengang. Ada banyak sekali lebam di wajah dan tubuh yang terbuka itu. Entah yang tertutup selimut. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Kenapa suaminya sebabak-belur itu? “Kak?” Kirana menyentuh pelan lengan sang suami, yang sama penuh memar. Ruas-ruas jari tangannya bahkan memerah dan bengkak. Ada juga luka di sana. “Kakak kenap
206Hari ini Alexander memutuskan tidak ke kantor. Urusan anak-anaknya harus diselesaikan segera. Tidak boleh berlarut-larut. Terlebih Aira juga menjadi sangat down. Ia takut kesehatan istrinya terganggu. Di sini mereka sekarang. Duduk berempat di ruang keluarga. Sandra dan Aldo sudah berangkat ke kampus dan sekolah masing-masing. Alexander sendiri yang datang ke kamar Kirana untuk memintanya berkumpul. Ia tahu bila tidak begitu, menantunya itu tidak akan mau keluar kamar. Ada yang membuat hati Alexander teriris. Ia melihat Raka keluar dari kamar yang berbeda. Ia yakin mereka tidak tidur satu kamar tadi malam. Seumur pernikahannya dengan Aira, mereka tidak pernah tidur di kamar terpisah. Walaupun Aira sedang marah sekalipun kepadanya dirinya, mereka akan tatap tidur di kamar yang sama. Tapi lihatlah, Raka bahkan keluar dari kamarnya dan tidur di kamar lain. Itu artinya pernikahan mereka tidak baik-baik saja. Alexander jadi teringat pertanyaan Aira tadi pagi sebelum mereka sarapan
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber