Suasana sore semakin hangat di taman samping rumah orang tua Hans, dipenuhi tawa dan kebersamaan. Hans, Ashley, dan kedua orang tuanya sedang duduk bersama di sekitar meja makan.
Terlihat Candra sudah menyiapkan alat bakar dan menyalakan api lebih dulu. Sementara Hans dan Ashley juga membantu."Kalian ambil daging, serta alat makan saja," pinta Candra agar kedua pengantin baru sedikit menjauh.Ashley menggangguk, "biar aku yang ambil sayur dan dagingnya, Mas."Namun, Hans juga tak mau kalah, ia juga ingin membantu dalam acara pesta barbeque ini, "Jangan, biarkan aku bantu juga."Keduanya langsung masuk ke dapur, Ashley membuka lemari pendingin, sementara Hans melangkah mengambil alat makan. Mereka sepakat bekerja sama."Aduh, sudah besar banget Neul, ya? Kayak papa banget,” kata Naomi, yang tiba-tiba muncul dari balik pilar sambil memeluk Baby Neul dengan lembut.Wanita paruh baya itu baru saja bermain dengan cucu kesayJika Hans dan Ashley dalam keharmonisan keluarga, berbeda dengan Sandra yang semakin terpuruk. Wanita itu benar-benar frustasi akibat tertampar oleh kenyataan yang begitu getir.Malam pun semakin larut, Sandra duduk di meja bar, menatap kosong ke gelas minumannya yang sudah hampir habis. Musik yang keras, lampu yang berkedip, dan keramaian di sekitarnya hanya membuatnya semakin merasa terasing.Dia seharusnya merasa bahagia, atau setidaknya merasa lebih baik setelah mencoba melupakan kenyataan yang pahit. Tapi kenyataan itu terus menghantuinya, seperti bayangan yang tak bisa hilang."Mengapa seolah takdir pun juga tidak memihakku ...?" gumamnya mengangkat gelas, meneguk habis isinya. Sesaat, rasa pahitnya menyeruak, mengingatkan pada betapa pahitnya kenyataan yang dia hadapi. Dia selalu bermimpi menikah dengan Hans, membangun keluarga kecil yang bahagia. Tapi kini, impian itu hancur berantakan."Sandra," bisik suara tiba-tiba dari s
Sandra yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri pun tengah digerayangi dua pria di sekelilingnya. Sementara Hendrik sedang menyiapkan kamera yang tepat dengan tempat yang akan dijadikan membuat video mereka. "Gimana bro, kita mulai sekarang aja, ntar keburu dia sadar?" tanya satu rekan Hendrik. Sementara satu pria lain pun menyahut, "Benar katanya. Kalau kita gak segera, mungkin kita akan gagal semuanya." "Oke, oke, tenang. Sebentar aku siapin lampu sorotnya." Setelah memastikan semuanya sempurna, Sandra yang sudah tak memakai sehelai pakaian pun tersorot kamera dengan sangat jelas. Bentuk tubuh setiap inci wanita itu terekspos melalui lensa kamera Hendrik. "Yuk, kita mulai," kata Hendrik yang mulai menyalakan lampu serta tombol power. Kamera menyala, merekam setiap detiknya tubuh wanita itu. Bagaimana pula Hendrik mendekatkan kamera itu merekam pada bagian tubuh Sandra yang paling inti. "Wow," gumam Hendrik sangat bergairah meskipun hanya melihat melalui lensa kame
Hendrik mulai melumat bibir Sandra. Perlahan, bibirnya menjelajah leher jenjang Sandra. Sementara kedua tangannya bergerilya menjelajahi tubuh halus Sandra tanpa menghentikan aksinya menciumi leher Sandra. Bahkan pria itu meninggalkan tanda merah yang dalam di kulit putih Sandra.Tiba-tiba Hendrik menghentikan aksinya dan berdiri. Ia memperhatikan tubuh Sandra yang masih terkulai tak sadarkan diri. Sesaat, ia terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya."Gini gak seru," gumam Hendrik. "Kalau dia sadar, reaksinya pasti lebih menarik."Dua teman Hendrik, Riki dan Anton, saling pandang."Maksudnya gimana?" tanya Anton, pria bertubuh besar dengan perut buncit."Bangunin dulu," Hendrik melirik ke wastafel di sudut ruangan. "Ambilin air, Rik."Riki, pria berkepala plontos, mengangkat bahu sebelum akhirnya berjalan ke wastafel. Sementara itu, Anton melipat tangan di dada, wajahnya masih penuh keraguan."Terus kalau
Entah mimpi apa Sandra hingga terjebak ke dalam permainan Hendrik yang sangat panas. Pria yang memiliki studio itu biasanya menghasilkan gambar-gambar para model untuk cover atau iklan tertentu.Namun, di balik semua itu, ternyata Hendrik memiliki bisnis kotor. Ia memproduksi film porno dengan korban yang ia ancam akan disebar video yang ia rekam.Plak!"Diam dan patuh, Sandra. Atau kamu tiba-tiba jadi artis viral!" bentak HendrikPipi Sandra seketika menjadi panas. Wajahnya langsung memerah marah. Detik itu juga sesuatu terasa keras masuk ke dalam intinya. Dirinya merasa terbelah. Sandra sontak mendongak. "Argh ...!"Hendrik mendorong kuat miliknya yang sudah mengeras dengan sekali hentakan. Sedikit sulit, dan sesuatu yang basah ia rasakan."Hmmm ... Ternyata kamu masih perawan juga ya?" desis Hendrik sambil menarik miliknya sedikit.Sekali lagi, ia hentakkan kuat hingga terdengar jeritan dari wanita yang ada di b
"Masih kayak mimpi kamu pergi secepat ini, Mas ... Aku sekarang sendirian di sini ..." Langit seakan senang menertawakannya menangis. Tuhan seolah belum bosan memberinya hukuman. Awan hitam pun tetap enggan pergi dalam diri seorang Ashley. Wanita itu belum bisa menerima kenyataan sebulan lalu, di mana kecelakaan membuat sang suami luka berat, dan bayinya yang belum sempat melihat dunia ini wafat. "Ya Tuhan ..., terangkan alam kubur suamiku. Aku sangat mencintainya. Izinkan aku hanya berjodoh dengan suamiku dunia akhirat ...." ratap Ashley. Hatinya begitu hancur. Dipandanginya lagi dua batu nisan mendiang suami dan bayinya di pemakaman yang sunyi di bawah guyuran hujan. Tak peduli basah dan kotor, tangannya terulur mengusap pelan pusara Soni. "Aku gak akan bisa hidup tanpamu, Mas .... Aku kangen kamu, suamiku ... Kangen semua moment kebersamaan kita ..." Seakan ia belum bisa menerima kenyataan, membuat Ashley menangis tersedu meratapi nasib. Dadanya bahkan terasa sesak, hin
Semangat hidup Ashley hampir sirna. Dengan tangan gemetaran. Jemari lentik memunguti baju yang dilempar sang ibu mertua, memasukkan berjejal ke dalam kantong plastik.Dalam keterpurukan dan rasa putus asa, Ashley memandangi lagi setiap sudut rumah itu dengan mata berkaca. Semua kenangan indah bersama mendiang suami kini hampir benar-benar hilang."Maafkan, aku Mas. Aku gak kuat lagi tinggal di sini ..." batinnya terasa pilu.Langkah kaki rapuhnya perlahan meninggalkan rumah dengan sejuta kenangan ....Meski tidak punya tujuan, Ashley tetap melangkah pergi. Jangankan tujuan, sepeser uang pun ia tak punya."Aku gak punya siapa-siapa lagi di sini. Jadi untuk apa masih tetap bertahan sendiri ..." Dalam batinnya bergejolak.Masih dalam rintik hujan yang membasahi bumi, Ashley kini tiba di jalan raya utama. Deru suara mobil bercampur dengan cipratan air yang seakan memberi nuansa, jika masih banyak orang yang bertahan hidup di luaran sana. Namun, berbeda dengan wanita itu. Ia tak memiliki
Pertolongan utama pun langsung dilakukan setelah mobil Liam berhenti di depan ruang UGD. Beberapa perawat dan dokter langsung menanggani dengan sigap.Beruntungnya Ashley tidak mengalami luka berat. Bagian lututnya tidak mengalami masalah, hanya luka ringan di kening saat wanita itu pingsan tergores aspal.Dokter mengatakan bila kondisi Ashley memang lemah dan seolah tidak memiliki semangat hidup. Sang dokter pun mengatakan pada Hans setelah berhasil mengintrogasinya.Bram menemui Hans yang sudah menunggu di ruangannya. "Sepertinya, dia memang sengaja menabrakkan dirinya, Hans," katanya sembari mendudukkan diri.Sedikit terkejut, Hans mengangguk lirih, "Sudah aku duga. Lalu apa penyebabnya? Apa kamu juga tau?"Sang dokter tak heran bila sahabatnya sangat peka. "Menurut informasi yang aku dapat, dia masih berduka karena kehilangan suami dan bayinya. Kemungkinan itu yang menyebabkan dia depresi lalu ingin bunuh diri.""Apa katamu? Kehilangan bayi?"Seperti mendapat angin segar, wajah Ha
Kedatangan satu lagi sosok pria yang tiba-tiba melayangkan pertanyaan pada Ashley, membuat wanita itu terkejut. Terlebih, saat pertanyaan itu sangat tidak terduga olehnya.Ashley menatap Liam dan Hans secara bergantian. Tatapan penuh kebingungan atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan Hans."Ehm ... begini Bu Ashley. Ini Pak Hans, beliau atasan saya," kata Liam memulai percakapan. "Kami menawarkan pekerjaan untuk Anda, karena Pak Hans merasa Anda memenuhi kriteria sebagai ibu susu untuk Baby Neul."Sejenak semua sunyi. Meskipun keadaan Ashley saat itu sangat miris, namun tidak membuat Hans merasa jijik. Baju yang kedodoran dan rambut yang tak disisir rapi, serta tanpa alas kaki, itu masalah yang mudah baginya.Sementara Ashley merasa dilema dengan jawaban yang sudah ditunggu kedua pria di hadapannya. Tak ada pilihan lain untuknya. Meskipun Ashley juga banyak tau tentang ibu susu, namun ia tidak menduga ini akan terjadi pada dirinya. Kejutan apa lagi yang menantinya di depan sana?
Entah mimpi apa Sandra hingga terjebak ke dalam permainan Hendrik yang sangat panas. Pria yang memiliki studio itu biasanya menghasilkan gambar-gambar para model untuk cover atau iklan tertentu.Namun, di balik semua itu, ternyata Hendrik memiliki bisnis kotor. Ia memproduksi film porno dengan korban yang ia ancam akan disebar video yang ia rekam.Plak!"Diam dan patuh, Sandra. Atau kamu tiba-tiba jadi artis viral!" bentak HendrikPipi Sandra seketika menjadi panas. Wajahnya langsung memerah marah. Detik itu juga sesuatu terasa keras masuk ke dalam intinya. Dirinya merasa terbelah. Sandra sontak mendongak. "Argh ...!"Hendrik mendorong kuat miliknya yang sudah mengeras dengan sekali hentakan. Sedikit sulit, dan sesuatu yang basah ia rasakan."Hmmm ... Ternyata kamu masih perawan juga ya?" desis Hendrik sambil menarik miliknya sedikit.Sekali lagi, ia hentakkan kuat hingga terdengar jeritan dari wanita yang ada di b
Hendrik mulai melumat bibir Sandra. Perlahan, bibirnya menjelajah leher jenjang Sandra. Sementara kedua tangannya bergerilya menjelajahi tubuh halus Sandra tanpa menghentikan aksinya menciumi leher Sandra. Bahkan pria itu meninggalkan tanda merah yang dalam di kulit putih Sandra.Tiba-tiba Hendrik menghentikan aksinya dan berdiri. Ia memperhatikan tubuh Sandra yang masih terkulai tak sadarkan diri. Sesaat, ia terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya."Gini gak seru," gumam Hendrik. "Kalau dia sadar, reaksinya pasti lebih menarik."Dua teman Hendrik, Riki dan Anton, saling pandang."Maksudnya gimana?" tanya Anton, pria bertubuh besar dengan perut buncit."Bangunin dulu," Hendrik melirik ke wastafel di sudut ruangan. "Ambilin air, Rik."Riki, pria berkepala plontos, mengangkat bahu sebelum akhirnya berjalan ke wastafel. Sementara itu, Anton melipat tangan di dada, wajahnya masih penuh keraguan."Terus kalau
Sandra yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri pun tengah digerayangi dua pria di sekelilingnya. Sementara Hendrik sedang menyiapkan kamera yang tepat dengan tempat yang akan dijadikan membuat video mereka. "Gimana bro, kita mulai sekarang aja, ntar keburu dia sadar?" tanya satu rekan Hendrik. Sementara satu pria lain pun menyahut, "Benar katanya. Kalau kita gak segera, mungkin kita akan gagal semuanya." "Oke, oke, tenang. Sebentar aku siapin lampu sorotnya." Setelah memastikan semuanya sempurna, Sandra yang sudah tak memakai sehelai pakaian pun tersorot kamera dengan sangat jelas. Bentuk tubuh setiap inci wanita itu terekspos melalui lensa kamera Hendrik. "Yuk, kita mulai," kata Hendrik yang mulai menyalakan lampu serta tombol power. Kamera menyala, merekam setiap detiknya tubuh wanita itu. Bagaimana pula Hendrik mendekatkan kamera itu merekam pada bagian tubuh Sandra yang paling inti. "Wow," gumam Hendrik sangat bergairah meskipun hanya melihat melalui lensa kame
Jika Hans dan Ashley dalam keharmonisan keluarga, berbeda dengan Sandra yang semakin terpuruk. Wanita itu benar-benar frustasi akibat tertampar oleh kenyataan yang begitu getir.Malam pun semakin larut, Sandra duduk di meja bar, menatap kosong ke gelas minumannya yang sudah hampir habis. Musik yang keras, lampu yang berkedip, dan keramaian di sekitarnya hanya membuatnya semakin merasa terasing.Dia seharusnya merasa bahagia, atau setidaknya merasa lebih baik setelah mencoba melupakan kenyataan yang pahit. Tapi kenyataan itu terus menghantuinya, seperti bayangan yang tak bisa hilang."Mengapa seolah takdir pun juga tidak memihakku ...?" gumamnya mengangkat gelas, meneguk habis isinya. Sesaat, rasa pahitnya menyeruak, mengingatkan pada betapa pahitnya kenyataan yang dia hadapi. Dia selalu bermimpi menikah dengan Hans, membangun keluarga kecil yang bahagia. Tapi kini, impian itu hancur berantakan."Sandra," bisik suara tiba-tiba dari s
Suasana sore semakin hangat di taman samping rumah orang tua Hans, dipenuhi tawa dan kebersamaan. Hans, Ashley, dan kedua orang tuanya sedang duduk bersama di sekitar meja makan. Terlihat Candra sudah menyiapkan alat bakar dan menyalakan api lebih dulu. Sementara Hans dan Ashley juga membantu."Kalian ambil daging, serta alat makan saja," pinta Candra agar kedua pengantin baru sedikit menjauh.Ashley menggangguk, "biar aku yang ambil sayur dan dagingnya, Mas."Namun, Hans juga tak mau kalah, ia juga ingin membantu dalam acara pesta barbeque ini, "Jangan, biarkan aku bantu juga."Keduanya langsung masuk ke dapur, Ashley membuka lemari pendingin, sementara Hans melangkah mengambil alat makan. Mereka sepakat bekerja sama."Aduh, sudah besar banget Neul, ya? Kayak papa banget,” kata Naomi, yang tiba-tiba muncul dari balik pilar sambil memeluk Baby Neul dengan lembut.Wanita paruh baya itu baru saja bermain dengan cucu kesay
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Hans dan Ashley, bersama dengan Baby Neul, sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk menginap di rumah Oma dan Opa. Setelah Candra dan Naomi memutuskan untuk pulang lebih dulu setelah berakhirnya pesta. Meskipun mereka berdua tampak santai, ada sedikit kecemasan di wajah Ashley. Ini adalah pertama kalinya mereka menginap di sana, dan pastinya ada banyak hal yang ingin ia pastikan. "Ayo, Ash. Apa semua sudah siap?" tanya Hans menghampiri Ashley yang hendak Menggendong Haneul. "Hem, sudah Pak," sahut Ashley tanpa menoleh. Panggilan Ashley ternyata belum juga berubah hingga membuat Hans sedikit gemas. Namun, tangan pria itu tetap terulur membantu sang istri mengaitkan kunci di balik punggung hingga terdengar bunyi 'klik!' "Mau sampai kapan kamu gak merubah panggilan untukku itu, Sayang," bisiknya tepat di telinga Ashley hingga bibir serta embusan napas sang suami membuat wajahnya bersemu merah. Ashley tersipu malu mengalihkan pandanga
Pesta pernikahan Hans dan Ashley sudah berlalu, namun bagi Riana, suasana hatinya justru semakin muram. Semua yang telah direncanakannya dengan begitu matang kini terasa hancur berantakan. Harapan besar yang ia bangun sejak awal kini terasa sangat rapuh. Sandra, anak perempuannya, tak lagi memiliki kesempatan untuk menikah dengan Hans, pria yang selama ini ia anggap sebagai tiket untuk melompat ke kelas sosial yang lebih tinggi."Aku gak habis pikir, kenapa Sandra bisa kalah dari wanita pembawa sial itu!" maki Riana bermonolog dengan kesal.Dengan wajah tegang, Riana duduk di ruang tamu rumahnya, matanya tajam menatap ke depan, seolah-olah ia sedang merencanakan sesuatu. Rahangnya mengeras, dan tangannya terkepal.Dari kejauhan, Doni, anak sulungnya, yang sejak tadi memperhatikan dari pintu, semakin penasaran dengan perubahan sikap ibunya. Tentu saja pria itu penasaran dengan apa yang terjadi pada sang ibu.Mendekat perlahan, s
Setelah pesta pernikahan yang meriah usai, suasana penuh kebahagiaan masih terus terasa di hati Hans dan Ashley.Kedua mempelai yang baru saja mengikat janji sehidup semati itu duduk berdampingan di ruang tamu rumah Hans. Meskipun pesta telah selesai, senyum ceria masih tergurat di wajah mereka.Chandra dan Naomi yang telah lama menantikan momen ini, duduk di hadapan mereka. Setelah beberapa waktu, Hans merasa inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengan kedua orang tuanya.Sambil menatap kedua orang tuanya, Hans meneguk ludahnya sebelum berbicara. "Mi, Pi ... maaf, kalau selama ini Hans belum melibatkan kalian dalam banyak hal, terutama dalam persiapan pernikahan ini. Hans ingin minta maaf atas itu. Kami benar-benar berharap, kalian bisa mengerti bahwa keputusan itu bukan berarti tidak menghargai kalian."Pria itu tertunduk dalam penuh penyesalan, sambil menggenggam tangan Ashley. Begitu pula dengan sang istri yang juga te
Melihat kemesraan Hans dan Ashley, kedua mata Sandra semakin memanas. Wanita itu tidak tahan dengan pemandangan yang membuat hatinya terasa sakit. Sandra melihat Hans dan Ashley yang sedang bersulang dengan menyilangkan tangan keduanya di hadapan para tamu undangan. Sontak hal itu mendapat tepuk tangan, serta semua mata terpesona dengan keromantisan mempelai pengantin. Belum lagi, ditambah ucapan sarkas dari gerombolan para karyawan yang sangat tidak cocok dengannya. Tangan Sandra terulur mengambil minuman di hadapannya, dan langsung menengak hingga tandas. "Brengsek kamu, Ash!" ucapnya dalam hati. Lantas Sandra bangkit dari duduknya. Saat ia bangkit, Winda dan Naura pun juga sempat memperhatikannya. "Bu Naomi, maaf, aku permisi ke toilet dulu," pamit Sandra membuat alibi. Padahal sejujurnya ia ingin segera pergi dari pesta yang menyebalkan itu. "Oh ya, Sandra. Itu toiletnya ada di sana?" tunjuk Naomi pada sisi samping rumah Hans, "atau Winda biar antar kamu, kalau kamu gak