Bila Ron dan Harsha menghabiskan malam mereka dengan bercumbu hingga dini hari, berbeda dengan Bela yang merasa dunianya mendadak hancur berantakan. Bela tak pernah menduga jika ia akan melihat Victor bertemu dengan Harsha dan menjadi akrab satu sama lain. "Apa saja yang kalian lakukan?" Bela menelisik ekspresi wajah Victor yang tetap terlihat tenang di sebelahnya. Keduanya kini berada di dalam mobil Victor karena Bela ingin bicara empat mata. Tadinya, Victor menolak dan hendak kembali ke dalam ballroom, tetapi bukan Bela namanya jika tak bisa memaksakan kehendak. "Tidak ada. Kami hanya mengobrol biasa." Victor mengetuk-ngetukkan kedua jari telunjuknya dengan santai. "Tadinya aku naik ke rooftop untuk menenangkan diri, tapi rupanya di sana juga ada dia.""Kalian mengobrol lama?" "Nope. Aku pikir tadinya dia hendak meloncat dari ketinggian, tapi aku salah sangka. Dia marah lalu turun, lalu aku menemukan bros dan memberikan bros itu pada staf OB hotel. Ternyata bros itu milik Hars
"Ada apa? Siapa yang nelpon?" Harsha mengucek matanya yang masih mengantuk dengan lemas. Ron sudah turun dari ranjang ketika istrinya itu membuka mata. Dia menoleh sekilas ke arah Harsha sembari memasang celana boxer berwarna abu tua. "Bela. Dia ada di depan." Satu detik pertama, Harsha masih terdiam dengan tatapan kosong karena nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Dia mengawasi Ron yang terlihat kelimpungan mengenakan baju."Aku yakin dia sudah mendapat surat gugatan perceraian dari pengacaraku. Itulah kenapa dia nekat kemari." Ron berlalu ke kamar mandi dengan tergesa-gesa untuk sekedar mencuci muka dan sikat gigi. Harsha mendelik kali ini. Sangat lebar hingga rasanya bola matanya hendak meloncat keluar. "Jadi nyonya Bela di depan!?" ulangnya baru paham dan Ron mengangguk dari dalam kamar mandi. "Gawat! Gimana kalo dia tahu kita tidur sekamar! Aduh, gimana ini!" Harsha buru- buru turun dengan panik, lantas memunguti underwear-nya yang berceceran di lantai.Dari wastafel dengan
Pertikaian dan penyiksaan Bela pada Harsha terjadi tanpa jeda. Beruntung Bik Sum dan Pak Udin cepat tanggap membantu Ron menahan Bela dan menjauhkannya dari Harsha yang sudah bersimpuh tak berdaya. Ron sendiri tak sanggup mengatasi Bela yang seperti kerasukan setan, tenaganya seakan bertambah puluhan kali lipat disaat sedang dikuasai amarah. "Hentikan, Bela! Cukup!!" teriak Ron seraya mencekal lengan Bela yang terus memberontak. Dengan napas terengah-engah, Bela menatap Harsha dengan nanar. "Wanita jalang! Aku akan membuatmu menyesal sudah berani berurusan denganku! Camkan itu, Harsha!" "Cukup, Bela!" Ron mengeratkan cengkeramannya. "Sebelum kamu berhasil menyentuh Harsha, aku akan lebih dulu menjebloskan kamu ke penjara!" ancam Ron tegas. Sementara keduanya masih beradu mulut, Harsha yang sedang dibantu oleh Bik Sumi untuk kembali ke dalam kamarnya, merasakan kedua pahanya semakin basah oleh cairan yang mengalir dari kemaluannya. Kepalanya terasa sakit oleh bekas jambakan yang d
Setelah mengurusi beberapa keperluan Harsha terkait administrasi, Ron akhirnya diperbolehkan mengunjungi istrinya itu di ruang UGD. Sembari menunggu jam operasi, Ron ingin menemani Harsha meskipun hanya sebentar. "Aku takut," rengek Harsha di antara isak tangisnya yang pecah ketika melihat Ron datang. "Bagaimana kalo aku mati? Bagaimana kalo bayinya nggak bisa diselamatkan?""Sttt, jangan bicara seperti itu. Kamu dan bayi kita pasti akan baik-baik saja. Dokter Eka adalah dokter terbaik di kota ini," hibur Ron sembari menggenggam erat jemari Harsha yang dingin. "Sebentar lagi kita bisa bertemu bayi kita, anak kita." Ron mengusap kening wanita yang sangat ia cintai itu dengan lembut dan melayangkan ciuman di sana. "Kalo aku mati, apa kamu akan menikah lagi?" tanya Harsha masih dengan linangan air mata itu. Ron tergemap, ia menarik kepalanya dari kening Harsha dan menatap sang istri dengan heran."Kamu akan baik-baik saja, Harsha. Kamu tidak akan mati.""Tapi rasanya pasti sakit bange
"Operasi berjalan lancar, dan istri anda masih harus dipantau selama dua jam ke depan di ruang pemulihan, Pak." Dokter Eka melipat masker yang sejak tadi menutupi wajahnya dan memandang Ron dengan tatapan tak terbaca. "La-lalu bayi kami?" "Tim Neonatologist sedang berupaya keras untuk memeriksa kondisi bayi anda. Saat ini bayi anda sudah dibawa ke NICU.""Bayi saya pasti sehat 'kan, Dokter?" Ron menghadang langkah dokter Eka yang hendak berlalu. "Tolong selamatkan bayi saya, Dokter! Saya akan bayar berapapun asal bayi saya mendapatkan perawatan yang terbaik!" "Ronney." Brigitta menarik lengan putranya agar tidak menghalangi dokter Eka yang hendak kembali ke ruangannya. "Kita akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Kami akan terus update perkembangan ibu dan bayi. Do'akan saja yang terbaik." Dokter Eka menepuk pundak Ron Kyle untuk berbagi kekuatan pada pria itu, sebelum akhirnya berpamitan untuk kembali ke ruangan prakteknya. "Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri seandainy
Dingin. Aroma obat yang sangat menyengat menguar dan terhirup oleh indra penciuman Harsha yang baru saja membuka mata. Efek obat bius itu secara perlahan mulai mereda dan membuat kesadarannya kembali. Dengan gerakan lemah, Harsha meraba perutnya yang telah rata. Jadi, bayinya sudah lahir? "Kamu sudah bangun?" Suara berat nan serak itu membuat Harsha menoleh ke sisi kanan tubuhnya. Seorang pria tersenyum menatapnya. Ron Kyle. "Jam berapa sekarang? Di mana bayi kita?" Harsha memperhatikan seisi kamar berwarna biru muda yang menjadi ruangan VVIP tempatnya menginap. "Jam tujuh malam. Kamu baru jam tiga sore tadi dipindah dari ruang pemulihan. Kamu tidak ingat?" tanya Ron seraya bangkit dari sofa, mendekat ke ranjang istrinya lantas duduk di tepian ranjang itu. Masih dengan gerakan lemah, Harsha menggeleng. Ingatan terakhirnya adalah ketika dokter mulai menyuntikkan sesuatu ke selang infusnya, lalu setelah itu semuanya gelap dan Harsha tiba-tiba sudah berada di ruangan ini. "Yah, sa
Sudah seminggu sejak Harsha melahirkan, hanya dua kali ia diijinkan melihat dan menggendong bayinya di ruang NICU. Bukan tanpa alasan, semua demi menjaga kestabilan emosi Harsha yang selalu goyah tiap kali usai menjenguk putri kecilnya. Melihat selang kecil di mulut mungilnya, juga selang ventilator yang tak pernah lepas membantu pernafasannya, selalu membuat tangis Harsha pecah detik itu juga. Akhirnya, dokter hanya mengijinkan Harsha melihat dari jauh tanpa boleh mendekat agar kondisi psikisnya terjaga. Meskipun berat, tapi perlahan-lahan Harsha mulai menerima keadaan bayinya yang bermasalah dengan kesehatannya. Ia mulai sanggup mengelola emosinya, menata hatinya, menguatkan batinnya. Bersama Ron, suaminya, Harsha belajar untuk ikhlas pada takdir mereka. Sebenarnya, Harsha sudah diperbolehkan pulang tiga hari pasca cesar, hanya saja ia tak ingin jauh-jauh dari bayinya, alhasil Ron akhirnya menyewa dan menganggap rumah sakit itu selayaknya hotel. Mereka berdua selalu mengunjungi b
"Jadi dia belum ditangkap?" Ron menggretakan giginya dengan keras. "Lalu apa kerjaan polisi-polisi itu semingguan ini, huh!?" "Maaf, Pak. Tapi keberadaan nyonya Bela benar-benar tidak bisa di lacak. Nomornya tidak aktif sejak kejadian itu dan posisi terakhirnya tak memberikan petunjuk apapun," terang Vick dengan serius. "Di mana posisi terakhirnya?" "Di supermarket, Pak. Saya sudah mengecek CCTV di sana tapi sayangnya koneksi internet pada hari itu jelek, sehingga kualitas gambarnya buruk dan menyusahkan tim kepolisian mencermati setiap pengunjung di sana," jelas Vick sembari mengangsurkan ponselnya, yang sedang memutar video copy CCTV di supermarket itu. "Sialan!" maki Ron sembari mengepalkan tangan. "Selama dia belum ditemukan, keselamatan bayiku dan Harsha sedang terancam." Ron terkesiap setelah ia mengucapkan kalimatnya barusan. Ia baru ingat, tadi dia meninggalkan Harsha bersama Victor yang notebene adalah kekasih Bela. "Vick, apa kamu sudah mengecek kediaman Mr. Simon?" Ro