Selama berhari-hari, Harsha terpuruk oleh kepergian Ranti yang sangat tiba-tiba. Tiada waktu sedetikpun yang Harsha habiskan tanpa menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian sang ibu. Devan sampai angkat tangan untuk membujuk dan menghibur sahabatnya itu. Harsha tetap menangis seperti bayi setiap kali ingat pada ibunya. Hingga kemudian, suara ketukan pintu di sore hari itu, mau tak mau membuat Harsha bangkit dari ranjang mungilnya dan melangkah gontai menuju ruang tamu. Seraut wajah yang terlihat lelah tetapi tetap menyunggingkan senyum itu membuat Harsha berpaling dengan segera. Ron Kyle. "Aku menemukan ini di depan pintu." Ron mengangsurkan selembar amplop putih dengan logo universitas tempat Harsha menimba ilmu. Hening. Harsha tak memungut ataupun melirik amplop itu dengan antusias."Boleh aku masuk?" "Kalo Tuan kemari untuk membahas tentang bayi lagi, lebih baik Tuan pergi," usir Harsha dingin, bersiap untuk menutup kembali daun pintu yang terbuka itu. Namun, dengan gesit Ron
--- **SURAT PEMBERITAHUAN KELULUSAN SIDANG SKRIPSI** Nomor: 189/UPJ/290624 Kepada Yth, Harsha Luvena NIM : 3829392 Program Studi Psikologi Universitas Panca Juanda Dengan hormat, Berdasarkan hasil sidang skripsi yang telah dilaksanakan pada 29 Juni 2024, kami dengan ini memberitahukan bahwa Anda dinyatakan **LULUS** dalam sidang skripsi dengan judul "Pengaruh Gadget Terhadap Daya Konsentrasi Pada Anak Usia Dini". Kami mengucapkan selamat atas keberhasilan Anda dan semoga hasil kerja keras ini dapat menjadi langkah awal yang baik dalam meraih masa depan yang gemilang. Demikian surat pemberitahuan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama Anda, kami ucapkan terima kasih. Hormat kami. --- Harsha meluruhkan tubuhnya di lantai seiring dengan berakhirnya ia membaca kata terakhir di surat itu. Yang pertama kali terlintas di pikirannya adalah Ranti. Air mata Harsha menetes deras bak air terjun ketika para dosen tersenyum dan memberikan ucapan selamat. "Aku berhasil, Ibu
Pernikahan Ron dan Bela memang terkesan terburu-buru kala itu. Mereka dijodohkan oleh orang tua masing-masing dan bodohnya, Ron yang belum pernah berpacaran sebelumnya, langsung setuju ketika melihat sosok Bela yang cantik jelita. Sayang, masa pendekatan yang singkat itu menjadi boomerang bagi Ron ketika akhirnya ia tahu jika Bela adalah seorang penganut child free. Terbiasa hidup di luar negeri, membuat Bela condong meniru gaya hidup di sana. Free sex, drugs bahkan pakaian yang serba minim adalah masa lalu Bela yang sempat membuat Ron mengelus dada. Pelan-pelan, Ron membujuk Bela untuk menyukai anak kecil, dan butuh bertahun-tahun untuk membuat istrinya itu akhirnya setuju untuk memiliki seorang anak, dengan syarat bukan dirinya yang hamil dan melahirkan! Ketika akhirnya pilihan untuk mencari ibu pengganti itu jatuh pada Harsha, Ron tak punya pilihan lain untuk menolak. Apalagi, Bela selalu menjelaskan jika Harsha bisa tetap perawan karena nantinya bayi itu akan dilahirkan secara c
Seandainya jarak usianya dan Harsha tak terlampau jauh, mungkin Ron akan mempertimbangkan untuk memacari gadis itu semasa mereka remaja dulu. Ya, sejak Harsha tumbuh menjadi gadis belia, Ron sering diam-diam memperhatikannya dari jauh. Sayangnya, saat Harsha sedang ranum-ranumnya, Ron baru saja serius menapaki dunia kerja dan terlampau matang bagi gadis yang baru saja lulus SD. "Tuan, jangan bercanda!" jerit Harsha tertahan sembari berpegangan pada tali sabuk pengaman. "Anterin aku pulang dulu!" "Sudah terlalu jauh, Sha. Harusnya kamu menyadarinya sejak mobil ini melewati gang rumahmu!" ledek Ron masih dengan tawa renyahnya. "Salah sendiri melamun!" "Ya sudah, turunin aku di sini!" "Oke!" Ron menyalakan lampu sein secara tiba-tiba dan memutar setir ke kiri hingga Harsha terpelanting dan membentur pintu. Ketika akhirnya mobil berhenti, Ron mematikan headlamp sehingga suasana seketika menjadi gelap gulita. "Silahkan turun." Ron membuka kunci pintu dan melirik Harsha dengan mengul
"Huek! Uhuk-uhuk! Huek!"Belum jua menyantap apapun, Harsha sudah lebih dulu menumpahkan seluruh isi di dalam perutnya. Sudah tahu punya asam lambung, Harsha malah memperburuk keadaan dengan sering telat makan. Seharian ini hanya teh hangat yang sempat ia teguk ketika di cafe tadi, alhasil hanya lendir pahit yang akhirnya sanggup ia keluarkan di detik-detik terakhir. Sambil menyandarkan kepalanya di dinding dengan lemas, Harsha masih menunggu apakah gejolak selanjutnya akan datang atau tidak. Ketika akhirnya sesuatu di dalam perutnya kembali menghentak, kepala Harsha kembali menjulur ke bibir closet. "Huek!" Di luar, Alexander Birnandi baru datang dan hendak memeluk putranya ketika pelayan tiba-tiba mendekat dengan wajah panik. "Tuan Ron, nona tadi pingsan di--""Harsha!" Bak roket melesat ke udara, Ron seketika bangkit dan berlari, mengacuhkan sang ayah yang sudah merentangkan kedua tangannya, hingga pria tua itu akhirnya menoleh pada sang istri. "Nona who? Dia membawa gadis s
"Ber- berhubungan?" Harsha tertegun oleh pertanyaan dokter Eva yang seolah menginterogasinya. Berhubungan dengan kekasih katanya? Harsha bahkan belum pernah pacaran sebelumnya! "Iya. Berhubungan badan alias berhubungan seksual. Penyatuan kelamin antara pria dan wanita. Si pria mengeluarkan spermanya di dalam...."Penjelasan dokter Eva terhenti ketika bola mata Harsha semakin melebar bahkan hampir meloncat dari tempatnya. Dokter cantik itu kemudian tersadar jika pembahasan ini mungkin membuat Harsha malu dan canggung. "Apakah ini pertama kalinya bagimu melakukan hubungan badan?" tebak dokter Eva to the point, dan dengan gesit Harsha mengangguk sambil menundukkan kepala. "Dengarkan aku, Sayang, ada kemungkinan jika kamu saat ini tengah mengandung. Tapi, aku tidak bisa serta merta mendiagnosa demikian selama belum tahu hasil dari tes urinmu. Maukah kamu mencoba mengetesnya sekarang?" Harsha bergeming. Seluruh sendi di tubuhnya nyaris mati. Ia tak sanggup untuk merespon apapun. Mungki
Semalam suntuk, Ron tak bisa memejamkan mata barang sejenak. Rencana kepergian Harsha sepertinya sudah bulat, gadis itu bahkan balik bertanya pada Ron, ketika ia mencercanya dengan pernyataan jika Ron tak akan mengizinkan Harsha pergi. "Memangnya apa hak Tuan buat melarangku pergi?"Damn! Sepertinya Ron mulai gila usai berbagi peluh dengan gadis labil itu! Dia merasa memiliki Harsha, padahal Ron masih terikat pernikahan bersama Bela. Getaran gawai yang terus menerus berdengung di meja nakas, pada akhirnya mengalihkan perhatian Ron di subuh itu. Ia meraih ponsel canggihnya dan memicingkan mata dengan heran ketika sebaris nama muncul di layar. "Halo, Mi?" sapa Ron cepat. "Ada apa?""Ronney, apa kamu tadi malam sempat mengobrol dengan dokter Eva?" selidik Brigitta di ujung sana. Sejenak Ron mencoba mengingat-ingat pada momen beberapa jam yang lalu di rumah orang tuanya. "Tidak. Aku hanya mengobrol sebentar soal Harsha. Kenapa memangnya?" "Kamu tahu apa yang ditemukan oleh pelayan p
"Syarat lainnya akan aku pikirkan nanti. Sekarang Tuan bisa pergi dan tinggalkan aku," usir Harsha tegas. Semburat lega bercampur cemas dan bahagia tergambar jelas di wajah Ron pagi ini. "Tapi kamu janji tidak akan menggugurkan anakku, kan? Kalo kamu butuh sesuatu segera kabari aku, oke?""Pergilah." Sekali lagi Harsha mengusir Ron dengan membukakan pintu rumahnya lebih lebar. Setelah akhirnya Ron keluar dari rumah kontrakan kecil itu, Harsha segera menutup pintu dan menguncinya sambil menangis. Apa Harsha sudah gila? Dia belum menikah, tapi sudah mengandung seperti ini, lantas apa kata para tetangganya nanti?Belum jua pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, pintu rumah Harsha kembali diketuk oleh seseorang. Ron kembali lagi dan urung pergi. "Apa lagi?" tanya Harsha ketus setelah lebih dulu menghapus air matanya. "Aku akan menikah denganmu." "Apa?" "Aku akan menikahimu, Harsha. Kamu juga harus pindah dari rumah kecil ini. Setidaknya, kamu hamil dengan status sebagai istriku agar