Andrew menghela nafas pelan, kemudian dia membenarkan jaket yang dia kenakan. "Mam, apa pun alasannya aku akan tetap menemui Julea dan percaya sepenuhnya pada gadis itu. Julea istriku, dan bukan masalah yang besar saat dia meminta bertemu di suatu tempat." Setelah mengatakan itu, Andrew berbalik keluar dari kafe tersebut. Sebelum keluar dia sempat memesan taksi terlebih dahulu untuk mengantar dirinya ke tempat tujuan. Andrew tak tahu banyak jalanan dan tempat-tempat di sini. Ini adalah Singapura, tempat asing baginya. Lagi pula, jadi Andrew meminta pada Julea agar bertemu di tempat yang mudah di jangkau kendaraan umum saja. Berjaga-jaga jika gadis itu akan pergi lagi ke tempat yang berbeda tanpa menunggu dirinya. Andrew terpaksa harus pergi sendirian dan mengandalkan taksi sebagai kendaraan. Sekitar lima belas menit berkendara Andrew sampai di sebuah taman yang cukup asri. Sebenarnya Julea tidak ke mana-mana setelah dari rumah sakit. Dia sempat berada di sini bersama dengan Ares d
Julea tersenyum hambar, dia kemudian berdiri dan menjaga jarak dengan Andrew. Pria itu masih saja duduk memandang julea penuh tanda tanya. "Lupakan saja apa yang barusan ku bicarakan Andrew," ucap Julea diiringi senyum hambar. "Apa, lupakan? semudah itu kau mengatakannya, dan sekarang bilang lupakan. Julea apa kau tidak tahu bagaimana perasaan ku, kenapa kau selalu saja mempermainkan aku?" Andrew bangkit dari duduknya dan menatap nyalang ke arah Julea. Ada kemarahan yang terpancar di sana. Ah bukan! lebih tepatnya kecewa. Andrew kecewa pada Julea dan beranggapan kalau gadis itu tak pernah memikirkan dirinya dan juga perasaan pria itu. Padahal jauh di dalam lubuk hati Julea, gadis itu selalu memikirkan orang-orang terdekatnya. Termasuk Andrew yang mengisi hampir separuh ruang di hatinya. Julea merasa sesak saat mengatakan itu. Tapi dia juga ingin Andrew terus bahagia nantinya. "Lupakan saja Andrew, bukankah itu lebih baik?" Julea tetap menjaga nada bicaranya agar tidak bergetar.
Setelah percakapan penuh emosional itu, Julea dan Andrew belum lagi bertegur sapa. Keduanya masih saling mendiamkan, rasanya canggung dan percakapan hari itu tidak menemukan titik temu. Julea kini sibuk mengurus ayahnya, Jennal. Pria yang sudah berumur itu terus saja menyebut nama Julea, dia mengerang kesakitan. Sebenarnya tidak ada penyakit yang cukup serius darinya, hanya perlu sedikit perhatian dari sang putri yang lama tidak dia temui. "Papi, apa masih ada yang sakit?" tanya Julea hati-hati, dia meletakkan mangkuk berisi bubur pagi ini.Jennal menggeleng sembari tersenyum manis, dia sudah lama tidak melihat wajah putri kesayangannya itu. "Tidak ada, sudah tidak ada yang sakit setelah melihatmu.""Papi, jangan suka gombal! papi ini sudah tua," ejek Julea. Dia menang sangat dekat dengan Jennal. Hubungan keduanya tidak canggung, jadi becanda seperti itu adalah rutinitas keduanya. "Kau ini, mentang-mentang masih sehat dan muda. Jadi terus saja mengejek papi," celetuk Jennal sembari
Julea mengerjapkan matanya perlahan, dia tidak hanya terkejut. Tapi juga meragukan ucapan Andrew barusan. Dan apa katanya tadi, Andrew akan terus bersama Julea meskipun gadis itu mati. Artinya Andrew akan terus setia padanya. Apa benar pria itu akan setia?"Apa kau sungguh-sungguh dengan ucapan mu Andrew?" tanya Julea yang berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Andrew mengangguk membenarkan, dia tidak perlu ditanya dua kali. Karena memang dia sudah sangat yakin, lagi pula bagaimana pun keadaan Julea nanti. Andrew sudah bertekad untuk terus mencintai Julea hingga akhir hayatnya. Dan dia akan membuktikan itu. "Tidak perlu kau tanyakan lagi Julea Anastasia, aku akan membuktikannya sendiri agar kau benar-benar percaya!" Andrew berkata yakin. Setelahnya Julea mengangguk sembari tersenyum manis, dia akan mencoba untuk percaya. Mau bagaimana akhirnya nanti, Julea akan memasrahkannya pada takdir yang ada. Bagi orang yang bertekad mencintai, maka dia harus punya keberanian untuk mempertar
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, Andrew, Julea dan Herfiza kembali menjejakkan kaki ke Indonesia. Di pintu keluar gedung kedatangan, mereka sudah disambut dengan anak buah Herfiza yang setia menunggu. "Selamat siang Nyonya Herfiza!" sapa para anak buah Herfiza dengan kompak. Mereka juga menundukkan kepala singkat sebagai bentuk hormat."Hmm ya selamat siang. Kalian urus barang-barang kami dan bawa ke mobil!" Herfiza memberi perintah. Setelahnya wanita itu melenggang pergi. Dia buru-buru menuju mobil mewah yang terparkir sempurna di pintu masuk bandara. Anak buahnya juga dengan sigap membukakan pintu. Andrew dan Julea hanya mengekor di belakangnya tanpa banyak bicara. Ketika Herfiza hendak masuk, dia sontak menoleh dan berhenti. Karena itu pula, Andrew dan Julea ikut berhenti secara spontan. "Andrew, kalian tidak akan satu mobil denganku!" Herfiza berkata tegas.Andrew cengo, dia tidak melihat ada mobil lain yang menunggu mereka sekarang. Tapi kenapa ibunya malah ber
Kidang tidak lekas menjawab, dia malah melirik Marsha yang duduk disebelahnya. Seolah dia tengah meminta bantuan pada gadis itu agar ikut menjelaskan apa yang terjadi pada atasan mereka. Marsha yang melihat lirikan Jidan hanya menggedikan bahunya acuh. "Jawab Jidan apa yang terjadi selama aku pergi?" tanya Andrew mengulangi lagi pertanyaannya. "Eh ti-tidak pak! semuanya baik-baik saja, urusan kantor berjalan dengan lancar. Proyek-proyek baru juga sudah mulai masuk dan dalam proses pengerjaan." Jidan menjelaskan dengan tenang, meskipun tadi dia sempat gelagapan. Andrew yang mendengar itu merasa lega, dia manggut-manggut paham. Kemudian perhatiannya tertuju pada map yang dibawa oleh Marsha. "Map apa itu Marsha?" tanya Andrew penasaran. Marsha mengerjapkan matanya, dia menoleh pada map yang dia bawa. Kemudian tersenyum hambar pada Andrew. "Ini beberapa barang bukti perbuatan Pak Andreas, kemarin Pak Ali meminta saya untuk membereskannya agar tidak terendus media atau pihak berwajib.
Malam harinya Andrew tampak murung saat makan malam, pria itu masih saja memikirkan ucapan Jidan dan Marsha tadi siang. Benarkah perempuan yang menghubungi dirinya adalah mantan kekasihnya di masa lalu. Tapi untuk tujuan apa, padahal semuanya sudah selesai bahkan sebelum Andrew dekat dengan Julea. Lalu kenapa sekarang 'Dia' harus muncul kembali?Julea yang melihat Andrew tidak menyentuh makannya, mulai terusik. Dia yang tengah asik dengan makan malam pun menghentikan kegiatannya. Tak!Julea meletakkan garpu dan sendok bersamaan. "Andrew, apa masakannya tidak enak?" Tanya Julea. Andrew terkesiap, dia mendadak kaku. Pria itu tampak memperhatikan isi piringnya. Itu adalah makanan favoritnya, spaghetti bolognese. "Ah bukan-bukan! Ini enak Julea," jawab Andrew gelagapan. Dia sudah membuat Julea yang memasak makanan itu merasa tersinggung karena sikapnya. "Kalau kau tak suka, biar aku pesankan makanan dari restoran terdekat." Julea hendak bangkit dari duduknya untuk mengambil ponsel. T
Julea mendongakkan kepalanya, dia terkejut melihat pemandangan didepannya ini. Air mata yang sempat lolos dari kelopak matanya itu mengering seketika. Julea tak jadi meluapkan segala emosinya hari ini. "Jangan menangisi hal yang bukan kesalahanmu, atau sesuatu yang diluar kendali mu sendiri." Mendengar kata-kata itu Julea mengerjapkan matanya. Dari mana pria didepannya ini belajar kata-kata yang manis?"Andreas, sejak kapan kau ada di sini?" tanya Julea sembari berdiri. Tapi buru-buru Andreas menghentikannya dan menyuruh agar Julea tetap duduk. Andreas memang tiba-tiba muncul di depan Julea saat itu. Andreas mendengar ucapan para karyawan lain yang membicarakan hubungan Andrew dan Julea. Termasuk ucapan karyawan yang merendahkan Julea. "Kau tak perlu tahu itu kakak ipar, akan lebih baik jika kau urus saja air mata mu yang hendak keluar itu!" titah Andreas sembari mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna merah pada Julea. Gadis itu malah diam, dia terpaku ditempatnya melihat peruba
Lagi-lagi dia menatap tak percaya. Dengan tatapannya yang bergerak-gerak gelisah dan bibir yang mengatup rapat menahan tangis. Dipandanginya lagi wajah itu dengan seksama. Tak ada lagi senyum manis atau seringainya yang dulu dia benci, muram dan tak lagi bercahaya seperti biasanya. Sungguh! Biar pun kali ini dia harus melihat hal-hal yang tidak dia sukai dari sosok didepannya. Akan dia terima dengan senang hati, asalkan sosok itu kembali. Lama bertarung pada pikirannya sendiri, dia sentuh wajah itu dengan tangan yang gemetaran. Berulang kali tak sempat jarinya menyentuh kulit yang telah memucat itu. Dia tak sanggup! Atau bahkan masih tak percaya. Dia tak percaya pada suratan takdir, tapi inilah kenyataannya. Dengan perasaan terguncang, dia coba lagi memegang wajah manis yang pernah memerintahkannya pergi. Dan kali ini tangisnya benar-benar pecah. Tangisnya meraung-raung disamping tubuh yang telah terbujur kaku itu. Dia peluk erat-erat tubuh itu, dia usap lagi pundak kecil yang
Julea masih tetap merengek, dia menampilkan ekspresi paling memelas untuk menyakinkan Andrew. "Ayolah Andrew aku mohon, sebentar saja." Julea berkata lirih, dia masih berusaha membujuk Andrew. Sedangkan Andrew hanya melihat datar ke arah Julea, entah kenapa hari ini Julea sangat menguji kesabarannya. padahal sebelumnya perempuan itu tak akan melawan jika Andrew berkata tidak. "Jule, kau bisa ke taman dan melihat bintang kapan saja. Karena masih ada banyak waktu lain, untuk malam ini kau tidur saja ya. Besok kau haris operasi," ucap Andrew berusaha memberikan pengertian. Tapi Julea adalah Julea, dia tidak akan berhenti begitu saja hanya karena ucapan Andrew. Perempuan itu malah mendecik sebal, dia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Andrew yang melihat itu hanya bisa menghela nafas kasar, menghadapi Julea yang tengah marah memang membutuhkan kesabaran yang lebih. "Julea, ku mohon dengarkan aku ya... ini semua juga demi kebaikan mu," Ucapnya lagi. kali ini dengan mengusap l
Herfiza mengusap punggung putranya dengan lembut, dia merangkulnya penuh kasih sayang dan kehangatan. "Nak, apa yang terjadi di dunia ini tidak bisa selalu sama seperti apa yang kita inginkan. Tuhan selalu punya rencana yang indah dibalik ujian ini, yakinlah." Herfiza mengatakannya dengan tenang, meskipun dia masih khawatir dan kalut akan kesehatan Julea. Andrew menoleh, dia mengerutkan keningnya. "Tapi apa ini ujian yang baik untuk ku? Aku terlalu banyak menimbulkan masalah di hidup Julea sehingga berimbas pada kesehatannya. ini bukan sekedar takdir Tuhan mam, ini salahku." Herfiza menarik diri, dia menggenggam tangan Andrew erat-erat. "Sekali lagi berhenti menyalahkan dirimu sendiri, jika pun kau merasa bersalah seharusnya tidak seperti ini caranya!""Lalu apa yang bisa aku lakukan?" tanya Andrew dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Herfiza menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Bangkit, berikan kekuatan pada Julea agar dia bisa segera sembuh. K
Hampir satu jam lamanya Jukea berada di dalam UGD, sedangkan keluarganya sduah harap-harap cemas menunggu kabar baik dari dokter yang menanganinya. Andreas sendiri yang masih tercengang dengan fakta penyakit sang kakak ipar masih terdiam menenangkan diri. Sedangkan Andrew sudah hilir mudik di depan pintu UGD. "Apa tadi semuanya lancar Andreas?" Tanya Marsha dengan lirih, dia juga menepuk pundak Andreas perlahan. Pria itu menoleh, dia mengangguk samar. Mereka berbincang dengan nada yang rendah, tak ingin menganggu anggota keluarga yang lain. Marsha juga tidak mau dianggap tak tahu situasi dan kondisi di saat yang genting seperti ini malah membicarakan hal yang lain. "Semuanya berjalan lancar, Pricilla juga sudah diamankan polisi tadi. Semua orang tak ada yang menentang pembelaan dari kami, bahkan Tuan Gardian yang ayah Pricilla juga diam. Dia tertunduk malu atas sikap putrinya itu," jelas Andreas sembari menunduk. Marsha manggut-manggut paham, dia lega setidaknya usaha Julea untuk
Setelah melihat Pricilla yang digandeng polisi untuk diamankan, Julea merasakan sakit kepala yang luar biasa. sebenarnya dia telah merasa kepalanya berat sejak dua jam lalu, tapi dengan sekuat tenaga dua bertahan. "Aka, apa kau baik-baik saja?" tanya Andreas yang melihat Julea meringis menahan sakit. Julea menoleh dan menggeleng, dia hanya memegangi kepalanya dan mulai berjalan menjauh dari tempat pesta. "Tidak Andreas, aku baik-baik saja. Jadi ayo pulang," ajaknya. tak mau membuat Julea kesakitan, Andreas mulai berjalan cepat. Dia lekas mengeluarkan mobilnya dan membawa Julea pergi dari mansion mewah keluarga Pricilla. Ditengah jalan tiba-tiba Julea menyemburkan isi perutnya dengan tidak sengaja. 'Hoek!'Sontak itu membuat Andreas panik, apalagi saat melihat wajah Julea yang pucat. "kak kau kenapa, apa tadi kau sempat minum? apa kau mabuk kak?" cecarnya yang khawatir. "Engh! Tidak, aku tidak ingat." Julea menjawabnya lemas, dia sebenarnya tak minum alkohol. Tapi entah bagaiman
Mata semua orang terbelalak tak percaya, tak sedikit dari mereka bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Apa yang disampaikan Andreas malam ini adalah kejutan yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Pengakuan Andreas itu juga membuat Pricilla kaget bukan main. Pasalnya, dia telah menggoda pria yang salah. "Pantas saja respon yang diberikannya berbeda, ternyata dia bukan Andrew." Pricilla membatin, dia tertunduk malu. Gardian memalingkan wajahnya, malu atas apa yang dilakukan sang putri. Lalu dengan cepat dia menarik tangan Pricilla dan mendorongnya hingga jatuh terjerembab di taman yang berumput. "Argh! Papa sakit," cicit Pricilla dengan mata yang berkaca-kaca. "Kau memang pantas mendapatkannya Pricilla, bahkan seharusnya kau mendapatkan hukuman yang jauh lebih besar daripada ini! Aku malu telah menjadi ayahmu!" Gardian berkata marah, deru nafasnya memburu seiring dengan darahnya yang mendidih. Di saat yang bersamaan, ada sorotan proyektor yang menampilkan apa saja yang sudah dila
Temaram lampu taman menyinari tubuh Pricilla yang terpantul di air kolam renang yang jernih. Perempuan berambut panjang itu menoleh saat mendengar langkah kaki Andreas yang mendekat ke arahnya. Senyuman tipis terbit diwajahnya yang terpoles apik dengan make up bold. "Akhirnya kau datang juga Andrew," ucapnya senang. Andreas tak menanggapi, dia hanya tersenyum sekilas saat mendengar Pricilla menyebut nama sang kakak. Beruntung jika perempuan yang menjadi rivalnya malam ini tak mengenali dirinya. "Si jalang itu tertipu juga, sama seperti sang ayah!" Andreas membatin, dia merasa satu langkah lebih dekat menuju kemenangan. Pricilla melangkahkan kakinya mendekat saat Andreas memilih untuk berhenti. Dia lekas mengalungkan tangannya ke leher Andreas dengan tanpa malu. "Aku senang kau mau datang ke sini dan mengabaikan Julea," ucap Pricilla dan menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Andreas. Pria itu merasa jijik atas sikap agresif dari perempuan yang nyaris menjadi kakak iparnya. Tapi A
Andreas sempat menoleh pada Julea sebelum mereka turun dari mobil. Andreas cemas, karena mau bagaimana pun kalau dia gagal malam ini maka masalahnya akan bertambah besar. "Kak," cicitnya. Julea menoleh dan mengangguk serta mengepalkan tangannya, bermaksud memberinya kekuatan. "Kau pasti bisa Andreas, yakin lah!" Perintahnya. Lalu Andreas menghela nafas kasar beberapa kali, setelahnya dia turun dari mobil terlebih dahulu. Pintu mobil dibukakan oleh Andreas untuk membantu Julea, tangan kanannya juga dengan sigap terulur untuk memberikan kesan yang kuat kalau dia adalah Andrew. Di halaman mansion mewah milik keluarga Pricilla, ada banyak orang yang sudah datang dan menjadi tamu di sana. Hari ini adalah hari ulang tahun Pricilla, dan keluarga Nugraha memang mendapatkan undangan, khususnya Andrew. Pria itu memang diundang secara personal oleh Pricilla. Ah tidak-tidak! Lebih tepatnya Andrew diancam. Jika dia tidak datang malam ini, maka Pricilla akan melakukan hal yang lebih gila lagi
Andrew rupanya menemui sang adik, Andreas secara diam-diam. Tidak ada yang tahu kalau keduanya tengah bertemu sekarang. Keduanya kini berada di salah satu restoran Chinese yang cukup jauh dari pusat kota. "Jadi, apa yang kau rencanakan sebenarnya Andreas? Kali ini apa yang kau inginkan dariku?" Cecar Andrew dengan tatapan yang nyalang pada sang adik yang duduk di depannya. Terhalang oleh meja berbentuk persegi panjang, Andrew dan Andreas saling perang dingin dengan memberikan tatapan tajam ke arah masing-masing. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Andreas menghela nafasnya kasar, dia kemudian bersidekap dengan tenang. "Aku tidak menginginkan apapun, toh apa yang bisa kau berikan padaku?" Andreas malah memberikan jawaban yang terkesan meremehkan. Padahal sebenarnya tidak demikian. "Hah! Rupanya kau masih sama saja, sama-sama sombong seperti biasanya!" Andrew mendecik, dia menyeringai. "Sama seperti dengan mu juga, kita sama-sama sombong. Bedanya, aku menyadari dan mengakuinya seda