Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, Andrew, Julea dan Herfiza kembali menjejakkan kaki ke Indonesia. Di pintu keluar gedung kedatangan, mereka sudah disambut dengan anak buah Herfiza yang setia menunggu. "Selamat siang Nyonya Herfiza!" sapa para anak buah Herfiza dengan kompak. Mereka juga menundukkan kepala singkat sebagai bentuk hormat."Hmm ya selamat siang. Kalian urus barang-barang kami dan bawa ke mobil!" Herfiza memberi perintah. Setelahnya wanita itu melenggang pergi. Dia buru-buru menuju mobil mewah yang terparkir sempurna di pintu masuk bandara. Anak buahnya juga dengan sigap membukakan pintu. Andrew dan Julea hanya mengekor di belakangnya tanpa banyak bicara. Ketika Herfiza hendak masuk, dia sontak menoleh dan berhenti. Karena itu pula, Andrew dan Julea ikut berhenti secara spontan. "Andrew, kalian tidak akan satu mobil denganku!" Herfiza berkata tegas.Andrew cengo, dia tidak melihat ada mobil lain yang menunggu mereka sekarang. Tapi kenapa ibunya malah ber
Kidang tidak lekas menjawab, dia malah melirik Marsha yang duduk disebelahnya. Seolah dia tengah meminta bantuan pada gadis itu agar ikut menjelaskan apa yang terjadi pada atasan mereka. Marsha yang melihat lirikan Jidan hanya menggedikan bahunya acuh. "Jawab Jidan apa yang terjadi selama aku pergi?" tanya Andrew mengulangi lagi pertanyaannya. "Eh ti-tidak pak! semuanya baik-baik saja, urusan kantor berjalan dengan lancar. Proyek-proyek baru juga sudah mulai masuk dan dalam proses pengerjaan." Jidan menjelaskan dengan tenang, meskipun tadi dia sempat gelagapan. Andrew yang mendengar itu merasa lega, dia manggut-manggut paham. Kemudian perhatiannya tertuju pada map yang dibawa oleh Marsha. "Map apa itu Marsha?" tanya Andrew penasaran. Marsha mengerjapkan matanya, dia menoleh pada map yang dia bawa. Kemudian tersenyum hambar pada Andrew. "Ini beberapa barang bukti perbuatan Pak Andreas, kemarin Pak Ali meminta saya untuk membereskannya agar tidak terendus media atau pihak berwajib.
Malam harinya Andrew tampak murung saat makan malam, pria itu masih saja memikirkan ucapan Jidan dan Marsha tadi siang. Benarkah perempuan yang menghubungi dirinya adalah mantan kekasihnya di masa lalu. Tapi untuk tujuan apa, padahal semuanya sudah selesai bahkan sebelum Andrew dekat dengan Julea. Lalu kenapa sekarang 'Dia' harus muncul kembali?Julea yang melihat Andrew tidak menyentuh makannya, mulai terusik. Dia yang tengah asik dengan makan malam pun menghentikan kegiatannya. Tak!Julea meletakkan garpu dan sendok bersamaan. "Andrew, apa masakannya tidak enak?" Tanya Julea. Andrew terkesiap, dia mendadak kaku. Pria itu tampak memperhatikan isi piringnya. Itu adalah makanan favoritnya, spaghetti bolognese. "Ah bukan-bukan! Ini enak Julea," jawab Andrew gelagapan. Dia sudah membuat Julea yang memasak makanan itu merasa tersinggung karena sikapnya. "Kalau kau tak suka, biar aku pesankan makanan dari restoran terdekat." Julea hendak bangkit dari duduknya untuk mengambil ponsel. T
Julea mendongakkan kepalanya, dia terkejut melihat pemandangan didepannya ini. Air mata yang sempat lolos dari kelopak matanya itu mengering seketika. Julea tak jadi meluapkan segala emosinya hari ini. "Jangan menangisi hal yang bukan kesalahanmu, atau sesuatu yang diluar kendali mu sendiri." Mendengar kata-kata itu Julea mengerjapkan matanya. Dari mana pria didepannya ini belajar kata-kata yang manis?"Andreas, sejak kapan kau ada di sini?" tanya Julea sembari berdiri. Tapi buru-buru Andreas menghentikannya dan menyuruh agar Julea tetap duduk. Andreas memang tiba-tiba muncul di depan Julea saat itu. Andreas mendengar ucapan para karyawan lain yang membicarakan hubungan Andrew dan Julea. Termasuk ucapan karyawan yang merendahkan Julea. "Kau tak perlu tahu itu kakak ipar, akan lebih baik jika kau urus saja air mata mu yang hendak keluar itu!" titah Andreas sembari mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna merah pada Julea. Gadis itu malah diam, dia terpaku ditempatnya melihat peruba
Andrew terkesiap, dia cukup terkejut mendengar nama sang adik disebutkan oleh Julea."Bagiamana bisa dia ada di kantor? dan apa yang dia lakukan padamu tadi?" cecar Andrew yabg malah panik, dia memperhatikan apakah ada sesuatu yang janggal terjadi pada sang istri. "Aku juga tidak tahu bagaimana dia ada di kantor, tapi tenang saja Andreas tidak berbuat buruk padaku." Julea berusaha menenangkan Andrew. Mendengar jawaban itu Andrew merasa lebih lega, dia menghela nafas panjang dan kembali duduk dengan tenang. "Syukurlah kalau begitu, aku takut kalau Andreas berbuat buruk padamu." tutur Andrew jujur. Hal itu hanya di tanggapi dengan senyuman oleh Julea. Kemudian mereka kembali sibuk dengan makan siang yang telah ads di meja keduanya. Ada banyak hal yang mereka bahas, termasuk dengan pengobatan Julea nantinya. "Jule, jangan banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Kau harus fokus pada kesehatan mu saja ya," ucap Andrew dengan penuh perhatian. Tangan kekar milik pria itu juga sudah
Julea hanya bisa tersenyum saat mendengar ucapan Andrew, bahkan sampai saat ini gadis itu masih saja senyam-senyum sendiri. Marsha yang melihatnya hanya bergidik heran. Dia tahu kalau hubungan antara sahabatnya dan sang atasan memang cukup baik. Julea dan Andrew cukup harmonis, dan semua orang tahu itu. "Jule!" panggil Marsha cukup keras sembari menepuk pundak gadis itu. Saat ini Julea menang sudah kembali duduk di kubikelnya, karena jam istirahat sudah berlalu sejak setengah jam lalu. Julea tergagap, dia menoleh dan memasang wajah penuh tanda tanya. "Apa?" tanyanya. Marsha mendecik, dia kesal juga lama-lama. memang benar kata orang, bahwa ketika kamu jatuh cinta maka kamu akan berubah menjadi manusia yang 'bodoh' dan itu Marsha buktikan dengan melihat sikap Julea. "Kenapa kau senyum-senyum sendiri hah?" tanyanya meledek. Julea salah tingkah, dia cepat-cepat menetralkan ekspresi wajahnya menjadi datar seperti biasa. "Tidak! aku tidak tersenyum, kau pasti salah lihat." Julea meng
Catharina memperhatikan Andrew, raut wajah pria itu berubah. Ada ketegangan yang terpancar di sana, dan itu cukup membuat gadis berusia 29 tahun itu paham apa yang terjadi. Lagi pula siapa yang tidak akan tercengang jika tiba-tiba mendapatkan Cullinan buket dari orang yang tidak diketahui. Buket yang terkenal mahal karena terdapat permata didalamnya. Pasti akan membuat siapa saja kaget bukan main, untung saja Andrew tidak jantungan mendadak!"A-andrew, apa kau merasa memesan buket itu?" Tanya Catharina yang ikut penasaran. Andrew menoleh pada Catharina, dia lekas menggeleng cepat. Dan gadis itu makin dibuat bingung setelah mendapatkan jawaban dari Andrew. "Tidak Cath, jika aku yang memesannya sudah pasti aku tidak akan terkejut seperti ini. Lagi pula, orang iseng mana yang akan mengirimkan buket mahal begini?" Andrew meletakkan buket bunga tersebut ke atas meja kaca yang ada di depannya. Catharina juga menyetujui hal itu, tidak ada orang iseng yang akan menghamburkan uang seenakny
Julea mengerjapkan matanya perlahan, dia tampak seperti manusia bodoh saja mendengar kabar itu. Tapi memangnya dia harus bersikap seperti apa? Toh apa yang dinilai dan dibicarakan orang-orang belum tentu adalah kejadian yang sebenarnya. Dan Julea masih berusaha memegang teguh kepercayaan yang seperti itu. "Aku tahu apa yang kau maksud tapi maaf Marsha, aku tidak mau termakan rumor-rumor aneh. Cukup biarkan Andrew dan Catharina bekerja dengan baik dan jangan mencampuri mereka, aku yakin keduanya sama-sama tahu batasan." Julea memilih masuk ke ruang kerja dan duduk tenang di dalam kubikelnya. Julea berusaha tetap berprasangka baik, dia tidak mau ada hal-hal yang tidak diinginkan hanya karena dia terlalu mudah termakan rumor mentahan. Tepat jam setengah empat sore Julea telah menyelesaikan pekerjaannya, dia juga sudah mendapatkan pesan dari Andrew kalau dia harus pulang sendiri sekarang. Tapi jika Julea mau, dia bisa meminta tolong pada Jidan untuk mengantarkan sampai rumah. Di lobi
Lagi-lagi dia menatap tak percaya. Dengan tatapannya yang bergerak-gerak gelisah dan bibir yang mengatup rapat menahan tangis. Dipandanginya lagi wajah itu dengan seksama. Tak ada lagi senyum manis atau seringainya yang dulu dia benci, muram dan tak lagi bercahaya seperti biasanya. Sungguh! Biar pun kali ini dia harus melihat hal-hal yang tidak dia sukai dari sosok didepannya. Akan dia terima dengan senang hati, asalkan sosok itu kembali. Lama bertarung pada pikirannya sendiri, dia sentuh wajah itu dengan tangan yang gemetaran. Berulang kali tak sempat jarinya menyentuh kulit yang telah memucat itu. Dia tak sanggup! Atau bahkan masih tak percaya. Dia tak percaya pada suratan takdir, tapi inilah kenyataannya. Dengan perasaan terguncang, dia coba lagi memegang wajah manis yang pernah memerintahkannya pergi. Dan kali ini tangisnya benar-benar pecah. Tangisnya meraung-raung disamping tubuh yang telah terbujur kaku itu. Dia peluk erat-erat tubuh itu, dia usap lagi pundak kecil yang
Julea masih tetap merengek, dia menampilkan ekspresi paling memelas untuk menyakinkan Andrew. "Ayolah Andrew aku mohon, sebentar saja." Julea berkata lirih, dia masih berusaha membujuk Andrew. Sedangkan Andrew hanya melihat datar ke arah Julea, entah kenapa hari ini Julea sangat menguji kesabarannya. padahal sebelumnya perempuan itu tak akan melawan jika Andrew berkata tidak. "Jule, kau bisa ke taman dan melihat bintang kapan saja. Karena masih ada banyak waktu lain, untuk malam ini kau tidur saja ya. Besok kau haris operasi," ucap Andrew berusaha memberikan pengertian. Tapi Julea adalah Julea, dia tidak akan berhenti begitu saja hanya karena ucapan Andrew. Perempuan itu malah mendecik sebal, dia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Andrew yang melihat itu hanya bisa menghela nafas kasar, menghadapi Julea yang tengah marah memang membutuhkan kesabaran yang lebih. "Julea, ku mohon dengarkan aku ya... ini semua juga demi kebaikan mu," Ucapnya lagi. kali ini dengan mengusap l
Herfiza mengusap punggung putranya dengan lembut, dia merangkulnya penuh kasih sayang dan kehangatan. "Nak, apa yang terjadi di dunia ini tidak bisa selalu sama seperti apa yang kita inginkan. Tuhan selalu punya rencana yang indah dibalik ujian ini, yakinlah." Herfiza mengatakannya dengan tenang, meskipun dia masih khawatir dan kalut akan kesehatan Julea. Andrew menoleh, dia mengerutkan keningnya. "Tapi apa ini ujian yang baik untuk ku? Aku terlalu banyak menimbulkan masalah di hidup Julea sehingga berimbas pada kesehatannya. ini bukan sekedar takdir Tuhan mam, ini salahku." Herfiza menarik diri, dia menggenggam tangan Andrew erat-erat. "Sekali lagi berhenti menyalahkan dirimu sendiri, jika pun kau merasa bersalah seharusnya tidak seperti ini caranya!""Lalu apa yang bisa aku lakukan?" tanya Andrew dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Herfiza menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Bangkit, berikan kekuatan pada Julea agar dia bisa segera sembuh. K
Hampir satu jam lamanya Jukea berada di dalam UGD, sedangkan keluarganya sduah harap-harap cemas menunggu kabar baik dari dokter yang menanganinya. Andreas sendiri yang masih tercengang dengan fakta penyakit sang kakak ipar masih terdiam menenangkan diri. Sedangkan Andrew sudah hilir mudik di depan pintu UGD. "Apa tadi semuanya lancar Andreas?" Tanya Marsha dengan lirih, dia juga menepuk pundak Andreas perlahan. Pria itu menoleh, dia mengangguk samar. Mereka berbincang dengan nada yang rendah, tak ingin menganggu anggota keluarga yang lain. Marsha juga tidak mau dianggap tak tahu situasi dan kondisi di saat yang genting seperti ini malah membicarakan hal yang lain. "Semuanya berjalan lancar, Pricilla juga sudah diamankan polisi tadi. Semua orang tak ada yang menentang pembelaan dari kami, bahkan Tuan Gardian yang ayah Pricilla juga diam. Dia tertunduk malu atas sikap putrinya itu," jelas Andreas sembari menunduk. Marsha manggut-manggut paham, dia lega setidaknya usaha Julea untuk
Setelah melihat Pricilla yang digandeng polisi untuk diamankan, Julea merasakan sakit kepala yang luar biasa. sebenarnya dia telah merasa kepalanya berat sejak dua jam lalu, tapi dengan sekuat tenaga dua bertahan. "Aka, apa kau baik-baik saja?" tanya Andreas yang melihat Julea meringis menahan sakit. Julea menoleh dan menggeleng, dia hanya memegangi kepalanya dan mulai berjalan menjauh dari tempat pesta. "Tidak Andreas, aku baik-baik saja. Jadi ayo pulang," ajaknya. tak mau membuat Julea kesakitan, Andreas mulai berjalan cepat. Dia lekas mengeluarkan mobilnya dan membawa Julea pergi dari mansion mewah keluarga Pricilla. Ditengah jalan tiba-tiba Julea menyemburkan isi perutnya dengan tidak sengaja. 'Hoek!'Sontak itu membuat Andreas panik, apalagi saat melihat wajah Julea yang pucat. "kak kau kenapa, apa tadi kau sempat minum? apa kau mabuk kak?" cecarnya yang khawatir. "Engh! Tidak, aku tidak ingat." Julea menjawabnya lemas, dia sebenarnya tak minum alkohol. Tapi entah bagaiman
Mata semua orang terbelalak tak percaya, tak sedikit dari mereka bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Apa yang disampaikan Andreas malam ini adalah kejutan yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Pengakuan Andreas itu juga membuat Pricilla kaget bukan main. Pasalnya, dia telah menggoda pria yang salah. "Pantas saja respon yang diberikannya berbeda, ternyata dia bukan Andrew." Pricilla membatin, dia tertunduk malu. Gardian memalingkan wajahnya, malu atas apa yang dilakukan sang putri. Lalu dengan cepat dia menarik tangan Pricilla dan mendorongnya hingga jatuh terjerembab di taman yang berumput. "Argh! Papa sakit," cicit Pricilla dengan mata yang berkaca-kaca. "Kau memang pantas mendapatkannya Pricilla, bahkan seharusnya kau mendapatkan hukuman yang jauh lebih besar daripada ini! Aku malu telah menjadi ayahmu!" Gardian berkata marah, deru nafasnya memburu seiring dengan darahnya yang mendidih. Di saat yang bersamaan, ada sorotan proyektor yang menampilkan apa saja yang sudah dila
Temaram lampu taman menyinari tubuh Pricilla yang terpantul di air kolam renang yang jernih. Perempuan berambut panjang itu menoleh saat mendengar langkah kaki Andreas yang mendekat ke arahnya. Senyuman tipis terbit diwajahnya yang terpoles apik dengan make up bold. "Akhirnya kau datang juga Andrew," ucapnya senang. Andreas tak menanggapi, dia hanya tersenyum sekilas saat mendengar Pricilla menyebut nama sang kakak. Beruntung jika perempuan yang menjadi rivalnya malam ini tak mengenali dirinya. "Si jalang itu tertipu juga, sama seperti sang ayah!" Andreas membatin, dia merasa satu langkah lebih dekat menuju kemenangan. Pricilla melangkahkan kakinya mendekat saat Andreas memilih untuk berhenti. Dia lekas mengalungkan tangannya ke leher Andreas dengan tanpa malu. "Aku senang kau mau datang ke sini dan mengabaikan Julea," ucap Pricilla dan menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Andreas. Pria itu merasa jijik atas sikap agresif dari perempuan yang nyaris menjadi kakak iparnya. Tapi A
Andreas sempat menoleh pada Julea sebelum mereka turun dari mobil. Andreas cemas, karena mau bagaimana pun kalau dia gagal malam ini maka masalahnya akan bertambah besar. "Kak," cicitnya. Julea menoleh dan mengangguk serta mengepalkan tangannya, bermaksud memberinya kekuatan. "Kau pasti bisa Andreas, yakin lah!" Perintahnya. Lalu Andreas menghela nafas kasar beberapa kali, setelahnya dia turun dari mobil terlebih dahulu. Pintu mobil dibukakan oleh Andreas untuk membantu Julea, tangan kanannya juga dengan sigap terulur untuk memberikan kesan yang kuat kalau dia adalah Andrew. Di halaman mansion mewah milik keluarga Pricilla, ada banyak orang yang sudah datang dan menjadi tamu di sana. Hari ini adalah hari ulang tahun Pricilla, dan keluarga Nugraha memang mendapatkan undangan, khususnya Andrew. Pria itu memang diundang secara personal oleh Pricilla. Ah tidak-tidak! Lebih tepatnya Andrew diancam. Jika dia tidak datang malam ini, maka Pricilla akan melakukan hal yang lebih gila lagi
Andrew rupanya menemui sang adik, Andreas secara diam-diam. Tidak ada yang tahu kalau keduanya tengah bertemu sekarang. Keduanya kini berada di salah satu restoran Chinese yang cukup jauh dari pusat kota. "Jadi, apa yang kau rencanakan sebenarnya Andreas? Kali ini apa yang kau inginkan dariku?" Cecar Andrew dengan tatapan yang nyalang pada sang adik yang duduk di depannya. Terhalang oleh meja berbentuk persegi panjang, Andrew dan Andreas saling perang dingin dengan memberikan tatapan tajam ke arah masing-masing. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Andreas menghela nafasnya kasar, dia kemudian bersidekap dengan tenang. "Aku tidak menginginkan apapun, toh apa yang bisa kau berikan padaku?" Andreas malah memberikan jawaban yang terkesan meremehkan. Padahal sebenarnya tidak demikian. "Hah! Rupanya kau masih sama saja, sama-sama sombong seperti biasanya!" Andrew mendecik, dia menyeringai. "Sama seperti dengan mu juga, kita sama-sama sombong. Bedanya, aku menyadari dan mengakuinya seda