Julea meneguk ludahnya kasar, dia sudah tertangkap basah. Obat-obatan itu sangat mencurigakan dan bukan seperti obat-obatan biasa. Apa mungkin Julea bisa membodohi Andrew kali ini?Tapi jika Julea mengatakan hal yang semestinya, itu juga tidak mungkin. Julea tak mau membebani Andrew dengan penyakit yang dia derita. Lagi pula, orang tuanya saja tak tahu tentang ini. Hanya Deska saja yang sudah tahu betul tentang rahasia Julea. Itu pun terjadi karena Deska tak sengaja mendengar gumaman Julea. "A-aku tidak sakit apa-apa," jawab Julea pada akhirnya. "Benarkah?" tanya Andrew dengan penuh selidik. Mata pria itu menatap awas ke arah Julea, mencari-cari kebohongan di sana. "Sungguh Andrew," elak Julea. Kali ini dia benar-benar kehabisan kata-kata lagi. "Jika kau tidak sakit kenapa ada banyak obat-obatan dikotak itu?" Andrew masih belum menyerah.Dia terus saja mengorek informasi yang lebih dalam lagi. Tampaknya Andrew tak cukup puas dengan jawaban yang keluar dari mulut Julea. "Ah itu ha
Andrew mengerutkan keningnya, benar-benar tak mengerti dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Ares. "A-apa yang kau maksud kak?" tanya Andrew. "Kau masih tak mengerti juga? adikku harus menahan malu karena nama baiknya yang tercemar. Orang-orang di luar sana sibuk membicarakan hal buruk tentang Julea yang tiba-tiba menikah denganmu karena rumor itu. Rumor murahan yang mengatakan bahwa adik ku bukan gadis baik-baik," tutur Ares.Diam-diam dia sudah mengetahui semuanya, Andrew cukup terkejut mendengar itu. Dia pikir, Ares tak tahu mendetail tentang apa yang terjadi di Indonesia terutama apa yang dialami Julea selama ada di kantor. "Bukan hanya itu saja, adikku juga harus menjadi objek obsesi gila dari adikmu Andreas! aku tahu kalau adikmu itu sangat gila dan membahayakan orang lain!" Ares emosi. Dia memang tahu tentang bagaimana sikap Andreas pada Julea. Termasuk dengan obsesinya yang diluar dugaan, Ares tahu itu karena dia diam-diam pernah datang ke Indonesia dan mengawasi sang adi
Julea membelalakkan matanya sempurna, kalimat yang keluar dari mulut sang kakak terdengar menggelikan di telinganya. Bagaimana mungkin Julea menceriakan Andrew begitu saja, padahal perceraian itu sendiri akan terjadi saat waktunya tiba. Pernikahan Andrew dan Julea masih sebatas kontrak. Tidak ada satu pihak pun yang berniat mengubah atau membatalkan perjanjian dalam kontrak pernikahan itu. Meskipun Julea merasakan ada benih-benih cinta yang mulai tumbuh di hatinya. Tapi dia tidak mau berharap banyak, kontra tetaplah kontrak."Kenapa kakak berpikir seperti itu?" Tanyanya pada Ares yang masih berlinang air mata.Ares mengerutkan keningnya, dia tertegun sejenak mencerna ucapan sang adik. "Aku hanya berpikir kalau tidak seharusnya kau berkorban terus-menerus untuk keluarga, apa lagi karena aku." "Aku tahu maksudmu kak, tapi apa kau tidak mengerti kalau pernikahan ini hanya sebatas kontrak saja? Andrew belum ada tanda-tanda untuk mengubah atau membatalkannya, jadi saat waktunya tiba perc
Ares tertegun mendengar ucapan Julea, tapi dia tak tahu harus apa. Otaknya seolah berhenti bekerja saat itu juga. Dan disaat yang sama, Julea tiba-tiba ambruk. Ares tercengang melihatnya, dia panik bukan main. "Jule!" Panggilnya dan menepuk-nepuk pipi Julea bermaksud untuk membangunnya. Gadis itu pingsan, tanpa Ares pahami apa yang menjadi penyebabnya. Tak perlu berlama-lama, Ares membopong tubuh Julea untuk masuk ke rumah. Dengan tergesa-gesa, dia langsung membawa tubuh sang adik naik ke lantai dua tempat kamarnya berada. Begitu masuk, Herfiza dan Athena masih ada di lantai satu. Mereka yang semula tengah duduk bersantai itu terkejut melihat Ares menggendong Julea yang sudah tak sadarkan diri. Athena bangkit dari duduknya dan berniat menghentikan langkah Ares. "Ares apa yang terjadi pada adikmu?" Tanyanya khawatir. Ares melirik sekilas, tapi dia kembali fokus pada jalannya dan menjawab sembari terus berjalan. "Julea pingsan, seperti yang sekarang ibu lihat. Dan jangan tanya ken
Dokter William mengangguk, dia menghela nafas berat. Pria itu memang cukup dekat dengan keluarga Julea. Semenjak keluarga itu pindah, dia lah yang mengurus kesehatan anggota keluarga jika ada yang sakit. Karena itu juga Dokter William punya keterikatan emosional dengan keluarga itu. "Au menyesal mengatakan ini, tapi begitu lah adanya. Julea harus diperiksa ke rumah sakit Nyonya." Dokter William berkata sendu, dia tahu bagaimana perasaan Athena. Sorot mata wanita itu juga sudah melemah semenjak tadi. Tidak ada raut wajah yang cerah di sana, hanya ada sendu. Dokter William juga melihat semuanya dengan jelas. "Tapi aku yakin kalau Julea baik-baik saja, aku percaya gadis itu kuat. Hanya saja, kita tidak boleh menutup mata saat menyadari ada kesalahan dalam tubuhnya." Dokter William kembali menjelaskan. Athena mengangguk lemah, tidak banyak yang bisa dia lakukan selain menurut dengan dokter itu. "Aku tahu, terimakasih banyak Dokter William." Athena menjawab dengan senyum tipis di akhi
Sepeninggal Ares, Athena mendekati Julea dan duduk di sisi ranjang. Julea masih terdiam, dia tampak murung. Perkataan Ares memang benar-benar memberi tamparan keras bagi Julea. "Sudah, jangan dipikirkan ucapan kakak mu itu. Kau tahu kan bagaimana sikap Ares?" Athena mengelus punggung tangan sang putri. Julea memaksakan senyum, dia tidak bisa untuk mengabaikan ucapan Ares. karena memang dia merasa jika selama ini telah banyak membohongi orang-orang. Termasuk orang tuanya sendiri, terutama dalam hal kesehatan. Hingga ini lah yang harus terjadi padanya. Sepandai-pandainya Julea menutup rapat rahasianya, Tuhan selalu punya cara untuk membukanya. "Hmm iya mam," Jawab Julea pada akhirnya. Lidahnya terasa kelu untuk menjelaskan semuanya, Julea merasa tidak tega jika membayangkan ibunya akan murung. setelah tahu kondisi kesehatannya. Akan lebih baik kalau Julea menyembunyikan semuanya. Cukup Deska saja yang tahu tentang ini, karena memang dengan dia lah rahasia itu bocor. "Tapi Jule," uc
Seperti yang sudah direncanakan oleh Athena, pagi ini Julea kini berada di rumah sakit. Dia tidak sendirian, ada Athena dan Ares yang menemaninya. Seolah-olah jika Julea pergi tanpa pengawasan keduanya, maka gadis itu akan melesat entah ke mana. Terkait Andrew dan Herfiza, keduanya malah tidak boleh ikut oleh Ares. Alasannya tidak mau merepotkan, tapi sebenarnya Ares tidak mau dekat-dekat dengan Andrew. Entah kenapa, Ares masih merasa sebal saja pada adik iparnya itu. "Apa yang kau pikirkan Jule?" tanya Athena yang melihat Julea murung sejak tadi. Mereka memang tengah berada di ruang tunggu rumah sakit, menunggu antrian milik Julea dipanggil. Gadis itu sendiri duduk di apit oleh Ares dan Athena, karena itu juga Julea memilih diam. "Tidak ada mam," jawab Julea sekenanya. Dia juga memaksakan senyum tipis di akhir kalimatnya. Ares yang duduk di sebelah kanannya, menoleh sekilas. "Jangan suka berbohong, kalau ada apa-apa katakanlah!" Ares menginterupsi.Pria itu bahkan tidak menatap
Julea tertegun, dia tidak tahu lagi harus berkilah apa. Tatapan mata Athena sangat menunjukkan betapa kecewanya dia. Tapi di sisi lain, Julea berbohong juga demi keluarga mereka. Julea yang tahu bagaimana kondisi keuangan keluarga, tidak berani menyampaikan masalah ini pada siapapun. Bahkan dua tahun terakhir, semenjak Julea tahu kanker otak yang dia derita. Gadis itu hanya diam, dan tidak mau menunjukkan rasa sakit itu pada siapapun. Julea terbiasa untuk mengurus hidupnya sendiri. Hingga rahasia besar itu diketahui oleh Deska, kakek Andrew secara tidak sengaja. "Mam," lirih Julea. Dia tidak mau membahas masalah ini di tempat umum. Di sana masih ada dokter yang notabennya adalah orang asing. Julea tidak mau membuat drama di rumah sakit. "Kita bisa bicarakan ini nanti, ku mohon tenang lah. Aku akan menjelaskan semuanya nanti," tutur Julea dengan nada yang lembut dan tatapan memohon. Athena menggigit bibir bawahnya, menahan semua emosi yang terkumpul dalam dirinya. Tapi pada akhirn
Lagi-lagi dia menatap tak percaya. Dengan tatapannya yang bergerak-gerak gelisah dan bibir yang mengatup rapat menahan tangis. Dipandanginya lagi wajah itu dengan seksama. Tak ada lagi senyum manis atau seringainya yang dulu dia benci, muram dan tak lagi bercahaya seperti biasanya. Sungguh! Biar pun kali ini dia harus melihat hal-hal yang tidak dia sukai dari sosok didepannya. Akan dia terima dengan senang hati, asalkan sosok itu kembali. Lama bertarung pada pikirannya sendiri, dia sentuh wajah itu dengan tangan yang gemetaran. Berulang kali tak sempat jarinya menyentuh kulit yang telah memucat itu. Dia tak sanggup! Atau bahkan masih tak percaya. Dia tak percaya pada suratan takdir, tapi inilah kenyataannya. Dengan perasaan terguncang, dia coba lagi memegang wajah manis yang pernah memerintahkannya pergi. Dan kali ini tangisnya benar-benar pecah. Tangisnya meraung-raung disamping tubuh yang telah terbujur kaku itu. Dia peluk erat-erat tubuh itu, dia usap lagi pundak kecil yang
Julea masih tetap merengek, dia menampilkan ekspresi paling memelas untuk menyakinkan Andrew. "Ayolah Andrew aku mohon, sebentar saja." Julea berkata lirih, dia masih berusaha membujuk Andrew. Sedangkan Andrew hanya melihat datar ke arah Julea, entah kenapa hari ini Julea sangat menguji kesabarannya. padahal sebelumnya perempuan itu tak akan melawan jika Andrew berkata tidak. "Jule, kau bisa ke taman dan melihat bintang kapan saja. Karena masih ada banyak waktu lain, untuk malam ini kau tidur saja ya. Besok kau haris operasi," ucap Andrew berusaha memberikan pengertian. Tapi Julea adalah Julea, dia tidak akan berhenti begitu saja hanya karena ucapan Andrew. Perempuan itu malah mendecik sebal, dia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Andrew yang melihat itu hanya bisa menghela nafas kasar, menghadapi Julea yang tengah marah memang membutuhkan kesabaran yang lebih. "Julea, ku mohon dengarkan aku ya... ini semua juga demi kebaikan mu," Ucapnya lagi. kali ini dengan mengusap l
Herfiza mengusap punggung putranya dengan lembut, dia merangkulnya penuh kasih sayang dan kehangatan. "Nak, apa yang terjadi di dunia ini tidak bisa selalu sama seperti apa yang kita inginkan. Tuhan selalu punya rencana yang indah dibalik ujian ini, yakinlah." Herfiza mengatakannya dengan tenang, meskipun dia masih khawatir dan kalut akan kesehatan Julea. Andrew menoleh, dia mengerutkan keningnya. "Tapi apa ini ujian yang baik untuk ku? Aku terlalu banyak menimbulkan masalah di hidup Julea sehingga berimbas pada kesehatannya. ini bukan sekedar takdir Tuhan mam, ini salahku." Herfiza menarik diri, dia menggenggam tangan Andrew erat-erat. "Sekali lagi berhenti menyalahkan dirimu sendiri, jika pun kau merasa bersalah seharusnya tidak seperti ini caranya!""Lalu apa yang bisa aku lakukan?" tanya Andrew dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Herfiza menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Bangkit, berikan kekuatan pada Julea agar dia bisa segera sembuh. K
Hampir satu jam lamanya Jukea berada di dalam UGD, sedangkan keluarganya sduah harap-harap cemas menunggu kabar baik dari dokter yang menanganinya. Andreas sendiri yang masih tercengang dengan fakta penyakit sang kakak ipar masih terdiam menenangkan diri. Sedangkan Andrew sudah hilir mudik di depan pintu UGD. "Apa tadi semuanya lancar Andreas?" Tanya Marsha dengan lirih, dia juga menepuk pundak Andreas perlahan. Pria itu menoleh, dia mengangguk samar. Mereka berbincang dengan nada yang rendah, tak ingin menganggu anggota keluarga yang lain. Marsha juga tidak mau dianggap tak tahu situasi dan kondisi di saat yang genting seperti ini malah membicarakan hal yang lain. "Semuanya berjalan lancar, Pricilla juga sudah diamankan polisi tadi. Semua orang tak ada yang menentang pembelaan dari kami, bahkan Tuan Gardian yang ayah Pricilla juga diam. Dia tertunduk malu atas sikap putrinya itu," jelas Andreas sembari menunduk. Marsha manggut-manggut paham, dia lega setidaknya usaha Julea untuk
Setelah melihat Pricilla yang digandeng polisi untuk diamankan, Julea merasakan sakit kepala yang luar biasa. sebenarnya dia telah merasa kepalanya berat sejak dua jam lalu, tapi dengan sekuat tenaga dua bertahan. "Aka, apa kau baik-baik saja?" tanya Andreas yang melihat Julea meringis menahan sakit. Julea menoleh dan menggeleng, dia hanya memegangi kepalanya dan mulai berjalan menjauh dari tempat pesta. "Tidak Andreas, aku baik-baik saja. Jadi ayo pulang," ajaknya. tak mau membuat Julea kesakitan, Andreas mulai berjalan cepat. Dia lekas mengeluarkan mobilnya dan membawa Julea pergi dari mansion mewah keluarga Pricilla. Ditengah jalan tiba-tiba Julea menyemburkan isi perutnya dengan tidak sengaja. 'Hoek!'Sontak itu membuat Andreas panik, apalagi saat melihat wajah Julea yang pucat. "kak kau kenapa, apa tadi kau sempat minum? apa kau mabuk kak?" cecarnya yang khawatir. "Engh! Tidak, aku tidak ingat." Julea menjawabnya lemas, dia sebenarnya tak minum alkohol. Tapi entah bagaiman
Mata semua orang terbelalak tak percaya, tak sedikit dari mereka bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Apa yang disampaikan Andreas malam ini adalah kejutan yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Pengakuan Andreas itu juga membuat Pricilla kaget bukan main. Pasalnya, dia telah menggoda pria yang salah. "Pantas saja respon yang diberikannya berbeda, ternyata dia bukan Andrew." Pricilla membatin, dia tertunduk malu. Gardian memalingkan wajahnya, malu atas apa yang dilakukan sang putri. Lalu dengan cepat dia menarik tangan Pricilla dan mendorongnya hingga jatuh terjerembab di taman yang berumput. "Argh! Papa sakit," cicit Pricilla dengan mata yang berkaca-kaca. "Kau memang pantas mendapatkannya Pricilla, bahkan seharusnya kau mendapatkan hukuman yang jauh lebih besar daripada ini! Aku malu telah menjadi ayahmu!" Gardian berkata marah, deru nafasnya memburu seiring dengan darahnya yang mendidih. Di saat yang bersamaan, ada sorotan proyektor yang menampilkan apa saja yang sudah dila
Temaram lampu taman menyinari tubuh Pricilla yang terpantul di air kolam renang yang jernih. Perempuan berambut panjang itu menoleh saat mendengar langkah kaki Andreas yang mendekat ke arahnya. Senyuman tipis terbit diwajahnya yang terpoles apik dengan make up bold. "Akhirnya kau datang juga Andrew," ucapnya senang. Andreas tak menanggapi, dia hanya tersenyum sekilas saat mendengar Pricilla menyebut nama sang kakak. Beruntung jika perempuan yang menjadi rivalnya malam ini tak mengenali dirinya. "Si jalang itu tertipu juga, sama seperti sang ayah!" Andreas membatin, dia merasa satu langkah lebih dekat menuju kemenangan. Pricilla melangkahkan kakinya mendekat saat Andreas memilih untuk berhenti. Dia lekas mengalungkan tangannya ke leher Andreas dengan tanpa malu. "Aku senang kau mau datang ke sini dan mengabaikan Julea," ucap Pricilla dan menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Andreas. Pria itu merasa jijik atas sikap agresif dari perempuan yang nyaris menjadi kakak iparnya. Tapi A
Andreas sempat menoleh pada Julea sebelum mereka turun dari mobil. Andreas cemas, karena mau bagaimana pun kalau dia gagal malam ini maka masalahnya akan bertambah besar. "Kak," cicitnya. Julea menoleh dan mengangguk serta mengepalkan tangannya, bermaksud memberinya kekuatan. "Kau pasti bisa Andreas, yakin lah!" Perintahnya. Lalu Andreas menghela nafas kasar beberapa kali, setelahnya dia turun dari mobil terlebih dahulu. Pintu mobil dibukakan oleh Andreas untuk membantu Julea, tangan kanannya juga dengan sigap terulur untuk memberikan kesan yang kuat kalau dia adalah Andrew. Di halaman mansion mewah milik keluarga Pricilla, ada banyak orang yang sudah datang dan menjadi tamu di sana. Hari ini adalah hari ulang tahun Pricilla, dan keluarga Nugraha memang mendapatkan undangan, khususnya Andrew. Pria itu memang diundang secara personal oleh Pricilla. Ah tidak-tidak! Lebih tepatnya Andrew diancam. Jika dia tidak datang malam ini, maka Pricilla akan melakukan hal yang lebih gila lagi
Andrew rupanya menemui sang adik, Andreas secara diam-diam. Tidak ada yang tahu kalau keduanya tengah bertemu sekarang. Keduanya kini berada di salah satu restoran Chinese yang cukup jauh dari pusat kota. "Jadi, apa yang kau rencanakan sebenarnya Andreas? Kali ini apa yang kau inginkan dariku?" Cecar Andrew dengan tatapan yang nyalang pada sang adik yang duduk di depannya. Terhalang oleh meja berbentuk persegi panjang, Andrew dan Andreas saling perang dingin dengan memberikan tatapan tajam ke arah masing-masing. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Andreas menghela nafasnya kasar, dia kemudian bersidekap dengan tenang. "Aku tidak menginginkan apapun, toh apa yang bisa kau berikan padaku?" Andreas malah memberikan jawaban yang terkesan meremehkan. Padahal sebenarnya tidak demikian. "Hah! Rupanya kau masih sama saja, sama-sama sombong seperti biasanya!" Andrew mendecik, dia menyeringai. "Sama seperti dengan mu juga, kita sama-sama sombong. Bedanya, aku menyadari dan mengakuinya seda