Di sebuah tempat yang sangat indah terdapat seorang gadis cantik menatap sekitar yang semuanya serba putih. "Gue dimana."
“Siapa itu?" iris matanya menangkap seorang gadis yang sedang berjalan ke arahnya sekarang. Ia tidak mengenali siapa gadis itu.
Sekarang ini, terlihat seorang gadis seumuran dengannya berdiri didepannya.
“Siapa lo?” tanya dirinya pada seorang gadis di depannya.
“Gue Emily Arabelle Wilson. Tolong bantu gue," ucap gadis itu dengan nada memohon.
Dirinya menaikkan satu alisnya. Mengapa gadis ini meminta bantuannya, dan bantuan apa yang gadis ini inginkan. “Bantu apa?"
“Tolong balaskan dendam ku pada mereka semua. Terserah lo pakai cara apa saja, yang terpenting tangan gue sendiri yang melakukan semua itu," ucap gadis di depannya.
Dirinya terdiam sejenak mendengar bantuan yang di inginkan gadis didepannya sekarang ini.
“Kenapa bukan lo saja?” tanya dirinya. Mengapa bukan gadis di depannya saja yang melakukan itu semua itu, mengapa harus meminta bantuan dirinya. Itulah yang dipikirannya saat ini ketika mendengar bantuan gadis itu.
“Gue tidak bisa. Sekarang gue tidak punya banyak waktu tolong balaskan dendam ku,” kata gadis itu penuh harap.
Dirinya menghembuskan nafas pelannya. “Baiklah. gue bantu lo balaskan dendam lo itu tapi dengan cara gue sendiri."
“Iya, terserah cara apa saja. Yang terpenting pakai tangan gue sendiri," balas gadis itu
“Biar gue bunuh mereka?” tanya dirinya pada gadis di depannya dengan menaikkan satu aslinya.
Gadis itu terdiam sejenak, kemudian menjawab pertanyaan yang dilontarkan untuknya.
“Iya. gue sangat muak melihat wajah mereka!” seru gadis di depannya dengan tatapan dendam yang sangat mendalam.
“Baiklah,” ujar dirinya. Ia melihat terdapat tatapan dendam di mata gadis itu.
“Terima kasih,” ungkap gadis itu
Gadis di depannya menghilang begitu saja setelah mengatakan ‘terima kasih’
•••
Disebuah tempat, lebih tepatnya rumah sakit. Disebuah ruangan yang serba putih, terdapat seorang gadis cantik yang berbaring dengan infus ditangan cantiknya itu.
“Euggh.” Gadis itu membuka matanya secara perlahan. Ia berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke renata matanya.
“Non sudah sadar." Seorang wanita membantu gadis itu untuk duduk bersandar di brangkar tempat ia berbaring.
"Biar Bibi panggilkan dokter dulu.” Wanita itu langsung keluar dari ruangan memanggil dokter setelah mengatakan kalimat itu.
Wanita berusia 57 tahun. Yang gadis itu yakini adalah pembantu, saat menyebut kata ‘Bibi’ yang dia terlontarkan dari mulutnya tadi.
Tak lama dokter datang bersama satu orang suster. Dokter tersebut memeriksa gadis itu. “Bagaimana keadaan Anda? Apa ada keluhan?” tanya seorang Dokter tampan dan tinggi tentunya setelah memeriksa keadaan gadis itu.
“Pusing,” kata gadis itu singkat.
“Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya wanita itu.
Dokter itu menoleh ke arah wanita yang berada di sampingnya. “Pasien sekarang tidak apa-apa. Hanya saja membutuhkan istirahat yang cukup."
Gadis itu menatap lurus ke depan dan mengeluarkan kata dari mulutnya. "Pulang."
Mendengar perkataan pasiennya, Dokter tersebut menoleh ke arah gadis itu. “Untuk saat ini anda belum bisa pulang. 1 sampai 2 hari anda baru bisa pulang."
Gadis itu tidak menjawab perkataan Dokter, ia hanya diam saja.
“Baiklah saya permisi dulu," pamit Dokter.
“Baik dok,” balas wanita itu. Setelah itu, Dokter dan suster itu keluar dari ruangan.
“Non tidak apa-apa?” tanya wanita tersebut dengan nada khawatir yang dibalas anggukan oleh gadis itu.
“Siapa?” tanya gadis itu singkat. Wanita di depan gadis itu terlihat bingung. Gadis itu yang tidak dapat jawaban, menghela napas pelan lalu bertanya kembali. “Siapa nama gadis ini?”
“Kenapa Non Emily bertanya soal namanya? Apa Non Emily lupa ingatan?” batin Wanita itu.
Wanita bingung akan pertanyaan gadis tersebut, tapi wanita itu tetap menjawab pertanyaan tersebut.
“Nama Non yaitu Emily Arabelle Wilson,” jawab wanita itu.
“Ternyata dia,” batin gadis itu.
“Keluarga?” tanya kembali gadis itu dengan wajah dinginnya.
Wanita di depannya menunduk mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut gadis itu. Lalu mendongak melihat kembali ke arah gadis itu.
“Keluarga Non tidak ada yang menjenguk. Tapi, Non tenang saja. Ada bibi yang akan menjaga Non," papar wanita itu yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.
Gadis itu menoleh ke arah wanita tersebut. “Siapa nama Anda?”
“Bi Sri,” jawab wanita itu.
“Baiklah,”pungkas gadis itu.
Bi Sri berdiri dari duduknya dan membantu gadis itu membaringkan tubuhnya untuk beristirahat. “Non istirahat saja agar Non cepat pulih.”
Gadis yang dipanggil Non oleh Bi Sri mengistirahatkan tubuhnya, dan ditemani oleh Bi Sri yang berada di sampingnya.
Terhitung dengan hari ini, Emily telah 3 hari di rumah sakit. Ia sangat tidak betah dengan bau rumah sakit, pada dasarnya raga Emily yang diisi oleh jiwa Keisya saat ini sangat tidak menyukai itu. Bi Sri selalu berada di samping Emily semenjak masuk rumah sakit, terkadang Bi Sri pulang untuk membawakan makanan untuk Emily atau berganti pakaian.Dokter terlebih dahulu memeriksa kondisi Emily. “Baiklah Anda boleh pulang sekarang.”Yang menurut Dokter itu tanpa adanya ekspresi yang terlihat di wajah pasienya, hanyalah wajah datar dan dingin yang pasiennya perlihatkan.“Baru kali ini gue dapat pasien seperti dia,” batin Dokter itu. Baru kali ini dirinya mendapatkan pasien seperti pasiennya sekarang ini yang tanpa ekspresi di wajahnya. “Terima kasih Dok,” balas Bi Sri.Dokter tampan langsung keluar dari ruangan, tetapi sebelum itu ia pam
"Hoaam." Gadis cantik yang baru saja bangun dari tidurnya lalu merenggangkan otot-ototnya. Gadis itu adalah Emily Arabelle Wilson.Sekarang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Emily a.k.a Keisya tanpa menunggu lama lagi melakukan mandinya untuk menuju sekolah sang pemilik tubuh ini. Semalam Keisya kedatangan Emily di alam mimpi dan mengatakan dirinya harus bersekolah hari ini. Dan semalam juga ia mendapatkan memori sedikit dari sang pemilik tubuh. Keisya sekarang mengerti keadaan sang pemilik tubuh ini.Tak butuh waktu yang sangat lama, Emily telah selesai mandi. Ia langsung saja berdandan natural.Senatural mungkin.Emily yang dulu berdandan seperti cabe, makeup yang tebal, baju yang ketat. Sekarang tidak l
Kring... Kring... Kring...Bel istirahat berbunyi, para murid berhamburan keluar dari kelas masing-masing menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Emily? ia tidak ingin ke kantin lebih baik dirinya tidur dalam kelas daripada ia mendapatkan hinaan kembali. Bukannya apa, hanya saja ia tidak ingin telinganya menjadi panas seketika.••••Tak terasa bel pulang sekolah berbunyi. Emily keluar dari kelas, ia ingin berjalan kaki pulang. Dirinya berjalan santai menuju rumahnya dengan earphone ditelinga nya itu. Earphone itu ia dapatkan dari kamarnya tadi pagi.Sebuah mobil mengerem mendadak disamping Emily, untung saja dirinya tidak luka sedikitpun. Emily terduduk di aspal karena terkejut dan mengumpat. "Shit!"
Felicia melihat pakaian yang Emily kenakan sekarang. "Oh iya lo sekolah lagi?"Emily? ia menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan Felicia. "Mau tidak mau. Karna gadis ini masih sekolah,""Karna lo sekolah lagi, jadi gue juga mau sekolah lagi bareng lo. Biar lo gak ninggalin gue lagi," tutur Felicia tanpa memikirkan terlebih dahulu."Terserah lo," ucap Emily."Setelah ini gue akan bilang ke Papa," gumam Felicia tapi masih di dengar oleh Emily. Emily sendiri hanya menggelengkan kepalanya mendengar itu."Eh iya lo sekolah dimana?" tanya Felicia."High Internasional School," jawab Emily yang dibalas anggukan oleh Felicia.
Pagi telah tiba. Seorang gadis cantik baru saja keluar dari rumahnya, bertepatan dengan sebuah mobil keluaran terbaru datang. Sang pemudi membuka kaca mobilnya. "Masuk Kei."Yah, gadis itu Emily. Tapi oleh sang pengemudi memanggil namanya dengan sebutan Kei, siapa lagi jika bukan Felicia yang memanggilnya seperti itu. Emily masuk kedalam mobil Felicia lalu Felicia menjalankan mobilnya setelah dirasa Emily telah duduk dengan sempurna di jok sampingnya. Emily melihat mobil yang dikendarai oleh Felicia. "Lo ganti mobil?"Felicia menoleh ke arah Emily sebentar lalu melihat ke arah depan lagi. "Iya hehehe.""Mobil kemarin pasti lo baru pakai kan?" tanya Emily. Itu bukan pertanyaan melainkan tebakan yang dikeluarkan oleh Emily.Felici
Azka Nughroho Steele. Seorang laki-laki tampan, wakil ketua gengster Graventas. Bermulut pedas seperti cabai. Dan satunya lagiWilliam Maxime Wilson, kembaran Emily. Anggota inti gengster Graventas. Sangat membenci Emily, dulu tidak, tetapi karna sahutan titisan dajjal. William terpengaruh dan ikut membenci Emily."Samperin yok," ujar Gio pada temannya.Gionino Putra Smith. Anak tunggal dari keluarga Smith. Tampan dan tidak jauh beda dengan Azka yaitu bermulut pedas seperti cabai dipasar. Gio juga salah satu anggota inti dari gengster GraventasMereka menuju meja Emily dan Felicia. Mereka mendengar perkataan yang di lontarkan oleh siswa-siswi."Heh liat! Graventas menuju meja
Setelah kejadian di kantin tadi, Emily dan Felicia sekarang berada di rooftop sekolah. Sehingga Felicia membuka suaranya."Kei!" panggil FeliciaEmily berdehem menanggapi panggilan Felicia. Ia sedang menutup matanya, menikmati udara yang di rooftop. Padahal sekarang telah menuju siang hari."Gue minta nomor lo dong," ucap Felicia.Emily langsung membuka matanya, ia tidak menjawab melainkan mengambil handphone miliknya dan memberikannya pada Felicia.Felicia langsung saja mengambil handphone milik Emily. Lalu, mengembalikan nya kembali pada sang pemilik. Emily menerima itu."Kei!" panggil Felicia lagi.
Felicia yang merasa ada yang memandang dirinya, langsung sjaa mendongak. Ia melihat Emily memandang dirinya, ia menaikkan satu alisnya pada Emily."Apa maksud mu, membuat caption seperti itu Felicia," kesal Emily."Biarkan saja," ucap Felicia dengan santainya.Tidak tau saja kalau Emily sedang kesal padanya."Lo sangat gampang berkata seperti itu Felic. Jika 'mereka' tau sekarang bagaimana. Kau tau'mereka' bagaimana!" geram Emily pada Felicia.Felicia menghela nafas pelan lalu dengan santainya Felicia berbicara. "Yah tinggal lo jelaskan Kei sama 'mereka'.""Lo sangat mudah bicara seperti itu Felic,"