Kinara kembali mendorong kursi rodanya dengan hati-hati menuju ruangan yang sudah ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Beruntung ruangan Devan berada di lantai satu. Jadi, Kinara bisa dengan mudah mengunjungi suaminya.
Setelah sampai di depan ruangan Devan, Kinara langsung mengetuk pintu berwarna coklat tersebut. Ia tak mau dinilai sebagai gadis yang tidak sopan karena masuk ke ruangan orang sembarangan. Sekalipun orang tersebut adalah suaminya sendiri.."Masuk!" seru Devan. Suara itu membuat Kinara menghentikan gerakan tangannya untuk mengetuk pintu.Kinara pun membuka gagang pintu tersebut dengan perlahan, takut jika suara decitan yang dihasilkan saat ia membuka pintu akan mengganggu Devan. Ia menghela napas lega saat berhasil membuka pintu. Ia mendapati suaminya sedang menunduk, menatap berkas-berkas yang ada di hadapannya. Mendengar ada suara orang masuk pun Devan langsung mengangkat kepalanya untuk mengetahui siapa yang datang ke ruangannya. Seketika raut wajah Devan langsung berubah ketika melihat siapa yang datang. Kinara. Kadang, pria itu geram sendiri melihat istrinya yang kebanyakan tingkah. Mentang-mentang kedua orangtuanya ada di pihak Kinara, gadis itu jadi lancang datang ke kantornya dengan seenak jidat."Ngapain?" tanya Devan dingin tak bersahabat.Kinara menelan ludahnya susah payah ketika mendengar nada dingin keluar dari mulut Devan. Semua kata-kata yang sudah ia rancang tadi tiba-tiba buyar. Ia sangat kesulitan mengeluarkan suara karena aura Devan yang sangat menyeramkan. Ini membuat Kinara gugup seketika. Terlebih Devan menatap Kinara dengan sangat tajam, alisnya menukik menunjukkan kemarahan yang sangat kentara. Kinara berusaha memberanikan diri untung angkat suar. "Ini aku bawain kamu makan," ucap Kinara berusaha tersenyum meskipun sangat sulit. Devan tersenyum. Tidak, senyum itu tidak membuat Kinara senang tapi malah membuat Kinara tambah takut kalau Devan tak suka. Pasalnya, Devan bukan tersenyum tulus seperti yang Kinara harapkan. Namun, pria itu tersenyum miring menatap bekal di tangan Kinara.Dengan gugup, Kinara mulai mendorong kursi rodanya secara perlahan untuk mendekati Devan. Mau tak mau ia harus bisa mengatakan maksut dan tujuannya membawakan Devan makanan. "Ini aku bawa makanan buat makan siang kamu, Mas," ucap Kinara sembari meletakkan bekal tersebut di meja Devan.Napas Devan memburu, wajahnya memerah, dan ia bangkit dari tempat duduknya dengan kasar. Devan mengambil kotak makan tersebut dan membukanya. Ia berdecih ketika melihat isi dari kotak tersebut. Sungguh, ia masih tak mengerti sebenarnya dosa apa dia hingga diberikan istri seperti Kinara yang sama sekali tak mengerti kesukaannya.Dengan tanpa perasaan, Devan membanting kotak tersebut hingga menyebabkan isinya berceceran kemana-mana. Kinara yang melihat itu sontak saja terjengkat kaget. Dia sudah bersusah payah, membela-belakan waktunya untuk membuatkan bekal makan siang tapi makanan tersebut malah berakhir di lantai. "Kenapa kamu bodoh sekali?! Saya itu tidak suka daging, tapi kamu malah membawakan saya daging!" Murka Devan sambil menatap Kinara dengan tatapan marah.Kinara yang mendengar hal tersebut langsung membelalakkan matanya terkejut mendengar fakta yang barusan ia dengar. Ia sama sekali tidak tahu kalau suaminya itu tidak suka daging. Lagipula, tidak pernah ada yang memberi tahu Kinara tentang hal itu. Baik mertuanya maupun suaminya sendiri tak pernah bercerita apa kesukaan dan apa yang tidak disukai Devan. Lalu, salah siapa sekarang? Kinara lagi?"Maaf, Mas aku nggak tahu. Lain kali aku bakal lebih perhatiin kamu lagi supaya aku tahu kesukaan kamu," ujar Kinara mengalah.Kinara meminta maaf walaupun bukan ia yang salah. Ia tidak mau memancing perdebatan yang bisa membawa mereka ke dalam pertengkaran. Tak pernah ada satu hari pun yang dilewatkan dengan pertengkaran keduanya. Oleh karena itu, Kinara memilih untuk mengalah. Bagaimanapun juga, Devan adalah suaminya. Sebagai seorang istri, dia harus menghargai Devan."Halah! Lagian kamu juga ngapain kesini? Aku malu tahu nggak, huh?!" teriak Devan tepat di depan wajah Kinara. Hal itu bahkan sampai membuat Kinara menjauhkan kepalanya dari Devan. Ia takut Devan akan memukulnya jika sedang dalam keadaan marah seperti sekarang.Kinara mencelos mendengar penuturan suaminya. Ia menatap kakinya yang tak bisa ia gerakkan dengan sendu. Ia juga tak menginginkan kakinya lumpuh seperti ini. Jika bisa memutar waktu, Kinara sama sekali tak ingin bertemu dengan Devan. Bertemu dengan Devan adalah sebuah kesialan baginya, karena Devan ia harus duduk di kursi roda terus menerus, karena Devan ia harus terjebak dalam pernikahan tanpa cinta seperti ini, dan karena Devan juga air matanya terus menerus jatuh setiap harinya."Iya, maaf Mas. Lain kali aku titip ke supir kamu aja," ucap Kinara kembali mengalah."Kamu pulang aja, sana! Sekarang!" usir Devan sambil mendorong kursi roda Kinara dengan tidak sabaran. Ia muak melihat wajah sok tersakiti milik Kinara.'Dasar muka dua! Pasti habis ini ngadu sama Mama Papa,' batin Devan bersuara. Entahlah, pria tersebut selalu berpikiran buruk kepada Kinara. Di matanya kan semua yang dilakukan Kinara selalu salah. Setiap ia menatap wajah lugu Kinara, bukannya ia merasa gemas, tapi justru ia malah tambah membenci gadis tersebut. Sungguh malang, Kinara."Aku bisa sendiri, Mas." Kinara mencoba menghentikan Devan yang mendorong kursi rodanya dengan kasar. Bukannya apa-apa, tapi Kinara takut kalau ia malah terjatuh. Sebab, Devan mendorong kursi rodanya dengan sangat cepat dan kasar. Kinara ngeri dibuatnya. Jika ia jatuh, sudah dipastikan ia akan kembali membuat Devan malu dan merepotkan suaminya.Benar saja dugaan Kinara, saat pintu ruang kerja Devan terbuka, Kinara tersungkur ke depan karena dorongan Devan. Gadis itu merintih kesakitan sambil terus memegang kakinya. Sungguh, demi apapun kakinya sangat sakit. Ia mendongak guna menatap Devan dengan isyarat meminta tolong.Tapi Devan enggan, ia mengalihkan pandangannya. Kemudian, ada satpam yang berjaga lewat di depan Devan. Ia langsung meminta satpam tersebut untuk membantu istrinya. Cih, seperti itu bisa disebut seorang suami?"Pak, tolong wanita ini dan bawa dia keluar dari sini!" tukas Devan dengan tegas tanpa melihat bahwa mata Kinara sudah berkaca-kaca sejak tadi. Tidakkah Devan menyadari bahwa semua kata-katanya tadi sangat menyakitkan untuk di dengar?"Baik, Bos!" balas satpam tersebut. Devan langsung masuk kembali ke dalam ruangannya meninggalkan Kinara yang menatap punggung Devan dengan tatapan terluka. Namun, Kinara langsung tersadar dari lamunannya. Kemudian, ia berusaha bangkit dengan dibantu satpam tadi."Hati-hati, Bu." Pesan satpam tersebut kepada Kinara saat memastikan bahwa istri Bos nya ini sudah duduk dengan benar di kursi taksi."Iya, makasih ya, Pak," ucap Kinara menampilkan senyumnya.Taksi yang dikendarai Kinara pun melaju meninggalkan kantor suaminya itu."Pak Bos punya istri baik kayak gitu malah dikasarin terus," gumam si satpam tak habis pikir. Ia tadi sempat mendengar perdebatan keduanya dari luar.Sesampainya di rumah, Kinara memutuskan untuk tidur saja. Ia sudah sangat lelah seharian ini. Gadis itu bahkan belum makan siang. Tapi, ia tak memikirkan hal tersebut. Nafsu makannya hilang setelah mendengar kata-kata suaminya tadi. Padahal, tadinya ia ingin makan bersama dengan Devan di kantornya. Tapi, sudahlah. Sepertinya, itu hanya akan menjadi angan-angan Kinara.Ia mulai memejamkan matanya, memasuki dunia mimpi. Dunia yang lebih indah dari kehidupan nyatanya. Kinara selalu menjadikan tidur sebagai salah satu pelariannya ketika sedang bersedih. Setidaknya, suasana hatinya akan membaik setelah bangun tidur nanti."Kinara sayang, jangan jauh-jauh larinya!" ujar sang ibu memperingati anaknya yang sedang berlari-lari itu."Hati-hati, Nak!" timpal sang ayah kemudian.Kinara kecil tersenyum mendengar perhatian orangtuanya. Ia merasa menjadi anak paling beruntung karena dilahirkan di keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Setiap detiknya, Kinara tak pernah berhen
Pagi ini, Kinara bangun sangat awal untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Ia tak mau membuat Devan marah kembali karena segala keperluannya belum dipersiapkan. Dengan kondisinya yang tidak bisa berjalan, Kinara tetap berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun sifat Devan, pria itu tetaplah suaminya.Setelah semuanya siap, Kinara mendekati ranjang Devan. Ia berniat membangunkan suaminya agar tak terlambat bekerja. Namun, melihat wajah pulas Devan membuat Kinara tak tega untuk membangunnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh lengan Devan secara pelan."Mas, bangun," seru Kinara sambil mengguncang tubuh Devan.Devan menggeliat dari tidurnya karena merasa terganggu. Pria itu mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Devan langsung bangkit dari tidurnya ketika melihat Kinara yang berada tepat disampingnya."Kamu ngapain di sini?!" pekik Devan kaget."Bangunin kamulah, itu baju kamu juga udah aku siapin," ucap Kina
Kinara menutup mulutnya tak percaya dengan pemandangan yang baru saja ia lihat tadi. Istri mana yang rela melihat suaminya tidur satu ranjang dengan wanita lain, bahkan sampai bertelanjang bulat tanpa malu. Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya, Kinara merasa harga dirinya direndahkan sebab ia sendiri belum pernah tidur bersama Devan. Tapi lihatlah, perempuan yang ada di depannya saat ini tengah menatap Kinara dengan angkuh seolah menunjukkan bahwa Devan telah jatuh ke pelukannya.Devan yang melihat Kinara berada di depan pintu pun langsung berusaha membenarkan selimut yang ia kenakan kemudian menutupi tubuhnya. Tak hanya itu, Devan langsung bangkit dari tidurnya dan berusaha mencari pakaian untuk ia pakai. Setelah dirasa cukup, ia menatap Kinara dengan tajam."Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini, huh?!" bentak Devan pada Kinara.Kinara yang mendengar bentakan dari Devan sontak saja terjengkat kaget, harusnya ia yang marah disini. Bukan malah Devan. Pria itu sama se
Devan menatap Kinara dengan tatapan sulit diartikan. Ia memandang wajah sendu Kinara yang terlihat sangat pucat. Wajah Kinara nampak seperti orang yang kelelahan. Tentu saja, semua istri pasti lelah, apalagi Kinara harus menyelesaikan semua tugas rumahnya untuk melayani sang suami dengan kondisi fisik tak sempurna. Sudah dapat dipastikan, gadis itu akan kelelahan. Jangan lupakan beban pikiran yang ia tanggung sekarang, suaminya dengan terang-terangan mengkhianati dirinya."Kamu baik-baik saja?" tanya Devan dengan wajah datar. Mana mungkin ia tersenyum pada istrinya.Kinara yang mendengar itu sedikit tersentuh, ia merasakan rasa hangat menjalar ke hatinya. Ini pertama kalinya, Devan menanyakan keadaannya. Meskipun, masih tetap dengan wajah datarnya, Kinara tak masalah. Yang terpenting, Devan sudah mulai peduli dengannya. Bukankah ini awal yang baim untuk hubungan mereka? Seketika Kinara melupakan permasalahan tadi, masalah pengkhianatan suaminya. Ahh, Kinara baru ingat,
"Sinta?"Kinara tertegun saat mendengar nama seorang wanita yang tak ia kenali. Pikirannya melayang entah kemana, gadis itu tengah berpikir keras mencoba mengingat-ingat nama Sinta. Mungkin saja, dirinya mengenal nama tersebut tapi lupa. Maka dari itu, ia mencoba mengingat-ingat lagi. Tapi nihil, memorinya tak dapat menemukan nama Sinta. Lalu siapa Sinta itu?"Sinta siapa, Mas?" tanya Kinara lagi saat tak mendapat jawaban dari Devan.Devan memutar bola mata malas, Kinara terlalu ikut campur dengan urusan Devan. Dan Devan tak menyukai hal tersebut."Nggak usah kepo bisa?" sentak pria itu sembari menyentak tangan Kinara yang ternyata sedari tadi memegangi tangan Devan guna menuntut jawaban.Tak mau berdebat lagi, Devan memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Kinara. Menurut Devan, gadis itu sangat menyebalkan. Sekalinya diperlakukan baik malah ngelunjak. Harusnya Kinara bersyukur karena Devan masih mau merawat dirinya bahkan D
"Kinara, di mana kamu?! Dasar, istri tidak tahu diuntung!" teriak seorang pria gagah dengan setelan jasnya itu. Pria tersebut terlihat tengah mencoba mengendalikan amarahnya sendiri. Terlihat dari tangannya yang mengepal kuat-kuat dan wajahnya yang memerah."Apa, Mas?" tanya Kinara sambil mencoba mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Wanita itu tersenyum sembari menatap suaminya."Di mana-mana kalau suami pulang itu dibikinin teh, dipijitin, dilayaninlah pokoknya. Kalau kamu, suami pulang bukannya dilayanin malah enak-enakan duduk!" gertak pria jangkung tersebut.Hati Kinara seperti diremas dengan kuat saat mendengar perkataan suaminya. Memang ini bukan pertama kalinya suaminya berperilaku seperti itu, namun tetap saja hatinya merasakan nyeri. Wanita mana yang tidak sakit hati jika suaminya mengatakan hal kejam seperti tadi? Apakah pria itu tidak melihat keadaan Kinara yang cacat? Tentu saja, hal ini yang menyebabkan dirinya tak bisa melayani suami seperti wanit
"Kinara, di mana pakaianku?!" teriak Devan di pagi-pagi buta. Pria itu kesulitan menemukan jas nya yang entah ada dimana.Kinara yang masih tertidur pun langsung terjengkat kaget ketika mendengar teriakan suaminya itu. "Ada apa, Mas?" tanya Kinara dengan wajah bantalnya. Gadis itu terlihat sangat manis dan polos secara bersamaan ketika bangun tidur.Devan terpaku memandang wajah Kinara yang menggemaskan tanpa jilbab itu. Kinara yang tersadar langsung mencari jilbabnya dan memakainya dengan cepat. Gadis itu tak mau membuat Devan tambah kesal. Ia masih mengingat bagaimana tatapan jijik Devan saat melihat ia melepas jilbabnya."Ini, Mas," ucap Kinara sembari mengulurkan tangannya untuk memberikan jas yang sudah ia ambil tadi.Tanpa ucapan terima kasih, Devan langsung beranjak pergi setelah mengambil jas yang diberikan Kinara. Bahkan, wanita itu belum sempat salim kepada sang suami sebagai bentuk bakti sebagai seorang istri. Tapi, mau bagaimana lagi? Jika Kinar
"Sinta?"Kinara tertegun saat mendengar nama seorang wanita yang tak ia kenali. Pikirannya melayang entah kemana, gadis itu tengah berpikir keras mencoba mengingat-ingat nama Sinta. Mungkin saja, dirinya mengenal nama tersebut tapi lupa. Maka dari itu, ia mencoba mengingat-ingat lagi. Tapi nihil, memorinya tak dapat menemukan nama Sinta. Lalu siapa Sinta itu?"Sinta siapa, Mas?" tanya Kinara lagi saat tak mendapat jawaban dari Devan.Devan memutar bola mata malas, Kinara terlalu ikut campur dengan urusan Devan. Dan Devan tak menyukai hal tersebut."Nggak usah kepo bisa?" sentak pria itu sembari menyentak tangan Kinara yang ternyata sedari tadi memegangi tangan Devan guna menuntut jawaban.Tak mau berdebat lagi, Devan memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Kinara. Menurut Devan, gadis itu sangat menyebalkan. Sekalinya diperlakukan baik malah ngelunjak. Harusnya Kinara bersyukur karena Devan masih mau merawat dirinya bahkan D
Devan menatap Kinara dengan tatapan sulit diartikan. Ia memandang wajah sendu Kinara yang terlihat sangat pucat. Wajah Kinara nampak seperti orang yang kelelahan. Tentu saja, semua istri pasti lelah, apalagi Kinara harus menyelesaikan semua tugas rumahnya untuk melayani sang suami dengan kondisi fisik tak sempurna. Sudah dapat dipastikan, gadis itu akan kelelahan. Jangan lupakan beban pikiran yang ia tanggung sekarang, suaminya dengan terang-terangan mengkhianati dirinya."Kamu baik-baik saja?" tanya Devan dengan wajah datar. Mana mungkin ia tersenyum pada istrinya.Kinara yang mendengar itu sedikit tersentuh, ia merasakan rasa hangat menjalar ke hatinya. Ini pertama kalinya, Devan menanyakan keadaannya. Meskipun, masih tetap dengan wajah datarnya, Kinara tak masalah. Yang terpenting, Devan sudah mulai peduli dengannya. Bukankah ini awal yang baim untuk hubungan mereka? Seketika Kinara melupakan permasalahan tadi, masalah pengkhianatan suaminya. Ahh, Kinara baru ingat,
Kinara menutup mulutnya tak percaya dengan pemandangan yang baru saja ia lihat tadi. Istri mana yang rela melihat suaminya tidur satu ranjang dengan wanita lain, bahkan sampai bertelanjang bulat tanpa malu. Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya, Kinara merasa harga dirinya direndahkan sebab ia sendiri belum pernah tidur bersama Devan. Tapi lihatlah, perempuan yang ada di depannya saat ini tengah menatap Kinara dengan angkuh seolah menunjukkan bahwa Devan telah jatuh ke pelukannya.Devan yang melihat Kinara berada di depan pintu pun langsung berusaha membenarkan selimut yang ia kenakan kemudian menutupi tubuhnya. Tak hanya itu, Devan langsung bangkit dari tidurnya dan berusaha mencari pakaian untuk ia pakai. Setelah dirasa cukup, ia menatap Kinara dengan tajam."Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini, huh?!" bentak Devan pada Kinara.Kinara yang mendengar bentakan dari Devan sontak saja terjengkat kaget, harusnya ia yang marah disini. Bukan malah Devan. Pria itu sama se
Pagi ini, Kinara bangun sangat awal untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Ia tak mau membuat Devan marah kembali karena segala keperluannya belum dipersiapkan. Dengan kondisinya yang tidak bisa berjalan, Kinara tetap berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun sifat Devan, pria itu tetaplah suaminya.Setelah semuanya siap, Kinara mendekati ranjang Devan. Ia berniat membangunkan suaminya agar tak terlambat bekerja. Namun, melihat wajah pulas Devan membuat Kinara tak tega untuk membangunnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh lengan Devan secara pelan."Mas, bangun," seru Kinara sambil mengguncang tubuh Devan.Devan menggeliat dari tidurnya karena merasa terganggu. Pria itu mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Devan langsung bangkit dari tidurnya ketika melihat Kinara yang berada tepat disampingnya."Kamu ngapain di sini?!" pekik Devan kaget."Bangunin kamulah, itu baju kamu juga udah aku siapin," ucap Kina
Sesampainya di rumah, Kinara memutuskan untuk tidur saja. Ia sudah sangat lelah seharian ini. Gadis itu bahkan belum makan siang. Tapi, ia tak memikirkan hal tersebut. Nafsu makannya hilang setelah mendengar kata-kata suaminya tadi. Padahal, tadinya ia ingin makan bersama dengan Devan di kantornya. Tapi, sudahlah. Sepertinya, itu hanya akan menjadi angan-angan Kinara.Ia mulai memejamkan matanya, memasuki dunia mimpi. Dunia yang lebih indah dari kehidupan nyatanya. Kinara selalu menjadikan tidur sebagai salah satu pelariannya ketika sedang bersedih. Setidaknya, suasana hatinya akan membaik setelah bangun tidur nanti."Kinara sayang, jangan jauh-jauh larinya!" ujar sang ibu memperingati anaknya yang sedang berlari-lari itu."Hati-hati, Nak!" timpal sang ayah kemudian.Kinara kecil tersenyum mendengar perhatian orangtuanya. Ia merasa menjadi anak paling beruntung karena dilahirkan di keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Setiap detiknya, Kinara tak pernah berhen
Kinara kembali mendorong kursi rodanya dengan hati-hati menuju ruangan yang sudah ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Beruntung ruangan Devan berada di lantai satu. Jadi, Kinara bisa dengan mudah mengunjungi suaminya.Setelah sampai di depan ruangan Devan, Kinara langsung mengetuk pintu berwarna coklat tersebut. Ia tak mau dinilai sebagai gadis yang tidak sopan karena masuk ke ruangan orang sembarangan. Sekalipun orang tersebut adalah suaminya sendiri.."Masuk!" seru Devan. Suara itu membuat Kinara menghentikan gerakan tangannya untuk mengetuk pintu.Kinara pun membuka gagang pintu tersebut dengan perlahan, takut jika suara decitan yang dihasilkan saat ia membuka pintu akan mengganggu Devan. Ia menghela napas lega saat berhasil membuka pintu. Ia mendapati suaminya sedang menunduk, menatap berkas-berkas yang ada di hadapannya.Mendengar ada suara orang masuk pun Devan langsung mengangkat kepalanya untuk mengetahui siapa yang datang ke ruangannya. Seketi
"Kinara, di mana pakaianku?!" teriak Devan di pagi-pagi buta. Pria itu kesulitan menemukan jas nya yang entah ada dimana.Kinara yang masih tertidur pun langsung terjengkat kaget ketika mendengar teriakan suaminya itu. "Ada apa, Mas?" tanya Kinara dengan wajah bantalnya. Gadis itu terlihat sangat manis dan polos secara bersamaan ketika bangun tidur.Devan terpaku memandang wajah Kinara yang menggemaskan tanpa jilbab itu. Kinara yang tersadar langsung mencari jilbabnya dan memakainya dengan cepat. Gadis itu tak mau membuat Devan tambah kesal. Ia masih mengingat bagaimana tatapan jijik Devan saat melihat ia melepas jilbabnya."Ini, Mas," ucap Kinara sembari mengulurkan tangannya untuk memberikan jas yang sudah ia ambil tadi.Tanpa ucapan terima kasih, Devan langsung beranjak pergi setelah mengambil jas yang diberikan Kinara. Bahkan, wanita itu belum sempat salim kepada sang suami sebagai bentuk bakti sebagai seorang istri. Tapi, mau bagaimana lagi? Jika Kinar
"Kinara, di mana kamu?! Dasar, istri tidak tahu diuntung!" teriak seorang pria gagah dengan setelan jasnya itu. Pria tersebut terlihat tengah mencoba mengendalikan amarahnya sendiri. Terlihat dari tangannya yang mengepal kuat-kuat dan wajahnya yang memerah."Apa, Mas?" tanya Kinara sambil mencoba mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Wanita itu tersenyum sembari menatap suaminya."Di mana-mana kalau suami pulang itu dibikinin teh, dipijitin, dilayaninlah pokoknya. Kalau kamu, suami pulang bukannya dilayanin malah enak-enakan duduk!" gertak pria jangkung tersebut.Hati Kinara seperti diremas dengan kuat saat mendengar perkataan suaminya. Memang ini bukan pertama kalinya suaminya berperilaku seperti itu, namun tetap saja hatinya merasakan nyeri. Wanita mana yang tidak sakit hati jika suaminya mengatakan hal kejam seperti tadi? Apakah pria itu tidak melihat keadaan Kinara yang cacat? Tentu saja, hal ini yang menyebabkan dirinya tak bisa melayani suami seperti wanit