"Kinara, di mana kamu?! Dasar, istri tidak tahu diuntung!" teriak seorang pria gagah dengan setelan jasnya itu. Pria tersebut terlihat tengah mencoba mengendalikan amarahnya sendiri. Terlihat dari tangannya yang mengepal kuat-kuat dan wajahnya yang memerah.
"Apa, Mas?" tanya Kinara sambil mencoba mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Wanita itu tersenyum sembari menatap suaminya."Di mana-mana kalau suami pulang itu dibikinin teh, dipijitin, dilayaninlah pokoknya. Kalau kamu, suami pulang bukannya dilayanin malah enak-enakan duduk!" gertak pria jangkung tersebut.Hati Kinara seperti diremas dengan kuat saat mendengar perkataan suaminya. Memang ini bukan pertama kalinya suaminya berperilaku seperti itu, namun tetap saja hatinya merasakan nyeri. Wanita mana yang tidak sakit hati jika suaminya mengatakan hal kejam seperti tadi? Apakah pria itu tidak melihat keadaan Kinara yang cacat? Tentu saja, hal ini yang menyebabkan dirinya tak bisa melayani suami seperti wanita pada umumnya."Ini mau aku bininin, Mas," ujar Kinara disertai senyuman manis, berharap bahwa suaminya mau bersabar. Sedikit saja.Pria itu terlihat mengulum bibirnya kesal, "Terserah!" Mendengar hal tersebut, Kinara langsung mendorong kursi rodanya dengan tergesa-gesa. Ia tak mau membuat suaminya marah lagi. Dengan gerakan lambat, ia mulai mengambil gelas dan berusaha menuangkan air panas untuk menyeduh teh. Namun nahas, air panas tersebut malah mengenai tangan putihnya."Awhh!" pekik Kinara kaget saat suhu panas mulai menjalari kulitnya.Ia mencoba menahan rasa perih di tangannya, ketika mendengar suara sang suami yang berteriak memanggil namanya. "Kinara! Kenapa lama sekali, huh?!" teriak pria tersebut."Iya, Mas. Sebentar, ini Kinara udah mau selesai bikin tehnya," ucap Kinara sedikit berteriak agar suaranya bisa di dengar oleh sang suami.Tak butuh waktu lama, wanita dengan jilbab yang melekat di kepalanya itu langsung bergegas menuju ruang kerja suaminya untuk mengantarkan teh yang ia buat tadi."Mas?" panggil Kinara dari luar sembari mengetuk pintu ruangan tersebut dengan pelan. Ia takut menganggu aktivitas suaminya."Masuk!" "Ini, Mas," tutur Kinara sambil meletakkan teh tersebut dengan sangat hati-hati.Pria itu mulai mencicipi teh yang Kinara buat, dengan teganya ia memuntahkan teh tersebut di depan Kinara setelah merasakan rasa dari teh tersebut."Kamu kayaknya emang nggak niat banget jadi istri! Bisanya cuma nyusahin, aja!" bentaknya."Kalau emang nggak bisa buat itu bilang! Ini teh rasanya manis banget, mau bikin aku diabetes terus cepet mati gitu, huh?! Udahlah, biar aku cari pembantu aja nanti!" tambahnya kemudian. Kinara hanya bisa menunduk takut akan kemarahan suaminya itu. "Ma-maaf," ucapnya terbata-bata saking gugupnya karena sedari tadi ia ditatap dengan tajam. Lagipula, menurut Kinara rasa teh yang ia buat tadi sudah pas, kok. Ia juga sudah mencobanya tadi sebelum memberikan teh tersebut ke suaminya.Tak mau berdebat lagi, akhirnya pria itu keluar dari ruang kerjanya. Meninggalkan Kinara yang diam mematung menatap punggung suaminya yang mulai menjauh. Selalu seperti ini. Wanita itu merasa jika semua yang ia lakukan untuk suaminya selalu salah. Iya, ia tahu bahwa ia tak sempurna. Namun, tak bisakah suaminya sedikit saja menghargai dirinya sebagai seorang istri? "Semangat, Kinara!" gumam wanita itu menyemangati dirinya sendiri. ***Devan Wijaya, pria yang memiliki postur badan tinggi serta otot-otot yang terbentuk dengan sangat baik. Jangan lupakan wajah tampan dan mata hitam legamnya yang selalu menatap lawan bicaranya dengan tajam. Ditambah lagi, lelaki tersebut adalah seorang CEO di salah satu perusahaan terkenal dan tentunya sudah memiliki banyak prestasi. suami Kinara Sebenarnya, ia juga tidak mungkin mau menikah dengan suaminya kalau ia tahu bahwa suaminya sama sekali tidak menaruh perasaan padanya. Ini semua berawal karena kecelakaan yang menyebabkan Kinara lumpuh untuk sementara. Ya, benar sekali. Devanlah yang sudah menyebabkan Kinara lumpuh dan mengharuskan wanita tersebut menggunakan kursi roda. Waktu itu, Devan tengah mabuk sehingga ia tak bisa menyetir mobil dengan benar. Alhasil, tanpa sengaja ia menabrak seorang wanita berhijab yang tengah menyeberang tepat di depan mobilnya. Wanita itu adalah Kinara. Warga yang melihat hal tersebut langsung membawa Kinara ke rumah sakit dan mengamankan Devan agar tidak lari dari tanggung jawab. Setelah dibawa ke rumah sakit, ternyata kaki Kinara terpaksa harus lumpuh sementara dikarenakan kakinya sempat terlindas ban mobil Devan. Hal ini membuat wanita tersebut harus menggunakan kursi roda untuk menggantikan kakinya. Tak hanya sampai disitu, orang tua Devan meminta Kinara agar menjadi istri Devan saja. Mengingat Kinara adalah anak yatim piatu, sehingga tidak ada yang merawatnya serta untuk menghilangkan sifat Devan yang sering bergonta-ganti wanita. Orangtua Devan berharap jika Devan menikah, sifat bejat pria tersebut akan menghilang seiring berjalannya waktu.Namun salah, semua keputusan yang diambil Kinara waktu itu salah besar. Bukannya bahagia, ia malah tambah sengsara ketika menjadi bagian keluarga Wijaya, istri dari Devan Wijaya. Jika bisa memilih, ia lebih suka kehidupannya yang dahulu. Meskipun tidak bergelimang harta seperti sekarang, ia hidup dengan damai dan bahagia. Tidak seperti saat ini, hanya ada air mata dan kesedihan.Sedangkan Devan, pria itu sama sekali tak menaruh perasaan terhadap istrinya itu. Justru ia membenci Kinara karena telah menghancurkan hari-harinya. Dulu, ia bebas untuk kemana-mana, ia bebas untuk bergonta-ganti wanita, dan mabuk-mabukan. Tapi sekarang, semua tingkahnya diawasi oleh Wijaya, ayahnya sendiri. Ini yang membuat Devan tak bisa sebebas dulu dan semakin membenci Kinara.Bahkan, saat ini tepat menginjak empat bulan pernikahan mereka, Devan dan Kinara sama sekali belum pernah melakukan hubungan suami istri. Bukannya, Kinara tak mau melayani Devan dan menyerahkan tubuhnya kepada sang suami. Namun, Devan lah yang tidak mau berhubungan dengan Kinara. Ia bahkan menatap Kinara dengan jijik ketika gadis itu melepaskan jilbabnya. "Coba saja, dulu aku tak gegabah saat menyetir mobil. Pasti saat ini aku tak akan menikah dengan Kinara dan masih hidup bebas seperti dulu," gumam Devan saat berada di ruang tamu.Devan masih belum ikhlas jika dirinya menikah dengan wanita seperti Kinara. Ralat, gadis seperti Kinara. Kinara masih gadis, bukan? Tipe Devan sangat jauh jika disandingkan dengan Kinara. Ia menyukai gadis seksi dan berpakaian terbuka yang pastinya dapat memuaskan nafsunya. Bukan seperti Kinara, gadis polos yang selalu menutup auratnya saat di luar maupun di rumah."Lihat saja, setelah gadis itu sembuh aku akan memceraikannya," tutur Devan dengan geram.Tanpa ia sadari, seorang gadis sudah mendengar ucapannya barusan dengan luka yang menganga lebar."Kinara, di mana pakaianku?!" teriak Devan di pagi-pagi buta. Pria itu kesulitan menemukan jas nya yang entah ada dimana.Kinara yang masih tertidur pun langsung terjengkat kaget ketika mendengar teriakan suaminya itu. "Ada apa, Mas?" tanya Kinara dengan wajah bantalnya. Gadis itu terlihat sangat manis dan polos secara bersamaan ketika bangun tidur.Devan terpaku memandang wajah Kinara yang menggemaskan tanpa jilbab itu. Kinara yang tersadar langsung mencari jilbabnya dan memakainya dengan cepat. Gadis itu tak mau membuat Devan tambah kesal. Ia masih mengingat bagaimana tatapan jijik Devan saat melihat ia melepas jilbabnya."Ini, Mas," ucap Kinara sembari mengulurkan tangannya untuk memberikan jas yang sudah ia ambil tadi.Tanpa ucapan terima kasih, Devan langsung beranjak pergi setelah mengambil jas yang diberikan Kinara. Bahkan, wanita itu belum sempat salim kepada sang suami sebagai bentuk bakti sebagai seorang istri. Tapi, mau bagaimana lagi? Jika Kinar
Kinara kembali mendorong kursi rodanya dengan hati-hati menuju ruangan yang sudah ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Beruntung ruangan Devan berada di lantai satu. Jadi, Kinara bisa dengan mudah mengunjungi suaminya.Setelah sampai di depan ruangan Devan, Kinara langsung mengetuk pintu berwarna coklat tersebut. Ia tak mau dinilai sebagai gadis yang tidak sopan karena masuk ke ruangan orang sembarangan. Sekalipun orang tersebut adalah suaminya sendiri.."Masuk!" seru Devan. Suara itu membuat Kinara menghentikan gerakan tangannya untuk mengetuk pintu.Kinara pun membuka gagang pintu tersebut dengan perlahan, takut jika suara decitan yang dihasilkan saat ia membuka pintu akan mengganggu Devan. Ia menghela napas lega saat berhasil membuka pintu. Ia mendapati suaminya sedang menunduk, menatap berkas-berkas yang ada di hadapannya.Mendengar ada suara orang masuk pun Devan langsung mengangkat kepalanya untuk mengetahui siapa yang datang ke ruangannya. Seketi
Sesampainya di rumah, Kinara memutuskan untuk tidur saja. Ia sudah sangat lelah seharian ini. Gadis itu bahkan belum makan siang. Tapi, ia tak memikirkan hal tersebut. Nafsu makannya hilang setelah mendengar kata-kata suaminya tadi. Padahal, tadinya ia ingin makan bersama dengan Devan di kantornya. Tapi, sudahlah. Sepertinya, itu hanya akan menjadi angan-angan Kinara.Ia mulai memejamkan matanya, memasuki dunia mimpi. Dunia yang lebih indah dari kehidupan nyatanya. Kinara selalu menjadikan tidur sebagai salah satu pelariannya ketika sedang bersedih. Setidaknya, suasana hatinya akan membaik setelah bangun tidur nanti."Kinara sayang, jangan jauh-jauh larinya!" ujar sang ibu memperingati anaknya yang sedang berlari-lari itu."Hati-hati, Nak!" timpal sang ayah kemudian.Kinara kecil tersenyum mendengar perhatian orangtuanya. Ia merasa menjadi anak paling beruntung karena dilahirkan di keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Setiap detiknya, Kinara tak pernah berhen
Pagi ini, Kinara bangun sangat awal untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Ia tak mau membuat Devan marah kembali karena segala keperluannya belum dipersiapkan. Dengan kondisinya yang tidak bisa berjalan, Kinara tetap berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun sifat Devan, pria itu tetaplah suaminya.Setelah semuanya siap, Kinara mendekati ranjang Devan. Ia berniat membangunkan suaminya agar tak terlambat bekerja. Namun, melihat wajah pulas Devan membuat Kinara tak tega untuk membangunnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh lengan Devan secara pelan."Mas, bangun," seru Kinara sambil mengguncang tubuh Devan.Devan menggeliat dari tidurnya karena merasa terganggu. Pria itu mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Devan langsung bangkit dari tidurnya ketika melihat Kinara yang berada tepat disampingnya."Kamu ngapain di sini?!" pekik Devan kaget."Bangunin kamulah, itu baju kamu juga udah aku siapin," ucap Kina
Kinara menutup mulutnya tak percaya dengan pemandangan yang baru saja ia lihat tadi. Istri mana yang rela melihat suaminya tidur satu ranjang dengan wanita lain, bahkan sampai bertelanjang bulat tanpa malu. Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya, Kinara merasa harga dirinya direndahkan sebab ia sendiri belum pernah tidur bersama Devan. Tapi lihatlah, perempuan yang ada di depannya saat ini tengah menatap Kinara dengan angkuh seolah menunjukkan bahwa Devan telah jatuh ke pelukannya.Devan yang melihat Kinara berada di depan pintu pun langsung berusaha membenarkan selimut yang ia kenakan kemudian menutupi tubuhnya. Tak hanya itu, Devan langsung bangkit dari tidurnya dan berusaha mencari pakaian untuk ia pakai. Setelah dirasa cukup, ia menatap Kinara dengan tajam."Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini, huh?!" bentak Devan pada Kinara.Kinara yang mendengar bentakan dari Devan sontak saja terjengkat kaget, harusnya ia yang marah disini. Bukan malah Devan. Pria itu sama se
Devan menatap Kinara dengan tatapan sulit diartikan. Ia memandang wajah sendu Kinara yang terlihat sangat pucat. Wajah Kinara nampak seperti orang yang kelelahan. Tentu saja, semua istri pasti lelah, apalagi Kinara harus menyelesaikan semua tugas rumahnya untuk melayani sang suami dengan kondisi fisik tak sempurna. Sudah dapat dipastikan, gadis itu akan kelelahan. Jangan lupakan beban pikiran yang ia tanggung sekarang, suaminya dengan terang-terangan mengkhianati dirinya."Kamu baik-baik saja?" tanya Devan dengan wajah datar. Mana mungkin ia tersenyum pada istrinya.Kinara yang mendengar itu sedikit tersentuh, ia merasakan rasa hangat menjalar ke hatinya. Ini pertama kalinya, Devan menanyakan keadaannya. Meskipun, masih tetap dengan wajah datarnya, Kinara tak masalah. Yang terpenting, Devan sudah mulai peduli dengannya. Bukankah ini awal yang baim untuk hubungan mereka? Seketika Kinara melupakan permasalahan tadi, masalah pengkhianatan suaminya. Ahh, Kinara baru ingat,
"Sinta?"Kinara tertegun saat mendengar nama seorang wanita yang tak ia kenali. Pikirannya melayang entah kemana, gadis itu tengah berpikir keras mencoba mengingat-ingat nama Sinta. Mungkin saja, dirinya mengenal nama tersebut tapi lupa. Maka dari itu, ia mencoba mengingat-ingat lagi. Tapi nihil, memorinya tak dapat menemukan nama Sinta. Lalu siapa Sinta itu?"Sinta siapa, Mas?" tanya Kinara lagi saat tak mendapat jawaban dari Devan.Devan memutar bola mata malas, Kinara terlalu ikut campur dengan urusan Devan. Dan Devan tak menyukai hal tersebut."Nggak usah kepo bisa?" sentak pria itu sembari menyentak tangan Kinara yang ternyata sedari tadi memegangi tangan Devan guna menuntut jawaban.Tak mau berdebat lagi, Devan memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Kinara. Menurut Devan, gadis itu sangat menyebalkan. Sekalinya diperlakukan baik malah ngelunjak. Harusnya Kinara bersyukur karena Devan masih mau merawat dirinya bahkan D
"Sinta?"Kinara tertegun saat mendengar nama seorang wanita yang tak ia kenali. Pikirannya melayang entah kemana, gadis itu tengah berpikir keras mencoba mengingat-ingat nama Sinta. Mungkin saja, dirinya mengenal nama tersebut tapi lupa. Maka dari itu, ia mencoba mengingat-ingat lagi. Tapi nihil, memorinya tak dapat menemukan nama Sinta. Lalu siapa Sinta itu?"Sinta siapa, Mas?" tanya Kinara lagi saat tak mendapat jawaban dari Devan.Devan memutar bola mata malas, Kinara terlalu ikut campur dengan urusan Devan. Dan Devan tak menyukai hal tersebut."Nggak usah kepo bisa?" sentak pria itu sembari menyentak tangan Kinara yang ternyata sedari tadi memegangi tangan Devan guna menuntut jawaban.Tak mau berdebat lagi, Devan memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Kinara. Menurut Devan, gadis itu sangat menyebalkan. Sekalinya diperlakukan baik malah ngelunjak. Harusnya Kinara bersyukur karena Devan masih mau merawat dirinya bahkan D
Devan menatap Kinara dengan tatapan sulit diartikan. Ia memandang wajah sendu Kinara yang terlihat sangat pucat. Wajah Kinara nampak seperti orang yang kelelahan. Tentu saja, semua istri pasti lelah, apalagi Kinara harus menyelesaikan semua tugas rumahnya untuk melayani sang suami dengan kondisi fisik tak sempurna. Sudah dapat dipastikan, gadis itu akan kelelahan. Jangan lupakan beban pikiran yang ia tanggung sekarang, suaminya dengan terang-terangan mengkhianati dirinya."Kamu baik-baik saja?" tanya Devan dengan wajah datar. Mana mungkin ia tersenyum pada istrinya.Kinara yang mendengar itu sedikit tersentuh, ia merasakan rasa hangat menjalar ke hatinya. Ini pertama kalinya, Devan menanyakan keadaannya. Meskipun, masih tetap dengan wajah datarnya, Kinara tak masalah. Yang terpenting, Devan sudah mulai peduli dengannya. Bukankah ini awal yang baim untuk hubungan mereka? Seketika Kinara melupakan permasalahan tadi, masalah pengkhianatan suaminya. Ahh, Kinara baru ingat,
Kinara menutup mulutnya tak percaya dengan pemandangan yang baru saja ia lihat tadi. Istri mana yang rela melihat suaminya tidur satu ranjang dengan wanita lain, bahkan sampai bertelanjang bulat tanpa malu. Sebenarnya bukan hanya itu masalahnya, Kinara merasa harga dirinya direndahkan sebab ia sendiri belum pernah tidur bersama Devan. Tapi lihatlah, perempuan yang ada di depannya saat ini tengah menatap Kinara dengan angkuh seolah menunjukkan bahwa Devan telah jatuh ke pelukannya.Devan yang melihat Kinara berada di depan pintu pun langsung berusaha membenarkan selimut yang ia kenakan kemudian menutupi tubuhnya. Tak hanya itu, Devan langsung bangkit dari tidurnya dan berusaha mencari pakaian untuk ia pakai. Setelah dirasa cukup, ia menatap Kinara dengan tajam."Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini, huh?!" bentak Devan pada Kinara.Kinara yang mendengar bentakan dari Devan sontak saja terjengkat kaget, harusnya ia yang marah disini. Bukan malah Devan. Pria itu sama se
Pagi ini, Kinara bangun sangat awal untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Ia tak mau membuat Devan marah kembali karena segala keperluannya belum dipersiapkan. Dengan kondisinya yang tidak bisa berjalan, Kinara tetap berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun sifat Devan, pria itu tetaplah suaminya.Setelah semuanya siap, Kinara mendekati ranjang Devan. Ia berniat membangunkan suaminya agar tak terlambat bekerja. Namun, melihat wajah pulas Devan membuat Kinara tak tega untuk membangunnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh lengan Devan secara pelan."Mas, bangun," seru Kinara sambil mengguncang tubuh Devan.Devan menggeliat dari tidurnya karena merasa terganggu. Pria itu mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Devan langsung bangkit dari tidurnya ketika melihat Kinara yang berada tepat disampingnya."Kamu ngapain di sini?!" pekik Devan kaget."Bangunin kamulah, itu baju kamu juga udah aku siapin," ucap Kina
Sesampainya di rumah, Kinara memutuskan untuk tidur saja. Ia sudah sangat lelah seharian ini. Gadis itu bahkan belum makan siang. Tapi, ia tak memikirkan hal tersebut. Nafsu makannya hilang setelah mendengar kata-kata suaminya tadi. Padahal, tadinya ia ingin makan bersama dengan Devan di kantornya. Tapi, sudahlah. Sepertinya, itu hanya akan menjadi angan-angan Kinara.Ia mulai memejamkan matanya, memasuki dunia mimpi. Dunia yang lebih indah dari kehidupan nyatanya. Kinara selalu menjadikan tidur sebagai salah satu pelariannya ketika sedang bersedih. Setidaknya, suasana hatinya akan membaik setelah bangun tidur nanti."Kinara sayang, jangan jauh-jauh larinya!" ujar sang ibu memperingati anaknya yang sedang berlari-lari itu."Hati-hati, Nak!" timpal sang ayah kemudian.Kinara kecil tersenyum mendengar perhatian orangtuanya. Ia merasa menjadi anak paling beruntung karena dilahirkan di keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Setiap detiknya, Kinara tak pernah berhen
Kinara kembali mendorong kursi rodanya dengan hati-hati menuju ruangan yang sudah ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Beruntung ruangan Devan berada di lantai satu. Jadi, Kinara bisa dengan mudah mengunjungi suaminya.Setelah sampai di depan ruangan Devan, Kinara langsung mengetuk pintu berwarna coklat tersebut. Ia tak mau dinilai sebagai gadis yang tidak sopan karena masuk ke ruangan orang sembarangan. Sekalipun orang tersebut adalah suaminya sendiri.."Masuk!" seru Devan. Suara itu membuat Kinara menghentikan gerakan tangannya untuk mengetuk pintu.Kinara pun membuka gagang pintu tersebut dengan perlahan, takut jika suara decitan yang dihasilkan saat ia membuka pintu akan mengganggu Devan. Ia menghela napas lega saat berhasil membuka pintu. Ia mendapati suaminya sedang menunduk, menatap berkas-berkas yang ada di hadapannya.Mendengar ada suara orang masuk pun Devan langsung mengangkat kepalanya untuk mengetahui siapa yang datang ke ruangannya. Seketi
"Kinara, di mana pakaianku?!" teriak Devan di pagi-pagi buta. Pria itu kesulitan menemukan jas nya yang entah ada dimana.Kinara yang masih tertidur pun langsung terjengkat kaget ketika mendengar teriakan suaminya itu. "Ada apa, Mas?" tanya Kinara dengan wajah bantalnya. Gadis itu terlihat sangat manis dan polos secara bersamaan ketika bangun tidur.Devan terpaku memandang wajah Kinara yang menggemaskan tanpa jilbab itu. Kinara yang tersadar langsung mencari jilbabnya dan memakainya dengan cepat. Gadis itu tak mau membuat Devan tambah kesal. Ia masih mengingat bagaimana tatapan jijik Devan saat melihat ia melepas jilbabnya."Ini, Mas," ucap Kinara sembari mengulurkan tangannya untuk memberikan jas yang sudah ia ambil tadi.Tanpa ucapan terima kasih, Devan langsung beranjak pergi setelah mengambil jas yang diberikan Kinara. Bahkan, wanita itu belum sempat salim kepada sang suami sebagai bentuk bakti sebagai seorang istri. Tapi, mau bagaimana lagi? Jika Kinar
"Kinara, di mana kamu?! Dasar, istri tidak tahu diuntung!" teriak seorang pria gagah dengan setelan jasnya itu. Pria tersebut terlihat tengah mencoba mengendalikan amarahnya sendiri. Terlihat dari tangannya yang mengepal kuat-kuat dan wajahnya yang memerah."Apa, Mas?" tanya Kinara sambil mencoba mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Wanita itu tersenyum sembari menatap suaminya."Di mana-mana kalau suami pulang itu dibikinin teh, dipijitin, dilayaninlah pokoknya. Kalau kamu, suami pulang bukannya dilayanin malah enak-enakan duduk!" gertak pria jangkung tersebut.Hati Kinara seperti diremas dengan kuat saat mendengar perkataan suaminya. Memang ini bukan pertama kalinya suaminya berperilaku seperti itu, namun tetap saja hatinya merasakan nyeri. Wanita mana yang tidak sakit hati jika suaminya mengatakan hal kejam seperti tadi? Apakah pria itu tidak melihat keadaan Kinara yang cacat? Tentu saja, hal ini yang menyebabkan dirinya tak bisa melayani suami seperti wanit