Meskipun jantungnya berdentum seperti genderang perang, Mayzura tidak punya pilihan selain mengikuti arahan dari Sadewa. Dengan mengerahkan segenap kemampuan, Mayzura berhasil melewati truk barang di depannya. Kemudian, ia membanting setir ke kanan dan melewati sebuah tikungan tajam.
Setelah melakukan aksi kebut-kebutan yang mendebarkan di jalan, mobil mereka akhirnya lolos dari kejaran para penjahat itu.“Wow, aku sangat hebat!” pekik Mayzura memuji dirinya sendiri.Seumur hidup baru sekali ini dia melakukan sesuatu yang di luar nalar dan berpotensi mengancam keselamatan nyawanya. Anehnya, dia justru menikmati adegan berbahaya tersebut.Melihat kelakuan Mayzura yang kekanak-kanakan, Sadewa hanya bisa geleng-geleng kepala.“Kamu memang gadis labil. Tadi mengatakan aku gila, sekarang malah berbahagia,” celetuk Sadewa. Dia sampai lupa jika lengannya masih mengeluarkan darah hingga saat ini.Mayzura langsung menoleh dan melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa.“Bisa tidak kamu diam sebentar saja? Kita harus ke mana sekarang?” tanya Mayzura. Dia terus mengemudikan mobil tak tentu arah, karena bingung harus ke mana.“Kita akan pulang ke rumahmu supaya lukaku bisa diobati.”“Tidak, aku tidak mau pulang,” tolak Mayzura mentah-mentah.Mana mungkin dia kembali setelah bersusah payah kabur dari rumah. Jika dia menuruti kemauan Sadewa, sudah pasti dia akan dinikahkan dengan pria tua bernama Bramantya.“Lalu kamu mau ke mana? Berkeliaran di jalan sepanjang malam dan mencari kekasihmu itu? Aku rasa dia tidak akan pernah muncul, kecuali ada malaikat yang membawanya ke hadapanmu,” cibir Sadewa.“Kamu tidak berhak menjelek-jelekkan kekasihku,” bela Mayzura. Meski jengkel kepada Enzio, dia tidak rela bila kekasihnya dihina oleh orang lain.“Ck, sudah terbukti sekarang bahwa kamu adalah budak cinta.”Mayzura kembali meradang karena Sadewa terus mengejek dirinya. Namun, melihat kondisi pria ini yang masih terluka, Mayzura pun merasa kasihan.“Berhenti memanggilku budak cinta. Kamu ini seorang pria dewasa tetapi mulutmu lebih pedas dari wanita. Lebih baik aku membawamu ke rumah sakit sekarang. Kepalaku hampir pecah karena mendengar ocehanmu.”Tanpa meminta persetujuan dari Sadewa, Mayzura membawa pria itu ke rumah sakit terdekat. Dengan bantuan dari petugas rumah sakit, Sadewa segera dibawa ke bagian IGD untuk ditangani oleh dokter. Biarpun kesal, Mayzura menunggu di luar ruangan, hingga luka di lengan Sadewa selesai dijahit.“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Mayzura setelah diizinkan masuk oleh perawat.“Pendarahannya sudah berhenti, Nona. Sebenarnya Pak Sadewa masih harus beristirahat di rumah sakit, tetapi dia bersikeras ingin pulang. Untuk sementara, saya memberikan resep obat minum dan obat luka selama lima hari. Setelah obatnya habis, Pak Sadewa harus kontrol ke rumah sakit,” jelas sang dokter panjang lebar.“Baik, Dok, saya mengerti.”Setelah dokter itu pergi, Mayzura menegur Sadewa yang masih berbaring di brankar rumah sakit.“Kenapa kamu ngotot ingin pulang? Memangnya di mana rumahmu?”“Aku hanya tinggal di kos yang sederhana, tidak punya rumah. Aku meminta pulang, karena aku yakin gadis kecil sepertimu tidak punya banyak uang untuk membayar biaya rumah sakit,” jawab Sadewa.“Hah, jadi kamu menghina aku sekarang? Perlu kamu tahu aku masih punya tabungan dari hasil menulis, dan aku yakin bahwa saldo rekeningku masih lebih besar daripada milikmu. Sekarang tunggu di sini, aku akan mengurus administrasi,” ujar Mayzura lantas meninggalkan Sadewa.Setelah selesai membayar biaya pengobatan Sadewa, Mayzura mengajak pria itu meninggalkan rumah sakit. Namun saat tiba di lobi, Sadewa melihat dua orang pria yang berpakaian mirip dengan penjahat yang mengejar mereka. Sontak, ia pun menarik Mayzura agar bersembunyi di lorong rumah sakit.“Jangan keluar dulu, aku melihat ada dua orang yang mencurigakan di lobi,” bisik Sadewa.“Astaga, sampai kapan aku harus dikejar-kejar seperti ini,” keluh Mayzura putus asa. Dia merasa tak sanggup lagi bila harus bersembunyi dari para penjahat.“Tidak ada jalan keluar lain, kita harus kembali ke rumahmu karena itu tempat yang paling aman.”Mayzura membelalakkan mata karena terkejut dengan perkataan Sadewa.“Apa kamu bilang, kita? Seandainya aku pulang ke rumah, aku tidak akan pernah mengajakmu.”“Tidak masalah jika kamu meninggalkan aku, tetapi jangan menangis di tengah jalan kalau kamu tertangkap oleh mereka. Minta tolong saja pada pacar tercintamu itu,” ledek Sadewa sengaja menakut-nakuti Mayzura.“Haish, kamu benar-benar menyebalkan! Baiklah, aku akan mengajakmu sekali ini saja. Setelah keadaan aman, kamu harus segera keluar dari rumahku,” balas Mayzura kesal.Mereka berdua terpaksa menunggu cukup lama di lorong rumah sakit sampai dua orang tadi pergi. Setelah situasi dirasa aman, keduanya bergegas menuju ke tempat parkir. Jujur, Mayzura merasa enggan untuk pulang ke rumah. Namun, apa yang dikatakan Sadewa memang ada benarnya. Jika ia terus berada di jalanan, maka ia akan diburu oleh anak buah Tuan Bramantya.Ketika mereka hampir sampai di rumah, Mayzura pun memberikan peringatan kepada Sadewa.“Nanti jangan berbuat macam-macam di rumahku! Katakan saja kepada Papa bahwa kamu adalah temanku,” pungkas Mayzura.Mendapat peringatan dari Mayzura, Sadewa hanya memasang tampang datar.“Kenapa aku harus bilang begitu? Aku tidak pernah berteman dengan gadis ingusan sepertimu.”Dari kaca spion, Mayzura memicingkan matanya sembari memandang wajah Sadewa yang tampan tetapi sangat menyebalkan.“Kamu menganggapku sebagai gadis ingusan, artinya usiamu sudah tua. Mungkin kamu lebih cocok menjadi pamanku atau dosen di kampusku.”“Kamu pikir aku setua itu? Bulan depan usiaku baru tiga puluh tahun,” balas Sadewa.“Nah, tebakanku benar, kita terpaut usia sembilan tahun. Mulai detik ini, aku akan memanggilmu Om Sadewa,” ejek Mayzura.“Kalau begitu aku akan memanggilmu Gadis Kecil Bucin. Ah, aku hampir lupa kalau kamu seorang penulis novel. Seharusnya kamu membuat novel baru dengan judul Kebucinan Membawa Petaka,” seloroh Sadewa.“Berhenti mengejekku, atau aku akan menurunkanmu di pinggir jalan!” ancam Mayzura.Lagi-lagi telinganya memerah karena ejekan dari pria ini. Sungguh berada di dekat Sadewa membuatnya selalu naik darah. Daripada mengalami hipertensi, Mayzura memutuskan untuk diam saja sampai mereka tiba di rumah.Begitu sampai di kediaman keluarga Nugraha, Mayzura melihat sang ayah sedang mondar-mandir dengan raut wajah gelisah. Meski sedikit ragu, Mayzura akhirnya memberanikan diri turun dari mobilnya.“Ke mana saja kamu, May? Jantung Papa hampir berhenti karena mencarimu. Apa kamu berniat meninggalkan rumah dan menghindari pernikahan dengan Tuan Bramantya?” cecar Tuan Agam langsung menghampiri Mayzura.“A-aku hanya jalan-jalan sebentar, Pa. Aku butuh udara segar,” kilah Mayzura. Dia tidak mau sang ayah sampai tahu bahwa ia berniat kawin lari bersama Enzio.“Kamu pikir Papa anak kecil yang mudah dibohongi? Dengan membawa koper sebesar itu, sudah pasti kamu akan melarikan diri. Apa kamu ingin seluruh keluarga kita mati konyol? Tuan Bramantya pasti mengerahkan anak buahnya untuk menghabisi kita semua,” sembur Tuan Agam.Melihat perdebatan antara ayah dan anak itu, Sadewa merasa perlu angkat bicara. Pasalnya, sedari tadi ia sudah menahan rasa ngilu di lengannya dan ingin lekas beristirahat.“Anda benar, Tuan. Nona Mayzura memang berniat kawin lari dengan pacarnya,” potong Sadewa seenaknya. “Pa, jangan dengarkan orang ini, dia bohong,” ucap Mayzura mendelik sebal. Rasanya dia ingin menutup mulut Sadewa, lalu menendang pria itu keluar dari pekarangan rumahnya.Untuk sejenak, Tuan Agam memandang Sadewa dengan tatapan penuh selidik. Dia merasa heran kenapa Mayzura membawa seorang pria asing ke dalam rumah mereka. Apalagi lengan pria itu dibalut dengan perban seperti orang yang baru saja terluka berat.“Tunggu, May, siapa pria ini? Kenapa kamu mengajaknya ke rumah kita?” tanya Tuan Agam penuh selidik.Sebelum Mayzura menjawab, Sadewa sudah memperkenalkan diri terlebih dahulu.“Saya Sadewa, Tuan. Saya baru bertemu dengan putri Anda malam ini, karena Nona Mayzura mengira saya adalah pacarnya. Tetapi kemudian ada dua orang penjahat yang mengejar kami. Saya terpaksa lari bersama Nona Mayzura.”“Lalu kenapa dengan lenganmu?” Tuan Agam memandangi lengan Sadewa dengan seksama.Sambil melayangkan tatapan setajam pedang kepada Sadewa, Mayzura terlebih dulu menjawab pertanyaan ayahnya.“Lengannya tertembak karena melindungi aku, Pa. Puas kamu sekarang? Aku sudah memujimu di depan Papa, padahal kamu baru saja menjelek-jelekkan aku,” sentak Mayzura kepada Sadewa.“Cukup, May! Seharusnya kamu malu karena menyusahkan Sadewa. Papa tidak menyangka bila kamu diam-diam sudah memiliki kekasih. Papa yakin dia bukan laki-laki yang baik, makanya dia takut berkenalan dengan Papa.”“Nama laki-laki itu Enzio, Tuan,” sahut Sadewa kembali.Detik ini juga, Mayzura ingin membungkam mulut Sadewa agar pria itu tidak bicara sembarangan. Gara-gara Sadewa, kini sang ayah mengetahui identitas kekasihnya.“Pa, Enzio itu pria yang baik dan sopan. Hanya saja dia belum memiliki pekerjaan tetap, sehingga dia malu untuk bertemu Papa,” terang Mayzura berusaha membela Enzio.“Papa tidak mau mendengar alasanmu! Selama ini Papa mengajarimu untuk menjadi wanita yang bermartabat, ternyata kamu malah berani kabur dengan seorang pria. Masuk ke kamarmu sekarang juga! Apa pun yang terjadi, kamu harus menikah dengan Tuan Bramantya,” bentak Tuan Agam tersulut emosi.Melihat ayahnya marah besar, kedua pelupuk mata Mayzura berkaca-kaca. Untuk kesekian kalinya, sang ayah tidak menunjukkan belas kasihan kepada dirinya yang sedang menderita.“Kenapa Papa kejam sekali padaku? Aku tidak sudi menjadi istri dari pria tua itu,” ucap Mayzura dengan suara parau.“Papa tidak peduli. Mulai sekarang Papa akan memastikan kamu tidak bisa kabur dari rumah. Papa akan menugaskan seorang bodyguard untuk mengawasimu 24 jam. Dan Papa sudah menemukan orang yang tepat untuk melakukan tugas itu,” tegas Tuan Agam.Jantung Mayzura serasa berhenti saat mendengar keputusan sang ayah. Jelas sudah bahwa dia akan menjadi tahanan rumah setelah peristiwa ini. Mayzura pun menyesali kebodohannya yang sudah mengikuti saran dari Sadewa.“Papa akan menyewa bodyguard? Siapa dia?” tanya Mayzura dengan bibir memucat.“Sadewa. Dia akan menjadi penjagamu mulai sekarang,” tunjuk Tuan Agam kepada Sadewa.Kelopak mata Mayzura langsung membulat sempurna. Dia tidak menyangka jika sang ayah akan memilih Sadewa sebagai bodyguardnya. Padahal hubungannya dengan Sadewa sudah mirip seperti anjing dan kucing. “Papa serius mau menjadikan pria ini sebagai bodyguardku?” tanya Mayzura tidak percaya. Tuan Agam menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. Entah kenapa dia merasa sangat percaya kepada Sadewa, meskipun mereka baru pertama kali bertemu. “Sangat serius. Sadewa sudah membawamu pulang dengan selamat. Papa sangat yakin dengan kemampuannya. Kamu akan aman bersama Sadewa,” tandas Tuan Agam. Kini, Mayzura mencoba menggoyahkan pendirian sang ayah. Bagaimanapun dia tidak ingin memiliki seorang penjaga yang akan membatasi semua ruang geraknya. Kendatipun Sadewa pernah menyelamatkan nyawanya, tetapi pria itu terlalu banyak bicara dan suka bertindak sesuka hati. “Pa, kita bahkan tidak tahu asal-usul pria ini, apa pekerjaannya, dan apakah Sadewa itu nama aslinya. Kenapa Papa merektrutnya sebaga
Hampir semalaman, Mayzura tidak dapat tidur karena memikirkan banyak hal. Merasa tertekan dengan segala masalah yang menimpanya, Mayzura memutuskan untuk pergi pagi ini. Dia membutuhkan udara segar supaya bisa berpikir lebih jernih. Namun, Mayzura menunggu sampai sang ayah berangkat ke kantor, barulah dia akan keluar dari kamar. Jujur, dia sedang tidak ingin bertemu muka dengan ayahnya itu. Setelah mendengar deru mobil sang ayah, Mayzura perlahan membuka pintu kamarnya. Melihat kondisi rumah yang lengang, Mayzura bergegas menuju ke dapur untuk mencari Bi Darti. “Bi Darti, apa Sadewa ada di rumah?” tanya Mayzura. “Sadewa izin keluar sebentar, katanya mau mengambil baju dan barang-barangnya di kos, Non.” Wajah Mayzura seketika berubah ceria karena dia punya kesempatan untuk pergi diam-diam. “Bagus, aku akan pergi sebentar. Di mana kunci mobilku, Bi?” Bi Darti membasahi bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Mayzura. Pelayan setia keluarga Nugraha itu takut bila sang Nona akan
Mayzura melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa ketika pria itu duduk di tepi tempat tidurnya. Buru-buru Mayzura memundurkan tubuhnya untuk menjaga jarak. Memang Sadewa telah menyelamatkan hidupnya, tetapi saat ini Mayzura justru merasa alergi untuk berdekatan dengan pria ini.“Aku tahu kamu pura-pura perhatian padaku demi menarik simpati Papa. Sayangnya, kamu tidak mungkin berhasil karena aku tidak akan makan,” putus Mayzura dengan mata memincing. Sadewa menaikkan setengah alisnya sambil bersedekap. Melihat betapa keras kepalanya Mayzura, Sadewa justru merasa tertantang untuk menaklukkan gadis muda ini. “Selama kamu tidak makan, selama itu pula aku akan terus berada di kamarmu,” jawab Sadewa dengan enteng.“Silakan saja, aku tidak peduli. Bukankah kamu adalah bodyguard-ku? Sudah menjadi tugasmu untuk selalu berjaga di sekitarku. Kita lihat saja, kamu atau aku yang akan bertahan di kamar ini,” tukas Mayzura acuh tak acuh.Gadis itu berjalan menuju ke rak di sudut kamar, lalu mengambi
Sadewa memperhatikan Mayzura yang makan dengan lahap. Dalam sekejap saja, spaghetti di piring tersebut sudah habis tak bersisa. Senyum tipis pun terbentuk di bibir Sadewa, ia tahu bahwa Mayzura sebenarnya sangat lapar, hanya saja gadis itu lebih mementingkan gengsi daripada kesehatannya.“Ternyata kamu bisa juga menjadi gadis yang penurut,” puji Sadewa.Mayzura meneguk habis jus alpukat yang dibuatkan oleh Bi Darti, sembari memutar bola matanya jengah. Dia malas sekali menanggapi sindiran dari pria yang arogan ini.“Kemenanganmu ini tidak akan berlangsung lama, Om Sadewa. Tidak lama lagi aku akan menendangmu keluar dari rumahku,” ketus Mayzura.“Aku memang hanya sebentar menjadi bodyguardmu. Setelah kamu menikah, aku akan pergi dari sini,” ucap Sadewa berjalan menuju ke pintu.Merasa kewajibannya sudah selesai, Sadewa bergegas keluar dari kamar gadis itu. Akan tetapi, baru beberapa langkah pria itu kembali membalikkan badannya.“Sekadar pemberitahuan, jika kamu bosan di dalam kamar, a
Belum sempat Mayzura menjawab, ponsel di dalam tasnya berdering nyaring. Sadewa pun terpaksa melepaskan Mayzura dan membiarkan gadis itu menerima telepon. “May, kenapa kamu belum keluar? Aku sudah menunggu di depan gerbang sejak tadi. Kalau kamu tidak jadi ke klub, aku akan berangkat sendiri,” omel Bryana. Mayzura menjadi panik karena ia tidak mau ditinggal oleh sahabatnya itu. “Jangan pergi dulu, Bry, aku akan membereskan masalahku sebentar.” “Aku tunggu lima menit lagi, May,” jawab Bryana lantas mematikan sambungan telepon. Melihat wajah Mayzura yang berubah mendung, Sadewa mencoba bertanya dengan cara yang lebih lembut. “Bagaimana, Nona, mau aku temani ke klub?” Mayzura berdecak kesal sembari menatap pria yang kini menjadi musuh terbesarnya itu.“Baiklah, aku akan mengajakmu. Tetapi kuperingatkan, jangan dekat-dekat denganku selama berada di klub. Dan sebelum pergi, ganti dulu bajumu yang jelek ini,” tunjuk Mayzura. Pasalnya, Sadewa hanya mengenakan kaos oblong berwarna puti
Sadewa masih terus memantau mobil yang mengikutinya melalui kaca spion. Tak disangka mobil itu kemudian berbelok ke sebelah kiri, berlawanan dengan jalan yang diambil oleh Sadewa. Nampaknya si pengemudi sudah tahu bahwa ia sedang dicurigai.Setelah mobil itu pergi, Sadewa tidak mengurangi tingkat kewaspadaannya. Dia harus selalu melindungi Mayzura hingga gadis itu pulang ke rumah dengan selamat. Sadewa tidak akan membiarkan siapapun sampai melukai Mayzura barang seujung jari pun.Baik Sadewa maupun Mayzura tidak saling bicara hingga mereka tiba di Klub Sunday. Suasana di klub itu cukup ramai, tak hanya oleh kalangan anak muda, tetapi juga orang-orang dewasa yang ingin melepas kepenatan. Pesta semacam ini memang sangat ditunggu-tunggu oleh para lelaki mata keranjang yang ingin berburu wanita cantik.Ketika Sadewa memarkirkan mobil di samping Bryana, Mayzura buru-buru keluar dengan perasaan tidak nyaman. Sebenarnya Mayzura bukanlah tipe gadis yang suka dengan hingar bingar dunia malam.
Walaupun kesadarannya berangsur melemah, Mayzura masih berusaha mempertahankan kewarasannya. Bagaimanapun naluri bawah sadarnya sebagai putri dari keluarga Nugraha sudah mandarah daging. Semabuk apa pun kondisinya, Mayzura akan tetap membela kehormatannya sendiri. “Brengsek! Lepaskan aku!” umpat Mayzura. Ingin sekali dia menendang bagian sensitif Mike dengan kaki jenjangnya. Namun tubuh Mayzura yang sempoyongan, membuat gadis itu tak mampu bergerak. Terlebih cengkeraman tangan Mike terlampau kuat untuk dilawan. Sungguh Mayzura merasa tak berdaya di bawah kendali lelaki ini. “Percuma kamu menolakku, Baby. Kamu tidak akan kulepaskan sebelum aku puas menghancurkanmu di atas ranjang. Aku akan segera membawamu keluar dari sini,” bisik Mike dengan suara serak. Pelupuk mata Mayzura mendadak dipenuhi cairan bening, saat Mike hendak meraup bibirnya dengan kasar. Namun di saat bersamaan, seorang lelaki menarik tubuhnya dari arah berlawanan sembari melayangkan bogem mentah ke wajah Mike. Buu
Mayzura merasa harus melampiaskan amarahnya sekarang juga, terutama terhadap laki-laki bernama Sadewa. Bagi Mayzura, Sadewa adalah pembawa nasib buruk dalam kehidupannya. Bagaimana tidak. Sejak bertemu dengan lelaki ini di danau, kesialan demi kesialan tak henti menimpa dirinya.Pengaruh alkohol yang sedang menguasainya, membuat hasrat Mayzura semakin menggebu-gebu untuk membalas Sadewa. Tanpa pikir panjang, gadis itu tiba-tiba naik ke atas pangkuan Sadewa hingga pria itu berjengit kaget.“Nona, apa yang kamu lakukan? Cepat turun dan kembali ke kursimu,” tegur Sadewa kelabakan. Pasalnya, Mayzura tepat menduduki aset berharga miliknya sehingga konsentrasi Sadewa menjadi buyar.Melihat reaksi Sadewa, Mayzura justru tergelak senang. Bukannya berhenti dan menurut, gadis itu malah melingkarkan kedua lengannya di leher sang bodyguard. Kemudian, ia sengaja menggoyangkan pinggulnya untuk menambah siksaan nikmat bagi Sadewa.“Jangan munafik, Om. Aku akan membuatmu menginginkan sesuatu, tetapi
Sadewa keluar dari kamar sesudah Mayzura tidur dengan nyenyak. Ia bergegas menghampiri Abimana yang sedang berada di teras markas Elang Barat. Pria paruh baya itu duduk di atas kursi roda, pandangan matanya serius dan penuh pertimbangan. Tanpa basa-basi, Sadewa langsung mendekati Abimana. “Paman, apa yang harus kita lakukan sekarang? Setelah Bramantya mengetahui putranya meninggal dalam kecelakaan, dia pasti akan balas dendam. Tidak hanya aku yang menjadi targetnya, tapi keselamatan Mayzura juga akan terancam. Mayzura sekarang sedang mengandung anakku, Paman,” tanya Sadewa. Abimana menghela napas panjang sebelum menjawab. “Kita harus bersiap untuk perang, Dewa. Bramantya tidak akan tinggal diam atas kematian anaknya. Dia akan menuntut balas dan kemungkinan besar akan bergabung dengan kelompok The Cat. Mereka akan bekerja sama untuk menghancurkan Elang Barat.”“Paman benar, Cakra akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menggalang kekuatan. Kita harus bersiap-siap.”Abimana berdiri, me
Mendapat penolakan dari Mayzura tidak membuat Sadewa menyerah. Menurutnya, inilah saatnya Mayzura keluar dari rumah yang mirip penjara ini. Sadewa tidak akan membiarkan wanitanya menderita lebih lama. “Sumpah setia hanya akan berlaku bila suami dan istri saling menghargai. Aku tahu Gavindra memperlakukanmu dengan buruk. Lantas apa yang kamu pertahankan dari rumah tangga yang seperti neraka?”Mata Mayzura tak sanggup menatap Sadewa. Bukan ini rencana awal Mayzura. Memang harusnya Mayzura senang kalau Sadewa membawanya keluar dari penderitaan. Namun, ada sisi dari dirinya yang tak setuju dengan keputusan Sadewa.Sadewa menatap Mayzura dengan intensitas yang membara. “Mayzura, kamu bisa menggugat cerai Gavindra. Dia telah melakukan kekerasan terhadapmu. Aku akan menyewa pengacara terbaik untuk menangani perceraianmu,” ujarnya dengan suara yang penuh tekad. Mayzura tidak banyak bicara, hanya menatap Sadewa dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu bahwa Sadewa benar, tetapi hatinya masih dipenu
Ini bukan khayalan atau mimpi, Sadewa nyata ada di depan Mayzura. Lelaki yang meninggalkannya seorang diri dalam kubangan masalah tanpa meninggalkan kabar. Sesaat, tatapan Mayzura dan Sadewa saling terkunci, menyiratkan kerinduan yang begitu mendalam. Hanya saja, Mayzura kemudian teringat akan berbagai kepedihan yang ia lalui selama Sadewa tak ada. Alhasil, ia langsung memalingkan wajah lalu menghempaskan kasar tangan Sadewa. Tatapannya sudah cukup menjelaskan betapa Mayzura kecewa dan marah. Lelaki yang selama ini menjadi penopang hatinya justru menghilang dan meninggalkan luka. Kini, tanpa rasa bersalah Sadewa muncul begitu saja. Mayzura tiba-tiba berlari kencang melewati Asti dan Jamal yang sedang berbincang di ruang tamu. Langkahnya tergesa-gesa, wajahnya dipenuhi kepanikan dan air mata yang mengalir tanpa henti. Asti dan Jamal saling berpandangan, kebingungan melihat sikap Mayzura yang emosional.“Nona, apa yang terjadi?” teriak Asti.Namun, Mayzura tidak mau berhenti. Ia terus
Sadewa melangkah masuk ke lobi gedung perusahaan Bramantya dengan langkah cepat. Matanya menyapu ruangan yang megah, penuh dengan kesibukan para karyawan yang berlalu-lalang. Ketika sampai di resepsionis, Sadewa memperkenalkan dirinya dan meminta untuk bertemu dengan Tuan Bramantya. Sang resepsionis, yang tampak bingung sejenak, segera menghubungi ruangan dari sang pemilik perusahaan. “Tuan Bramantya, ada tamu yang ingin bertemu. Namanya Sadewa,” katanya dengan nada formal. Dalam hitungan detik, wajahnya berubah terkejut mendengar instruksi dari ujung telepon. “Silakan naik ke lantai 10, Pak Sadewa. Tuan Bramantya sudah menunggu.”Di dalam lift, Sadewa mengatur perasaannya agar tidak terbawa emosi saat bicara. Ini satu-satunya kesempatan bisa bertemu dengan Mayzura. Pasalnya, naluri Sadewa mengatakan bahwa wanita yang dicintainya itu sedang membutuhkan pertolongan. Langkah Sadewa tergesa-gesa keluar dari lift. Pintu kaca besar terbuka dan di ujung ruangan, Tuan Bramantya berdiri de
Mayzura memandangi wajahnya yang pucat. Tenaganya terkuras habis padahal tak melakukan apa pun. Cukup lama Mayzura memandangi wajahnya sendiri, sampai terdengar suara Gavindra yang memanggil namanya. Awalnya, gadis itu ragu untuk keluar mengingat tubuhnya masih lemas, tetapi apa boleh buat. Ia tidak bisa menolak atau membantah. Mayzura pun merapikan rambutnya sembari membasahi sedikit bibirnya agar tidak terlalu kering. "Mayzura!"Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Mayzura dengan wajahnya yang pucat. Seingat Gavindra, kemarin malam wanita itu terlihat baik-baik saja. Lantas apa yang terjadi, sampai pagi ini Mayzura terlihat seperti mayat hidup yang tak bertenaga."Aku akan pergi ke kantor. Kamu tidak boleh ke mana-mana dan tetap di rumah! Setiap sudut rumah ini ada kamera pengawas dan setiap pergerakanmu akan dipantau melalui kamera itu," titah Gavindra dengan rahang yang mengeras. Lelaki itu baru saja pulang dari berolahraga dengan ditemani Tama. "Baik, Tuan," lirih Mayzura."
Tuan Bramantya duduk tegak di sofa ruang tamu. Sorot mata pria paruh baya itu nampak tajam menyala. Sementara, Mayzura memasuki ruang tamu dengan hati yang berdebar-debar. Telapak tangannya terasa dingin dan lembap seiring dengan rasa cemas yang melanda. Pasalnya, Mayzura tidak bisa menebak apa yang hendak dibicarakan oleh Tuan Bramantya. “Tuan, saya minta maaf atas kesalahan saya tadi. Saya berjanji tidak akan mengulanginya,” ucap Mayzura dengan suara yang gemetar. Gadis itu berdiri di depan sang ayah mertua dengan tubuh yang tegang. Tuan Bramantya terdiam sejenak, membuat atmosfer ruangan itu terasa mencekam. “Mayzura, kamu tahu bagaimana sifat Gavindra. Jika ada yang berani menentang atau melawannya, dia pasti akan tersulut emosi.” Tuan Bramantya menegakkan posisi duduknya, lalu berkata, “Mulai sekarang, bersikaplah hormat di depan Gavindra dan patuhi semua perintahnya. Dengan begitu, kejadian ini tidak akan terulang lagi. Aku tidak bisa setiap saat datang untuk menolongmu!” “S
Mayzura berdiri di depan meja setrika dengan tatapan kosong, memandang setumpuk pakaian yang tersebar di atas meja. Hidupnya jauh dari kata santai, pekerjaan terus datang silih berganti. Tak ada waktunya untuk beristirahat. Terlebih lagi, ia berada di bawah pemantauan wanita arogan seperti Soraya Maheswara.“Kenapa kerjamu lambat sekali?! Aku mau pergi ke acara fashion show nanti sore. Jangan bersantai dan melamun saja dari tadi!” ucap Soraya dengan suara yang tegas, memecah keheningan yang menyelimuti ruangan. “Pastikan semuanya terlihat sempurna tanpa kusut!”Soraya pergi dengan santainya sambil membawa iPad di tangan. Tanpa banyak bicara, Mayzura segera mengambil setiap helai pakaian milik Soraya dan meletakkannya di atas meja setrika. Namun, tiba-tiba saja Soraya berteriak lagi memanggil nama Mayzura. “Mayzura! Cepat ke sini!” teriak Soraya. “Sebentar, Nona,” sahut Mayzura dengan suara lembut. Takut adik suaminya itu akan marah, Mayura buru-buru berjalan menuju kamar Soraya. Ia
“Bukankah kamu adalah istri Kak Gavindra, bukan pelayan? Lalu kenapa kamu melakukan hal menjijikkan seperti ini,” sindir Soraya pada Mayzura yang duduk di lantai dengan mata berembun.“Saya—““Dia di sini untuk menjadi pelayan, Aya. Wanita seperti dia tidak pantas menjadi istriku!” tegas Gavindra yang entah sejak kapan berdiri di pintu. Mungkin karena mengetahui kedatangan adiknya, lelaki itu kembali ke kamar.“Jadi Mayzura akan menjadi pelayan di rumah ini?” beo Soraya. Tatapan remeh serta senyum miring tercetak di bibir perempuan itu. “Apa Mayzura melakukan kesalahan padamu, Kak?” lanjut Soraya.“Dia sudah berani membangkang terhadap perintahku. Sekarang, biar dia menanggung konsekuensinya,” ketus Gavindra.“Baiklah, aku mendukung apa pun keputusanmu, Kak. Kita memang tidak perlu baik kepada gadis seperti dia.”Mendengar percakapan kakak beradik itu, Mayzura berdiri dengan lutut yang gemetaran. Dia menatap sekilas wajah Gavindra dan Soraya bergantian, lalu menundukkan kepala. Tak ad
Berulang kali di dalam hati, Mayzura menahan rasa takut. Pertanyaan menghantuinya saat Gavindra terus menarik tangannya tanpa ada bicara sedikit pun. Padahal, Gavindra tadi mengusirnya supaya bisa bersenang-senang dengan wanita bayaran. "Tuan, apa yang terjadi? Kenapa—""Ikut saja, jangan banyak bicara!" sentak Gavindra. Mulut Mayzura langsung terkatup rapat serta matanya berpaling takut. Ternyata, Gavindra membawa Mayzura masuk ke dalam kamarnya dan pintu langsung tertutup rapat. Suasana di dalam kamar menjadi semakin tegang, dengan Mayzura yang merasa terperangkap di dalamnya. Dia menatap ke arah Gavindra, yang sudah duduk di atas kasur dengan senyum miring di wajahnya. Senyum itu terasa mengancam, membuat bulu kuduk Mayzura merinding."Tuan?" lirih Mayzura."Malam ini belum berakhir, Mayzura. Jangan kamu pikir, aku sudah melepaskanmu.”Mendengar penuturan pelan dan penuh penekanan dari Gavindra menambah rasa gentar dalam diri Mayzura. Ia merasa seperti dihadapkan pada predator y