"Haruskah?" "Bagaimana menurutmu?" Aruhi terdiam hingga beberapa saat, sebab sejak awal bertemu pun ia sudah merasakan keanehan. Namun, selama itu ia selalu melihat Ellena dengan sikap baiknya, ia juga merasa nyaman jika sedang berbicara dengan wanita itu, dan selama ini mereka juga tak pernah memiliki masalah apa pun. Apa ia harus mempermasalahkan hal itu, hanya karena mereka tak saling kenal sebelumnya? Aruhi menghela napas panjang. "Aku rasa tak perlu, Night. Aku dan Ellena baik-baik saja selama ini. Ia hanya ingin menjadi temanku." "Tentu," angguk Night, kembali mengusap rambut Aruhi lembut, "baiklah, aku pulang sekarang," sambungnya. Beranjak dari duduknya. "Kau tidak akan menunggu Kak Nine?" tanya Aruhi yang ikut berdiri. "Nine mungkin sedang berkencan sekarang." "Sungguh?" "Kau bisa bertanya langsung padanya. Aku pergi," pamit Night, melangkah pergi, hingga beberapa saat saat langkahnya kembali terhenti tepat di ambang pintu kamar. Membalikkan badan dan menata
Tapi aku masih belum mendapatkan kabarnya sejak tadi. Apa dia baik-baik saja?"Apa kalian benar-benar sepasang kekasih?" "Hah?""Aku bahkan tak pernah melihat kalian makan malam bersama, berkencan, ataupun keluar bersama.""Dia pria yang cukup sibuk, Kak," balas Aruhi berusaha untuk memberikan alasan yang lebih masuk akal. "Dan kau memahaminya?""Yah, tentu saja, dia tak jauh berbeda sepertimu dan ayah, aku rasa itu tidaklah masalah, Kak. Aku juga baik-baik saja jika tak makan malam, nonton, ataupun berkencan seperti pasangan kekasih pada umumnya, sebab tanpa memalukan hal itu pun ia tetap bisa menjadi seorang kekasih yang sempurna bagiku," balas Aruhi yang cukup mencengangkan bagi Nine. Adiknya baru memiliki seorang kekasih, dan menjalani hubungan yang masih seumur jagung. Namun, yang membuatnya terkagum adalah Aruhi yang memiliki sikap dan pemikiran dewasa, dan penuh pengertian. Selama ini, Ia bahkan tak pernah memiliki seorang kekasih yang mempunyai pemikiran sama seperti adikny
"Aku tidak akan lama, lagipula aku sudah memastikan jika kau baik-baik saja, jadi sebaiknya aku pulang ...." "Hei, masuklah dulu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja." Aruhi terdiam hingga beberapa saat. Mungkin ia terlalu banyak berpikir. "Baiklah, tapi aku tidak lama, aku harus kembali ke kampus." Melangkah masuk mengikuti langkah kaki Lucas menuju ruang tengah dan Lucas yang langsung merebahkan diri di atas sofa sambil memegangi kepalanya yang kembali di rasakan pening. Terus mengamati seluruh ruangan dengan terus bepiikir. "Ini benar rumahmu?" tanya Aruhi sekali lagi. "Hmm, kau pikir ini rumah siapa?" balas Lucas balik bertanya. "Aku hanya merasa tidak asing dengan tempat ini," balaa Aruhi yang masih mengamati seluruh ruangan. "Benarkah? Atau, jangan-jangan kau pernah ke sini sebelumnya?" "Entahlah. Aku kurang yakin," balas Aruhi mengedikkan bahu sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Lucas yang masih memijat tengkuk lehernya. "Kau benar sakit?" "
📞 "Tentu saja, Ellena adalah wanita yang sempurna," balas Karine yang masih tak mengetahui jika hubungan antara putranya dan Ellena sudah berakhir dua tahun lalu. 📞 "Ellena?" Lucas mengernyit bingung. Sebab merasa asing dengan nama yang baru saja di sebutkan oleh ibunya, dan itu hal wajar bagi Lucas yang memang tak pernah mengetahui tentang Ellena, kendatipun kakaknya pernah menjalain hubungan dengan wanita tersebut. Apa Aruhi memiliki dua nama? Batin Lucas yang masih terdiam. 📞"Ada apa, Sayang?" 📞"No Mommy," geleng Lucas. 📞"Baiklah, ibu harus kembali bekerja. Sampaikan salam ibu pada kakakmu, ibu menunggu telpon darinya. Ayah dan ibu merindukan kalian, Sayang." 📞"Iya Ibu," balas Lucas memutuskan panggilan telpon. "Ellena ... kenapa aku merasa tak asing dengan nama itu, apa kakak punya kekasih lain selain Aruhi?" gumam Lucas masih memikirkan nama asing yang di sebutkan oleh ibunya beberapa saat lalu, "aku rasa tidak mungkin, kakak bukan pria seperti itu. Tapi
WANG GRUP Pukul 17:30 Sore hari Muren Elves terlihat keluar dari ruang Meeting sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, di susul oleh Gunn yang ikut melebarkan langkah kakinya agar bisa menjejeri sang CEO yang tampak terburu-buru sore itu. "Apa kau akan pergi sekarang?" tanya Gunn yang masih mengikuti langkah lebar Muren. "Yah, seharusnya aku sudah di sana Gunn, aku tidak ingin Aruhi menungguku lebih lama." "Menunggu di sana? Seorang diri?" "Yah." "Dan kenapa kau tak menjemputnya saja?" "Aku sangat ingin melakukannya, tapi aku masih harus menandatangani beberapa dokumen penting. Terlebih Aruhi tak menginginkanku untuk menjemputnya," balas Muren tanpa memelankan langkah kakinya. "Alasannya?" "Aruhi tak ingin merepotkanku. Ia tahu jika aku memiliki pertemuan penting sore ini. Meski aku sudah mengatakan padanya jika bisa mengatasinya. Tapi kau tahu kekasihku gadis seperti apa." "Tentu, dia selalu memberimu pengertian." "Dan aku sangat menyayanginya."
Bisakah kau menungguku sebentar lagi, aku mohon, jangan pergi kemana pun. Batin Muren yang kembali melirik arloji di tangannya, saat mengingat Aruhi sekarang ini yang pasti sudah sangat gelisah karena menunggunya. Hingga empat puluh lima menit berlalu, saat mobil Muren sudah berhenti tepat di depan kediaman Ellena. "Terima kasih, Muren...." Kalimat Ellena menggantung saat Muren langsung melajukan mobilnya begitu saja, bahkan sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. "Dari mana saja? Aku menunggumu sejak tadi," tanya seorang yang sedari tadi berdiri di samping mobilnya yang terparkir tepat di depan rumah Ellena. Bahkan Ellena tak mampu menyembunyikan keterkejutannya, saat melihat kehadiran kekasihnya yang begitu tiba-tiba. Kenapa mesti sekarang. Batin Ellena berusaha setenang mungkin. "I'am so sorry, Dear. Aku cukup sibuk di Butik, aku benar-benar lupa dengan acara Dinner kita malam ini," balas Ellena, tersenyum sambil meraih telapk tangan pria itu untuk di genggamnya. "Lalu siapa
"Aku mohon, Nine. Sentuh aku.""Sudah aku katakan, aku tak bisa melakukan ini ketika sedang marah. Dan harus kau tahu, kau adalah wanita satu satunya untukku, wanita yang harus aku jaga. Maafkan aku ...." "Maka buktikanlah, jika hanya aku wanita satu satunya yang ada di dalam hatimu," potong Ellena, meraih pergelangan tangan Nine untuk di genggamnya erat. "Maafkan aku, Ellena. Mungkin malam ini aku masih bisa menahannya, tapi tidak dengan nanti, aku juga sangat menginginkanmu, tapi aku belum bisa melakukannya, maafkan aku, aku harus pulang sekarang," balas Nine dengan nada pelan, sambil merapikan rambut Ellena sebelum mengecup bibir yang sedikit berdarah itu akibat ulahnya. "Kau akan pergi begitu saja?" "Maaf ...." "Kau masih marah padaku?" tanya Ellena masih tak percaya jika ia kembali mendapatkan penolakan oleh Nine. "Apa kau ingin mendengar jawabanku?""Katakan saja jika itu benar." "Apa aku terlihat sedang baik-baik saja sekarang setelah melihat semuanya, Ellena?""Ja
"Dia masih sangat sibuk di butik," balas Nine dengan pandangan yang masih tertuju kepada Ellena. Wanita itu terlihat sangat bahagia bersama seorang pria asing, tak hanya duduk bersama, pria itu juga tampak mengelus punggung polos kekasihnya, sebelum mengecup bibir yang beberpa menit lalu di kecupnya.Sungguh satu pemandangan yang membuat hati Nine seketika hancur. Ia sungguh mencintai wanita itu, bahkan berusaha mempertahankan cinta mereka yang sudah berjalan selama dua tahun dengan penuh kesabaran. Namun, malam ini hatinya kembali di hancurkan oleh Ellena untuk yang kesekian kalinya, dengan rasa sakit yang jauh lebih parah dari sebelumnya. Melihat Ellena yang dengan mudahnya menerima pria di hadapannya, melingkarkan kedua lengannya ke leher pria itu sebelum saling melumat satu sama lainnya.Apa hanya itu yang kau inginkan? Batin Nine kembali meneguk sampanye-nya hingga tandas dan terus di ulangnya hingga berulang kali."Ada apa denganmu malam ini? Tak biasanya kau banyak minum. Aku
"Apa selama ini kau juga mencemaskanku?""Hah?!""Sepertinya tidak," balas Muren mulai merajuk di hadapan Aruhi yang membuatnya malah terlihat menggemaskan."Tentu saja aku lebih mencemaskan Anda, aku mencemaskan hubungan kita, aku bahkan sangat tersiksa karena sangat merindukan Anda," ungkap Aruhi untuk yang kesekian kalinya, sebab tahu jika pria itu sangat menyukai saat mendengarnya, ia pun mengusap wajah pria itu dengan lembut penuh kasih, betapa ia sangat menyayangi kekasihnya.Hingga pergerakan tangan Aruhi terhenti saat ia menyadari sejak tadi Muren sedang menatapnya dengan tatapan intens, tatapan yang membuat Aruhi seketika merasa gugup, di tambah lagi saat Muren mengusap bibir merah muda itu dengan ibu jarinya.Ada apa ini, kenapa sangat canggung. Aruhi mengedipkan matanya berulang kali saat Muen mulai mendekatkan wajahnya, hingga ia bisa merasakan napas hangat yang keluar dari mulut yang beraroma mint dari pria itu."Tuan Elves ...?!""Apa aku boleh melakukannya lagi?" bisik
"Yah, dan yang membuat Muren tak bisa melakukan apa pun terhadapa Ellena selain memutuskan hubungan sepihak karena, pria yang menjadi kekasih Ellena adalah Nine, yang tak lain adalah kakak dari Aruhi sendiri.""A-pa?""Seperti yang kau dengar.""Jadi yang membuat masalah menjadi semakin rumit, karena itu?""Yah, semuanya jadi serba kebetulan.""Lalu bagaimana mereka bisa berakhir menjadi seorang kekasih?" tanya Lucas yang masih sangat penasaran dengan semua kisah yang sudah terjadi di antara kakaknya dan Aruhi."Mereka kembali bertemu dua tahun kemudian, oleh satu insiden yang sama seperti sebelumnya," balas Gunn yang menceritakannya secara mendetail."Dua tahun kemudian?""Yah, mereka membutuhkan waktu selama itu, sampai hati Muren sepenuhnya pulih dari luka hatinya, dengan terus mengkomsumsi alkohol, sungguh satu cara yang berbeda untuk melupakan semuanya.""Dan aku rasa ia selalu beruntung jika sedang mabuk, apa itu takdir mereka? Sebab selalu Aruhi yang menemukannya," sambung Luca
"Semoga semuanya membaik." Lucas meletakkan beberapa barang yang masih untuh dari atas lantai ketempat semula, dan beruntung hanya beberapa barang yang pecah dan rusak di sana, jadi Lucas tidak begitu kesulitan untuk membereskan semuanya."Sepertinya baru saja terjadi badai di sini," ucap Gunn ikut membalikkan meja yang terbalik di sana. Entah sejak kapan pria itu di sana, Lucas bahkan tak menyadarinya."Yah, seperti yang kau lihat," balas Lucas masih tak habis pikir. Merasa jika tak hanya masalah dirinya dan Aruhi yang ada di dalam kepala Muren. Tapi ada masalah lain yang membuat kakaknya jadi sedikit berubah, entah itu apa. Lucas tak berhenti memikirkannya."Ada apa lagi?" tanya Gunn."Apa Muren tak mengatakannya?""Mengatakan apa?""Semalam ia tak pulang.""Apa?""Semalam Muren tak pulang, bukankah kalian bersama?" tanya Lucas setelah semuanya kembali rapi."Tak pulang? Maksudnya?""Muren pulang dalam keadaan kacau pagi tadi, dengan aroma alkohol yang menyengat, aku rasa ia memn
"Apa maksudmu?""Ada apa? Apa aku salah berbicara sekarang? Kali ini aku masih bisa memaafkanmu. Aku tahu, kau melakukan itu semua karena peduli dengannya. Tapi mulai sekarang berhentilah melakukan hal yang bisa membuatku salah faham, Lucas. Sebab aku tahu apa yang harus aku lakukan untuknya. Dan aku sangat berterima kasih karena kau sudah menjaganya selama ini," balas Muren menatap tajam."Aku rasa kau sudah salah paham denganku, Kak ....""Apa menurutmu begitu? Yah, mungkin kau benar, aku sudah salah paham denganmu, maka dari itu. Jangan pernah melakukan hal yang bisa membuatku salah paham. Aku sudah mengatakan itu sebelumnya," potong Muren masih dengan tatapan tajamnya.Hening.Tak ada satu kalimat yang keluar dari mulut mereka, dan hanya tatapan mata tajam yang saling beradu sejak tadi. Hingga membuat suasana menjadi semakin menegangkan, bagaimana tidak jika saat ini perasaan cemburu kini menguasai hati juga pikiran Muren, hingga membuatnya menjadi sangat marah, dan kesulitan untu
Suara dentuman musik yang menggema di ruangan dengan pencahayaan yang cukup minim mengiringi sebagian para pengunjung untuk menari di atas flanel dengan pasangan masing-masing. Dan di antara sekian banyak pengunjung, terlihat sosok Muren yang sedang duduk seorang diri, seperti biasa sambil menikmati minumannya. Bahkan ia sudah terlihat sangat mabuk hingga tidak menyadari jika ada beberapa jalang yang sedang menggerayanginya, ada pula yang sampai duduk di atas pangkuannya."Ruhi ...." gumam Muren, ketika melihat sosok Aruhi di sampingnya. "Ruhi, jadi dia yang sudah membuatmu seperti ini? Oh sayang sekali, kau pria yang sempurna, jika bersamaku kau tidak akan merasakan kesedihan," balas wanita itu tak berhenti tersenyum. "Bisakah ... kau tak menghindariku? Bisakah kau hanya percaya padaku? Aku mohon, jangan membuatku cemburu." Muren menangkup wajah seorang wanita yang sejak tadi bersamanya.Setidaknya halusinasi tersebut bisa membuat kesedihannya berkurang. Dengan membiarkan sosok yan
"Apa aku terlalu pengecut?" tanya Aruhi yang masih tertunduk. Seolah tak memiliki kekuatan lagi untuk menatap Lucas di hadapannya. Entah mengapa, semua menjadi sangat rumit. Terkadang timbul perasaan dan keinginan yang membuatnya ingin menyerah saja. Namun, perasaan cinta yang di rasakan untuk Muren teramat besar hingga mengalahkan semuanya. "Hmm. Gadis pengecut yang manis, dan sepertinya kita harus pulang sekarang," balas Lucas yang langsung beranjak dari duduknya, meraih tangan Aruhi yang hanya menurut mengikuti langkahnya. Berjalan beriringan dengan hening yang kembali menemani mereka. Sungguh satu pemandangan yang tidak seperti biasa. Normalnya, Lucas akan terus berbicara tanpa henti, terlebih jika itu di samping Aruhi. Tetapi saat ini. Pria itu lebih banyak diam sam hanya terus mengikuti langkah Aruhi sambil mengamati gadis itu. "Kenapa hanya diam saja?" tanya Aruhi tanpa memalingkan pandangan. "Aku hanya bingung harus mengatakan apa." "Kau selalu mengatakan apa sa
"Apa benar begitu, kenapa wanita itu terus mendekati Ruhi, seolah olah Ruhilah yang harus bertanggung jawab atas putusnya hubungan kalian? Aku hanya mengkhawatirkan Ruhi begitu pun dengan Nine," balas Night yang benar-benar tak bisa menyembunyikan kemarahannya lagi kali ini. "Aku tahu, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." "Anda tidak bisa menyuruhku untuk tidak mengkhawatirkan Ruhi. Anda pun tahu hubungan kami seperti apa, dan Anda jelas tahu arti Aruhi bagiku. Jelas aku tidak akan tinggal diam jika ada yang menyakiti dan membuatnya terluka!" "Dan akan aku pastikan, jika dia akan baik-baik saja, aku akan melindunginya. Karena aku adalah kekasihnya," balas Muren dengan tatapan yang berubah dingin. "Sebaiknya Anda melakukannya dengan benar, Tuan Elves. Aku melepaskan Ruhi di sisimu bukan untuk kau sakiti," sambung Night masih dengan tatapan tajamnya yang seolah tak akan pernah melemah di depan Muren.Untuk sesaat suasana di dalam Caffe tersebut kembali hening, hingga menciptak
"Sepertinya kau sudah salah paham padaku, aku mohon, jangan seperti ini. Aku sangat mencintaimu Nine, dan aku tidak ingin kehilanganmu, kau tahu itu ''kan?" "Lagi-lagi kalimat yang sama. Bukankah itu kalimat yang sering kau ucapkan untuk Muren Elves?" "Sayang, dengarkan aku." Ellena meraih tangan Nine untuk di genggamnya. "Aku sudah cukup mendengarmu selama ini Ellena. Sekarang giliranmu untuk mendengarku, jangan ganggu hubungan mereka lagi. Aku mohon padamu. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan, tapi dengan syarat, jauhi mereka." "Ada hubungan apa kau dengan gadis itu? Hingga kamu rela meberikan semuanya demi dia, sepenting itu kah dia bagimu? Aku kekasihmu sekarang, apa aku tidak penting bagimu?" balas Ellena mulai menangis dengan tubuh yang bergetar menahan rasa marah. "Ellena, kau tahu aku sangat mencintaimu. Dan meskipun hanya aku yang merasakan itu. Aku bahkan tidak tahu, siapa yang ada di dalam hatimu saat ini, tapi untuk kali ini aku tidak akan membiarkan menyakiti
"Beberapa hari lalu aku pernah melihat Ellena bersama Nine, apa itu hanya suatu kebetulan?" tanya Gunn lagi. "Tidak, mereka memang sepasang kekasih," jawab Muren dengan nada santai. "Apa?" "Yah, aku rasa mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, jauh sebelum hubungan kami berakhir," balas Muren kembali meneguk cocktailnya hingga tandas. "Jadi selama ini kau sudah mengetahuinya? Apa Nine adalah pria yang bersama Ellena pada malam itu?" tebak Gunn. "Hm, dan sekarang aku berharap, semoga Ruhi tidak mengetahui hal ini, dia akan sangat terpukul jika mengetahuinya, itulah alasanku memilih untuk tetap diam selama ini meski mengetahui semuanya," balas Muren menghela napas panjang. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah berhenti memikirkan Aruhi. "Bukankah ini hal yang kurang baik jika kau terus menyembunyikan semuanya dari Aruhi? Sebab cepat atau lambat dia pasti juga akan mengetahuinya, 'kan?" "Aku tahu, tapi setidaknya tidak untuk sekarang." "Baiklah. Aku mengerti, jadi bisakah ki