Aldo menekan bel rumah Celine. Rumah mewah yang di tempati kekasihnya itu adalah rumah pemberiannya. Tidak lama pintu terbuka. "Aldo!" Celine langsung saja memeluk kekasihnya. Aldo melepas pelukannya dan masuk ke dalam rumah. Dia duduk di sofa dan Celine juga ikut duduk disampingnya. "Aku sudah kangen kamu. Akhirnya kamu mengunjungi diriku juga," ucap Celine dengan mata penuh binar kebahagian."Aku minta putus, Celine," kata Aldo. Celine tersentak dan mundur. "Apa maksudmu, Al?""Kita harus putus. Aku ingin kita putus," ucap Aldo tegas. Celine mengeleng. "Tega kamu, Al. Apakah ini semua rencanamu. Pertama kamu memintaku menjauh. Lalu kedua kamu menikahi wanita itu. Dan sekarang kamu minta putus. Apa itu semua rencanamu yang memang sudah tidak mencintaiku lagi?"Aldo mengembuskan napas kasarnya. Dia juga bingung dengan situasi ini. Salahnya sendiri yang terlalu mudah menuruti permintaan Rere untuk menikah. "Rere mengetahui kita masih berhubungan. Dia marah karena hal itu. Pahami
Rencana resepsi akan digelar. Sesuai permintaan sang istri. Aldo membuat pesta yang meriah. Sebagai pengusaha nomor satu di Kota J. Acara resepsi itu akan diliput oleh media. Hotel tempat berlangsungnya acara sudah dihias dengan seindah mungkin. Gaun pengantin juga sudah siap. Tamu-tamu penting juga sudah diundang. Meski acara resepsi itu dilakukan dengan dadakan, namun acara itu tidak dibuat secara sembarangan. Semua penyelenggara acara didalamnya merupakan orang-orang yang berpengalaman. Tentu saja Aldo tidak ingin membuat sang istri merasa kecewa. Aldo dan Rere sudah berada di dalam kamar hotel. Acara resepsi itu akan diadakan besok malam tepat di hotel tempat mereka menginap sekarang."Aku gugup, Al. Aku sedikit malu akan bertemu dengan beberapa media," ucap Rere. "Jangan malu. Sebagai istri dari seorang Aldo, kamu akan selalu berhubungan dengan media.""Tapi aku takut. Bagaimana kalau aku salah bicara?" tanya Rere."Jangan khawatir. Aku akan selalu bersamamu. Jawab saja sepe
Rasanya kaki Rere ingin patah karena terlalu lama berdiri. Para tamu juga belum pada habis. Aldo memperhatikan istrinya yang berdiri dengan tidak nyaman. "Kamu kenapa?" bisik Aldo. "Kakiku sakit," balas Rere dengan berbisik. "Duduklah dulu," kata Aldo. Aldo membawa Rere untuk duduk. Dia sedikit mengangkat gaun yang dipakai oleh sang istri. Aldo membuka sepatu heel yang dikenakan Rere."Sepatunya dilepas saja, ya?""Terus aku pakai apa?" tanya Rere. "Enggak usah pakai. Sebentar lagi acara selesai. Lagian tidak akan tampak jika kamu tidak memakai sepatu. Gaunnya sangat panjang dan bisa menutupi kakimu yang polos," terang Aldo. Rere menganguk. "Baiklah ...."Aldo melepas sepatu Rere di kaki satunya. Jadilah Rere tidak memakai apa pun. Satu per satu tamu undangan memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai. Suasana ballroom hotel mulai sepi. Tamu undangan yang hadir sudah pulang ke tempatnya masing-masing. Rere dan Aldo duduk di kursi meja makan.Mereka tengah makan malam bersama.
Rere dan Aldo saat ini tengah berada di dalam pesawat pribadi. Aldo membawa sang istri pergi bulan madu ke Budapest, Hungaria. Setelah melewati malam panjang di hotel, Aldo tidak ingin membuang waktu lagi. Besoknya dia membawa sang istri untuk berbulan madu. Selama seminggu Rere dan Aldo akan berada di Budapest. "Sayang ... ayo bangun. Kita sudah sampai," ucap Aldo dengan menguncang tubuh istrinya pelan.Rere mengeliat. Dia meregangkan otot-otot tubuh serta membuka perlahan matanya. "Apa sudah sampai?"Aldo mengangguk. "Sebentar lagi sebenarnya. Kamu cuci wajahmu dulu."Rere mengangguk. "Iya ...."Rere perlahan bangkit dengan siku tangan sebagai penyangga tubuhnya. Dia duduk lalu perlahan bangkit berdiri dari ranjang kasur. Rere melangkah menuju toilet. Dia menghidupkan kran air lalu membasuh wajahnya. Rere menatap wajahnya di cermin.Dia menatap pipinya yang sedikit berisi. Lalu bagian sensitifnya yang terlihat lebih besar. "Apa ini perasaanku saja? Aku sepertinya agak gemukka
Dengan perlahan Rere turun dari ranjang. Dia masuk ke kamar mandi. Aldo tengah tertidur lelap setelah sekali lagi memuaskan dirinya. Rere membuka kimono satin yang dia kenakan. Rere mengamati dua bentuk bagian sensitifnya yang mengencang dan sakit. "Kenapa ini terasa sakit? Aku tidak pernah mengalaminya. Apa mungkin aku ada menderita suatu penyakit?" tanya Rere pada dirinya sendiri. Rere lalu keluar dari kamar mandi. Dia mengambil ponselnya. Rere melihat tanggal terakhir dia datang tamu bulanan. "Astaga! Aku sudah hampir telat dua bulan. Kenapa aku bisa lupa dengan hal ini? Tapi aku sudah meminum pil pencegah itu. Tidak mungkin aku hamil sekarang," gumam Rere.Rere membuka tasnya. Dia mengambil botol obat yang bertuliskan vitamin kulit. Namun sebenarnya itu adalah pil pencegah kehamilan. Rere menyalinnya di botol yang berbeda. Rere meminum pil yang berwarna pink itu. Dia berharap setelah meminum pil itu, tamu bulanannya akan datang.Namun tanpa Rere sadari. Pil berwarna pink itu
Rere bangun pagi-pagi. Dia segera mengambil test pack dari dalam tasnya. Segera saja Rere masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu. Rere mulai melakukan test kehamilannya sendiri. Dalam hati Rere berdoa, agar dia tidak hamil. Dalam tiga puluh detik, test itu menunjukkan dua garis merah. Rere menutup bibirnya. Dia mengeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Apa test pack ini rusak? Tidak mungkin aku hamil. Aku rutin meminum pil pencegah itu." Rere kembali menguji test pack yang kedua. Lagi-lagi hasilnya menunjukkan dua garis merah. Rere terduduk lemas di closet. Dia menundukkan kepalanya dengan satu tangan sebagai penyangga. "Apa ini? Kenapa bisa begini? Apa aku salah minum obat?" keluh Rere. Rere mematahkan test pack itu menjadi dua bagian lalu membuangnya di closet. Rere merobek kecil-kecil bungkusan kertas test itu lalu membuangnya di tempat sampah. "Tenang Rere." Rere mengembuskan napasnya. "Jangan sampai Aldo tahu, jika aku tengah hamil saat ini. Kehamilan ini harus
"Kenan," panggil Rere saat baru masuk ke dalam rumah. Mendengar suara dari mommynya. Segera saja Kenan berlari menghampiri sang ibu. "Mommy," ucap Kenan seraya memeluk Rere. "Mom kangen," ucap Rere. "Kenan juga.""Kenan enggak kangen sama Daddy?" sahut Aldo. "Kangen juga dong," kata Ken seraya naik ke atas gendongan Aldo. "Apa Mom dan Daddy punya kabar baik untuk Kenan?" tanyanya.Rere menautkan kedua alisnya seolah bingung akan pertanyaan dari sang buah hati."Maksudnya, hadiah?" tanya Rere. Kenan menganguk. "Ya ... hadiah kecil buat teman main Kenan.""Daddy banyak membelikan Kenan hadiah dari luar. Nanti kita buka sama-sama hadiahnya," sahut Aldo. Kenan mengeleng. "Bukan ... kata kakek dan nenek, Mom dan Dad pergi ingin memberiku hadiah adik."Rere tersentak akan ucapan dari putranya. Keinginan Kenan untuk punya adik memang sudah terwujud. Namun Rere tidak boleh memberitahu siapa pun, jika dia tengah berbadan dua saat ini.Aldo tersenyum lalu mengecup pipi lembut pipi Kena
Mobil Rere terparkir di sebuah restoran. Setelah dari rumah sakit. Rere singgah untuk membeli makan siang untuk sang suami. Rere masuk ke dalam restoran yang cukup mewah itu. Dia menuju bagian kasir dan memesan menu makan siang. Selagi makanan dibuat, Rere duduk di kursi seraya bermain ponsel. "Renita," panggil seseorang dari arah belakang. Rere menoleh tak kala namanya dipanggil. "Kamu benar-benar Renita?""K-k-kamu," kata Rere terbata-bata."Rere ... aku sudah lama mencarimu," kata Dion seraya berhambur merangkul tubuh Rere dengan erat."Lepaskan, Dion!" Rere mendorong tubuh Dion agar menjauh darinya.Rere memperhatikan penampilan Dion yang tampak berbeda. Mantan kekasihnya itu memakai jas mahal. Jam serta sepatu bermerek.Tubuhnya semakin berotot dan kekar. Apalagi wajahnya semakin tampan saja. Bisa dipastikan Dion sudah mengalami perubahan total. "Kamu bersenang-senang dengan harta kekayaanku. Penampilanmu sungguh sangat berbeda," cecar Rere. Dion meraih tangan Rere. "Aku men