Rere tidak memperdulikan keberadaan Aldo yang tengah duduk di ranjang. Dia langsung saja menuju kamar mandi. Rere berganti pakaian dengan piyama tidur panjang. Rere keluar dari kamar mandi. Dia membereskan pakaian kotor dan juga handuk yang habis di pakai oleh Aldo. Rere memasukkan semuanya ke dalam keranjang baju. Rere merangkak naik ke tempat tidur. Dia membelakangi Aldo yang masih setia duduk. Rere langsung memejamkan matanya. Dia malas untuk berdebat dengan Aldo malam ini.Entah apa yang ada di pikiran Aldo. Menurut Rere hubungan mereka sudah tidak ada apa-apa lagi. Namun Aldo masih saja seenaknya tidur di rumahnya dan dalam satu kamar. Aldo menatap Rere yang membelakanginya. Dia merebahkan dirinya di samping Rere. Aldo mendekat dan melingkarkan tangannya di perut rata Rere. Rere sadar apa yang di lakukan Aldo. Pria yang memeluknya itu, benar-benar tidak tahu malu. Dalam hati Rere merutuki Aldo. Aldo mengangkat rambut panjang Rere ke atas. Dia mendekatkan hidungnya di tengkuk
Rere beranjak dari kursi setelah sarapan. Begitu juga dengan Aldo dan Kenan. Semuanya telah selesai untuk sarapan. Kenan di iringi oleh pengasuhnya keluar dari dalam rumah. Mereka berdua sudah menunggu di depan mobil. Tinggal Aldo dan Rere yang melangkah bersama. "Naik mobilku saja, Re," ucap Aldo. "Tidak perlu, aku mau pergi selepas mengantar Kenan," jawab Rere. Aldo mencekal tangan Rere. "Aku ingin Kenan menginap di rumahku malam ini."Rere menatap Aldo. "Kamu ingin Kenan, artinya kamu setuju dengan kesepakatan yang aku katakan.""Tidak ... aku tidak setuju. Kamu harus tetap menjadi kekasihku."Rere melepas dengan kasar tangan Aldo. Dia tidak mengerti akan pikiran dari mantan atasannya itu. "Terserah kamu ... aku malas untuk berdebat." Rere melangkah keluar dari rumah. Begitu juga dengan Aldo. "Kenan ... nanti siang, Daddy akan menjemputmu," ucap Aldo. "Daddy tidak bohong lagi, kan?" ucap Kenan.Aldo mengacak-acak rambut Kenan. "Tentu saja tidak. Daddy akan datang menjemput
Jam makan siang sudah tiba. Aldo membereskan file-file yang ada di meja kerjanya. Dia bergegas keluar dengan membawa kunci mobil di tangannya. Aldo sudah berjanji akan menjemput Kenan dari sekolahnya. Aldo masuk ke dalam lift menuju lantai dasar. Dering ponselnya berbunyi. Aldo meraih ponsel dan melihat nama orang yang tengah meneleponnya. Aldo mengeser tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga. "Halo ... Re." ~ Aldo."Kamu sudah dimana? Jangan lupa untuk menjemput Kenan. Aku sudah di rumah dan tidak menjemputnya. Kamu bilang tadi pagi ingin menjemput Kenan." ~ Rere. Aldo menjauhkan telepon gengamnya dari telinga. Rere terus saja bicara tanpa jeda. Aldo mendekatkan lagi ponsel ke telinganya. "Halo Re, ini aku mau jalan." ~ Aldo. "Aku tunggu di rumah." ~ Rere.Aldo berdecak saat Rere mematikan teleponnya secara sepihak. Dia memasukan kembali ponselnya ke saku celana. Aldo keluar setelah pintu lift terbuka. Dia keluar gedung kantor menuju mobilnya di parkiran. Aldo membuka p
Kedua orang tua Aldo menatap intens putranya itu. Mereka seolah meminta penjelasan lebih dari Aldo. Celine juga seperti itu. Dia kesal dan juga sudah marah kepada Aldo. Aldo mengerti akan tatapan dari orang-orang terdekatnya. Aldo menarik napas lalu mengembuskannya. "Waktu Aldo ke kota B, di sana Aldo bertemu Rere dan menghabiskan malam bersama. Aldo juga tidak tahu jika Rere ternyata hamil. Aldo tahu saat Kenan mencari siapa ayahnya," ungkap Aldo."Kamu yakin, jika anak kecil ini adalah anak kandungmu?" tanya Celine. "Betul, Al. Bisa saja itu anak orang lain," sahut Rina. Aldo mengeleng. "Kenan memang anak kandungku. Aldo sudah melakukan test DNA. Lagi pula waktu itu Rere masih perawan saat Aldo menidurinya."Wijaya dan Rina memperhatikan wajah Kenan yang sangat tampan. Mereka mendekati Kenan yang tengah duduk di samping Aldo. Rina mengusap puncak kepala Kenan. "Tampan sekali kamu, Nak.""Ibunya pasti sangat cantik," sahut Wijaya. "Benar, wajahnya sangat tampan," ucap Rina. "
Celine semakin kesal akan tingkah nakal dari Kenan. Semua gelas pecah beserta cemilan kue berantakan. Ingin sekali dia memarahi Kenan. Tapi niat itu dia urungkan. Orang tua Aldo sudah berada di hadapannya.Rina mendekati sang cucu. Dia mengendong dan membawanya menjauh dari serpihan gelas kaca itu. Celine memanggil pelayan untuk membersihkan barang yang pecah. Tangannya sedikit merah karna terkena tumpahan air panas. Dia kesal dan ingin sekali memukul Kenan. Aldo turun dari atas dan segera menghampiri Kenan. Celine semakin kesal saja. Sebab Aldo lebih perhatian terhadap putranya dari pada dia sendiri yang sedang terluka. "Apa ada yang luka dengan Kenan?" tanya Aldo kepada mamanya. "Tidak ada sayang, Kenan baik-baik saja," jawab Rina. "Kenan ... jangan lari-lari begitu. Untung saja serpihan kaca itu tidak melukai kamu," ucap Aldo."Maaf Dad," ucap Kenan.Rina dan suaminya semakin suka dengan Kenan. Cucunya itu begitu pintar dan lucu. Wijaya sang kakek mengusap puncak kepala Kenan.
Rere berdecak kesal karna sambungan teleponnya di putus sepihak oleh Aldo. Dia melirik jam beker di atas nakas meja lampu. Masih belum terlalu larut. Rere mengambil pakaian ganti di dalam lemari. Dia memakainya lalu meraih kunci mobil serta ponsel. Rere keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Di depan ruang TV masih ada Maya yang masih menonton. "Maya ... aku akan keluar. Kamu kunci pintu rumah saja. Aku akan membawa kunci rumah sendiri," ucap Rere.Maya mengangguk. "Baik, Nona."Rere berjalan keluar. Tidak lupa dia mengunci pintu rumah. Rere masuk ke dalam mobil. Dia menghidupkan mesin dan menjalankannya menuju jalanan. Rere melihat ponselnya. Dia melihat alamat rumah yang di kirim oleh Aldo. Rere melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia ingin segera sampai menemui Kenan di sana. *****Kenan masih saja terus menangis. Sudah dengan beberapa cara, Aldo membujuk agar putranya itu terdiam. Biasanya Kenan tidak bertingkah seperti ini. Kenan adalah anak yang mandiri. Dia
Kenan terlihat beberapa kali menguap. Dia sudah sangat mengantuk sekali. Rere mengusap rambut putranya. Rere ingin sekali membawa Kenan tidur. Tapi dia tidak tahu harus ke kamar yang mana."Kenan sudah mengantuk?" tanya Rina yang memang melihat Kenan beberapa kali menguap. "Iya, Nek. Kenan ingin tidur sekarang," jawabnya. Mama Aldo memanggil pelayan. Dia menyuruh pelayan di rumahnya mengantar Kenan dan Rere ke kamar tamu."Sayang ... ucapkan selamat malam dulu sama Kakek dan Nenek," ucap Rere. Kenan menganguk dan mendekat kepada kakek dan neneknya. "Selamat malam Kakek, Nenek."Sepasang suami istri itu tersenyum. "Selamat malam juga, Kenan." Rina dan Wijaya mengecup kedua pipi gembul cucunya. "Selamat malam Ma, Pa," ucap Rere."Selamat malam juga dan selamat beristirahat," ucap Rina.Rere dan Kenan mengikuti langkah kaki pelayan yang akan membawa mereka ke kamar tamu. Pelayan membuka pintu dan mempersilakan Rere untuk masuk. Pelayan itu pergi setelah Rere mengucapkan terima kasih
Rere terbangun dari tidur lelapnya. Dia menutup bibirnya yang menguap. Aldo dan Kenan masih tertidur dengan pulas. Rere turun dari ranjang kasur. Dia berjalan menuju kamar mandi. Rere membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Dia memutar kran shower dan menguyur dirinya dengan air dingin. Rere mengambil handuk yang terletak di gantungan dekat cermin wastafel. Namun matanya membulat melihat tanda-tanda merah di sekitar kaki bagian atas dan bagian yang tertutup dalaman. "Apa ini? Apa ini di gigit nyamuk?" Rere memperhatikan dengan seksama tanda-tanda merah itu.Rere mengumpat kesal saat mengetahui tanda apa yang berada di sekitar kaki bagian atasnya. Itu adalah tanda cinta yang berikan Aldo padanya. "Awas saja kamu, Aldo," gerutu Rere.Rere keluar dari dalam kamar mandi. Dia mendekati Aldo yang masih tidur. Rere mengambil bantal kepala. Dia membekap wajah Aldo dengan bantal.Hal itu membuat Aldo kesulitan untuk bernapas. Rere membuang bantal itu saat Aldo sudah hampir kehilangan napa