Rere keluar dari hotel. Dia mencari taksi dan menghentikannya. Rere masuk ke dalam mobil setelah mendapatkannya. "Pak, antarkan saya ke TPU melati," kata Rere. "Siap, Nona," sahutnya. Mobil melaju ke tempat pemakaman umum. Rere akan mengunjungi makan kedua orangtuanya. Sudah bertahun-tahun dia tidak pulang dan berkunjung. Tetapi Rere tetap menyuruh orang untuk merawat makan ayah dan ibunya. Mobil telah sampai di pemakaman. "Pak ... tunggu saya. Saya tidak akan lama.""Sip," jawab supir taksi. Rere keluar dari dalam mobil. Dia melangkah menuju makam orangtuanya. Makam orangtua Rere saling berdampingan.Rere bersimpuh di antara dua makam. Dia mengusap nisan kedua orangtuanya. Rere menitikkan air matanya. "Daddy, Mommy ... ini Rere. Maafkan Rere karena baru bisa datang. Kalian tahu, Kenan sudah besar. Dia juga sangat pintar. Rere bahagia sekali. Andai kalian bersama dengan kami," lirihnya. Rere mengecup batu nisan ayah dan juga ibunya. Dia juga mengirim doa agar kedua orangtuanya
Rere selesai membersihkan diri. Dia mulai merias wajahnya dengan make up. Dia juga menata rambutnya seindah mungkin. Rere membiarkan rambut panjangnya terurai. Diujung bawahnya dibuat curly. Selesai dengan riasan wajah dan rambut, Rere keluar dari kamar mandi. Dia mengambil tas lalu membukanya. Rere mengeluarkan sebuah gaun berwarna light grey. Dia juga mengeluarkan tas tangan serta high heel dengan warna sepadan dengan gaunnya. Rere memakainya. Gaun itu melekat sempurna di tubuh indah dan mulusnya. Gaun itu berbentuk v-neck. Menampakkan sedikit belahan aset indah milik Rere.Bagian belakang punggungnya juga terbuka. Bagian bawahnya berbentuk kain tulle yang bertumpuk. Rere memakai aksesoris serta tas tangan sebagai pelengkap penampilannya. Pintu kamar diketuk dari luar. Dimas datang untuk menjemput sang Sekretaris. Rere membuka pintu kamarnya. Dimas tidak berkedip melihat penampilan Rere yang begitu cantik dan anggun. Dia terpana melihatnya. Dimas semakin tertarik kepada wanita
Aldo terlonjak kaget. Matanya seakan keluar mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Rere. Kekasih kontraknya itu memintanya untuk menjauhi Celine. Itu hal mustahil yang bisa dilakukan oleh Aldo. Celine adalah wanita yang dia cintai. Tidak mungkin bagi Aldo untuk menjauh darinya. Meski tanpa disadari. Aldo memang sudah menjauh dari Celine. Dia banyak menghabiskan waktunya bersama dengan Rere. "Re ... permintaan macam apa itu? Aku tidak mungkin menjauh dari Celine," protesnya. "Kalau begitu, biarkan aku bersama dengan pria lain. Kamu hanya membutuhkanku di tempat tidur saja, kan?" ucap Rere dengan nada menegaskan perkataannya. Aldo mengusap kasar wajahnya. "Aku terima. Aku menerima syarat itu. Aku akan menjauh sementara dari Celine. Hanya sampai kesepakatan kita berakhir.""Jika kamu melanggarnya. Jangan salahkan, aku juga membalas perbuatanmu itu," ucap Rere dengan nada sedikit mengancam."Aku akan bicara kepada Celine mengenai hal ini," sahut Aldo. Rere merebahkan tubuhnya di at
Rere keluar dari kamar mandi. Dia mengunakan kemeja bersih Aldo yang diambilnya dari dalam lemari hotel. Terlihat Aldo duduk termenung di sofa. "Aku mau kembali ke kamarku," ucap Rere. Aldo memperhatikan pakaian yang dikenakan Rere di tubuhnya. "Apa kamu ingin memamerkan kaki jenjangmu itu?"Rere menunduk melihat kebawah. Kemeja Aldo memang hanya sebatas paha saja. "Tidak ada lagi pakaian. Gaun itu juga sudah kotor.""Tunggulah di sini. Aku akan menyuruh Ryan membelikanmu pakaian kantor," kata Aldo."Aku juga butuh dalaman," pinta Rere. "Iya ....""Cepat sedikit belinya. Bukannya kita harus ke acara pertemuan bisnis." Rere duduk di tepi ranjang dengan menyilangkan kaki. "Berhentilah bicara. Kapan aku bisa menelepon, kalau kamu terus mencerocos," ucap Aldo dengan sedikit kesal. "Aku juga lapar, Al." Aldo segera menelepon Ryan. Setelah menelepon sahabatnya itu. Dia memesan sarapan lewat pesawat telepon yang ada di kamar. Rere berpindah duduk di sofa. Dia mengambil remote TV lalu
Rere keluar dari kamar hotel Aldo dengan membanting pintu. Sontak hal itu membuat Celine dan Aldo terlonjak kaget. Aldo beranjak dari duduknya dan bergegas menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat keluar. Tidak ada siapa pun. Aldo melihat ke sisi kanan dan kiri tapi tidak ada yang mencurigakan. "Siapa yang membanting pintu?" gumamnya. Aldo meraih ponsel dari saku celananya. Dia mendial nomor Ryan. Setelah beberapa saat, Ryan tidak mengangkat teleponnya. "Siapa, Aldo?" tanya Celine."Bukan siapa-siapa. Tidak ada satu pun di luar," jawab Aldo. Aldo menyimpan kembali ponselnya di saku celana. Dia berpikir jika acara meeting itu sudah dimulai. Itu artinya bukan Rere yang tadi membanting pintu. "Kapan kamu akan pulang?" tanya Celine dengan merangkul lengan tangan Aldo. "Mungkin besok." Aldo mengecup pipi Celine. "Kamu jangan menemuiku dulu. Menjauhlah. Aku tidak mau rencana kita gagal.""Baiklah. Tapi kita masih bisa saling tukar kabar lewat pesan singkat, kan?" kata Celine."Ten
Dengan sekuat tenaga. Rere melepas tautan bibir Aldo darinya. Dia memukul-mukul dada Aldo dengan keras. "Lepas," pekik Rere.Dengan segera Rere keluar dari kamar mandi. Namun Aldo berhasil menangkap tubuhnya. Aldo melemparkan Rere di atas ranjang kasur.Wajah Aldo sudah berkilat marah. Dia tidak menyukai Rere yang selalu membantahnya. Apa lagi saat melihat bekas merah di sekitar leher Rere.Ingin sekali Aldo mengosoknya hingga hilang tanpa jejak. Aldo memukul wajah Rere. Dia merobek habis pakaian Rere dengan tenaganya. Dia membuat tubuh itu menjadi polos. Aldo melepas sabuk pinggangnya. Rere mengeleng melihat itu. "Jangan sakiti aku, Aldo. Aku mohon," lirih Rere. "Aku harus menghukummu. Jika tidak begini, kamu akan berbuat apa yang kamu inginkan. Kamu sudah tahu akan sikapku ini, kan? Kenapa kamu terus saja melawanku," sergah Aldo. Aldo akan melayangkan sabuk itu kearah Rere. Saat itu juga Rere memejamkan matanya. Dia meringkuk dengan mengigit bibirnya. Aldo memberi lima kali c
Rere meringis sakit saat Aldo mengoleskan salep di kulitnya yang terluka. Namun sakit di tubuhnya tidak sebanding dengan sakit hati yang Aldo berikan. Aldo meniup luka-luka itu saat dia kembali mengoleskan salep. "Ini karena kamu membantahku. Sudah aku peringatkan. Jangan membuatku marah. Tapi kamu malah ingin tidur bersama Dimas. Tahukah kamu ... aku sangat cemburu melihatnya."Aldo memakaikan Rere kimono tidur. Kimono licin itu lebih lembut untuk kulitnya yang terluka. "Kita makan sekarang. Aku sudah memesankan bubur untukmu," ucap Aldo seraya tangannya mengambil semangkuk bubur dari meja.Aldo meniup bubur yang masih terasa panas. Dia lalu memberikannya kepada Rere. Tapi Rere memalingkan wajahnya. Dia enggan untuk makan. Lebih baik nyawanya tiada dari pada harus makan dari tangan Aldo. Lebih baik dia menghilangkan nyawanya sendiri dari pada harus tersiksa dengan semua perlakuan Aldo. "Maafkan aku, Sayang. Aku hanya emosi semalam. Aku cemburu padamu. Saat Ryan mengatakan kamu m
Plaakk ... !Cap lima jari mendarat di pipi Aldo. Rere menjauh dari sepasang kekasih yang masih berstatus sebagai tunangan itu. Dengan melipat kedua tangan di perut, Rere menyaksikan pertengkaran Celine dan Aldo. Celine menguncang tubuh Aldo dengan kedua tangannya. "Kenapa kamu melakukan ini? Kamu bilang ingin menikahiku. Lalu kenapa kamu menikah dia, huh?!" Celine menunjuk wajah Rere. "Karena Aldo memang lebih membutuhkanku," sahut Rere. "Kamu itu sungguh wanita tidak tahu malu. Kamu sudah tahu Aldo adalah tunanganku!" hardik Celine kepada Rere. "Aku mengantuk mendengar ocehanmu. Tanya saja pada Aldo. Kenapa dia menikahiku?" "Cukup Rere! Kamu yang memberitahu Celine tentang ini, huh?!" tanya Aldo dengan kesal. Rere tersenyum. "Aku hanya memberitahu kebahagianku pada orang lain saja. O, ya, setelah ini aku ingin diadakan resepsi yang mewah. Aku tidak mau tahu. Aku harus menjadi Nyonya Aldo."Rere pergi setelah mengatakan hal itu. Dia akan menunggu suaminya di dalam mobil. Ryan