Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Ayo Ray ..., berpisah. Ceraikan aku demi kebaikan kita semua." Boleh Raymond terbahak? Kekonyolan Regina sudah melebihi batas. Namun, jika dipikir-pikir untuk apa Raymond terbahak? Mungkin diam jauh lebih baik agar Regina juga diam. Membalas artinya menyambung percakapan, sedang keadaan emosi mereka saat ini tidak ada baiknya, untuk itu diam adalah pilihan terbaik di sini. "Raymond ...." "Diam." Bagus, sedari tadi hanya diam kini saatnya Raymond memerintah Regina untuk diam seperti dirinya. "Menyelesaikan masalah?" tanya si istri. "Ya," jawab Raymond datar, tetap dingin. Kepala Regina menggeleng, tidak menyangka akan jawaban yang diberikan oleh sang suami. Dari sudut mananya diam itu menyelesaikan masalah? Dari mana?! Diam hanya menunda bukan menyelesaikan. "Aku kecewa sama kamu," bisik Regina membuang wajah ke luar jendela lagi. Selesai, Raymond tidak membalas apapun. Seperti yang dia katakan, diam, hanya diam, sampai Regina nantinya tahu,
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Fokus mengobati luka di telapak tangan suaminya, Regina tidak melisakan kalimat apapun. Wanita itu tutup mulut seperti yang sering Raymond lakukan. Sedang si suami sendiri fokus menatap apa yang bisa ia tatap dari Regina, entah kenapa rasa rindu merajalela di dalam diri Raymond, dia rindu Reginanya yang tidak seperti ini. Semenit ..., dua menit ..., detik adalah detik yang tidak akan berhenti walau manusia ingin dia berhenti, tiga menit, dan menit adalah menit yang selalu mengikuti mau detik. Tepat dimenit ke lima Regina selesai, wanita itu menarik tangan suaminya dan, mengecup lembut bersama tatapan yang naik mengincar wajah pria itu. Tatapan mereka bertemu. Cup, cup, cup. Regina terus mengecupi tangan besar Raymond, mulai dari telapak tangan, ibu jari, sampai ke punggung tangan. "I love you," bisik Regina meletakan telapak tangan Raymond ke atas permukaan pipinya. Pria itu, suami Regina menarik napas, menjulurkan satu tangannya yang mengangg
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina menatap bagaimana Laura memberikan terapi kepada Maria yang malas-malasan, wanita itu merasa tidak memerlukan ini sedang Regina memaksa, maka dari itu ia malas-malasan. Cklek. Pintu terbuka, kepala Regina menoleh menatap ke arah pintu, Mario datang. Setelah sekian lama tidak terlihat akhirnya pria itu kembali memunculkan batang hidung. "Hi," sapa Regina meletakan jari telunjuk ke depan bibir, bermaksud menyuruh Mario lebih tenang dalam melangkah. Si pria mengangguk, membenarkan tas ransel yang ada di bahunya dan melangkah mendekati sofa tempat Regina duduk dengan pelan. Butuh beberapa detik hingga akhirnya Mario mendudukan diri di samping Regina. "Dia baru mulai, kita lihat saja dulu ya?" ujar Regina berbisik. Sekali lagi kepala Mario mengangguk paham, meletakan tas ke atas lantai, tepat di samping kakinya. Ada yang ingin mengetahui sesuatu yang pasti terasa asing? Itu tentang perasaan Mario, iya, perasaan Mario yang sangat merindukan
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu hamil, Re." "Ha?" terkejut, itulah yang Regina rasakan detik gendang telinganya mendengar kalimat sang suami. "Iya, kamu hamil," pertegas Raymond bersama mimik super seriusnya. Entah kenapa jantung Regina berdetak sangat cepat, super cepat. I-ini ..., serius? Dia tidak salah dengar? Sumpah? "Abang nggak lucu ya," ujar Regina bergerak duduk, bodo amat kepalanya masih berdenyut, berita yang Raymond lisankan lebih penting daripada rasa sakit di kepala. "Memang tidak lucu," balas Raymond masih serius. Diam, Regina sudah duduk, ia tatap suaminya dan tidak ia temukan kebercandaan di sana, di mimik Raymond. Damn! Ini benar? Ada nyawa yang hidup di dalam perutnya? Rahimnya? Dan itu ..., anak Raymond Arthur William? Kedua sudut bibir Regina perlahan-lahan siap naik membentuk senyuman namun, tunggu, Raymond 'kan ..., mendungakan kepala, kedua netra Regina menatap netra suaminya. "Hah ...." Raymond menghembuskan napas, ia bawa naik tangan kananny
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Berdiri saling berhadapan, mereka menatap satu sama lain, dua anak manusia dengan nama yang beda tipis, -Maria dan Mario- sama-sama memasang mimik menantang, tidak mau kalah, tidak mau memperlihatkan kelemahan, keduanya punya tekad yang sama kuat untuk menang. "Kau menantangku, Mario?" berbisik tanya, suara ini menggeram menahan emosi. "Jika itu sebutan menariknya," balas Mario santai, namun, tetap datar. Maria diam, menggempalkan kedua tangan, menatap tajam tepat ke dalam mata kaum adam di depannya. "Maka aku terima tantanganmu." Cool! Dengan gerakan cepat tubuh Maria melompat naik memeluk leher Mario. Bugh! Membuat si pria jatuh ke atas lantai rumah sakit dengan sadisnya. Punggung Mario pantas mendapatkan ucapan mampus sangkin sakitnya. "Aku juga suka yang menantang." Sedang Maria tidak merasa bersalah, menarik pakaian yang ada di genggaman Mario dengan senyum menang. Kalau sudah begini, Mario tahu tandingannya bukan sembarang wanita. Wel
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kalau boleh tau sebenarnya kisah ini menceritakan tentang apa? Perjuangan seorang Regina mendapatkan Raymond? Atau bdms Raymond yang tidak diketahui orang-orang? Atau lagi Maria si wanita abnormal? Yang mana? Bolehkah salah satu dari tiga nama itu menjawab sekarang juga? Sedikit saja juga tidak masalah, agar semua paham kemana arah yang sebenarnya. Well, pertanyaan itu sangat mudah untuk dijawab. Ini kisah ketiganya yang dimasukan ke dalam satu wajan. Dimana satu persatu diselaikan, satu persatu saja tanpa terburu-buru. Untuk itu silakan mulai absen konflik yang sudah terselesaikan, mulai dari perjuangan Regina? Ya, perjuangan Regina selesai. Raymond Arthur William jatuh cinta kepadanya, bahkan pria itu yang lebih dulu mengakui. Bdms Raymond? Regina terima dengan tangan terbuka, pria itu tidak separah yang dibayangkan, ya walau terkadang saat bermain ia ngeri sendiri. Keabnormalan Maria? Ini yang berada di akhir halaman, belum terselesaikan dan
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Pintu ruangan Raymond terbuka begitu saja tanpa diketuk, sangat tidak sopan namun berhasil membuat kepala tertunduk si mister William mendunga, menatap ke arah sana. "Maria," gumam Raymond menyuarakan nama si pelaku. Tentu saja Maria tidak menyahut, kaum hawa dua puluh lima tahun itu memasuki ruangan Raymond bersama mimik super datar. Fine, Raymond ikuti alur wanita ini. Jika dengan itu bisa menyelesaikan semuanya kenapa tidak? Diam duduk di tempat, Raymond menatap bagaimana wanita di depannya ambil posisi berdiri tepat di belakang kursi untuk pasien jika ada janji temu dengan Raymond. Hening, belum ada yang mau membuka dialog, mereka hanya membisu bersama adegan saling menatap datar. Detik bergerak, suara jarum jam sangat jelas memasuki gendang telinga. Hitungannya jelas dimulai dari satu ..., dua dan, tiga. "Kau ingin aku berhenti bukan?" bertanya, Maria yang memulai dialog. "Itu jelas dari awal." Raymond menjawab. "Temui aku har
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Dia koma," ujar Jefri. Napas Regina tertahan, untuk beberapa saat bom hidup menghantam dirinya, membuat degung di telinga bersama parau-paru yang tidak bekerja. "Ini jauh lebih baik, Miss William," sambung dokter. Kepala Regina menggeleng. "Re, duduk, jangan begini." Julia. "Kenapa harus begini, Kak, hiks ...." Mereka, Regina, Jefri, Julia, plus Bio dan, Mario sudah berada di rumah sakit. Ada dua yang mereka tunggu, sudah pasti Raymond dan Maria. "Shut-shut ..., it's oke, Re." Hanya ini yang bisa Julia lakukan, menenangkan sang adik, menarik dekap tubuh menggigil di sampingnya. "Maria sahabat aku, Kak, satu-satunya hiks ..., hiks ...." Semakin terisak, Regina tidak kuat lagi, tubuhnya siap rubuh, runtuh, andai saja Julia tidak membantu topangan. Berita koma barusan adalah ..., tentang Maria. Wanita itu dengan segala rencananya untuk Raymond pada akhirnya berbalik menyerang diri sendiri. Niat meracuni, namun, Raymond juga cukup cerdas. Hi