Rigel dan Sia bisa merasakan suhu tubuh satu sama lain yang kian memanas saat mereka menempel begitu lekat.
Berulang kali jantung berdebarnya begitu terpacu untuk mendapatkan kepuasan dari Sia. Bahkan karena ulahnya, Sia berulang kali menyebut nama lengkapnya dengan baik. Terdengar sendu, lembut, dan luar biasa.
Hal yang sama, di ranjang yang mungkin akan terus berguncang, menjadi tempat yang tidak ingin ditinggali Rigel untuk waktu yang lama.
“Aku masih ingin bersamamu,” keluh Rigel. Pundak Sia yang tanpa penutup apapun, dikecupnya begitu lama.
“Bukannya kau ada janji dengan temanmu itu?”
“Oh, jangan ingatkan aku tentang dia, Sayang. Aku hanya ingin kau dalam hidupku, apa kau mengerti?”
“Aku mengerti. Tapi dia benar temanmu, bukan? Aku khawatir jika kau tidak mengingat hal itu dan dia—”
“Sudah kuingatkan jangan bicara tentang dia. Sekarang kau kuhukum ...” Rigel mengun
“Sudah kubilang, ini bukan urusanmu.” Rigel membalas Ares di dalam pikirannya, karena pria itu tetap di sana mencoba masuk dan berucap kacau dipikirannya.Sekarang Rigel mengacuhkan suara di kepalanya, dan fokus pada Natalie yang kini memberinya tatapan serius. Menahan wanita ini sebentar lagi saja, lalu dia bisa segera kembali.“Aku seperti mengenalmu, Tuan.” Ucapan Natalie yang diiringi senyum, tidak membuat Rigel merasa curiga. Bisa saja remaja ini pernah melihatnya berkeliling di tempat lain di masa ini. Tapi harusnya mereka baru bertemu untuk pertama kalinya delapan tahun ke depan dari masa ini. Tepatnya, saat Natalie berusia dua puluh empat tahun.“Kembaran manusia memang tersebar di bumi.” Rigel membalas senyum. Melihat ke arah Ares yang setia menunggunya, dan Disi yang benar-benar sudah menghilang dari pandangan. Baiklah, semua selesai sampai di sini.Rigel bangun dari posisi berjongkoknya, mengusap kedua telapa
“Apa kau percaya padaku?” Rigel balik bertanya. Kebingungan ini harus berakhir.Gadis mungil itu mengubah posisi duduknya lebih rapat ke arah Rigel. “Tentu saja. Meski kau menjengkelkan, tapi aku menyayangimu seperti saudara laki-lakiku sendiri. Ada apa? Coba katakan, aku mendengarkanmu sekarang.”Rigel merasakan tubuh mereka begitu dekat. Kenapa gadis itu begitu berani menempel seperti ini padanya?“Siapa namamu?” Rigel bertanya, dan bisa melihat bagaimana dua mata indahnya yang sedikit sipit, membelalak.“Kau lupa siapa aku?” Dia terdengar sangat dan sangat terkejut. “Jangan bercanda!”Rigel menggeleng, tetap memperlihatkan wajah bingung agar semua ini selesai dengan cepat. Dia harus kembali ke masa seharusnya dia berada saat ini. “Aku tidak sedang bercanda. Aku hanya ingat siapa namaku.”Keterkejutan semakin memenuhi diri si gadis mungil itu, sampai dia harus berdiri
“Aku seperti jenis orang yang tidak suka berteman, begitu?” “Bukan begitu.” Nova menengadahkan tangan kanannya, menunggu titik salju jatuh. “Kau tipikal laki-laki yang tidak mudah mempercayai orang lain, meski kau berada bersama mereka dalam satu lingkaran pertemanan. Aku tidak yakin kau bersungguh-sungguh di dalam hatimu menganggap salah satu dari mereka sebagai sahabatmu.” “Apa menurutmu itu juga berlaku untukmu?” Rigel melirik sekilas. Nova tampak serasi dengan butiran salju yang menaungi dirinya. “Aku tidak tahu, tapi menurutku, ya. Kau juga tidak sepenuhnya percaya padaku.” “Tapi kau mengatakan padaku tadi, bahwa kau mempercayaiku. Apa itu hanya setengah hati?” Nova menurunkan tangan, menatap Rigel dengan seksama. “Kau biasanya tidak senang mendetail seperti ini. Apa tadi saat kau lari untuk menghindari jamuan minum teh, kepalamu terbentur sesuatu?” Rigel tertawa. Jadi dia remaja sombong di kehidupan masa ini? Hebat! Sekarang suda
“Ya, kau melakukannya. Dan sesekali kau memberontak, walau itu jarang terjadi. Seperti tadi. Kau melarikan diri dari acara pertemuan keluargamu dan keluarga Flint di jamuan minum teh.”“Kenapa aku melakukannya?”“Jangan tanyakan padaku. Harusnya aku yang mengajukan pertanyaan itu padamu. Tapi karena kau mengaku tidak mengingat apapun, mari lupakan itu dan—”“Rigel Auberon.” Panggilan berasal dari bawah. Rigel segera mendekati railing tangga, sedikit menunduk untuk melihat sosok itu. Pria paruh baya yang beribawa dan tampak hangat itu sedang mendongak untuk menatapnya.“Ayo cepat turun dan temui keluarga Flint, Nak.”Mendengar ucapannya itu, sisi jiwa remaja Rigel menciut. Ah, ini terdengar seperti dirinya terintimidasi hanya lewat sebuah perkataan lemah. Tidak dipungkiri, Tuan Harvey memiliki sisi pemimpin yang aura menindasnya tidak bisa dilawan oleh remaja delapan belas tahun seper
“Siapa? Ini siapa?” Gadis remaja urakan diseberang langsung terduduk tegak di ranjangnya. Rambut kusut tergerai hampir menutupi wajahnya. Ah, seketika Rigel mengumpat di dalam hati. Jelas hanya dia yang menyimpan dengan baik nomor kontak gadis tercintanya. Apa dirinya di masa ini sudah diam-diam menyukai Galexia Pandora? Sepertinya dia harus tetap menanyakan hal ini pada Nova besok pagi. “Maaf, sepertinya aku salah sambung.” Rigel ingin meringis, tapi urung ketika mengingat seperti apa Rigel Auberon remaja di masa ini. “Kau ... menyimpan nomorku?” Diseberang, gadis bernama Galexia itu hampir tertawa keras. Akan ada berita besar besok pagi untuk seisi kelas, bahkan diseluruh Sekolah. “Aku juga tidak tahu kenapa nomor kontakmu bisa ada di ponselku.” “Omong kosong!” Dia mendengus, lalu tertawa pelan dengan tujuan menghina. Sayangnya Rigel memutuskan panggilan secara sepihak. Galexia melanjutkan tawa kesal sembari menatap layar ponselnya yang suda
Bukan seperti yang dipikirkan Nova, Rigel sama sekali tidak mendengar ucapan siapapun. Setelah Penjaga Sekolah pergi dari hadapan mereka, Rigel menarik tangan Nova untuk menjauh dari sana.“Rigel, aku tidak bisa masuk bersamamu. Aku tidak ingin Kakek dan Nenekku dipanggil oleh Kepala Sekolah.” Nova menepis cengkeraman Rigel. Menggeleng dengan murung.“Itu artinya, aku sama sekali tidak berguna sebagai temanmu.” Rigel memasukkan kedua tangan ke saku celananya. Memangnya ada aturan tidak boleh terlambat sama sekali di Sekolah ini? Aneh sekali.“Tidak. Bukan seperti itu. Cukup dengan tidak mengambil tindakan apapun, maka kau telah menyelamatkan aku.”“Omong kosong macam apa itu?”Penjaga Yellow Rose High School muncul dengan selembar kertas kosong di tangannya. Dia tahu dengan cepat ke mana harus mencari dua berandal ini.“Tulis nama, kelas, dan nama Walimu.”Wajah Nova memucat
“Dia tidak ada di sana saat aku masuk,” jawab Vanth. Dirinya merasa bangga untuk itu, lalu menoleh pada Rigel, bicara lewat gerakan bibir, bukan masuk ke pikiran Rigel seperti yang bisa dia lakukan. “selamat datang, Rigel. Ayo nikmati keberadaan kita di sini.”Rigel membuang pandangan ke jendela, sementara Vanth kembali fokus pada Nova alih-alih menertawakan Rigel yang belum bisa kembali ke masa sebelum dia datang ke sini.“Hari ini ada rapat mingguan. Jam kedua kosong. Aku akan tuliskan tugas yang harus kalian kumpulkan sebelum jam istirahat.” Si Ketua kelas, yang tampak cakap walau sedikit urakan, mulai menulis di papan tulis.Rigel tidak memperhatikan itu, dia hanya sibuk memandangi halaman luas Yellow Rose High School bersama beban pikirannya yang lain.Nova mengeluh pada Vanth tentang tempat alat tulisnya yang hilang dan tugas Sejarah yang belum selesai. “Sial! Aku harus menulis catatan tambahan karena Pak Vi
Setelah meminta pertolongan dari murid lain untuk membawa Galenia ke ruang kesehatan, Rigel segera berlari ke arah Laboratorium Kimia yang masih mengepulkan asap besar yang hitam pekat.Sudah ada Vanth di sana, bahkan Austin Cadee dengan kekuatan airnya, mencoba memadamkan kobaran api melalui gerakan cepat dari kedua tangannya yang mengeluarkan air.Rigel memperhatikan sekeliling. Ada barrier berbentuk lingkaran di sekitar bangunan Laboratorium Kimia. Dia menduga itu milik Vanth. Hal itu pasti dilakukan Pemimpin negeri atas awan untuk melindungi Laboratorium dari amukan api yang semakin besar, dan mencegah manusia lain datang ke sini lalu melihat apa yang mereka—bukan manusia—coba lakukan di tempat kejadian ini.“Ada siapa di dalam?”Vanth tidak menjawab pertanyaan Rigel. Dia melangkah menuju ke tempat Austin berdiri. “Lebih kuat, Austin Cadee. Itu bukan ledakan dari api biasa.”“Hei, Ares Vanth Dier, apa k