“Aku seperti jenis orang yang tidak suka berteman, begitu?”
“Bukan begitu.” Nova menengadahkan tangan kanannya, menunggu titik salju jatuh. “Kau tipikal laki-laki yang tidak mudah mempercayai orang lain, meski kau berada bersama mereka dalam satu lingkaran pertemanan. Aku tidak yakin kau bersungguh-sungguh di dalam hatimu menganggap salah satu dari mereka sebagai sahabatmu.”
“Apa menurutmu itu juga berlaku untukmu?” Rigel melirik sekilas. Nova tampak serasi dengan butiran salju yang menaungi dirinya.
“Aku tidak tahu, tapi menurutku, ya. Kau juga tidak sepenuhnya percaya padaku.”
“Tapi kau mengatakan padaku tadi, bahwa kau mempercayaiku. Apa itu hanya setengah hati?”
Nova menurunkan tangan, menatap Rigel dengan seksama. “Kau biasanya tidak senang mendetail seperti ini. Apa tadi saat kau lari untuk menghindari jamuan minum teh, kepalamu terbentur sesuatu?”
Rigel tertawa. Jadi dia remaja sombong di kehidupan masa ini? Hebat! Sekarang suda
“Ya, kau melakukannya. Dan sesekali kau memberontak, walau itu jarang terjadi. Seperti tadi. Kau melarikan diri dari acara pertemuan keluargamu dan keluarga Flint di jamuan minum teh.”“Kenapa aku melakukannya?”“Jangan tanyakan padaku. Harusnya aku yang mengajukan pertanyaan itu padamu. Tapi karena kau mengaku tidak mengingat apapun, mari lupakan itu dan—”“Rigel Auberon.” Panggilan berasal dari bawah. Rigel segera mendekati railing tangga, sedikit menunduk untuk melihat sosok itu. Pria paruh baya yang beribawa dan tampak hangat itu sedang mendongak untuk menatapnya.“Ayo cepat turun dan temui keluarga Flint, Nak.”Mendengar ucapannya itu, sisi jiwa remaja Rigel menciut. Ah, ini terdengar seperti dirinya terintimidasi hanya lewat sebuah perkataan lemah. Tidak dipungkiri, Tuan Harvey memiliki sisi pemimpin yang aura menindasnya tidak bisa dilawan oleh remaja delapan belas tahun seper
“Siapa? Ini siapa?” Gadis remaja urakan diseberang langsung terduduk tegak di ranjangnya. Rambut kusut tergerai hampir menutupi wajahnya. Ah, seketika Rigel mengumpat di dalam hati. Jelas hanya dia yang menyimpan dengan baik nomor kontak gadis tercintanya. Apa dirinya di masa ini sudah diam-diam menyukai Galexia Pandora? Sepertinya dia harus tetap menanyakan hal ini pada Nova besok pagi. “Maaf, sepertinya aku salah sambung.” Rigel ingin meringis, tapi urung ketika mengingat seperti apa Rigel Auberon remaja di masa ini. “Kau ... menyimpan nomorku?” Diseberang, gadis bernama Galexia itu hampir tertawa keras. Akan ada berita besar besok pagi untuk seisi kelas, bahkan diseluruh Sekolah. “Aku juga tidak tahu kenapa nomor kontakmu bisa ada di ponselku.” “Omong kosong!” Dia mendengus, lalu tertawa pelan dengan tujuan menghina. Sayangnya Rigel memutuskan panggilan secara sepihak. Galexia melanjutkan tawa kesal sembari menatap layar ponselnya yang suda
Bukan seperti yang dipikirkan Nova, Rigel sama sekali tidak mendengar ucapan siapapun. Setelah Penjaga Sekolah pergi dari hadapan mereka, Rigel menarik tangan Nova untuk menjauh dari sana.“Rigel, aku tidak bisa masuk bersamamu. Aku tidak ingin Kakek dan Nenekku dipanggil oleh Kepala Sekolah.” Nova menepis cengkeraman Rigel. Menggeleng dengan murung.“Itu artinya, aku sama sekali tidak berguna sebagai temanmu.” Rigel memasukkan kedua tangan ke saku celananya. Memangnya ada aturan tidak boleh terlambat sama sekali di Sekolah ini? Aneh sekali.“Tidak. Bukan seperti itu. Cukup dengan tidak mengambil tindakan apapun, maka kau telah menyelamatkan aku.”“Omong kosong macam apa itu?”Penjaga Yellow Rose High School muncul dengan selembar kertas kosong di tangannya. Dia tahu dengan cepat ke mana harus mencari dua berandal ini.“Tulis nama, kelas, dan nama Walimu.”Wajah Nova memucat
“Dia tidak ada di sana saat aku masuk,” jawab Vanth. Dirinya merasa bangga untuk itu, lalu menoleh pada Rigel, bicara lewat gerakan bibir, bukan masuk ke pikiran Rigel seperti yang bisa dia lakukan. “selamat datang, Rigel. Ayo nikmati keberadaan kita di sini.”Rigel membuang pandangan ke jendela, sementara Vanth kembali fokus pada Nova alih-alih menertawakan Rigel yang belum bisa kembali ke masa sebelum dia datang ke sini.“Hari ini ada rapat mingguan. Jam kedua kosong. Aku akan tuliskan tugas yang harus kalian kumpulkan sebelum jam istirahat.” Si Ketua kelas, yang tampak cakap walau sedikit urakan, mulai menulis di papan tulis.Rigel tidak memperhatikan itu, dia hanya sibuk memandangi halaman luas Yellow Rose High School bersama beban pikirannya yang lain.Nova mengeluh pada Vanth tentang tempat alat tulisnya yang hilang dan tugas Sejarah yang belum selesai. “Sial! Aku harus menulis catatan tambahan karena Pak Vi
Setelah meminta pertolongan dari murid lain untuk membawa Galenia ke ruang kesehatan, Rigel segera berlari ke arah Laboratorium Kimia yang masih mengepulkan asap besar yang hitam pekat.Sudah ada Vanth di sana, bahkan Austin Cadee dengan kekuatan airnya, mencoba memadamkan kobaran api melalui gerakan cepat dari kedua tangannya yang mengeluarkan air.Rigel memperhatikan sekeliling. Ada barrier berbentuk lingkaran di sekitar bangunan Laboratorium Kimia. Dia menduga itu milik Vanth. Hal itu pasti dilakukan Pemimpin negeri atas awan untuk melindungi Laboratorium dari amukan api yang semakin besar, dan mencegah manusia lain datang ke sini lalu melihat apa yang mereka—bukan manusia—coba lakukan di tempat kejadian ini.“Ada siapa di dalam?”Vanth tidak menjawab pertanyaan Rigel. Dia melangkah menuju ke tempat Austin berdiri. “Lebih kuat, Austin Cadee. Itu bukan ledakan dari api biasa.”“Hei, Ares Vanth Dier, apa k
Semua mata melihat ke arah Rigel dengan tatapan yang sulit dicerna olehnya, tapi Rigel mengabaikan itu. Yang terpenting informasi, bukan?Salah satu dari mereka dengan cepat memberi jawaban penuh antusias. “Aku melihatnya pulang dengan terburu-buru.”“Kau yakin dia memang pulang ke rumahnya?” Rigel tidak yakin. Galenia bahkan masih di ruang kesehatan. Jika mereka kembar yang saling merasa terikat satu sama lain, pasti Galexia saat ini berada di sisi Galenia.Rigel menyesali keputusannya menggunakan saran Austin untuk mencari Galexia di kelas. Dia memutar tubuh untuk beranjak dari sana dan tercegah oleh salah satu murid yang ikut menimpali.“Setahuku dia memang benar-benar kembali ke rumah. Tadi dia mengatakan hal itu pada Ketua kelas.” Si murid laki-laki itu melihat ke sudut kelas. “Benar, kan James?”James, si Ketua kelas mengangguk. “Ya. Dia buru-buru pulang karena panggilan dari orang tuanya.
Keadaan sekitar seperti tanpa kehadiran siapapun. Sepi, senyap tidak ada tanda kehidupan. Rigel kebingungan dengan sesekali menyeka darah yang juga mengalir ke keningnya, hampir mengenai mata, mengaburkan pandangannya.Sesuatu terjadi di sini. Di Yellow Rose High School, dan di sekitar jalanan ini. Dengan sangat putus asa, Rigel kembali masuk untuk memastikan keadaan Nova. Melihat gadis itu kini terjaga dengan kedua mata yang samar-samar ingin menutup kembali.“Hei, kau baik-baik saja?” Pertanyaan konyol. Jelas Nova tidak baik-baik saja dengan setengah tubuh ke bawah yang terjepit.“Aku berusaha untuk tidak tertidur seperti saranmu, Rigel. Kau tahu, saat ini aku sangat-sangat mengantuk.” Nova tertawa dengan seyum miris, tenggorokannya terasa kering.“Aku butuh ponselmu, apa kau membawanya?” Rigel mendekat, membungkuk ke samping Nova. Ponsel miliknya kehabisan daya baterai.Menggeleng lemah, Nova ingat bahwa dia p
Semua perasaan bersalah Rigel bertumpuk. Itu artinya Cassie Nova tidak akan ada di kehidupan selanjutnya. Kehidupan terakhirnya ada di masa depan. Delapan tahun kemudian. Sedangkan di masa itu, Nova sudah memilih mengakhiri hidupnya.“Dewa Air ingin aku yang disalahkan atas semua ini?” Rigel bertanya pada dirinya sendiri. Bicara dengan perasaannya yang mulai membeku.“Dia hanya ingin menyelamatkan Putranya dari kematian.”Rigel menoleh. “Maksudmu?”“Jika kau kembali. Kau akan lihat Austin bunuh diri di kamarnya saat ini. Itu karena kau yang tidak kunjung pulang ke masa depan. Dia mengira kau gagal.”Rigel mendekati Vanth, menarik kerah kemejanya dengan marah. “Dari mana kau tahu itu, hah? Jangan coba-coba memprovokasiku! Jangan membodohiku, jangan menipuku!” Rigel berteriak, sangat marah.Vanth tersenyum, mengangkat kedua bahunya dengan ekspresi wajah dingin karena tidak menyukai ca
Ratu Nimfa. Wanita culas yang tidak menginginkan siapa pun berada didekat Penguasa langit selain dirinya. Janji Vanth untuk mencabut nyawa wanita itu benar-benar diwujudkan, meski akhirnya Penguasa langit melindungi Ratu Nimfa demi dirinya dan kerajaan yang mereka bangun bersama.Minerva tidak menyangka bahwa Vanth mengikutinya ke dunia langit, mengumpulkan banyak tenaga demi bisa menghunuskan belati ke dada kiri Minerva.“Pergilah. Mulai hari ini, kau bukan Putriku. Dan tidak akan ada bahagia yang kau dapatkan setelah berani melakukan banyak hal buruk pada kami. Satu hal yang harus kau ingat, apa pun yang terjadi padamu dan Putra-Putrimu, itu tidak akan ada lagi hubungannya denganku.” Penguasa Langit berbalik, membawa tubuh Ratu Nimfa yang sekarat, tapi wanita itu tidak akan mati. Sekali lagi, mereka bukan manusia. Hidup abadi adalah salah satu hal paling membosankan yang tidak bisa mereka banggakan.“Kau tidak menyesalinya?” Vanth terba
“Dia bukan cinta lamaku,” protes Vanth. Kenyataannya memang begitu.“Ya, aku percaya itu.” Yemima mencibir. Menyeringai dibalik punggung Rigel.“Susul Hortensia. Dia mungkin tidak bisa berada di satu ruangan yang sama dengan Sia.” Vanth menatap Rigel yang mulai menggerakkan tangannya.“Yeah, dua wanitamu bersatu.”“Diam dan pergilah.” Vanth dibuat kesal setiap waktu oleh Yemima, meski dia membutuhkan rekan seperti wanita itu di sisinya.Yemima pergi sembari menyeringai, dia tahu Vanth hanya mencintai Minerva, tapi terjebak birahi dengan Aura. Dan dirinya sendiri tidak pernah peduli untuk jatuh cinta, apalagi berkembang biak.*****Sia memperhatikan dua wajah yang terbaring di kiri dan kanannya. Vanth memang baru saja memejamkan kedua matanya, pria itu lelah pastinya. Sementara Rigel sudah terbaring tidur lebih dulu sebelum dirinya merangkak ke sisi
Rigel pernah punya kenangan di rumah ini. Rumah pertama kali dia dipertemukan kembali dengan Sia, dan rumah yang menjadi tempatnya menghabiskan waktu bersama Yoan Bailey.Beruntung dia tidak pernah membiarkanYoan menjual rumah ini. Walau tampak tidak berpenghuni, tapi Rigel ingat, Yoan mempekerjakan sepasang suami istri untuk menjaga dan merawat rumah ini, serta menyantuni mereka setiap bulan.Mereka disambut, benar, sepasang suami istri yang ramah. Rigel tidak mengenal mereka. Yoan yang selalu mengurus hal yang sering kali tidak dia ketahui.“Jadi selama ini siapa yang membayar gaji kalian?” Rigel bicara tanpa basa-basi, setelah tadi dia mengantarkan Sia masuk ke kamar, agar wanita itu bisa beristirahat.“Tuan Vanth Dier.”Ah, seketika Rigel tidak lagi curiga. Ares Vanth Dier memang selalu bisa diandalkan.*****Vanth menginjak kepala penyerang terakhir, yang lebih tepat disebut pem
Selama sepekan, Vanth dan Rigel terus ada di sisi Sia dengan bergantian berjaga, bahkan mereka tidur di ranjang bersama, bertiga.Malam itu, Sia merasa gerah. Dia meminta Rigel melepas pakaiannya dan menggantinya dengan gaun tidur tipis. Saat dengan hati-hati Rigel melakukannya, Vanth sedang berada di dapur bersama Aura, dan Yemima yang baru saja pergi keluar rumah karena bosan.Dua wanita itu sudah diminta pulang ke negeri atas awan, tapi mereka bersikeras tinggal dengan alasan ingin berjaga-jaga jika kemungkinan buruk yang bisa datang dari luar rumah.“Dia akan baik-baik saja, bukan?” Suara halus Aura, terdengar di dapur Sia yang tidak luas, juga tidak sempit.Sejak tadi, Vanth lebih banyak diam. Aura tahu, itu bukan pertanda yang baik.“Pasti.” Hanya itu jawaban Vanth.“Aku merindukanmu,” ucap Aura dengan sadar posisi, tempat, dan waktu saat dia mengakuinya.“Lalu, apa yang kau inginkan?&rd
Sia melihat perseteruan di depan matanya. Berkali-kali dia memutar tubuh ke kiri dan kanan hanya untuk memastikan keberadaannya.Mimpi dan penglihatan itu lagi. Anehnya kali ini, ada pihak lain yang tampak tidak terima dan menyulitkan Rigel.Sia ingin mendekat, tapi rasa kram di perutnya menahan dia untuk melakukan itu. Dia hanya bisa berada di jarak lima meter untuk memandangi mereka, dan terasa aman bagi kondisi perutnya.Saat umpatan wanita histeris itu mengudara, saat itulah Sia bisa melihat cahaya putih sangat menyilaukan, menghantam mereka.Rigel terpental, lalu menghilang di udara yang membuat tubuhnya sempat mengambang. Begitu juga dengan dua lainnya yang sudah hilang tidak berjejak apa pun.Sia tersedot dari sana dan terlempar untuk membuka kedua matanya kembali. Sensasi seolah ini perjalanan waktu.Terengah, Sia membulatkan sepasang matanya dalam kengerian teramat sangat.“Kau bermimpi buruk lagi?” Yemima hadir d
Waktu penjemputan. Rigel harus segera bersiap. Dia melihat Aura Hortensia Dikova yang berdiri di ambang pintu saat dia keluar untuk membuka dan melihat dengan perasaan tidak menentu di sana.“Kau?”“Bukan hanya dia, tapi juga aku.” Yemima Zvon Yolanthe bahkan ikut muncul dibalik punggung Aura.Rigel mengernyit. Dia tahu siapa wanita ini, bahkan keduanya. “Seharusnya kau datang untuk menjaga Sia.”“Yap. Tapi Ratu Nimfa sudah membebaskan aku. Dia memberikan pilihan padaku. Membantunya atau mantan rekanku. Jelas bukan, aku memilih siapa. Aku di sini sekarang.”Mendengus, Rigel meninggalkan pintu, mendekat ke arah kamar Sia. “Kupikir Ratu pendamping Penguasa langit itu tidak akan pernah mudah melepas sanderanya.”“Aku bukan sandera mereka. Aku hanya melakukan kesalahan kecil hingga harus menjalani hukuman.”Aura melangkah maju hingga berada di antara mereka. “Ba
Austin ingin tertawa mendengarnya. Ini kesalahpahaman yang bahkan tidak pernah terjadi padanya dan Disi. Kenapa bisa Irene berpikir terlalu jauh seperti itu? “Aku punya kesibukan yang lain beberapa waktu lalu hingga ketika tiba di rumah, aku lebih mengutamakan bayi Cassie karena dia jarang sekali bisa bertemu denganku. Denganmu, aku bisa melihatmu selalu. Kita tidur bersama sepanjang malam. Jadi kupikir, aku tidak ingin kehilangan momenku sebagai seorang Ayah bersamanya. Dan ... aku memikirkan ini lebih jauh Irene. Ketika kita bercinta, aku selalu lepas kendali. Kekuatanku menindih tubuhmu bisa mematahkan ranjang. Kau sedang hamil, dan aku tidak ingin lepas kendali yang bisa berakhir dengan menyakitimu dan bayinya. Apa hal itu justru menyakiti hatimu?” Austin mengangkat dagu Irene agar berani menatapnya. “Tidak. Kau tidak pernah menyakitiku. Justru aku takut diriku bisa membuatmu terluka dan kecewa.” Irene meraih tangan Austin, menggenggamnya sesaat,
Rigel mengangkat tubuh Sia ke tempat tidur. Wanita itu kembali pingsan untuk kesekian kalinya.“Temani dia. Aku harus kembali sebentar ke negeri atas awan.” Vanth sudah bergerak untuk pergi.“Aku tidak bisa meninggalkan Sia seorang diri saat akan melakukan penjemputan.”“Aku tahu.” Vanth mengusap kusen, merapalkan mantra di sana. “Jika aku terlambat kembali, seorang teman akan datang menemani Sia.”“Harus seseorang yang tahu tentang kondisi kehamilannya.” Rigel memperingatkan. Seorang manusia normal pasti akan panik saat menghadapi situasi kesakitan Sia, dan pasti memilih untuk membawanya ke Rumah Sakit.“Ya. Dia temanku, bukan teman Sia. Jadi sudah pasti dia paham akan kondisinya.” Setelah bicara, Vanth pergi. Ada rasa sedih yang disimpannya rapat-rapat di dalam hati, dia harus kembali karena ada beberapa tugasnya sebagai Pemimpin yang belum selesai.Rigel melihat wajah
Tersadar dari pingsannya, Sia mengalami sesak napas.“Sayang, cobalah bernapas dengan perlahan.” Vanth yang tidak tidur sama sekali dan terus terjaga saat Sia terlelap, tetap tenang walau ada gelisah yang menghantuinya.Sia coba mengikuti saran Vanth, tapi tetap tidak membuahkan hasil apa pun. Sia terus kesulitan bernapas dan Vanth segera membawanya ke Rumah Sakit.“Selain kesulitan bernapas, tubuhnya juga kehilangan cairan cukup banyak. Dan ...” Dokter wanita itu melepas kacamatanya, mencubit pangkal hidungnya, dan bingung harus bagaimana menyampaikannya, “maaf, Tuan.Seperti ada parasit yang coba menyerap darah dan mengganggu kinerja organ tubuh lainnya. Parasit yang sampai saat ini belum bisa kami temukan berada di bagian tubuh mana di dalam tubuh istri Anda. Jujur saja, ini aneh. Seperti di luar akal sehat kami, para Dokter. Bukan tidak mungkin, tapi—”“Aku mengerti.” Vanth menarik diri, per