Home / Romansa / I Called You SNOW / 5. Semanis Es Krim

Share

5. Semanis Es Krim

Author: Intan SR
last update Last Updated: 2021-03-18 17:28:56

"Elena, ini siapa?" tanya Snow menunjuk foto kedua orang tuaku yang ada di atas perapian.

"Itu—orang tuaku," jawabku.

"Lalu gadis kecil ini?"

"Itu aku."

"Kau cantik sejak kecil, Elena."

Entah itu pujian atau hanya gombalan yang baru dipelajari oleh Snow. Tapi baru kali ini aku tidak menangis ketika ditanya mengenai orang tuaku.

Orang tuaku yang meninggal ketika umurku masih delapan tahun. Kalau saja dulu aku ikut mereka, mungkin aku tak akan menjadi yatim piatu seperti ini.

"Mereka ada di mana, Elena? Mengapa aku tak pernah melihat mereka?"

"Mereka—" Akhirnya aku tak bisa menahan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk mata.

Aku melihat bayangan Snow bergerak menghampiriku yang saat ini sedang membersihkan debu di sofaku.

"Mereka—sudah meninggal, Snow," jawabku pelan lalu sekuat tenaga aku menahan agar tangisan ini tidak membuat Snow bingung.

"Maaf," katanya.

Dia memelukku dengan tubuh dinginnya. Namun aku merasa hangat dengan perlakuannya.

Air bening yang mengalir dari pipiku ia usap dengan tangan pucat itu. Rasanya dingin—tapi aku tak bisa mengelaknya.

Aku menengadahkan wajahku dan menatap wajah Snow. Matanya sangat teduh. Tak bersinar tapi sangat teduh. Seakan dia tahu apa maksud jawabanku tadi—dan merasa apa yang aku rasakan.

"Aku tak memiliki orang tua," ucapnya pelan. Dia menatap salju yang turun malam ini.

Malam gelap hanya berpendar lampu jalanan. Menerangi malam yang gelap dan sunyi.

Aku tidak pernah bertanya pada Snow mengenai dirinya lebih jauh. Yang kutahu dia hanyalah berasal dari kepingan salju yang jatuh di atapku dan menjelma menjadi sosok pria tampan.

Tak pernah berpikir apa dia memiliki keluarga atau tidak. Karena bagiku dia hanyalah kepingan salju.

Namun semakin hari dia bersamaku, dia layaknya manusia yang memiliki jiwa dan perasaan.

Dan aku dapat merasakan kesedihannya ketika dia berkata kalau dia tak memiliki orang tua.

"Tapi temanku banyak," lanjutnya kemudian menatapku.

Ketika dia melihatku menggigil, dia menjaga jarak dan duduk berada jauh di depanku.

"Banyak?" tanyaku.

"Iya. Ada banyak jumlahnya—dan mungkin yang beruntung sepertiku hanyalah beberapa."

"Apa kau beruntung, Snow?"

"Tentu, meskipun awalnya kau mengira aku lelaki mesum dan memukulku sampai pingsan. Tapi aku beruntung bisa bertemu denganmu."

Meski ada kata-kata sarkas dalam kalimat itu, tetapi aku senang sebab dia merasa beruntung bertemu denganku.

"Kau tahu, Elena? Kalau dulu itu aku hanya pura-pura pingsan," ungkapnya membuatku malu.

Keparat, batinku kesal.

"Kenapa kau harus pura-pura pingsan?"

"Agar kau senang," jawabnya enteng.

Ingin aku mengumpat sekali lagi. Tapi kutahan.

"Snow?"

"Ya, Elena?"

"Boleh kupukul sekali lagi?"

"Langit malam ini indah, Elena. Jangan gunakan kekerasan—"

BUGG!!!

Kulempar bantal sofa tepat di wajahnya. Lelaki itu bisa sekali merubah mood-ku dengan mudah.

"Cerita tentang temanmu tadi, bagaimana?"

"Oh ya aku lupa. Tadi sampai mana?"

"Beruntung."

"Oh ya itu." Matanya mengawang. "Tapi aku lupa Elena."

Shit! Memang dia pintar sekali membuat mendidih darahku. 

Aku bangkit karena bosan berbicara dengan Snow. 

"Aku sudah ingat, Elena."

Mataku melirik tajam ke arahnya. Namun dia langsung merapatkan kedua kakinya dan sambil bersiul tapi sayangnya hanya bibirnya saja yang monyong, tak ada suara yang keluar dari bibir itu.

"Apa?" desahku malas. Aku menaruh pantatku di atas sofa lagi. Kalau sampai dia berbicara omong kosong lagi, maka aku tak akan segan untuk melemparnya sampai depan rumah.

"Jika mahkluk sepertiku adalah wanita—kau tahu apa yang akan mereka dapatkan?"

Wajahnya mulai serius.

"Siksaan, atau bahkan pelecehan."

Snow sudah mendapatkan kosakata baru lagi dan aku bangga.

"Karena dia sama sepertimu, jatuh telanjang dan jika bertemu dengan lelaki—dia akan menjadi—"

"Budak seks."

Astaga! Dapat darimana dia kata-kata kasar itu! Setiap hari aku hanya mengatakannya, tapi tak pernah bilang seks padanya. Jangan-jangan dia menonton film biru jika aku lengah?

Ya ampun, Snow yang polos. Jangan sampai dia ternodai dengan hal-hal seperti itu!

"Se—kss." Aku terbata.

"Iya. Lalu mereka akan menghilang."

Menghilang? Aku tak pernah berpikir sejauh itu. Kupikir Snow akan terus berada di bumi ini.

"Kenapa menghilang?"

"Karena kami hanya kepingan salju. Kami hanya akan bertahan di sini sampai tiga bulan. Ketika musim berganti kami akan pergi."

Entah mengapa kalimat itu membuat dadaku terasa sesak. Apa itu artinya Snow juga akan meninggalkanku? Meskipun aku tak ingin dia pergi dariku?

"Apa—kau juga akan pergi, Snow?" tanyaku ragu dan takut.

"Tentu saja Elena."

"Dan kau akan kembali ketika musim salju datang?"

Snow mengangguk. Aku merasa lega.

"Tapi aku tak pernah tahu di mana aku jatuh nanti."

"Apa sebelumnya—kau juga sudah pernah terjatuh? Di mana? Apa di tempat wanita juga? Apa dia cantik?"

"Kau adalah orang pertama yang bertemu denganku. Jika aku sudah pernah terjatuh, pasti aku sudah bisa berbicara denganmu ketika pertama kali bertemu."

"Snow, apa kau tak bisa terus tinggal di sisiku?"

'Rasa egoisku dulu, membuatku tidak tahu dampak apa yang akan terjadi dan bisa mengubah nasib Snow.'

'Kalau dulu aku tidak memikirkan kepentinganku sendiri, pasti dia akan terjatuh lagi meski tidak di rumah ini.'

"Memangnya kenapa, Elena?"

"Aku takut akan kesepian."

Dan untuk pertama kalinya, aku mengaku di depannya jika akulah yang takut kesepian. Takut jika tidak memiliki teman. Takut tidak bisa terbiasa setelah dia pergi.

"Bisa," ucapnya pelan, tapi mata itu tak bisa membohongi.

'Jika saja dulu aku tidak pernah mengatakan hal itu padanya. Mungkin dia masih ada di bumi ini ketika salju turun.'

'Penyesalanku semakin dalam, ketika aku melihatnya pergi meninggalkanku dengan cara seperti itu.'

"Janji, Snow?"

"Aku janji padamu, Elena."

"Apa kau sudah mulai mencintaiku?" tanyanya dan membuatku terkekeh.

"Belum."

"Jadi kapan kau akan mencintaiku? Besok? Lusa?"

"Snow, berhenti bertanya padaku tentang cinta," gumamku kesal lalu aku masuk ke dalam kamarku.

"Aku akan menunggu Elena!"

'Seharusnya aku mengatakan hal itu lebih awal. Agar dia tahu kalau aku mulai jatuh cinta padanya waktu itu.'

'Aku terus sibuk menyangkal sampai dia pergi meninggalkanku.'

**

"Snow, jadi anak baik hari ini, oke?" Aku sudah berdiri di depan beranda rumah.

Hari ini aku akan bekerja sampai jam tiga sore. Aku hanya bekerja selama enam jam, karena aku hanyalah pegawai paruh waktu. 

"Oke, Elena."

"Dan aku akan membelikanmu kue strawberry lagi."

"Aku akan menjadi batu di rumah sampai kau pulang."

"Nanti kubelikan es krim," kataku membuat dia bertambah semangat.

"Es krim? Apa itu es krim? Bagaimana rasanya, Elena?"

"Rasanya?" Aku tersenyum licik. "Rasanya seperti kau diberi gula dan cokelat, dan—"

Dia menatapku dengan jijik, tapi aku bisa tertawa puas karena itu.

"Hei! Hentikan tatapan jijikmu itu padaku, aku hanya—"

"Aku tak akan pernah makan es krim!"

"Kalau aku beli jangan minta." Aku masih tertawa, meninggalkannya dengan raut wajah yang keruh setelah aku mengatakan hal menggelikan tadi padanya.

Related chapters

  • I Called You SNOW   6. Kehidupan Baru Elena

    Untuk pertama kalinya, aku meninggalkan Snow berada di rumah itu sendirian. Bukan hanya satu atau dua jam, melainkan sampai enam jam lamanya karena aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami berdua.Apalagi akhir-akhir ini Snow sangat menyukai makanan manis yang harganya sebenarnya lumayan. Bisa untukku hidup selama satu minggu.Bus datang tak lama aku menunggu. Mulai hari ini aku akan menjalani hidup yang lumayan sibuk.“Dia sedang apa ya?” tanyaku pada diriku sendiri ketika menatap ke arah jendela. Tak mungkin dia akan bertahan menjadi batu selama seharian.Aku tersenyum tanpa sadar. Mengapa tingkah Snow bisa membuatku menjadi aneh seperti ini?Aku tidak tahu apakah dia benar-benar polos atau bagaimana. Tetapi yang aku rasakan selama tinggal dengannya dia itu sangat manis. Sikapnya sangat menggemaskan dan membuatku tidak merasa kesepian lagi.Namun ketika teringat jika dia ti

    Last Updated : 2021-03-26
  • I Called You SNOW   7. Cemburu

    “Harusnya tadi kita naik motor saja, Elena,” ucap Peter ketika kami baru saja turun dari bis yang mengantarkan kota sampai ke desa.Aku menoleh terkejut ke arahnya, tak mengerti sekaligus penasaran.“Memangnya kenapa? Aku lebih suka jalan kaki.”“Apa kau tak lelah?”Apa Peter sedang perhatian padaku. Mengapa dia bertanya hal itu padaku. Memang sih aku lelah, karena sudah berdiri seharian di belakang meja kasir. Bahkan tidak bisa duduk lantaran pengunjung yang tak ada hentinya.“Tidak.”Ya, aku menjawab seperti itu saja pada Peter.Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Malam belum begitu larut. Padahal masih jam enam. Tetapi sudah mulai gelap karena lampu penerangan yang jarang.“Apa kau yakin akan terus pulang pergi dengan jalan ini?”“Iya, memangnya kenapa?”“Kupikir kau harus ditemani oleh seseorang Ele

    Last Updated : 2021-03-26
  • I Called You SNOW   8. Kupikir Cemburu

    “Apa kau marah padaku, Snow?” tanyaku ketika sejak tadi Snow diam dan tak banyak bicara seperti biasanya.“Tidak,” jawabnya singkat.“Jangan bohong makhluk jelek, aku tau kalau kau sedang marah padaku. Kenapa? Apa karena masalah kue strawberry, hah?”Snow diam, dia malah mendelik tajam ke arahku. Sesekali aku mendengar gumamannya yang tidak jelas dan seperti menggerutu. Aku masih tidak yakin penyebab dia marah kepadaku.Sampai akhirnya dia bertanya padaku dan pertanyaan itu membuatku menjadi bisu.“Apa kau menyukai lelaki tadi, Elena?” tanya Snow.Aku diam. Sama sekali tidak bisa berkata apa-apa atau pun menjawab pertanyaan dari Snow. Dari mana sih, dia bisa bertanya mengenai hal itu padaku?“Kenapa? Kenapa kau bertanya hal itu padaku.” Awalnya aku mengira kalau dia akan cemburu atau semacamnya, tapi ternyata tidak. Semua tidak seperti yang aku pikirkan.

    Last Updated : 2021-04-15
  • I Called You SNOW   9. Jangan Pergi

    Aku sempat pingsan sampai satu jam. Dan orang yang mengangkat tubuhku ke atas ranjang adalah Snow. Yah, siapa lagi kalau bukan dia, karena tak mungkin Peter yang akan menggendongku.Tapi, ngomong-ngomong soal Peter, aku masih tidak enak karena aku tidak masuk bekerja di hari keduaku.“Maafkan aku, Peter,” ucapku tadi ketika di telepon.“Tak apa-apa, Elena. Yang penting kau harus sembuh dulu.”Aku yakin jika Peter saat ini tidak baik-baik saja, sebab aku sempat mendengar suara pelanggan yang memanggilnya dan menanyakan stok roti gandum padanya.“Elena, maaf. Aku akan menghubungimu nanti, oke.” Suaranya sangat terburu-buru. Aku berani bertaruh kalau dia sangat sibuk sekarang.Aku menghela napasku, diikuti oleh bayangan yang sejak tadi melihatku di sofa di kamar tidurku.“Maafkan aku, Snow.” Aku memijat kepalaku yang masih pusing. “Aku tak bisa membuatkanmu sarapan sep

    Last Updated : 2021-04-15
  • I Called You SNOW   10. Dasar Bodoh

    Author POVSelama tinggal bersama dengan Elena, Snow tak pernah merasakan yang namanya terabaikan seperti tadi.Ia merasa jika Elena sangat jauh dengannya. Elena adalah seorang manusia biasa yang sudah terbiasa dengan hawa hangat di dalam tubuhnya.Elena bukan seperti dirinya yang hanya membutuhkan hawa dingin. Dan Snow menjadi sadar jika Elena dan dirinya itu tidaklah sama dan sangat berbeda.Snow bangkit dari duduknya ketika ia melihat Elena sangat asik mengobrol dengan Peter. Tawa Elena, tak pernah terdengar ketika bersama dengan Snow.Bahkan ketika dia keluar dari rumah itu pun. Elena tidak menyadarinya."Sepertinya kau tidak membutuhkanku lagi, Elena," gumam Snow.Ia menatap rumah itu dari depan halaman rumah Elena. Kakinya menapak tumpukan salju tebal."Kalau aku pergi, pasti kau tidak aka

    Last Updated : 2021-04-16
  • I Called You SNOW   11. Kejadian Aneh

    Author POV"Apa kau tidak kedinginan?" tanya Snow.Ia memutuskan menggendong Elena ketika dia melihat kaki wanita itu mendapatkan sedikit luka di pergelangan kakinya."Tidak," jawab Elena.Snow hendak menceritakan dengan siapa ia bertemu barusan. Tetapi ia urungkan begitu tahu jika Elena tidak menyukai jika dia membahas mengenai kepergiannya nanti.Selama di perjalanan mereka berdua saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Kepala Elena bersandar pada punggung Snow. Ia sama sekali tidak merasa dingin saat ini. Karena semuanya teralihkan pada pikirannya tentang Snow yang hendak pergi dari rumahnya tadi."Kau tak boleh pergi, apalagi seperti tadi," ucap Elena pelan."Iya.""Atau aku akan membencimu dalam seumur hidupku."

    Last Updated : 2021-04-16
  • I Called You SNOW   12. Manusia yang Egois

    Author POVBRUK!!!Elena terjatuh tepat ketika dia sudah sampai di depan rumahnya. Bayangan Snow muncul sesaat setelah suara itu terdengar di telinganya.“Elena!” panggil Snow.Ia berlari karena mencemaskan Elena. Karena dia tahu jika tadi malam kakinya terluka akibat hampir terjatuh ke dasar tebing.“Kau kenapa?” tanya Snow.Ia membantu Elena berdiri, mengangkat tubuh Elena dengan memegang kedua lengan Elena.“Snow,” panggil Elena lirih. “Aku—aku baru saja melihat kejadian aneh di rumah itu.” Elena menunjuk sebuah desa yang lumayan dekat dari rumahnya.Snow melihat apa yang ditunjuk oleh Elena kemudian melihatnya dengan wajah bingung. “Ada apa dengan rumah itu, Elena?”Elena diam. Ia mengamati wajah Snow dengan lekat. Ia ingin memastikan jika kejadian tadi tidak ada sangkut pautnya dengan lelaki yang ada di depannya saat ini.

    Last Updated : 2021-04-16
  • I Called You SNOW   13. Kejutan dari Shopia Winter

    Author POVHATCHIII!!!!Elena pagi itu bersin-bersin, mungkin karena tadi malam dia lama dipeluk oleh Snow.Snow kini tengah duduk berada jauh dari Elena, mengetahui jika penyebab flu-nya saat ini adalah karena dirinya.Elena tersenyum, dia memandangi Snow dari tempatnya duduk sambil menyeruput kopinya. Rasanya tadi malam sangat aneh, apalagi ketika Snow memeluknya seperti itu.Elena merasakan bagaimana emosi mahkluk itu. Dia sudah jauh berbeda dari Snow waktu pertama kali ia temukan beberapa waktu yang lalu.“Snow aku akan berangkat sekarang, kau bisa jaga rumah lagi kan?” tanya Elena.Ia mendekati Snow kemudian sedikit membungkuk, wajahnya dan wajah Snow saling berhadapan. Tetapi entah mengapa Elena merasakan wajahnya memanas karena tatapan Snow saat itu.“Elena, maafkan aku.”Mata Elena membulat karena terkejut, mengapa Snow memi

    Last Updated : 2021-04-18

Latest chapter

  • I Called You SNOW   Membantu Mengeluarkannya

    "Snow.""Hmmm.""Malam ini … tidurlah di dalam rumah."Untuk pertama kalinya aku meminta permintaan bodoh itu pada Snow.**Hangat ...Rasanya sangat hangat. Sampai aku tak percaya jika yang ada di belakangku dan yang sedang memelukku saat ini adalah Snow.Ya, Snow. Lelaki yang sangat dingin itu tiba-tiba menjadi terasa sangat hangat.Pelukannya dan tangannya yang melingkar di tubuhku. Entah mengapa rasanya sangat aneh.Debaran jantungku terasa sangat cepat. Padahal aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya.Snow bergerak. Aku memilih untuk berpura-pura untuk memejamkan mataku. Lalu ... Snow seperti dengan sengaja mengecup pangkal leherku. Dan sekuat tenaga aku menahan rasa geli itu.Kemudian ... Aku merasakan ada yang janggal di bawah sana. Maksudku di bagian tubuh bawah Snow. Kenapa bisa

  • I Called You SNOW   15. Permintaan Pertama

    Snow tersenyum kepadaku. Dan anehnya rasa dingin yang ada di tangannya berubah menjadi sedikit hangat. Apa benar ciuman itu dapat membuatnya menjadi seperti ini?"Wah hebat!” Suara itu terdengar dari seseorang yang berada di depan kami. Seorang wanita yang tadi aku temui beberapa kali menatap kami sambil bertepuk tangan.Namun bukan tatapan senang—ada sedikit kebencian dari sorot mata itu.Sebenarnya dia siapa?---------------------------------Aku menoleh ke arah Snow. Bertanya padanya apakah dia mengenalnya?"Elena, kau tunggu di sini sebentar," ucap Snow.Setelah aku mengangguk. Snow kemudian menghampiri wanita yang masih berdiri tak jauh di depan kami.Tangan Snow menarik tangan wanita itu kemudian membawanya pergi menjauh dariku.Tampak dari kejauhan jika Snow sangat serius pada wanita yang mungkin

  • I Called You SNOW   14. Kehangatan

    Elena POVAku tidak tahu mengapa Peter seperti itu seharian. Maksudku, ia tampak tidak semangat seperti biasanya.Bahkan hari ini dia sudah sering membuat kesalahan dengan salah menghitung uang kembalian pada pelanggan ketika menggantikanku saat aku makan siang.“Maafkan saya,” ucap Peter merasa tidak enak pada pelanggan. Dia kemudian memberikan sisa uang yang seharusnya diberikan pada pelanggan yang kembali lagi karena merasa uang kembaliannya masih kurang.“Peter, apa kau tak apa-apa?” Aku bertanya pada Peter.“Kau sudah selesai makan?” Dia malah berbalik tanya kepadaku.Aku mengangguk, kemudian mengambil alih meja kasir.“Aku akan makan kalau begitu.” Peter langsung pergi begitu saja.Awalnya aku memang ingin tidak peduli pada Peter. Tetapi ini benar-benar mengangguku apalagi melihat dia menjadi seperti ini. Sebenarnya aku sama sekali tidak

  • I Called You SNOW   13. Kejutan dari Shopia Winter

    Author POVHATCHIII!!!!Elena pagi itu bersin-bersin, mungkin karena tadi malam dia lama dipeluk oleh Snow.Snow kini tengah duduk berada jauh dari Elena, mengetahui jika penyebab flu-nya saat ini adalah karena dirinya.Elena tersenyum, dia memandangi Snow dari tempatnya duduk sambil menyeruput kopinya. Rasanya tadi malam sangat aneh, apalagi ketika Snow memeluknya seperti itu.Elena merasakan bagaimana emosi mahkluk itu. Dia sudah jauh berbeda dari Snow waktu pertama kali ia temukan beberapa waktu yang lalu.“Snow aku akan berangkat sekarang, kau bisa jaga rumah lagi kan?” tanya Elena.Ia mendekati Snow kemudian sedikit membungkuk, wajahnya dan wajah Snow saling berhadapan. Tetapi entah mengapa Elena merasakan wajahnya memanas karena tatapan Snow saat itu.“Elena, maafkan aku.”Mata Elena membulat karena terkejut, mengapa Snow memi

  • I Called You SNOW   12. Manusia yang Egois

    Author POVBRUK!!!Elena terjatuh tepat ketika dia sudah sampai di depan rumahnya. Bayangan Snow muncul sesaat setelah suara itu terdengar di telinganya.“Elena!” panggil Snow.Ia berlari karena mencemaskan Elena. Karena dia tahu jika tadi malam kakinya terluka akibat hampir terjatuh ke dasar tebing.“Kau kenapa?” tanya Snow.Ia membantu Elena berdiri, mengangkat tubuh Elena dengan memegang kedua lengan Elena.“Snow,” panggil Elena lirih. “Aku—aku baru saja melihat kejadian aneh di rumah itu.” Elena menunjuk sebuah desa yang lumayan dekat dari rumahnya.Snow melihat apa yang ditunjuk oleh Elena kemudian melihatnya dengan wajah bingung. “Ada apa dengan rumah itu, Elena?”Elena diam. Ia mengamati wajah Snow dengan lekat. Ia ingin memastikan jika kejadian tadi tidak ada sangkut pautnya dengan lelaki yang ada di depannya saat ini.

  • I Called You SNOW   11. Kejadian Aneh

    Author POV"Apa kau tidak kedinginan?" tanya Snow.Ia memutuskan menggendong Elena ketika dia melihat kaki wanita itu mendapatkan sedikit luka di pergelangan kakinya."Tidak," jawab Elena.Snow hendak menceritakan dengan siapa ia bertemu barusan. Tetapi ia urungkan begitu tahu jika Elena tidak menyukai jika dia membahas mengenai kepergiannya nanti.Selama di perjalanan mereka berdua saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Kepala Elena bersandar pada punggung Snow. Ia sama sekali tidak merasa dingin saat ini. Karena semuanya teralihkan pada pikirannya tentang Snow yang hendak pergi dari rumahnya tadi."Kau tak boleh pergi, apalagi seperti tadi," ucap Elena pelan."Iya.""Atau aku akan membencimu dalam seumur hidupku."

  • I Called You SNOW   10. Dasar Bodoh

    Author POVSelama tinggal bersama dengan Elena, Snow tak pernah merasakan yang namanya terabaikan seperti tadi.Ia merasa jika Elena sangat jauh dengannya. Elena adalah seorang manusia biasa yang sudah terbiasa dengan hawa hangat di dalam tubuhnya.Elena bukan seperti dirinya yang hanya membutuhkan hawa dingin. Dan Snow menjadi sadar jika Elena dan dirinya itu tidaklah sama dan sangat berbeda.Snow bangkit dari duduknya ketika ia melihat Elena sangat asik mengobrol dengan Peter. Tawa Elena, tak pernah terdengar ketika bersama dengan Snow.Bahkan ketika dia keluar dari rumah itu pun. Elena tidak menyadarinya."Sepertinya kau tidak membutuhkanku lagi, Elena," gumam Snow.Ia menatap rumah itu dari depan halaman rumah Elena. Kakinya menapak tumpukan salju tebal."Kalau aku pergi, pasti kau tidak aka

  • I Called You SNOW   9. Jangan Pergi

    Aku sempat pingsan sampai satu jam. Dan orang yang mengangkat tubuhku ke atas ranjang adalah Snow. Yah, siapa lagi kalau bukan dia, karena tak mungkin Peter yang akan menggendongku.Tapi, ngomong-ngomong soal Peter, aku masih tidak enak karena aku tidak masuk bekerja di hari keduaku.“Maafkan aku, Peter,” ucapku tadi ketika di telepon.“Tak apa-apa, Elena. Yang penting kau harus sembuh dulu.”Aku yakin jika Peter saat ini tidak baik-baik saja, sebab aku sempat mendengar suara pelanggan yang memanggilnya dan menanyakan stok roti gandum padanya.“Elena, maaf. Aku akan menghubungimu nanti, oke.” Suaranya sangat terburu-buru. Aku berani bertaruh kalau dia sangat sibuk sekarang.Aku menghela napasku, diikuti oleh bayangan yang sejak tadi melihatku di sofa di kamar tidurku.“Maafkan aku, Snow.” Aku memijat kepalaku yang masih pusing. “Aku tak bisa membuatkanmu sarapan sep

  • I Called You SNOW   8. Kupikir Cemburu

    “Apa kau marah padaku, Snow?” tanyaku ketika sejak tadi Snow diam dan tak banyak bicara seperti biasanya.“Tidak,” jawabnya singkat.“Jangan bohong makhluk jelek, aku tau kalau kau sedang marah padaku. Kenapa? Apa karena masalah kue strawberry, hah?”Snow diam, dia malah mendelik tajam ke arahku. Sesekali aku mendengar gumamannya yang tidak jelas dan seperti menggerutu. Aku masih tidak yakin penyebab dia marah kepadaku.Sampai akhirnya dia bertanya padaku dan pertanyaan itu membuatku menjadi bisu.“Apa kau menyukai lelaki tadi, Elena?” tanya Snow.Aku diam. Sama sekali tidak bisa berkata apa-apa atau pun menjawab pertanyaan dari Snow. Dari mana sih, dia bisa bertanya mengenai hal itu padaku?“Kenapa? Kenapa kau bertanya hal itu padaku.” Awalnya aku mengira kalau dia akan cemburu atau semacamnya, tapi ternyata tidak. Semua tidak seperti yang aku pikirkan.

DMCA.com Protection Status