Kecupan panas kembali Tian lakukan pada Alin. "Jangan pernah berpikir tentang pelacur. Aku tak pernah menjadikanmu pelacur." Tian menempelkan keningnya pada Alin. Nafas keduanya menderu. AC mobil yang menyala tak bisa menghentikan keringat mereka.Tengah malam, di Bali.Sungguh, ini malam yang tak pernah bisa Alin lupakan.Tian mengangkat tubuh Alin, membuat penyatuan mereka terlepas. Alin tak bisa bergerak karena lelah yang ia rasakan. Alhasil, semua pakaian Alin, dikenakan lagi oleh Tian.Setelah semua rapi, Tian kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju penginapan yang sudah ia booking.Selama diperjalanan, Tian tak henti-hentinya menatap Alin yang tertidur. Sesekali ia tersenyum menatap Alin yang tertidur pulas usai mereka bercinta.Cukup jauh perjalanan dari bandara menuju penginapan. Namun Tian tetap mencoba untuk tersadar walaupun sebenarnya ia juga lelah.Empat puluh lima menit di perjalanan, mobil yang dikendarai Tian pun akhirnya masuk ke dalam sebuah pengin
BRAAAK! Alin mendorong Tian masuk ke dalam dan menutup pintu kamar mandi dengan cukup keras, "Mandi sana! Kau pikir tubuhku boneka? Berapa kali kau harus meniduri ku?" Teriak Alin dari luar kamar mandi.Sementara di dalam kamar mandi, Tian hanya tersenyum gemas melihat tingkah Alin.Namun seketika senyum itu lenyap. Ia sendiri bingung kenapa tubuhnya begitu menginginkan Alin. Seolah tubuh Alin seperti candu baginya.Padahal jika diingat-ingat lagi, statusnya dengan Alin pun hanya sebatas pelayan dan bos. Tapi kenapa ia bisa berbuat sejauh ini dengan Alin."Sepertinya kau harus menahan emosimu Tian." Gertak Tian pada dirinya sendiri. Pria itu akhirnya memutuskan untuk mandi dan menyegarkan tubuhnya.*****Alin lagi-lagi cemberut. Sudah nyaris jam satu siang, namun Tian belum juga selesai rapat. Padahal tadi pagi Tian mengatakan jika rapat itu hanya sebentar saja. Tapi apa ini? Buktinya sudah tengah hari, namun Pria itu belum juga selesai rapat.Alin menatap miris nampan ke tiga berisi
Pantai memang bagus untuk dijadikan destinasi wisata saat menjelang sore. Melihat sunset di tepi pantai sembari ditemani jagung bakar dan milk shake menjadikan suasana berubah menjadi romantis. Alin menggigit jagung bakar yang tadi Tian berikan padanya. Mereka memang tak menyewa tempat, Tian lebih memilih menghadapkan belakang mobil ke arah pantai, membuka pintu belakang, melipat bangku dan mereka duduk di bagasi belakang.Dan bagi Alin, itulah suasana paling romantis yang ia impikan. Bukan makan malam dengan pencahayaannya temaram dan ditemani alunan musik yang syahdu dari dentingan piano.Sembari menatap matahari yang semakin lama semakin masuk ke dalam peraduannya, Alin mengalihkan pandangannya pada Tian yang saat itu sedang menunggu mas pedagang jagung tengah mengipas jagung tersebut.Alin mengumpat saat dua orang gadis tengah menyapa Tian. Sebenarnya gadis itu juga sedang membeli jagung bakar, tapi entah kenapa Alin merasa kedua gadis itu hanya ingin menggoda Tian. Karena di sek
Alin mengguyur tubuhnya dengan air dingin yang keluar dari shower. Sebenarnya ia bisa menggunakan pemanas, namun ia tak ingin. Di bawah guyuran air tersebut, Alin terisak. Ia menutup mulutnya agar isaknya tak terdengar sampai keluar. Selepas pulang dari pantai, Tian memeluknya dari belakang dan lagi-lagi, pria itu meminta untuk dipuaskan.Alin tak menolak. Sama sekali tak menolak. Karena dirinya hanyalah seorang pelayan. Namun setelah permainan itu selesai, Alin langsung berjalan menuju kamar mandi yang membuatnya berakhir mengenaskan di sini.Alin mengambil brush mandi lalu menggosokkan ke tubuhnya dengan sangat kuat. Ia tak peduli kulitnya akan kesakitan. Ia ingin membersihkan sentuhan Tian dari tubuhnya."Pelacur. Pelayan. Dasar pelacur. Wanita sinting." Hanya itu yang Alin katakan sembari membersihkan tubuhnya dengan brush mandi tersebut.Sebenarnya ia belum mau selesai, tapi jika berlama-lama di dalam kamar mandi, Tian pasti akan curiga. Ia tak mau Tian curiga padanya. Ia akan b
Tian, Alin tak ada di penginapan.Satu kalimat yang baru saja ia baca saat ia sudah sampai di Jakarta ini berhasil membuat syok. Jika dihitung, sejak pesan terkirim dan ia baca, jaraknya sudah hampir dua jam.Tian langsung menghubungi Delon. Ia mengumpat kasar saat panggilan pertamanya tak dijawab oleh Delon. Ia mencoba kembali menghubungi Delon."Ha--""Jelaskan kenapa dia tak ada di penginapan!!"Terdengar helaan nafas dari Delon. "Kau memintaku ke penginapan untuk bawa Alin jalan-jalan keliling Bali. Tapi pas aku sampai di penginapan, Alin tak ada. Pihak penginapan mengatakan kalau Alin sudah keluar dan menitipkan kunci penginapan pada mereka." Jelas Delon. Tian mengumpat kasar."Lalu bagaimana? Apa sudah ada kabar?""Sudah. Dia kembali ke Jakarta menggunakan sleeper bus. Mungkin akan tiba lima belas jam sampai tujuh belas jam lagi.""Aku tak suka menunggu. Cari bus tersebut, cegat dan bawa Alin turun.""Kau gila! Aku bahkan tak tahu bus itu dimana sekarang. Bali dan Jawa itu mele
"Alin?" Alin yang sedang melangkah menuju ruang rawat Tian, langsung menghentikan langkahnya. Ia kenal suara itu. Dengan cepat Alin memutar tubuhnya ke belakang. Betapa terkejutnya Alin saat ia melihat Zaki ada di depan matanya."Za--Zaki? Kau--"Kalimat Alin terhenti karena Zaki menarik Alin masuk ke dalam pelukannya."Syukurlah aku bisa ketemu kamu di sini. Alin, aku mau--""Zaki, tunggu dulu!" Alin mencoba melepaskan pelukan Zaki di tubuhnya, "Zaki, untuk saat ini aku tak punya banyak waktu dulu. Aku--""Nggak. Kamu harus dengar ini. Uangnya sudah ada.""Ha?""Uangnya sudah ada Alin. Aku berhasil mengumpulkan dua miliar itu." Alin seketika terdiam membisu. "Kamu nggak perlu lagi kembali ke rumah itu. Aku akan lunasi semua hutang-hutangmu.""Zaki, aku--""Apa pria itu ada di sini? Kita bisa kabur. Saat mengembalikan uang itu, kita akan pergi berdua.""Zaki--" Zaki tak menghiraukan panggilan Alin padanya. Ia langsung menarik Alin untuk keluar dari rumah sakit. Alin ingin memberontak
Selama di perjalanan menuju kediaman Tian, Alin merasa jantungnya kian berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang nanti akan terjadi di sana. Sungguh, ini tak ada dalam konsep hidup Alin setelah lebih dari enam bulan ia bersama Tian. Untuk jauh dari Tian saja tak pernah ia pikirkan, apalagi pergi dengan cara seperti ini."Nggak apa-apa Lin. Semua akan selesai. Kamu akan kembali hirup udara segar."Alin hanya tersenyum kaku pada Zaki.Zaki mencoba meraih jemari Alin, namun Alin langsung menghindarinya.Dari kejauhan, Alin bisa melihat rumah megah milik Tian. Ia ingin menangis saat itu juga. Bukan ini yang ia mau.Bahkan sampai mobil Zaki memasuki gerbang pun ia tetap tak bisa tenang."Turun yuk!" Pinta Zaki. Alin memejamkan matanya sejenak. Ia menghela nafas berat. Alin turun dari mobil Zaki. Hatinya sudah menangis, tapi ia tak mau memperlihatkan pada semua. Melihat cara Delon menatapnya saja sudah membuatnya hancur."Silahkan masuk." Delon menyuruh Zaki untuk masuk. "Apa kau juga harus k
"Ini sisa 500 juta yang sudah Alin bayarkan. Dia sudah bebas sekarang." Delon menyerahkan uang tersebut pada Zaki. Namun tatapan sinis pria itu pada Delon tak bisa dielakkan. Bagaimana tidak, Zaki seolah terjebak dalam permainan antara Alin, Tian dan pria di hadapannya ini.Sudah tak perawan? Yang benar saja. Apa yang orang-orang katakan nanti jika ia mendapatkan Alin yang ternyata sudah tak perawan.Tak ada tanggapan dari Zaki, Delon pun pamit pergi. Ia juga tak mau berlama-lama di tempat itu. Tatapan Zaki membuatnya sangat ingin menghajar pria itu sampai dinyatakan meninggal oleh dokter."Brengsek!!" Teriak Zaki dari sepeninggalan Delon. Ia melempar sisa uang tersebut sampai berhamburan di lantai ruang kerjanya.Zaki membenci semuanya. Harusnya ia dengarkan apa kata Ruli untuk tak memikirkan Alin lagi. "Sial! Kamu nggak akan bisa lepas dariku Alin. 1,5 M itu harus kamu bayar."Zaki mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. Ia memerintahkan orang tersebut untuk mencari keberad