Di tempat lain seorang wanita paruh baya sedang mengganti infus pada seorang pemuda tampan. wanita itu kebetulan seorang dokter di kampung itu beberapa waktu lalu ia menemukan pemuda tak jauh dari puing-puing pesawat tersangkut pohon. Awalnya ia mengira pemuda itu sudah tewas namun setelah memeriksa denyut nadi ternyata masih hidup, ia membawa kerumah kebetulan alat-alat di rumah lumayan lengkap karena dulunya ia praktik dikota.Setelah selesai mengurus pemuda itu, ia kembali praktik di kampungnya. Dan berpesan pada asisten rumah tangganya."Mbok, Sarah kerja dulu. Nanti kala ada apa-apa telpon ya. Titip anak itu.""Baik, nyonya."Sarah sudah banyak membantu banyak warga yang kesusahan, sehingga di kampung ia di segani. Statusnya janda banyak menyukainya namun tak dihiraukan semenjak suami dan putranya meninggal 4 tahun kecelakaan. Sekarang wanita itu hanya fokus pada pekerjaan dan mengurus pemuda yang ditemukannya.Sesaat setelah Sarah berangkat kerja, tiba-tiba pemuda tampan itu m
Hilda hari ini sudah ijinkan untuk pulang setelah 3 hari di rumahsakit, Ica dan Nana heran pada Hilda yang bisa melahirkan normal, mereka saja takut membayangkan. Di kamar ketiganya asyik mengganggu tidurnya si mungil."Uluh .... uluh ini bayinya siapa ya tukang tidur. Diganggu juga nggak bangun, uh ante gemes tahu," Ica gemas"Anak Mami ku, ante yang jeyek,""Ih nyebelin kau Hil, jelek apanya gini-gini ada yang suka lo.""Siapa? palingan juga tukang kebun kita.""Idih, kau ini Hil, nggak ada yang lebih jelek lagi hah.""Hahhaahahaha, ngambek dia.""Uluh .... uluh. Ini bidadarinya siapa ya suka ngambek," Nana menggoda sahabatnya"Ih apaan sih, ngga lucu."Tak lama ada ketukan dari pintu, Hilda pun beranjak membukanya."Mami, ada apa?""Ada temen Mami, kita turun yuk.""Iya Mi."Hilda memberitahu pada saatnya untuk turun, ia sebelumnya berpesan pada baby sitternya untuk menjaga."Mbak, aku ke bawah dulu.""Baik nona."Ketiga perempuan cantik yang kini duduk di bangku SMA turun, mengham
"Maaf nona. Saya permisi," ucap Rayan berlalu"Ta-tapi kau."Ucapan terpotong saat lelaki mirip Raka sudah pergi dari hadapannya. Ia tak mau terlalu berharap jika Raka masih hidup, ia memilih kembali berbelanja tujuan utamanya. Setelah setengah jam, ia buru-buru kembali kerumah.Sampai di rumah, Hilda menaruh belnjaannya di dapur lalu beralih ke kamar melihat buah hatinya. Saat membuka pintu ternyata sudah bangun dan bermain bersama Lia."Hai sayangnya Mami," sapa pada bayi mungilnya"Hai Mami," Lia menirukan gaya bicara anak kecil"Oh ya Li, kamu tunggu ya. Aku mau mandi dulu baru kita masak.""Siap nona."Hilda bergegas mandi karena tubuhnya terasa lengket, 15 menit keudian ia sudah segar kembali dan semakin cantik. Hilda menggendong Berlian dan mereka turun ke dapur, saat keduanya masak bayi mungil di taruh di stroller. Dan ta butuh waktu lama, keduanya sudah selesai masak, kemudian ia menata makanan tersebut ke dalam box untuk di bagikan kepada tetangga."Taraaaa .... sudah siap
"Apakah aku boleh mengenalmu, Hil," tanya Rayan menatap Hilda penuh ketulusan"Lebih baik kau pergi, Ray.""Tapi aku," Rayan menghela nafas saat tahu gadis yang mengambil hatinya pergi begitu saja.Rayan tak mau berhenti disitu saja, ia akan mencari tahu siapa Hilda sesungguhnya. Kini pria tampan itu tengah berada di depan laptop mencari tahu semua. Di situ tertera nama Hilda beserta identitasnya, lelaki tampan itu semakin penasaran karena identitasnya di samarkan."Masak iya, dia hanya sebatang kara, nggak mungkin dilihat dari pakaiannya semua mahal," ucap Rayan bermain dipikirannya sendiri"Baiklah nona, kau buat aku penasaran. Jangan salahkan aku jadi penguntitmu sepanjang hari."Tiba-tiba, ada ketukan dari pintu kamarnya, Rayan beranjak dari kursi dan membukanya"Ray, ayo sarapan dulu. Habis ini kamu ikut Bunda.""Baik Bun.""Oh ya, ini pakai nanti," Sarah memberikan paperbag pada putra angkatnya"Siap Bun," ucapnya menyunggingkan senyuman"Kenapa kamu senyum-senyum. Apa ada sesua
Sudah dua minggu lamanya, Hilda tinggal di kampung terpencil itu. Ia makin bahagia karena hari ini ia akan mendapatkan gaji dari ia bekerja. Ia akan menabung sebagian uangnya untuk modal usaha meski orangtuanya ingin Hilda menerima uang pemberian tapi ia menolaknya. Hilda ingin membuktikan tanpa harta keluarganya ia mampu bertahan.......Pagi ini seperti biasanya, Hilda jogging bersama sang buah hati. Dari kejauhan ada sosok setiap hari melihat aktifitasnya. Siapa lagi kalau bukan Rayan, cowok tampan di sukai banyak perempuan di kampus lebih penasaran pada Hilda yang notabene sudah punya anak.Rayan pun mendekati mereka yang sedang duduk ditaman, langkah kaki Rayan membuat Bisa dikenali oleh Hilda tanpa menoleh ia sudah tahu"Kenapa sih, ngikutin mulu.""Dan kau selalu tahu, Kalah deh peramal. Denger ya nona, aku kan udah bilang pengen berteman denganmu," ucap dengan nada santai"Huh, emang tuan muda tak punya temen perempuan sehingga harus berteman dengan ku.""Maaf nona, aku pun
Rayan mengusap kepalanya yang terkena telur dari atas, jebakan karyawan lain untuk Hilda. Hilda yang tak nak mencoba membersihkan rambut Rayan, lelaki tampaan itu terkejut karena Hilda perhatian padanya."Jangan percaya diri dulu, aku masih karena kau," bisik Hilda."Tak masalah.""Oh ya kalian boleh pulang dan kerja kembali 2 minggu lagi.""Ayo Hil," ajak Ray ke ruangannya"Eh."Ketiga karyawan itu kesal dan menghentakkan kaki dilantai membuat karyawan lain menatap tajam mereka. Mereka pun akhirnya keluar dengan muka masamnya.Di sisi lain, Hilda sedang mencuci rambut di kamar mandi ruangan Rayan. Rayan bahagia untuk pertama kalinya rambut disentuh wanita yang dia sukai. Hilda melihat Rayan senyum-senyum segera ia mencibirnya."Ganteng-ganteng tapi kerasukan."Seketika Rayan menolehnya."Kau bilang apa tadi.""Nggak ada siaran ulang.""Eh nona, kau tuh cantik kenapa judes amat sih.""Karena aku nggak mau menyukai atau dicintai cowok."Rayan berdiri dan menghampiri Hilda membalikkan b
"Sayang, kau kenapa," Tanya Raka cemas saat Hilda terlihat tergesa-gesa.Hilda melihat Raka di depannya memeluk dan menangis, "Aku kira kehilanganmu lagi.""Tenang, aku disini. Ayo kita pulang, aku udah baik kok.""Tapi kita harus pergi ke suatu tempat dulu, kak.""Kemana?""Bayi kita dan pengasuhnya di culik, kak.""Apa!" pekik Raka mendengar penuturan kekasihnya"Bagaimana bisa sayang.""Saat aku pulang, mereka tak ada di rumah. Tiba-tiba, ada telpon nomor tak dikenal ternyata penculik. Aku kesini ingin mengajakmu mencari. Mereka minta tebusan 1 milyar, aku nggak ada segitu Kak," ucapnya sesegukan"Soal uang, biar kakak. Ayo kita urus para kucing liar itu. Oh ya, aku kabari Bunda dulu.""Halo assalamulaikum Bun.""Waalaikumsalam nak. Ada apa?""Rayan, mau mencari Berlian. Dia diculik, Bun.""Apa! Ya sudah kamu hati-hati.""Iya Bun, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Raka meraih tangan Hilda mereka buru-buru naik mobil menuju alamat yang dituju, Raka sebelumnya sudah menghubungi p
Alden menggendong tubuh Mami nya di atas ranjang lalu mengambil minyak di oleskan di hidung Mami. Yasmine juga membantu mengoleskan di telapak kaki mertuanya. Tak lama Nina sadar, ia mengerjab-ngerjab melihat sekeliling."Al, Yas. Kapan kalian datang," tanya nya sambil berusaha duduk."15 menit yang lalu. Mami kenapa bisa pingsan, untung Alden dan Yasmine datang tepat waktu""Mami menelpon Hilda tapi yang mengangkat Raka, kekasih Hilda. Mami shock, karena tau sendiri dia dinyatakan meminggal.""Apa!" pekik Alden dan Yasmine"Huh, kalian ini kaget juga kan. Nah, Mami juga gitu. Mending kau sekarang coba telpon Hilda, Al. Mami mimpi atau memang kenyataan.""Iya Mi, bentar."Alden mengambil ponsel di saku celana lalu menelpon Hilda adeknya."Halo, assalamuaikum Hil.""Halo kak waalaikumsalam, tumben telpon. Gimana kabarnya?""Pengen aja, Kakak baik. Kamu gimana?""Aku juga baik kak, oh ya esok aku pulang ke rumah.""Hah, yang bener Hil.""Iya kak, pernahkah aku bohong. Oh ya siapkan