Dengan hati yang berdebar-debar dan rasa tegang yang melingkupinya, Farez memutuskan untuk mengumpulkan keberanian dan mendatangi rumah Diana. Meskipun ia takut akan penolakan dan kemarahan yang mungkin akan dihadapinya, keinginannya untuk memperbaiki kesalahan dan meminta maaf kepada Diana menjadi dorongan yang kuat.Farez tiba di depan pintu rumah Diana dengan langkah yang ragu. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan gelombang emosi yang memenuhi dirinya. Dengan tangan yang gemetar, ia menekan bel pintu dan menunggu dengan harap-harap cemas.Sesaat kemudian, pintu terbuka dan Diana muncul di hadapannya. Wajahnya masih mencerminkan kesedihan dan kehancuran yang dirasakannya, namun Farez melihat kekuatan dan keberanian di matanya."Diana," panggil Farez dengan suara lembut. "Aku datang ke sini untuk meminta maaf. Aku mengerti bahwa aku telah membuatmu menderita dan aku sangat menyesal."Diana menatap Farez dengan tatapan campuran antara kehancuran dan keraguan. Ia terdiam
Diana duduk sendirian di ruang keluarga dengan tatapan kosong di matanya. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran yang menghantui hatinya. Perasaan tidak aman dan rasa takut akan masa depannya merasuki setiap sudut pikirannya.Dia merasa takut bahwa Farez akan meninggalkannya karena dia tidak bisa memberikan keturunan. Pemikiran itu membuat hatinya terasa hancur dan penuh dengan keputusasaan. Setiap kali melihat Farez, dia merasa terbebani oleh perasaan tidak berharga dan tidak sempurna.Diana merenung, mencoba mencari jawaban di dalam dirinya. Dia berjuang dengan pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban. Apakah dia bisa mempertahankan pernikahannya tanpa memiliki keturunan? Apakah cinta Farez akan tetap bertahan tanpa hadirnya anak-anak?Dalam keheningan yang membisu, Diana merasakan getaran kegelisahan yang semakin dalam. Dia tidak ingin kehilangan Farez, orang yang dicintainya seiring berjalannya waktu. Namun, kekhawatirannya semakin merajalela, menghantui setiap langkahnya.
Yumna merasa khawatir yang mendalam saat melihat Aurora tiba-tiba jatuh sakit. Tanpa ragu, dia segera membawa putrinya ke rumah sakit terdekat, sambil ditemani oleh Mbok Marni, pengasuh setia mereka. Di dalam mobil, Yumna memegang erat tangan Aurora yang terasa hangat dan berkata lembut, "Tenang, sayang. Mama akan membawa kamu ke dokter dan semuanya akan baik-baik saja." Namun, kecemasan tergambar jelas di wajahnya. Ia tidak bisa menahan kegelisahan dalam dirinya, khawatir dengan apa yang sedang terjadi pada anaknya yang begitu ia cintai. Sambil berdoa dalam hati, Yumna berharap agar Aurora segera pulih dan kembali bugar seperti biasanya.Setelah tiba di rumah sakit, Yumna dengan cepat membawa Aurora ke ruang pemeriksaan yang ditunjukkan oleh perawat. Ia duduk tegang di samping meja pemeriksaan sambil memegang tangan kecil Aurora dengan penuh kekhawatiran. Dokter yang ramah mendekati mereka, dan dengan penuh perhatian, mulai memeriksa kondisi Aurora. Yumna berusaha menjaga ketenanga
Tengah malam yang sunyi, suasana di dalam ruang rawat Aurora dipenuhi oleh gemericik napas yang tenang. Namun, tiba-tiba, suara gemetar dan serak terdengar dari bibir Aurora yang lemah. "Ayah... Ayah," gumamnya dengan suara pelan, memanggil nama Farez dalam kebingungan.Yumna, yang duduk di samping tempat tidur Aurora, langsung terkejut mendengar panggilan tersebut. Hatinya berdegup kencang dan kekhawatiran memenuhi pikirannya. Ia menyentuh lembut pipi Aurora, mencoba menenangkannya. "Aurora, sayang, Ayah sedang tidak di sini," bisik Yumna dengan suara lembut.Namun, meskipun Yumna mencoba menenangkan putrinya, rasa takut dan kekhawatiran tetap membayangi hatinya. Apa yang Aurora alami saat ini membuat Yumna bertanya-tanya apakah keadaan kesehatan Aurora yang semakin buruk membuatnya merindukan kehadiran ayahnya. Yumna merasa tidak bisa memberikan kehangatan dan kehadiran Farez yang sebenarnya.Dalam kegelisahan dan ketakutan, Yumna mengusap lembut wajah Aurora dan berbisik, "Tenang,
Pagi hari menyapa ruang rawat Aurora di rumah sakit dengan tenang. Cahaya matahari yang lembut menyelinap masuk melalui jendela, memberikan kilauan harapan dan kehangatan pada ruangan yang penuh dengan harapan penyembuhan.Aurora masih tertidur dengan tenang di ranjangnya, wajahnya yang lembut dan damai memancarkan ketenangan. Meskipun terikat dengan selang infus dan alat monitor, Aurora terlihat begitu rapuh namun juga begitu kuat dalam perjuangannya untuk pulih.Yumna duduk di samping ranjang Aurora, memperhatikan setiap napasnya dengan penuh perhatian. Ia mengelus lembut rambut putrinya dan tersenyum lemah, mencoba menyampaikan ketenangan dan kekuatan padanya meskipun hatinya penuh kecemasan.Suara langkah kaki para perawat terdengar lembut di lorong, menciptakan ritme yang menenangkan. Yumna mengamati dengan penuh perhatian setiap gerakan mereka saat mereka mengurus pasien di sekitar. Bau antiseptik yang khas menyelip ke dalam ruangan, mengingatkan Yumna akan lingkungan klinis di
Pagi itu, sinar matahari baru mulai menerangi kota dengan lembut. Suasana jalan masih sepi, hanya terdengar bunyi gemuruh mesin kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Farez duduk di dalam mobilnya, tangan erat memegang kemudi, dan mata penuh tekad menatap jalan yang terbuka di depannya.Meski belum sepenuhnya terang, Farez tidak ragu untuk memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Bunyi mesin yang bergejolak menciptakan dentingan khas yang menggema di sekitar kendaraan. Angin pagi menyapu wajahnya, memberikan sensasi segar yang menyegarkan pikiran yang terkadang terjebak dalam keruwetan kehidupan.Melintasi jalan-jalan yang masih sepi, Farez merasakan getaran adrenalin yang mengalir dalam dirinya. Kecepatan mobilnya seakan melambangkan tekadnya untuk melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang membebani. Ia menginginkan kebebasan, sekaligus mencari makna baru dalam hidupnya yang telah berubah secara drastis.Saat melintas di sela-sela gedung-gedung perkantoran, Farez melihat pa
Tiba-tiba, Farez muncul di kantor setelah beberapa hari absen tanpa memberikan penjelasan. Para karyawan terkejut dan bingung saat melihatnya memasuki ruangan dengan sikap yang dingin dan tak bersahabat. Tatapannya terfokus dan wajahnya terlihat tegang, membuat suasana di kantor menjadi tegang pula.Rekan-rekan kerja saling berbisik dan bertanya-tanya apa yang telah terjadi dengan Farez selama absennya. Mereka tidak bisa memahami mengapa Farez tiba-tiba kembali ke kantor dengan sikap yang begitu berbeda. Beberapa di antara mereka merasa cemas dan mencoba menggali informasi dari orang lain, tetapi tidak ada yang benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi.Farez bergerak dengan langkah mantap menuju meja kerjanya tanpa berbicara satu kata pun kepada siapa pun. Tangannya mengetik dengan cepat di atas keyboard, menunjukkan ketekunan dan fokus yang luar biasa. Tidak ada senyum, tidak ada sapaan, hanya keheningan yang menciptakan atmosfer yang kaku di sekitarnya.Karyawan yang berani me
Yumna duduk di meja kerja bersama Mario dan Tika, merasa bahwa sudah waktunya untuk berbagi kehidupannya yang sebenarnya. Dalam suasana yang hangat, ia memutuskan untuk membuka diri dan menceritakan segala hal tanpa ada yang ia tutupi."Mario, Tika, ada sesuatu yang ingin aku bagikan dengan kalian. Aku ingin kalian tahu tentang kehidupanku yang sebenarnya."Mario dan Tika menunjukkan perhatian mereka, mendengarkan dengan seksama. Yumna duduk di meja kerja, merasa bahwa ia harus jujur kepada Tika dan Mario. Mereka bukan hanya rekan kerja biasa, tetapi juga sahabat karibnya. Yumna merasa bahwa tidak ada gunanya menyembunyikan kehidupannya yang sebenarnya dari mereka."Tentu, Yumna. Kami siap mendengarkan. Apa yang ingin kau katakan?""Jadi, sebenarnya aku memiliki seorang anak. Namanya Aurora. Ia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Inilah alasan di balik beberapa kejadian terakhirku, seperti ketidakhadiranku di kantor dan sikapku yang mungkin terlihat sedikit cuek.""Oh, Yumna, aku