Ternyata peristiwanya sangat seram, Sandi mengalami satu fragmen hidup yang gak akan dia lupakan.
***Aldo sudah masuk ke kamarnya, dia terlihat sangat kelelahan, sejak kemarin memang sungguh melelahkan buat kami. Walaupun selalu terus bersama, tapi selama perjalanan dari Jakarta sampai ke tujuan, aku lebih banyak tidur, sementara Aldo sama sekali gak tidur, jadi ya mungkin aku bisa lebih segar. Sementara itu, aku masih duduk melepas lelah di ruang tengah bersama Pak Rahman.Jam dua siang, matahari sudah agak condong ke bagian barat permukaan bumi namun sengat panasnya masih terasa galak. Sepoy angin perkebunan bertiup perlahan, seperti menetralisir udara jadi gak mendidih gerah. Bertelanjang dada, aku menghela napas panjang, menyeka keringat yang sedikit bercampur debu tipis.“Wah, lahannya bener-bener kotor ya, Pak.” Aku membuka percakapan dengan Pak Rahman.
“Kan sudah saya bilang, perkebunan ini memang sudah sangat lama gakJam 12 siang, sinar matahari sedang terik-teriknya.Kami semua berkumpul di ruang tengah, banyak pertanyaan dilontarkan oleh Pak Rahman dan teman-temannya. Aku dan Sandi, berusaha menjawab semuanya satu persatu, semampu yang kami bisa dan ingat.“Adek berdua ini ditemukan sama-sama pingsan tapi di tempat yang jaraknya berjauhan, gimana ceritanya bisa begitu? Ada apa?”Awalnya, Pak Kades melontarkan pertanyaan seperti itu, pertanyaan yang tentu saja diikuti oleh pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Ya sudah, lalu kami perlahan mulai bercerita dengan runut, bermula dari ketika aku mulai di rumah ini sendirian, serta Sandi yang harus ke kota karena ada yang harus dibeli.Setelah kami sudah menceritakan sebagian besar peristiwanya, ada beberapa orang yang memperlihatkan mimik terkejut, heran, kaget, tapi ada juga yang malah tersenyum-senyum kecil. Pak Kades dan Pak Rahman salah satu orang yang tersenyum itu. Kenapa mereka tersenyum?“Karena kami
Seperti tempat-tempat lain, perkebunan karet yang menyeramkan ini ternyata memiliki sejarah panjang yang kelam. Ada kisah suram di belakangnya, di sinilah semuanya berawal..***Desa Sindang Hulu, 1953.Sebagian limpahan anugerah Tuhan terhampar di salah satu desa terpencil di pedalaman Sumatera. Terang saja dibilang begitu, karena desa ini wilayahnya subur, sungai besar dengan airnya yang bersih mengalir di batas desa, udara dan alamnya indah, dikelilingi hutan belantara yang tampak seperti melindungi dari dunia luar. Kira-kira gambarannya seperti itu.Bukan termasuk desa yang berada di dataran tinggi, tapi udaranya cukup sejuk walau berada gak jauh dari bentangan garis Khatulistiwa.Sebagian besar penduduknya bekerja dengan bertani atau berkebun, ditunjang dengan tanah subur dan air berlimpah, hasilnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Hasil tani dan kebun nantinya akan dijual ke kota, atau ditukar dengan barang-barang kebutuhan lain yang b
Satu lagi rentang bagian kisah seram prekuel “Rumah hantu di perkebunan karet” terungkap. Seramnya makin menjadi, ngerinya sampai ke hati.Simak petualangan Yudar selanjutnya, hanya di sini, di Briistory..***Gemuruh mulai terdengar, langit yang sejak tadi sudah kelihatan gelap sekarang makin menghitam. Masih jam lima sore, seharusnya matahari masih menyinari dataran bumi, tapi gak kali ini, ditambah rindang pepohonan suasana gelapnya makin menjadi.Kayuhan Yudar pada pedal sepedanya makin cepat, sambil sesekali melirik ke atas, berharap gelayutan air di awan jangan dulu tumpah.“Duh, semoga keburu sampai rumah sebelum hujan.” Yudar berharap cemas.Bukan tanpa sengaja kalau Yudar masih dalam perjalanan pulang ke rumah di penghujung hari seperti ini, memang sudah jadi kebiasaan rutin kalau setiap hari selasa dia menjual hasil kebun ke kota, sekalian juga membeli keperluan rumah. Tapi mungkin hari ini sedikit di luar kebiasaan,
Petualangan di desa Sindang Hulu masih berlanjut, cerita seram masih datang berurut.Masih mencekam, masih membuat nafas tertahan.Simak lanjutan ceritanya di sini, hanya di Briistory.***Hembusan angin dingin semilir bertiup, menembus ruang gelap malam, menyentuh setiap sudut kosong pedesaan. Heningnya seperti bicara dalam diam, menebar ketakutan.Suara daun-daun kering yang terangkat terbang lalu jatuh kembali, menyentuh dan bergesekan dengan tanah, itu adalah satu dari sedikit suara yang terdengar. Kadang sesekali serangga nekat berbunyi walau sebentar, sebelum (seperti) ada yang memaksanya berhenti lalu diam. Ditambah dengan lolongan panjang anjing hutan di kejauhan, semua bersatu jadi alunan harmoni seram.Lewat tengah malam, aura kengerian mengungkup desa Sindang Hulu..Seperti sudah berjalan pada banyak malam sebelumnya, desa ini seperti gak berpenghuni. Seluruh penduduknya memilih untuk berdiam di rumah jika hari sudah mulai
Sejarah perkebunan karet nan angker ini sebagian besar akhirnya terungkap, ada darah dan air mata di belakangnya. Berbalut sedih di antara kengerian selimut horornya.***Pagi harinya, seisi kampung gempar setelah tersebarnya berita tentang adanya dua pendatang yang sempat terjebak dalam situasi menyeramkan pada malam sebelumnya.Ini peristiwa geger kesekian kali yang terjadi di Sindang Hulu, sebelumya sudah ada beberapa kejadian yang dialami oleh warga, termasuk Yudar. Ramdan dan Ilham adalah orang luar pertama yang merasakan keseraman kejadian itu.Begitulah, desa yang tadinya aman damai tentram, beberapa bulan terakhir berubah jadi seperti kota mati, penduduknya terkungkung ketakutan dicekam misteri seram yang selalu terjadi belakangan, membuat semuanya gak berani pergi keluar rumah kalau gak sangat terpaksa.***“Nek, semalam ada dua orang tamunya Pak Kades yang melihat hantu jubah itu, mereka katanya sampai pingsan di musala.&rd
SatuPanggilan Wawancara PekerjaanSemarang, Februari 1990.Aku bahagia bukan main, hati berbunga-bunga, harapan untuk diterima pada perusahaan milik pemerintah tampaknya akan segera terwujud. Di tangan, aku menggenggam surat panggilan wawancara dari perusahaan perkebunan yang dimiliki oleh pemerintah. Aku tidak terlalu memikirkan di mana akan ditempatkan, melihat tulisan instansi pemerintah di kepala suratnya saja sudah senang bukan kepalang.Setelah setengah tahun lebih bekerja sebagai supir ambulan rumah sakit, akhirnya aku berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan sesuai dengan pendidikan yang telah ku selesaikan.“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri Her?”Fuad yang tiba-tiba muncul dari balik pintu membuyarkan pikiranku yang tengah melayang senang tak karuan.“Ada panggilan wawancara Ad, dari perusahaan perkebunan pemerintah, Alhamdulillah.”“Ah Sukurlah, kapan Her? Wawancaranya di mana?&rdq
TigaCrek, crek, creek.Proses adaptasi dan pekerjaanku yang berjalan cukup mulus, membuat menjadi tidak terasa kalau aku sudah nyaris satu bulan tinggal di rumah ini, tinggal di perkebunan karet ini.Suasana dan keadaannya sudah semakin familiar, perlahan tapi pasti aku beradaptasi dengan baik, alur pekerjaan dan ritme hidup sudah dapat aku ikuti dengan bagus. Tidak bisa dipungkiri, dengan adanya Wahyu di sini sangat membantu semuanya, selain menjadi asisten dalam pekerjaan dia juga sudah menjadi teman yang sangat baik.Satu bulan sudah sangat cukup bagi kami untuk dapat lebih akrab secara pertemanan, dan lebih mengalir dalam hal pekerjaan. Pokoknya, aku dan Wahyu sudah sangat cocok, sudah tidak terlalu formil juga.Tapi, mengesampingkan semua itu, tidak bisa dipungkiri kalau ada sesuatu yang sedikit mengganggu pikiran, sesuatu yang sebenarnya masih belum jelas, sesuatu yang belum bisa diurai dengan kalimat yang sejalan dengan nalar. Aku merasa ada &ldquo
LimaProsesi pemakaman di tengah malam“Allahuakbar!, ada apa Yu?”Aku terkejut dengan pengereman mendadak yang Wahyu lakukan, karena itu pula kami jadi nyaris jatuh dari motor.Wahyu tidak menjawab, namun jari tangannya menunjuk ke depan, ke rumah kami yang sudah berjarak sekitar tiga puluh meter di hadapan. Aku langsung melempar pandangan ke arah yang dia maksud.Masih tetap dalam posisi duduk di atas motor, dengan bantuan cahaya lampu motor yang masih menyala tidak terlalu terang, aku melihat pemandangan aneh dan menyeramkan yang terjadi tepat di depan rumah.Awalnya tidak dapat melihat dengan jelas apa gerangan yang sedang terjadi, tapi ketika mata sudah mulai terbiasa melihat dengan cahaya minimal, barulah aku dapat melihat semuanya.Ternyata rombongan pembawa keranda mayat berhenti dan berkumpul tepat di halaman rumah kami, mereka semua berdiri diam menghadap pintu depan, beberapa sosok yang berdiri di depan tetap memanggul
Kiai Muntaqo beserta para santrinya berhamburan ke belakang asrama. Semua orang yang ada di sana panik melihat Ririn menggantung di dahan pohon mahoni. Kiai Muntaqo membaca kalimat-kalimat ruqiah sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Nurul. Saat itu juga Nurul mulai terlihat kesakitan. Lima orang santri muncul dengan menggotong sebuah spring bed besar untuk menahan tubuh Ririn.Nurul menjatuhkan Ririn dan untung saja wanita itu jatuh tepat di atas spring bed, sementara Nurul masih bertengger di atas dahan pohon mahoni. Kalimat-kalimat ruqiah terus dilantunkan oleh Kiai Muntaqo, Nurul pun terjungkal ke belakang. Dia juga jatuh tepat di atas spring bed sehingga tidak ada luka sedikit pun. Faisal memeriksa keadaan adiknya itu, dia menangis karena tak tega melihat adiknya yang sering sekali kesurupan.***Satu Minggu Kemudian.Sudah lima kali Faisal bermimpi tentang sumur tujuh yang ada di puncak gunung Karang. Dalam mimpinya itu, Faisal didatangi kakek
Sudah dua hari hewan ternak warga kampung Kaduengang hilang secara misterius. Puluhan ayam lenyap dari kandangnya, kambing yang dipelihara bertahun-tahun juga hilang. Belum lagi kerbau, ada sepuluh ekor yang hilang secara misterius. Mereka yakin pasti ada maling di kampung mereka. Warga kampung itu sepakat untuk memperbanyak pos ronda. Setiap malam para pemuda dan bapak-bapak bergantian menjaga kampung. Mereka sangat hati-hati jika ada orang asing yang masuk ke kampung mereka.Anehnya tidak ada tanda-tanda maling di kampung itu. Selama satu minggu berjaga, tak satu pun orang asing yang masuk ke kampung. Kasus hilangnya hewan ternak belum terpecahkan, tapi sudah muncul kasus baru. Banyak warga yang melapor ke ketua RT kalau warung mereka kemalingan. Barang dagangan mereka hilang, tapi si maling hanya mencuri barang yang bisa dimakan saja seperti kue, biskuit, kopi, dan makanan lainnya.Kejadian ini benar-benar menggemparkan seluruh warga kampung. Mereka bahkan m
Tok…tok…tok…tok…!Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sam
Blok MMelamun sesaat, fokusku hilang dikala hening senyap menjerat kesadaran.Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu di kejauhan, ada bayangan berbentuk orang yang muncul dalam gelap.1Aku yang awalnya kaget, berangsur jadi agak tenang ketika merasa kalau sepertinya yang datang itu benar-benar orang.Ternyata memang benar, aku melihat ada seseorang sedang melangkah mendekat. Karena masih cukup jauh, jadinya aku masih hanya bisa melihat dalam bentuk siluet.Tapi aku sudah bisa yakin kalau orang ini adalah sosok laki-laki, kalau melihat dari posturnya.Ketika sudah cukup dekat, barulah aku bisa melihat dengan jelas kalau ternyata yang mendekat ini adalah seorang sekuriti gedung.Ah leganya, aku jadi bisa segera turun dengan meminta untuk ditemani ke bawah.“Pak, hmmmmm.” Aku menegurnya, ketika kami akhirnya sudah berhadapan. Karena gak familiar, aku melirik ke nametag yang ada di seragamnya, aku membaca nama “Wawan”.Iy
Katanya, Sulis sakit keras. Badannya telah lumpuh total, hanya mampu berbaring di ranjangnya. Matanya selalu melotot, ada borok di sekujur tubuhnya, padahal perutnya semakin membuncit karena janin yang dikandungnya. Bu Sri memohon untuk mengantar Sulis ke Rumah Sakit.Karena waktu itu, hanya keluargaku yang memiliki mobil. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku dan suamiku mengantar Sulis saat itu juga.Sulis sudah seperti mayat hidup bila ku lihat. Matanya terbuka, masih bernafas, namun tidak bisa di ajak bicara, dan tidak mampu bergerak. Borok di sekujur tubuhnya berbau sangat busuk.Sesampai di RS, Sulis langsung ditangani oleh dokter. Hampir 3 jam kami menunggu hasil pemeriksaan dokter, setelah itu kami ketahui bahwa Sulis menderita diabetes akut yang membuat sekujur tubuhnya terluka dan bernanah.Setelah satu hari dirawat, Sulis akhirnya menghembuskan napas terakhir. Beruntung kata dokter, janin dalam perutnya belum memiliki nyawa, bentuknya pun belum sempurn
Saat itu tahun 2005.[Suara HP berbunyi]"Halo? Assalamualaikum Pak?""Halo, Waalaikumsalam Dung. Gimana kabarmu? Gimana kuliahmu?""Alhamdulillah semua lancar pak, kabar saya sehat. Bapak ibu sehat kan?""Syukurlah nak, bapak ibu sehat,"Kemudian seketika hening, tak ku dengar lagi suara bapak dari telepon. Yang ku dengar hanyalah suara lelaki tengah menahan isak tangisnya.Feeling-ku benar, sepertinya bapak sedang tidak baik-baik saja, sudah kuduga sejak ku angkat gagang telepon, suara dan nada bicara bapak tidak seperti biasanya."Pak, bapak kenapa?,""Gapapa nak, kamu buruan pulang ya. Kalau bisa minggu depan. Bapak mau ngomong sama kamu,""Iya pak insyaallah saya pulang minggu depan,"[Tuut..tuut..tuut..]Sejenak aku berpikir bagaimana agar minggu depan bisa ku penuhi permintaan bapak untuk pulang. Karena jujur saja, aku berkuliah sambil bekerja di kota metropolitan. Aku tidak ingin menambah beban bapak yang hanya seor
Ada apa dengan Guci ini sih?Kenapa banyak kejadian seram setalah ada guciGimana sejarah guci ini?Semakin seram, semakin menakutkan, banyak peristiwa yang terjadi di rumah Jessica.Jessica akan lanjut bercerita di sini, di Briistory.#BriiStoryJangan baca sendirian, lanjut di komentar yaaa!***#1Begitulah, banyak kejadian janggal yang terjadi sejak kehadiran guci itu di rumah. Kejadian janggal dan kadang menyeramkan, yang secara langsung maupun gak langsung mempengaruhi kehidupan kami juga.Setelah banyak kejadian, aku menjadi selalu was-was apa bila harus di rumah sendirian walaupun itu siang hari. Lalu, sebisa mungkin menahan diri untuk gak ke kamar mandi tengah malam, aku akan menahan pipis sampai pagi.Jo jadi semakin jarang tidur di rumah, lebih sering bermalam di rumah teman atau di rumah Om Fendy. Dia bilang, gak tahan dengan penampakan-penampakan seram yang dia lihat gak satu dua kali, tapi sering.Selama k
Rumah, seharusnya menjadi tempat teraman dari rasa takut dan cemas, tapi ternyata gak selalu demikian. Seperti yang dialami oleh Jessica dan keluarganya.ADVERTISEMENTRumah mereka menjadi sumber teror yang menakutkan.Jessica yang akan bercerita sendiri di sini, di Briistory.#BriiStory#MalamJumatLanjut di komentar ya..***#1Sekali lagi aku terjaga, jam setengah dua malam. Penuhnya kandung kemih, memaksaku tersadar dari tidur. Kebelet banget, gak tahan, mau gak mau harus pergi ke toilet.Tapi belakangan, bangun malam jadi hal yang membuatku paranoid, apa lagi ketika terpaksa harus ke luar kamar.Sama seperti malam ini, tiba-tiba terbangun pingin pipis. Padahal sudah berusaha maksimal untuk menahan dan kembali tidur, tapi gak bisa, sudah di ujung.Aku takut, takut dengan hal ganjil dan menyeramkan yang belakangan selalu terjadi ketika melintasi ruang tengah.Kebetulan toilet letaknya di depan kamar Papa Mama, berse
Tahun 2007 awal pernikahan dengan Imas, 3 tahun sebelum aku berganti pekerjaan sebagai tukang cukur (mempunyai pangkas) awalnya aku adalah penjual martabak manis, tempat aku berjualan sekitar satu jam dari rumah, di sebuah kampung dekat dengan sebuah danau, di mana di situlah orang-orang sering ramai, walau yang berjualan bisa terhitung dengan jari.Yogi adalah teman masa sekolahku yang mempunyai resep martabak karena memang turun temurun dari keluarganya, atas persetujuan modal yang aku keluarkan sangat terbatas, akhirnya aku dan Yogi sepakat memulai usaha tersebut, penampilanku sama halnya dengan sekarang tidak pernah rapih sama sekali.Selepas waktu ibadah solat asar, aku dan Yogi yang memang kebetulan tidak jauh rumahnya dari rumah Ibuku (waktu itu masih tinggal bersama Ibu) selalu menjemputku dengan membawa adonan martabak dan segala perlengkapan lainya untuk berdagang.Sudah hampir 3 bulan berjalan, dan memang selalu habis jauh di mana waktu prediksiku yang seha