Satu lagi rentang bagian kisah seram prekuel “Rumah hantu di perkebunan karet” terungkap. Seramnya makin menjadi, ngerinya sampai ke hati.
Simak petualangan Yudar selanjutnya, hanya di sini, di Briistory..
***Gemuruh mulai terdengar, langit yang sejak tadi sudah kelihatan gelap sekarang makin menghitam. Masih jam lima sore, seharusnya matahari masih menyinari dataran bumi, tapi gak kali ini, ditambah rindang pepohonan suasana gelapnya makin menjadi.Kayuhan Yudar pada pedal sepedanya makin cepat, sambil sesekali melirik ke atas, berharap gelayutan air di awan jangan dulu tumpah.“Duh, semoga keburu sampai rumah sebelum hujan.” Yudar berharap cemas.Bukan tanpa sengaja kalau Yudar masih dalam perjalanan pulang ke rumah di penghujung hari seperti ini, memang sudah jadi kebiasaan rutin kalau setiap hari selasa dia menjual hasil kebun ke kota, sekalian juga membeli keperluan rumah. Tapi mungkin hari ini sedikit di luar kebiasaan,Petualangan di desa Sindang Hulu masih berlanjut, cerita seram masih datang berurut.Masih mencekam, masih membuat nafas tertahan.Simak lanjutan ceritanya di sini, hanya di Briistory.***Hembusan angin dingin semilir bertiup, menembus ruang gelap malam, menyentuh setiap sudut kosong pedesaan. Heningnya seperti bicara dalam diam, menebar ketakutan.Suara daun-daun kering yang terangkat terbang lalu jatuh kembali, menyentuh dan bergesekan dengan tanah, itu adalah satu dari sedikit suara yang terdengar. Kadang sesekali serangga nekat berbunyi walau sebentar, sebelum (seperti) ada yang memaksanya berhenti lalu diam. Ditambah dengan lolongan panjang anjing hutan di kejauhan, semua bersatu jadi alunan harmoni seram.Lewat tengah malam, aura kengerian mengungkup desa Sindang Hulu..Seperti sudah berjalan pada banyak malam sebelumnya, desa ini seperti gak berpenghuni. Seluruh penduduknya memilih untuk berdiam di rumah jika hari sudah mulai
Sejarah perkebunan karet nan angker ini sebagian besar akhirnya terungkap, ada darah dan air mata di belakangnya. Berbalut sedih di antara kengerian selimut horornya.***Pagi harinya, seisi kampung gempar setelah tersebarnya berita tentang adanya dua pendatang yang sempat terjebak dalam situasi menyeramkan pada malam sebelumnya.Ini peristiwa geger kesekian kali yang terjadi di Sindang Hulu, sebelumya sudah ada beberapa kejadian yang dialami oleh warga, termasuk Yudar. Ramdan dan Ilham adalah orang luar pertama yang merasakan keseraman kejadian itu.Begitulah, desa yang tadinya aman damai tentram, beberapa bulan terakhir berubah jadi seperti kota mati, penduduknya terkungkung ketakutan dicekam misteri seram yang selalu terjadi belakangan, membuat semuanya gak berani pergi keluar rumah kalau gak sangat terpaksa.***“Nek, semalam ada dua orang tamunya Pak Kades yang melihat hantu jubah itu, mereka katanya sampai pingsan di musala.&rd
SatuPanggilan Wawancara PekerjaanSemarang, Februari 1990.Aku bahagia bukan main, hati berbunga-bunga, harapan untuk diterima pada perusahaan milik pemerintah tampaknya akan segera terwujud. Di tangan, aku menggenggam surat panggilan wawancara dari perusahaan perkebunan yang dimiliki oleh pemerintah. Aku tidak terlalu memikirkan di mana akan ditempatkan, melihat tulisan instansi pemerintah di kepala suratnya saja sudah senang bukan kepalang.Setelah setengah tahun lebih bekerja sebagai supir ambulan rumah sakit, akhirnya aku berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan sesuai dengan pendidikan yang telah ku selesaikan.“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri Her?”Fuad yang tiba-tiba muncul dari balik pintu membuyarkan pikiranku yang tengah melayang senang tak karuan.“Ada panggilan wawancara Ad, dari perusahaan perkebunan pemerintah, Alhamdulillah.”“Ah Sukurlah, kapan Her? Wawancaranya di mana?&rdq
TigaCrek, crek, creek.Proses adaptasi dan pekerjaanku yang berjalan cukup mulus, membuat menjadi tidak terasa kalau aku sudah nyaris satu bulan tinggal di rumah ini, tinggal di perkebunan karet ini.Suasana dan keadaannya sudah semakin familiar, perlahan tapi pasti aku beradaptasi dengan baik, alur pekerjaan dan ritme hidup sudah dapat aku ikuti dengan bagus. Tidak bisa dipungkiri, dengan adanya Wahyu di sini sangat membantu semuanya, selain menjadi asisten dalam pekerjaan dia juga sudah menjadi teman yang sangat baik.Satu bulan sudah sangat cukup bagi kami untuk dapat lebih akrab secara pertemanan, dan lebih mengalir dalam hal pekerjaan. Pokoknya, aku dan Wahyu sudah sangat cocok, sudah tidak terlalu formil juga.Tapi, mengesampingkan semua itu, tidak bisa dipungkiri kalau ada sesuatu yang sedikit mengganggu pikiran, sesuatu yang sebenarnya masih belum jelas, sesuatu yang belum bisa diurai dengan kalimat yang sejalan dengan nalar. Aku merasa ada &ldquo
LimaProsesi pemakaman di tengah malam“Allahuakbar!, ada apa Yu?”Aku terkejut dengan pengereman mendadak yang Wahyu lakukan, karena itu pula kami jadi nyaris jatuh dari motor.Wahyu tidak menjawab, namun jari tangannya menunjuk ke depan, ke rumah kami yang sudah berjarak sekitar tiga puluh meter di hadapan. Aku langsung melempar pandangan ke arah yang dia maksud.Masih tetap dalam posisi duduk di atas motor, dengan bantuan cahaya lampu motor yang masih menyala tidak terlalu terang, aku melihat pemandangan aneh dan menyeramkan yang terjadi tepat di depan rumah.Awalnya tidak dapat melihat dengan jelas apa gerangan yang sedang terjadi, tapi ketika mata sudah mulai terbiasa melihat dengan cahaya minimal, barulah aku dapat melihat semuanya.Ternyata rombongan pembawa keranda mayat berhenti dan berkumpul tepat di halaman rumah kami, mereka semua berdiri diam menghadap pintu depan, beberapa sosok yang berdiri di depan tetap memanggul
antunan lagu keroncongTidak terasa, sudah hampir enam bulan lamanya aku menjalani hidup dan bekerja di tempat terpencil ini, tempat yang mau tidak mau kami harus terbiasa dengan suasana dan keadaannya. Wahyu pun sama, dia berusaha untuk menjalaninya dengan ikhlas dan gembira, di samping harus melakukan kewajiban sebagai pekerja perkebunan.Oleh karena itu, kami membentuk rumah dan lingkungannya senyaman mungkin sebagai tempat tinggal, agar semakin betah tinggal di sini.Tidak ada pagar sama sekali, menjadikannya tiada sekat pemisah antara rumah dan perkebunan karet. Halaman depan kami tumbuhi rumput jepang yang bagus dan terawat, di sela-selanya tertanam berbagai tanaman hias yang sedap dipandang mata. Sebelah kanan ada pohon singkong dan tanaman cabai juga. Bagian sebelah kiri kami bangun kandang ternak yang tidak terlalu besar, beberapa ekor ayam dan bebek menjadi penghuni tetapnya.Yang agak sedikit “seru” adalah bagian belakang. Bagian paling bel
"Nath, gue mau tanya sama lu, emangnya lu gak ngerasa aneh?, tiap orang yang pake susuk atau punya ilmu hitam gak berani salaman sama lu?," ucapku sebelum menyalakan rokokku."Gue sih bodo amat ya Yik, toh bukan gue yang ngerasain. lagian gue tanya ayah sama mama, jawabnya kompak, kalo itu cuma perasaan gue. Lagian ya Yik, hampir semua keluarga gue itu peka, kecuali gue, dan mereka semi kejawen, sama kayak lu modelannya," ucap Nath."Yakin lu?, gue sih yakin lu beda Nath," lanjutku.Memang saya sih yang akhirnya mendorong Nath untuk lebih peka lagi. Sebutlah saya jahat, tapi ada satu peristiwa yang mengharuskan saya menjadi jahat ke Nath untuk membuka penutup dirinya."Yik, gue sebenernya ngerti yang lu maksud, cuma gue belom yakin aja, gue tau kenapa mereka gak mau jabat tangan sama gue alasannya apa, almarhum kakek gue udah pernah cerita, cuma gue gak nyangka imbasnya bakalan kayak gini, dimana gue dianggep aneh. Bayangin aja Yik, semua diajakin salaman, gili
Tau kali, lagian dia udah gede, dia bilang juga mau tanggung jawab, udahlah ngapain dipusingkan," jelasku."Gak segampang itu Yik," katanya sambil membersihkan kacamatanya."Mas, nanti kalau dia butuh bantuan, dia bakal nyanyi, sementara ini, biarin aja dulu, anggaplah ini proses dia menuju kedewasaan, gue tau lu naksir Shinta, tapi bukan berarti dengan itu gue bakal ngebiari lu jadi bego," selorohku."Iya, iya, ayo makan, mau sushi gak?," tanyanya lagi.Dari awal aku tahu akan ada malapetaka, bukan aku tidak mau mencegah itu terjadi, akan tetapi ketika aku cegah hal itu maka tatanan semesta akan berubah.Dan pastinya akan ada orang lain yang akan mengalami hal yang Shinta akan alami nantinya. Hari demi hari berjalan sebagaimana mestinya. Sampai aku sadari bahwa penjaga Shinta sudah tidak pada tempatnya lagi."Nath, lu mending tepok punggung Shinta deh, siapa tau dia jadi sadar," ucapku siang itu kepada Nath."Ngaco lu Yik, lu mau Shinta ngamuk apa