Setelah kembali dari ruangan Martin, Felicia terus memasang wajah datar. Ia tak lagi melirik Theo. Dan, yang membuatnya kecewa, Theo pun tak memperhatikannya atau mendekatinya seperti biasa.Akhirnya, Felicia memutuskan untuk menjauhi Theo. Lagi pula, setelah semua yang dikatakan oleh Martin, ia tak tahu bagaimana harus menghadapi Theo.Felicia masih merasa sakit hati, ia juga merasa terhina. Tuduhan Martin, dan Martin seperti merendahkannya sebagai wanita yang hanya ingin memanfaatkan Theo terus terngiang di pikirannya.‘Aku harus bagaimana?’ batin Felicia.Felicia melamun, menatap layar komputer. Sepertinya … ia harus membuat keputusan hari ini juga. Mengenai hubungannya dengan Theo.Felicia terpaksa harus bersikap realistis. Memang, tidak ada masa depan cerah untuk hubungannya bersama Theo. Sepertinya lebih baik mengakhiri sekarang, sebelum menjadi terlalu dalam.*“Fel, aku duluan,” kata Diana, berpamitan.Felicia mengangguk. Ia perlu menyelesaikan pekerjaannya sedikit lagi.Felic
Theo masih menyentuh wajah Felicia, bibirnya pun terus bergerak mencium bibir Felicia, kali ini terselip gairah bercampur kemarahan dan kebingungan di sana. Theo tak mampu menerima kenyataan bahwa Felicia ingin memutuskan hubungan mereka.Ciuman itu berangsur keras dan cepat, mencerminkan amarah yang muncul di dalam diri Theo.Bibir Theo menekan bibir Felicia dengan kuat, seolah-olah mencoba mentransfer semua perasaannya melalui ciuman itu.Felicia terkejut, tapi ada sekelumit godaan di dalam hatinya. Ia hampir membalas ciuman Theo, tetapi kemudian kesadarannya kembali.Felicia mendorong dada Theo dengan kuat, hingga ciuman mereka terlepas.Napas Felicia terengah-engah, bibirnya sedikit bengkak dan memerah karena tekanan ciuman Theo. Ia menatap Theo dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.“Apa yang kamu lakukan barusan?!” seru Felicia.“Mencium pacarku,” jawab Theo dengan tegas.“Aku … udah bukan pacarmu. Kita harus putus, The,” ucap Felicia.Theo menggeleng, tidak bisa menerima ja
Marcell mendekati meja Felicia. Ia menarik kursi di sebelah Felicia. Ketika Felicia menoleh ke arahnya dengan tatapan kaget, ia langsung mengulas senyum tipis.“Kamu nggak ke kantin, Fel?” tanya Marcell.Felicia menggeleng, ia memaksakan senyum. “Nggak, ini udah lagi makan.”Marcell melirik masakan rumahan yang sedang Felicia santap.“Kamu masak sendiri?” pancing Marcell, pura-pura tidak tahu. Padahal, ia melihat sendiri kalau Theo yang memberikan itu.“Uhm … enggak. Mama yang masak buat saya,” bohong Felicia.Marcell mengangguk saja. Mungkin Felicia tak merasa dekat dengannya, jadi tak bisa bicara jujur.Namun, sejujurnya sampai sekarang Marcell penasaran. Ada hubungan apa di antara Felicia dan anak magangnya? Kedekatan mereka terlalu mencurigakan.“Fel, menurutmu, Theo orang yang seperti apa?” pancing Marcell.“Hah?”Felicia tiba-tiba blank setelah mendengar nama berondong itu disebut.“Uhm … dia pintar. Kamu ‘kan tahu sendiri, di antara anak magang lain, dia yang paling kompeten, m
Felicia sulit tidur. Setelah mengantar Tantenya pulang, ia terus terpikirkan tentang pertemuannya dengan Theo di klinik.Sejujurnya, betapa Felicia merindukan Theo. Kehadiran, senyum, dan kehangatan yang selalu lelaki itu berikan.Felicia merasa menyesal telah meminta putus. Ketika Theo mencoba mendekatinya di klinik tadi, ia ingin sekali berlari ke arah Theo, memeluk Theo, dan mengatakan bahwa ia juga tidak ingin berpisah.Namun, lagi-lagi Felicia takut dan khawatir karena ancaman dari Martin, itu yang membuatnya mundur. Ia tak mungkin bisa bersatu dengan Theo ‘kan?Felicia rebahan di kamar sambil memeluk bantal, membayangkan Theo lah yang sedang ia peluk.Hati Felicia terasa hancur, bagaimana mungkin ia bisa move on dari Theo? Ia merasa dirinya begitu egois karena terlalu memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan perasaan Theo.Mungkin, Theo sakit hati padanya. Namun, ia harus apa agar bisa tetap bersama Theo, tapi karirnya aman, dan Martin merestuinya?“Maafkan aku, Theo,” bisik
Beberapa saat sebelum kejadian itu.Theo yang baru kembali dari perusahaan menghempaskan tubuhnya yang lelah ke sofa apartemennya. Theo merasakan nyeri di tubuhnya karena lelah. Dituntut untuk sempurna oleh Papanya membuatnya tertekan hingga sekarang.Belum lama Theo merebahkan diri, pintu apartemennya terbuka dengan keras. Hanya ada dua orang yang tahu pin di unit apartemen Theo, yaitu Martin dan Felicia.Itu artinya, yang membuka tanpa permisi adalah salah satu dari mereka berdua. Dan, Felicia tak mungkin membuka pintunya dengan keras.Theo langsung duduk ketika melihat Papanya masuk dengan wajah dengan wajah dingin seperti biasa.Kalau Theo yang dulu sebelum bertemu dengan Felicia dan sebelum bertemu dengan psikiater, ia pasti akan amat ketakutan ketika melihat Martin. Namun, sekarang ia merasa sudah lebih berani.“Ada apa Papa ke sini?” tanya Theo.“Tadi sekretaris Papa bilang, kamu mencari Papa,” ucap Martin. “Dan Papa sekalian ingin memberi tahu kamu untuk menerima perjodohan de
Felicia masih berada di atas pangkuan Theo, ciuman mereka semakin intens. Tubuh mereka merapat satu sama lain.Ketika bibir Felicia sudah terbuka, benda lunak di dalam mulut Theo menyeruak masuk ke dalam mulut Felicia.Lidah mereka bertemu dan bergulat di dalam mulut, menciptakan sensasi yang memanaskan seluruh tubuh mereka. Theo mulai tidak peduli lagi dengan rasa sakit di bibir dan wajahnya. Ia terus melahap bibir Felicia.Tangan Theo mulai menjelajahi tubuh Felicia. Satu tangannya meremas lembut pinggul Felicia, sedangkan tangan lainnya mengusap punggung sang kekasih.Felicia yang merasakan sentuhan Theo seperti menggodanya, maka sebagai pelampiasan, ia meremas rambut Theo dengan penuh gairah. Ia sisipkan jemarinya di sela-sela rambut tebal Theo.“Engghh … Theo …”Lenguhan kecil keluar dari mulut Felicia saat Theo semakin memperdalam ciuman. Keduanya begitu tenggelam dalam momen itu, hingga akhirnya mereka berhenti dengan napas yang terengah-engah.Lebih tepatnya, Felicia yang ber
“Aku udah booking hotel. Let’s have s*x.”Felicia menyatakan dengan berterus terang apa tujuannya menemui pria dari aplikasi kencan ini. Kali ini pasangan kencannya bernama Theo itu dan dia seumuran dengan Felicia, yaitu 27 tahun.Sejujurnya, ini pertama kalinya buat Felicia mengajak tidur seorang pria. Pengalaman kencannya paling hanya makan di restoran atau menonton bioskop, hanya menjalankan kencan biasa. Dan semuanya pun tidak ada yang berhasil.Jadi, ini mungkin sebagai peruntungan terakhirnya, setelah sang mama terus mendorongnya untuk menikah, atau akan dijodohkan dengan anak temannya.Theo tampak tersedak minumannya sendiri. “Apa?”“Kenapa kaget? Bukannya biasanya memang from Tunder to bed?” tanya Felicia.Kali ini, Felicia tertarik dengan wajah dan penampilan pria bernama Theo ini dari foto yang tertera di aplikasi kencan online. Keterangan di sana juga menyebut kalau Theo seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan.‘Pria matang memang menantang!’ gumam Felicia sambil meneg
Felicia memekik kaget dan refleks menjatuhkan dompet Theo. Ia pun menutup mulutnya sambil melirik ke arah Theo yang masih terlelap.‘I-ini… tidak mungkin kan?’Dengan panik Felicia mengambil KTM itu sambil berharap kalau Theo adalah mahasiswa S2, bukan S1 yang masih bocah. Namun, saat Felicia melihat keterangan di KTM itu …“Theodorus Leonell Wijaya, mahasiswa S1, jurusan Manajemen!” pekik Felicia tertahan,.Felicia menatap tanggal lahir yang tertera di kartu tanda mahasiswa milik Theo. Astaga, ternyata umur Theo baru dua puluh satu tahun! Theo enam tahun lebih muda dari Felicia!“A-aku tidur dengan berodong?!”Felicia seketika merasa tertipu. Kakinya langsung lemas, dan hampir terjatuh kalau tangannya tidak memegang tangan sofa lebih dulu. Ini gila!‘Aku merelakan keperawananku untuk bocah 21 tahun?! Gila kamu, Feli!’ Tidak, hubungan ini harus segera diselesaikan. Felicia tidak mau bermain-main cinta dengan bocah ingusan yang 6 tahun lebih muda darinya. Ia mencari suami, bukan beron