Setelah menunggu cukup lama, dua orang dari divisi produksi akhirnya memasuki ruang rapat. "Maaf, kami terlambat, Pak."Oh, nggak apa-apa. Silakan duduk," jawab Thomas tersenyum ramah.Cristopher melihat jam tangannya, lalu melihat ke arah dua orang yang baru datang. Yang tak lain adalah Dion dan kepala divisi.Thomas menunggu dua orang yanv baru datang duduk, lalu dia berdiri dari duduknya untuk menyampaikan kata sambutan."Ok, semua sudah hadir. Mari kita mulai rapat hari ini," kata Thomas menatap semua yang hadir dalam rapat."Pertama saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan anda sekalian. Pada rapat kali ini kita akan membahas sampel yang akan di produksi mulai bulan depan. Sebelum suatu produk benar-benar diproduksi dan diluncurkan, maka hal yang paling penting adalah sampel. Sebelum pembuatan sampel dilakukan, tentunya kami semua ingin mendengar hasil akhir dari data yang sudah dibuat masing-masing divisi, terutama divisi produksi. Saya tidak akan menunda waktu lagi, jadi m
Sebelumnya ..."Pak, anda mau ke mana?" tanya Thomas."Aku ada urusan sebentar di luar," jawab Cristopher."Saya akan selesaikan rapat dengan cepat dan mengantar anda," kata Thomas."Nggak, Tom. Kamu fokus aja sama rapat. Aku bisa pergi sendiri kok," jawab Cristopher menepuk bahu Thomas, "oh ya, jangan lupa laporan hasil rapat hari ini. Kamu letakkan saja di meja di katorku. Nanti aku balik ke sini kok," lanjutnya."Ya, Pak. Bapak hati-hati di jalan ya," kata Thomas memperingatkan."Ok," jawab Cristopher yang langsung berbalik pergi meninggalkan Thomas.Thomas sesaat menatap kepergian Cristopher, lalu berbalik dan masuk kembali ke ruang rapat."Maaf membuat kalian semua menunggu. Mari kita lanjutkan rapatnya," ucap Thomas. Yang baru saja duduk di kursinya.Thomas mulai bertanya sesuai pertanyaan yang ditulis Cristopher pada divisi produksi. Karena Dion kurang fokus dan takut jika membuat kesalahan lagi, maka Harris selaku kepala divisi menggantikan Dion menjawab pertanyaan. Satu per
Cristopher ada di klinik. Saat berbincang dengan dokter, tiba-tiba saja ponselnya berdering. "Maaf, dok. Saya angkat telepon dulu," kata Cristopher meminta izin. "Oh ya, silakan saja. Saya akan memeriksa keadaan Stevy dulu," jawab Dokter. Cristopher menganggukkan kepala. Dia keluar dari ruang pemeriksaan dan segera menerima panggilan. "Halo," jawab Cristopher. "Halo, Tuan Muda." "Nggak usah basa-basi, Om. Om pasti disuruh Papa, 'kan? Ada apa? Saya nggak punya banyak waktu," jawab Cristopher dengan dahi yang berkerut. "Bisa kita bertemu?" "Nggak bisa. Saya sibuk," jawab Cristopher. "Saya yang akan menemuimu. Kamu di mana?" "Saya bilang nggak bisa ya nggak bisa, Om. Saya sibuk sekarang," jawab Cristopher. "Cris. Saya nggak disuruh sama Papamu kok. Ini murni keinginan saya. Pengen ketemu kamu aja." Cristopher terdiam sesaat, lalu menyebut nama dan alamat klinik tempatnya berada. "Oh, apa kamu sedang mengantar Stevy?" "Iya," jawab Cristopher. "Ok. Saya segera
Yuki terdiam, melihat Cristopher menggendong Stevy. Terlihat Stevy mengusapkan kepalanya ke wajah Cristopher dan terdengar suara dengkuran dari Stevy."Kamu cemburu ya?" tanya Cristopher memeluk Stevy."Meow ... "Cristopher tersenyum, "hahaha ... lucunya," ucap Cristopher mengusap punggung Stevy.Cristopher menatap Yuki, "kamu nggak mau kenalan?" tanyanya.Yuki menggeleng, "saya takut dicakar," jawabnya."Enggak akan dicakar kalau kamu nggak ada niat macam-macam. Stevy baik kok," jawab Cristopher.Cristopher yang sedang menggendong Stevy mendekat kepada Yuki. "Stevy, ayo kenalan dulu sama Yuki. Dia itu ... " bisik Cristopher di telinga Stevy."Meow ... "Stevy lagi-lagi mengusapkan kepalanya ke wajah Cristopher."Nah, coba kamu elus Stevy pelan-pelan. Lalu kenalkan dirimu," kata Cristopher.Yuki mengulurkan tangan ragu-ragu, "beneran nggak apa-apa? Nanti kalau saya dicakar atau digigit gimana?" tanyanya menatap Cristopher."Saya yang akan tanggung jawab. Percaya sama saya, dia nggak
Mobil Cristopher parkir di halaman depan gedung apartemen Yuki. "Terimakasih sudah mengantar saya, Pak. Bapak bisa langsung pulang dan istirahat," kata Yuki."Kamu cepat masuk sana. Kabari saya kalau sudah sampai, saya akan langsung pergi setelah dapat kabar dari kamu," kata Cristopher."Bapak bisa langsung pulang. Kenapa repot nunggu saya sampai kamar?" tanya Yuki."Saya kan nggak bisa nganter kamu. Jadi yang bisa saya lakuin cuma mastiin kamu selamat sampai tempat tinggalmu dari sini," jawab Cristopher."Aduh manisnya. Dia kok bisa sih punya pikiran kayak begini. Dion aja dulu gak gini. Habis nganter ya udah ngilang. Jadi gak pengen cepet-cepet pulang deh," batin Yuki terharu.Melihat Yuki yang melamum, Cristopher segera menyadarkan Yuki dari lamunan."Yuki ... " panggil Cristopher sembari menepuk bahu Yuki.Yuki tersentak, "eh, ah ... i-iya, Pak.""Apanya yang iya, Pak? Kamu ngelamunin apa?" tanya Cristopher."E-enggak ada. Bukan apa-apa, Kok. Kalau gitu saya turun dulu. Bapak hat
Yuki terdiam. Terus menatap Cristopher yang masih murung."Bapak lagi marah?" tanya Yuki."Enggak," jawab Cristopher singkat."Bohong. Kelihatan itu muka bapak murung gitu. Pasti lagi marah. Ya, 'kan?" sahut Yuki. Tak percaya dengan jawaban Cristopher.Cristopher hanya diam saja. Yuki lantas kembali bertanya pada Cristopher."Ada apa, Pak? bapak jangan diem aja dong. Kalau bapak enggak bicara saya mana tau apa yang buat bapak marah?" kata Yuki. Berusaha membujuk Cristopher untuk bicara."Cari tau aja sendiri," jawab Cristopher."Astaga. Dia kalau ngambek lebih parah dari bocah lima tahun. Sulit nih kalau gini," batin Yuki."Saya bukan dukun yang bisa main tebak-tebakan loh. Saya juga bukan cenayang yang bisa nerawang pikiran orang. Saya bisa tau alasannya, kalau bapak yang kasih tau. Gimana mau tau coba kalau diem aja," kata Yuki.Cristopher masih diam. Dan Yuki masih terus membujuk agar Cristopher mau bicara."Pak," panggil Yuki."Hm," jawab Cristopher."Udah dong ngambeknya. Saya k
Cristopher sedang sarapan. Thomas datang ke ruangan Cristopher untuk menyapa."Selamat pagi, Pak. Maaf mengganggu waktunya. Saya mau bertanya, untuk kunjungan ke lab apakah bisa dilakukan hari ini? sejak minggu kemarin bapak terus mengundurnya," tanya Thomas menatap Cristopher.Cristopher mengunyah makanan dalam mulutnya perlahan, lalu menelannya."Bagaimana baiknya? Kan kamu yang tau jadwalku, Tom. Bisa nggaknya hari ini," jawab Cristopher."Kalau sesuai jadwal hari ini, jadwal anda kosong dari pukul 15.30 sore. Apa baiknya bapak pergi setelah janji temu dengan klien?" tanya Thomas. Usai memberitahukan jadwal Cristopher."Jam berapa pertemuannya?" tanya Cristopher."Sekitar pukul 13.30 di ... " jawab Thomas. Memberitahu waktu janji temu dan lokasi pertemuan."Boleh saja. Kita lakukan kunjungan hari ini, tapi baiknya kamu jangan beritahu mereka ya," kata Cristopher."Maksudnya anda mau sidak?" tanya Thomas.Cristopher menganggukkan kepala, "ya, begitulah. Aku kan perlu tau seperti apa
Setelah bertemu rekan bisnis untuk membicarakan kerjasama, Cristopher dan Thomas segera pergi ke laboratorium tempat uji coba sampel produk terbaru perusahaannya.Di lokasi, Cristopher dan Thomas bertemu Caleb Estavano. Seorang profesor asal eropa yang merupakan kepala laboratorium Giant Group."Halo, Caleb. Apa kabar?" sapa Cristopher. Berjalan menghampiri Caleb."Halo, Tuan Kecil. Senang bertemu denganmu," kata Caleb tersenyum.Keduanya saling berpelukan erat. Caleb mengusap lembut punggung Cristopher."Sudah lama tak bertemu," kata Caleb. Melapas pelukannya."Ya, sudah lama sekali," jawab Cristopher."Apakah Thomas belum menceritakan kenapa kamu diminta datang ke sini? ini agak rumit," kata Cristopher."Thomas menceritakannya. Garis bersarnya aku tahu," jawabnya."Kalau gitu aku akan langsung ke intinya saja. Aku mau Giant Lab mengambil alih pembuatan sampel produk. Apakah memungkinkan?" tanya Cristopher menatap Caleb."Tentu saja memungkinkan jika itu permintaanmu," jawab Caleb.C
Suasana begitu hening. Papa dan anak hanya saling diam. Sampi sang Papa mulai angkat suara."Bagaimana kabarmu?" tanya Stevano.Cristopher menatap Stevano, "ada angin apa Papa tanya kabarku? Bersikaplah seperti yang biasa Papa lakukan. Nggak usah sok dekat atau sok perhatian," jawab Cristopher."Apa salahnya papa tanya kabarmu?" tanya Stevano."Nggak salah, tapi aneh. Aku dengernya aneh. Papa yang kukenal nggak pernah tuh tanya kabar," jawab Cristopher."Kamu masih nggak berubah ya," kata Stevano."Kenapa harus berubah? Yang membuatku seperti ini 'kan papa sendiri. Cuma papa di dunia ini yang tega membiarkan anaknya sendirian melawan kerasnya hidup di saat anak itu masih membutuhkan sosok Papa dalam hidupnya," sahut Cristopher.Stevano duduk bersandar menatap Cristopher, "Cris ... tahukah kamu? Papa juga dalam keadaan yang sulit setelah kehilangan mamamu. Mamamu itu segalanya buat papa. Mungkin sekarang kamu anggap ucapan papa ini lelucon. Papa yakin, kamu pasti akan merasakannya nant
Seorang laki-laki paruh baya sedang melihat sebuah dokumen dan sebuah foto. Disampingnya ada laki-laki sebaya yang merupakan sekretarisnya."Jadi maksudmu, Cris tinggal di apartemen perempuan ini?" tanya laki-laki paruh baya pada sekretarisnya. Menunjuk sebuah foto yang ada di atas meja dihadapannya."Ya, Pak. Informasi yang saya dapat tidak mungkin keliru karena sekretaris Tuan Muda sendiri yang memberitahu saya," jawab sekretaris."Anak yang nggak pernah membuka hati buat siapapun, tiba-tiba mau tinggal bersama perempuan. Apa pemikiranmu sama denganku?" tanya Stevano, yang adalah Papa dari Cristopher."Sepertinya begitu. Kata sekretarisnya, mereka sudah terlibat dalam sebuah hubungan semalam sebelum menjadi atasan dan bawahan di kantor," jawab Nicholas, Sekretaris Stevano."Hubungan semalam? Apa itu namanya, yang biasa dipakai anak zaman sekarang itu loh," kata Stevano berusaha mengingat."One night stand, Pak. Anak muda zaman sekarang menyingkatnya menjadi ONS," jawab Nicholas."Ya
Keduanya panjang lebar bercerita satu sama lain. Kini tidak ada lagi kesalahpahaman ataupun rahasia diantara mereka. "Saya kok jadi ngatuk ya," ucap Yuki."Nggak boleh tidur, nanti malah bangun kesiangan. Kita lari pagi aja yuk," Cristopher mengajak Yuki olah raga agar tidak mengantuk."Hm, saya malas lari. Gimana dong?" sahut Yuki malas."Nggak boleh males. Olahraga penting buat kesehatan," kata Cristopher."Iya deh iya. Saya ganti baju dulu kalau gitu," jawab Yuki.Yuki segera pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Dan tidak lama keluar setelah ganti pakaian."Bapak nggak ganti?" tanya Yuki menatap Cristooher."Ganti dong," jawab Cristopher.Cristopher segera masuk kamar Yuki dan mengambil pakaian gantinya di koper. Yuki melihat Cristopher hendak berganti pakaian dan segera menawari bantuan."Perlu saya bantu?" tawar Yuki."Nggak usah. Saya bisa sendiri kok, " jawab Cristopher.Yuki melihat Cristopher membuka baju, terlihat tubuh kekar berotot milik Cristopher. Perut seksi
"Apa sih yang dia pikirkan. Bisa-bisanya gitu dia mencium bibirku mana digigit, ish ... bikin malu aja," batin Yuki semakin malu.Yuki duduk di sofa dengan memegang erat gelas berisi Cokelat panas. Jantungnya masih berdegup kencang. Cristopher duduk di samping Yuki, "kenapa tiba-tiba pergi?" tanyanya."Nggak tau ah. Bapak nakal," jawab Yuki memalingkan pandangan dari Cristopher."Nakal? Oh, yang tadi? Saya kan cuma batuin ngelap bibirmu. Karena tangan saya di gips ya saya pakai bibir saya. Kenapa? Kamu nggak suka saya cium?" tanya Cristopher."Bukannya nggak suka. Saya tuh kaget. Tiba-tiba gitu bapak cium saya. Mana bapak gigit bibir saya," jawab Yuki."Kalau kamu kesal. Kamu boleh bales kok. Saya malah senang," kata Cristopher tersenyum tampan."Wah, nantangin nih orang. Aku gigit balik tau rasa ntar," batin Yuki."Bener nih saya boleh balas? Ntar saya gigit balik bapak jangan protes loh," sahut Yuki menatap Cristopher."Ayo sini," kata Cristopher mendekatkan wajahnya ke wajah Yuki.
Yuki tak bisa menolak permintaan Bossnya dan akhirnya tidur di sofa dengan Bossnya. "Ini sempit," keluh Yuki beralasan. Dia tidur membelakangi Cristopher."Jangan banyak beralasan dan cepat tidur. Besok kita masih harus bekerja," sahut Cristopher. "Saya kalau tidur suka guling-guling loh. Nanti bapak kalau kena tendang jangan marah. Kan bapak yang minta saya tidur di sini," kata Yuki."Hm, saya sudah tahu tingkahmu waktu tidur. Nggak usah dijelasin lagi," jawab Cristopher.Yuki mengerutkan dahi, "hah? Sudah tau kataya. Kapan?" batinnya bingung.Seketika Yuki ingat kejadian saat dia bertemu Cristopher pertama kali di bar."Jangan-jangan waktu itu ya? Mati aku," batinnya lagi. Yuki menutup wajahnya dengan kedua tangan karena malu."Apa waktu itu dia kena tendang? Atau dia kena siku? His ... bener-bener deh. Kenapa sih dia harus tau semua sisi burukku. Mau ditaruh mana mukaku ini?" batin Yuki merasa diri sendiri menyedihkan.Tiba-tiba Cristopher melingkarkan tangannya ke perut Yuki. Se
Yuki mengambil pesannya dan sedikit mengobrol dengan satpam yang sedang berjaga.Satpam melihat Yuki bersama Cristopher, "dia siapa? Pacarmu ya?" tanyanya."Oh, bukan. Dia itu ... " kata Yuki yang langsung diam, "pokoknya di bukan pacar," kata Yuki."Kalau bukan pacar apa calon suami?" tanya satpam lagi."His, bapak banyak tanya deh. Udah dulu ya, saya mau naik. Bapak juga jangan lupa makan makanan yang saya kasih. Nanti dingin kurang enak," kata Yuki."Siap neng Yuki," jawabnya.Yuki membawa tas berisi pesanan makanan dan segera pergi meninggalkan pos satpam bersama Cristopher."Kamu deket sama satpam di sini?" tanya Cristopher."Ya. Karena saya selalu papasan setiap pagi pas berangkat kerja," jawab Yuki.Cristopher menghentikan langkah kakinya menatap gedung apartemen Yuki yang terlihat cukup tua di matanya. Melihat Cristopher yang berhenti, Yuki juga ikut berhenti."Ada apa, Pak?" tanya Yuki."Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya Cristopher."Sudah hampir lima tahun. Saya
Thomas datang ke apartemen Yuki membawa Stevy dalam pet cargo dan baju Cristopher dalam koper. Juga semua keperluan Stevy dalam tas ransel."Wah, makasih ya. Maaf aku ngerepotin kamu, Tom. Aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi," kata Cristopher."Nggak apa-apa, Pak. Saya kebetulan searah apartemen bapak tadi, jadi saya langsung mampir begitu bapak telepon. Bagaimana hasil pemeriksaannya?" tanya Thomas penasaran."Ada beberapa retakan. Untung saja saya ajak bapak Cris ke rumah sakit. Coba kalau enggak," sahut Yuki yang baru keluar dari dapur. Yuki membawa teh untuk Thomas.Thomas cukup terkejut mendengar keadaan Cristopher."Lain kali bapak harus lebih menahan diri untuk nggak mukul meja atau apapun. Memang bapak kira tangan bapak itu besi? Kalau seperti ini kan bapak yang susah," omel Thomas."Aduh, aduh. Kalian berdua ini ya ... bisa nggak ngomelnya ditunda lain waktu?" sahut Cristopher."Silakan di minum, Pak. Saya nggak tau tehnya enak apa enggak buat bapak," kata Yuki, me
Yuki mengobati luka di punggung tangan Criatopher dengan hati-hati dan penuh perhatian."Apa sih yang dia lakuin sampai tangannya luka kayak gini? Ck. Dasar nggak bisa hati-hati. Ngeselin, tapi nggak tega banget kalau lihat dia terluka gini," batin Yuki.Melihat Yuki yang begitu serius merawat lukanya, Cristopher jadi merasa bersalah."Kayaknya dia lagi marah sama aku," batin Cristopher."Apa kamu marah?" tanya Cristopher ingin memastikan."Masih tanya. Ya iyalah marah," batin Yuki menjawab."Sudah tau marah nggak dibujuk malah ditanyain terus," batin Yuki lagi.Yuki hanya diam dan terus melakukan pengobatan. Sampai pengobatan selesai dan Yuki berpamitan pulang."Sudah selesai. Saya pulang dulu," kata Yuki berpamitan."Dia pasti bisa jaga diri sendiri. Yang penting aku udah ngasih pertolongan pertama," batin Yuki.Yuki menutup kotak P3K dan membawanya. Saat Yuki berbalik ingin pergi, tiba-tiba Cristopher menarik tangan Yuki sehingga Yuki jatuh dipangkuannya. Keduanya saling bertatapan
"Cukup. Jaga ucapanmu. Dia itu ... " kata Caleb yang langsung disela Cristopher."Biarkan saja dia bicara. Biar dia puas," sela Cristopher.Profesor gila itu tersenyum, "nah, dia aja sadar diri. Cuma CEO perusahaan kecil aja banyak maunya dan banyak tuntutan," ucapnya tidak senang dengan Cristopher."Apa kamu sungguh lolos wawancara di Giant lab?" tanya Cristopher memastikan."Iyalah. Orang hebat kayak aku nggak mungkin bersarang di tempat sampah kayak gini. Aku bakalan ngerjain pekerjaan besar. Bukan pekerjaan remeh kayak sampel produkmu," jawabnya dengan sombong."Baguslah. Kalau gini aku nggak akan merasa bersalah. Terimakasih untuk jawabanmu," kata Cristopher tersenyum."Dih, apa sih. Ini orang udah sinting kali ya. Bisa-bisanya senyum enggak jelas. Udah gila kayaknya," batin Profesor gila.Cristopher mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi seseorang."Halo?""Halo, ini Cristopher Owen. bisa tolong sambungkan saya ke divisi HRD?" tanya Cristopher."Baik, Pak. Sebentar.""H