Ariel tidak pernah merasakan perasaan berbunga-bunga seperti ini. Pagi hari biasanya dia tak terlalu memiliki banyak semangat. Tapi kali ini berbeda. Ariel bahkan sangatlah bersemangat menyambut hari.“Ariel? Kau kenapa?” Harmony menatap bingung, Ariel datang ke rumah sakit senyum-senyum sendiri.Ariel berusaha bersikap biasa. “Kenapa apanya, Harmony?” tanyanya. Kening Harmony mengerut dalam. “Wajahmu senyum-senyum tidak jelas. Kau ini kenapa?” tanyanya lagi penasaran ada apa dengan temannya itu. “Itu perasaanmu saja. Aku dari tadi biasa saja,” jawab Ariel tenang.Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau itu aneh sekali. Apa kau sedang kurang enak badan?” tanyanya lagi.“Tidak. Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja,” jawab Ariel lagi. “Sudahlah, lebih baik kau temani aku minum kopi di kafe.” Lanjutnya mengalihkan perhatian Harmony. Dia tidak ingin temannya itu terlalu banyak bertanya-tanya.Harmony mengangguk setuju merespon ucapan Ariel. Detik selanjutnya, Ariel dan juga Harmony
Ariel membenarkan sedikit jasnya. Pun dia merapikan rambut panjangnya. Dia melangkah keluar dari ruang kerja Shawn. Tentu, dia tidak ingin sampai ada yang mencurigai dirinya dengan Shawn.“Shawn, lain kali kau tidak boleh memanggilku saat jam kerja. Kau menggangguku!” ucap Ariel jengkel. Dia jalan keluar dari ruang kerja Shawn, bersama dengan kekasihnya itu. Dia sejak tadi melihat kanan-kiri, demi tidak ada yang curiga padanya.Tiba-tiba, Shwn memeluk pinggang Ariel dengan begitu possessive. “Jika aku memanggilmu, sama saja dengan kau sedang bekerja.” Nada bicaranya tenang, santai tanpa sama sekali memiliki perasaan bersalah.Ariel terkejut di kala Shawn memeluk pinggangnya. Astaga! Kalau sampai karyawan di Orlando Hospital tahu, maka habislah dirinya menjadi bahan gossip. Buru-buru, dia menyingkirkan tangan Shawn yang memeluknya. Tapi sayang, pelukan Shawn semakin erat, membuat Ariel kesulitan untuk melepaskan pelukan itu.“Shawn, lepaskan aku. Nanti dilihat karyawan lain,” seru Arie
Ariel menatap cermin dengan balutan gaun berwana merah. Rambut wanita itu terjuntai sempurna menutupi punggung telanjangnya. Wajahnya dirias sedikit bold menyesuaikan gaun yang dia pakai malam itu. Ya, malam ini dia berias cantik karena Shawn mengajaknya makan malam. Pria itu sekarang berada di area lobby, karena menjawab telepon dari asistennya. Sesuai yang Shawn katakan pria itu mengantarnya pulang, dan mengajaknya makan malam bersama.Sejak tadi Ariel bergelut dengan pikirannya. Dia merasa tidak nyaman akan pikirannya sendiri. Tapi, dia tidak berani untuk mengungkapkan isi hatinya pada Shawn. Dia memilih untuk diam karena terlalu banyak hal yang membuatnya khawatir.“Ariel, apa kau sudah siap?” Shawn masuk ke dalam apartemen Ariel, dan menatap wanita itu memakain gaun berwarna merah yang sangat cantik dan elegan.Aril menatap Shawn yang sudah berada di hadapannya. “Ah, iya. Aku sudah siap, Shawn,” jawabnya dengan senyuman yang dia paksakan. Dia tidak ingin sampai kekasihnya itu
“William, kau ini susah sekali diberi tahu. Sudah aku katakan, jangan banyak minum alkohol.” Marsha menatap jengkel sang suami yang susah sekali di beri tahu. Suaminya itu memang sangat kuat minum alkohol. “Marsha, aku ini belum tua. Alkohol bisa menenangkan pikiranku.” William menjawab dengan suara tenang.Marsha menghela napas panjang. “Kau ini sudah memiliki banyak cucu. Bahkan kita pun sudah memiliki cicit dari Oliver. Tapi kau masih mengatakan kau itu belum tua?! Menurutmu tua itu umur berapa William? Kau pikir dirimu ini vampire yang tidak bisa menua?” Dia jengkel pada sang suami.“Marsha, kau sudah sering mengomel. Tekanan darahmu bisa tinggi, kalau kau terus menerus marah-marah tidak jelas,” jawab William dingin dan datar sekaligus mengingatkan sang istri.Marsha mendecakkan lidahnya kesal di kala sang suami susah diberi tahu. Sudah berkali-kali dia meminta suaminya untuk mengurangi minum alkohol. Tapi nyatanya, tetap saja suaminya itu minum banyak alkohol.Meski usia tidak l
“What? Mobilku sudah tidak ada? Bagaimana bisa?” Ariel terkejut mendengar pihak bengkel mengatakan mobilnya sudah tidak ada. Dia mendatangi bengkel sengaja cuti dari rumah sakit, karena ingin mengambil mobilnya yang masuk ke bengkel. Tapi di kala datang, dia dikejutkan dengan ucapan pihak bengkel yang mengatakan mobilnya sudah tidak ada.“Nona, ada seseorang yang mengambil mobil Anda. Beliau mengatakan mobil Anda akan segera dijual atas permintaan Anda,” jawab staff bengkel yang membuat mata Ariel melebar akibat terbelalak terkejut.“Aku tidak pernah meminta seseorang mengambil mobilku. Siapa yang mengambil mobilku?” Ariel cemas. Dia susah payah membeli mobil itu. Meski bukan mobil mewah, tetap saja dia membeli dengan susah payah.“Pria itu cukup tampan dan berpakaian formal. Namanya Jan. Dia juga bilang kalau Anda datang ke bengkel, lebih baik Anda bertemu dengan Shawn Geo—” Pihak bengkel lupa nama belakangnya.“Shawn Geovan?” seru Ariel.“Ah, benar. Shawn Geovan.” Staff bengkel menj
Harmony memarkirkan mobilnya, dan turun dari mobil hendak masuk ke rumah sakit. Akan tetapi, tatapannya teralih pada sebuah mobil Lamborghini keluaran terbaru berwarna merah memasuki halaman parkir rumah sakit. Halaman parkir khusus untuk staff dari Orlando Hospital.Harmony berdecak kagum. “Siapa yang menggunakan mobil mewah itu?”Tunggu! Tiba-tiba saja mata Harmony terbelalak terkejut melihat Ariel turun dari mobil Lamborghini merah. Berkali-kali Harmony menepuk-nepuk pipinya. Dia menganggap bahwa apa yang dia lihat ini salah. Karena tak mungkin Ariel mengemudikan mobil mewah. Yang dia tahu adalah Ariel selalu menggunakan mobil tua yang bisa dikatakan tak layak lagi digunakan.“A-Ariel?” Harmony tidak salah. Yang dia lihat adalah Ariel—temannya. Dia sudah berkali-kali menepuk pipinya, dan ini semua adalah nyata. Tidak mimpi sama sekali.Ariel menghela napas dalam melihat wajah keterkejutan Harmony. Sialnya, dia datang bersamaan dengan Harmony. Kalau sudah seperti ini, maka mau tidak
“Apa? Grandma gagal menghasut William Geovan?” Flora menatap neneknya yang dilingkupi rasa kesal. Bukan hanya neneknya saja yang kesal, tapi dia juga sangat kesal dan jengkel. Dia baru saja diberi tahu kalau neneknya gagal menghasut William Geovan.Malvia mengembuskan napas kasar. “Ariel sangat licik, Flora. Dia berhasil memperdaya William Geovan. Segala ucapan Grandma ditepis oleh William. Bahkan William malah menyudutkan Grandma.”Raut wajah Malvia menunjukkan rasa kesal ketika menceritakan apa yang terjadi pada Flora. Jika diingat-ingat, pasti membuatnya emosi. Sialnya segala ucapannya ditepis oleh William Geovan. Tidak hanya itu saja, tapi juga William menyudutkannya seolah dirinya bersalah. Flora berdecak kesal. “Lalu kita harus bagaimana, Grandma? Apa aku harus bilang pada Dad?” tanyanya lagi.Ya, Flora sudah tidak lagi bisa menahan diri. Satu-satunya cara akhir yang bisa membantunya menemukan solusi adalah bicara pada ayahnya. Dia yakin seribu persen bahwa ayahnya pasti mampu
Keheningan membentang dari dalam mobil. Belum ada kata yang terucap dari bibir Ariel ataupun Shawn. Ariel duduk di kursi tepat di samping kursi kemudi, dengan raut wajah yang muram—dengan sorot mata melemah.Bukan tamparan dari Malvia yang menyakitkan, tapi hinaan yang terlontar dari banyak orang, yang membuat hatinya sangatlah sakit. Dia tidak pernah mengira akan direndahkan di hadapan banyak orang, bahkan sampai diliput oleh wartawan.Mobil Shawn berhenti di halaman parkir apartemen di mana penthouse Shawn berada. Pria itu turun dari mobil sambil menggenggam tangan Ariel. Ya, tidak ada pemberontakan ataupun pembicaraan. Yang dilakukan Ariel hanya menurut ketika Shawn menarik tangannya. Saat tiba di penthouse Shawn, Ariel memilih untuk duduk di sofa kamar. Air mata wanita itu sudah tidak tertahankan. Dia menangis sesegukan di hadapan Shawn yang masih berdiri—menatap dirinya.“Kenapa kau selalu membiarkan orang-orang merendahkanmu, Ariel?!” geram Shawn dengan nada emosi.Ariel teris