Stella berdecak kesal karena Shawn belum juga muncul. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu sudah cukup lama, menunggu putranya. Tapi malah putranya itu belum juga datang.“Nyonya, silakan diminum minuman Anda.” Pelayan menghindangkan orange juice ke hadapan Stella.Stella menghela napas dalam. “Di mana putraku? Lalu yang kau bilang ada tamu itu siapa? Kenapa sampai detik ini tidak ada yang muncul?” tanyanya menahan rasa kesal. Semua orang di dunia ini pun pasti akan kesal, kalau menunggu lama.Sang pelayan menunduk. “N-Nyonya, sepertinya Tuan Shawn sedang mandi. Mohon ditunggu. Pasti sebentar lagi beliau akan muncul.” “Aku di sini.” Shawn muncul bersama dengan Ariel yang berada di sampingnya. Dokter cantik itu menunduk tak berani menatap Stella.“Tuan…” Pelayan menyapa Shawn dengan sopan. Shawn menggerakkan kepalanya, memberi isyarat pada pelayan untuk pergi meninggalkannya. Tentu pelayan itu segera pamit undur diri dari hadapan Shawn, Ariel, dan Stella.“Oh, My Son. Kau
“Tuan, lingkungan sekitar apartemen Nona Ariel DiLaurentis aman. Tidak ada hal yang harus dicemaskan. Penjagaan di apartemen Nona Ariel DiLaurentis cukup ketat. Meski apartemen Nona DiLaurentis merupakan apartemen sederhana, tapi keamanannya terjaga dengan baik.”Jan melaporkan pada Shawn tentang keamanan di apartemen Ariel DiLaurentis. Sebelumnya dia mendapatkan perintah dari Tuannya, untuk memastikan kondisi apartemen Ariel.Shawn menatap Jan yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tegas. “Kau sudah menemukan tentang dua pria yang ingin menculik Ariel?” Jan mengangguk. “Sudah, Tuan. Mereka hanya dua preman Imigran yang berada di sekitar sana. Tapi, sekarang dua preman itu tidak lagi terlihat.”“Kau yakin tidak ada orang yang menyuruh dua preman itu?”“Hm, Tuan. Untuk hal itu saya tidak bisa memastikan. Dua preman itu sudah tidak ada. Yang bisa saya pastikan adalah Nona Ariel DiLaurentis sekarang sudah aman.”Shawn terdiam mendengar apa yang Jan katakan. Sepasang iris mata pria it
Ariel duduk di kursi kerja dengan wajah yang melamun, menunjukkan seperti ada sesuatu yang mengusik ketenangan jiwanya. Sepasang iris mata cokelat terang Ariel menatap lurus ke depan dengan pikiran menerawang jauh.“Dokter Ariel!” Perawat tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja Ariel.Ariel mengalihkan pandangannya, menatap perawat yang tiba-tiba masuk. “Ya? Ada apa?”“Dokter, jantung pasien Anda yang di ruang ICU melemah,” seru perawat panik dan sontak membuat Ariel terkejut.Ariel langsung menyambar stetoskop yang ada di atas meja, dan berlari cepat meninggalkan ruang kerjanya, menuju ke ruang ICU yang dimaksud oleh perawat. Tampak jelas raut wajah Ariel begitu panik.“Dokter Ariel…” Seorang pria tampan membawa bunga, memanggil Ariel yang sedang berlari-lari menuju ruang ICU.Ariel menatap pria tampan asing yang sama sekali tak dia kenali. “Tuan, maaf, aku harus memeriksa pasienku. Aku terburu-buru. Maaf.” Ariel kembali berlari meninggalkan pria tampan itu yang masih bergeming di tempa
Bibir Ariel menaut ke bibir Shawn. Lidah saling membelit satu sama lain. Ciuman itu berlangsung panjang dan lama. Hasrat dan gairah dalam diri seolah ingin meledak tak terkendali.Tangan nakal Shawn meremas pelan payudara kanan Ariel. Mereka berciuman tanpa henti di depan lift. Ciuman di jalan tidak membuat mereka puas. Rasanya bahkan mereka tidak ingin menghentikan ciuman panas itu.Shawn melepaskan tautan bibir itu dan membelai pipi Ariel. “Masuklah. Aku harus pulang, karena ingin segera memeriksa beberapa laporan penting.”Ya, saat ini Ariel sudah berada di depan pintu apartemennya, ditemani Shawn. Wanita itu diantar pulang Shawn. Tapi sayangnya dia harus menelan kekecewaan, karena Shawn tidak bisa mampir ke apartemennya.“Kau sangat sibuk, ya?” Ariel menatap Shawn lembut. “Iya, kebetulan malam ini ada pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Shawn mengecup kening Ariel. “Kau masuklah ke dalam. Istirahatlah. Besok kita akan bertemu lagi.”Ariel berusaha mengerti. “Baiklah. Tapi, kau ha
Ariel tidak pernah merasakan perasaan berbunga-bunga seperti ini. Pagi hari biasanya dia tak terlalu memiliki banyak semangat. Tapi kali ini berbeda. Ariel bahkan sangatlah bersemangat menyambut hari.“Ariel? Kau kenapa?” Harmony menatap bingung, Ariel datang ke rumah sakit senyum-senyum sendiri.Ariel berusaha bersikap biasa. “Kenapa apanya, Harmony?” tanyanya. Kening Harmony mengerut dalam. “Wajahmu senyum-senyum tidak jelas. Kau ini kenapa?” tanyanya lagi penasaran ada apa dengan temannya itu. “Itu perasaanmu saja. Aku dari tadi biasa saja,” jawab Ariel tenang.Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau itu aneh sekali. Apa kau sedang kurang enak badan?” tanyanya lagi.“Tidak. Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja,” jawab Ariel lagi. “Sudahlah, lebih baik kau temani aku minum kopi di kafe.” Lanjutnya mengalihkan perhatian Harmony. Dia tidak ingin temannya itu terlalu banyak bertanya-tanya.Harmony mengangguk setuju merespon ucapan Ariel. Detik selanjutnya, Ariel dan juga Harmony
Ariel membenarkan sedikit jasnya. Pun dia merapikan rambut panjangnya. Dia melangkah keluar dari ruang kerja Shawn. Tentu, dia tidak ingin sampai ada yang mencurigai dirinya dengan Shawn.“Shawn, lain kali kau tidak boleh memanggilku saat jam kerja. Kau menggangguku!” ucap Ariel jengkel. Dia jalan keluar dari ruang kerja Shawn, bersama dengan kekasihnya itu. Dia sejak tadi melihat kanan-kiri, demi tidak ada yang curiga padanya.Tiba-tiba, Shwn memeluk pinggang Ariel dengan begitu possessive. “Jika aku memanggilmu, sama saja dengan kau sedang bekerja.” Nada bicaranya tenang, santai tanpa sama sekali memiliki perasaan bersalah.Ariel terkejut di kala Shawn memeluk pinggangnya. Astaga! Kalau sampai karyawan di Orlando Hospital tahu, maka habislah dirinya menjadi bahan gossip. Buru-buru, dia menyingkirkan tangan Shawn yang memeluknya. Tapi sayang, pelukan Shawn semakin erat, membuat Ariel kesulitan untuk melepaskan pelukan itu.“Shawn, lepaskan aku. Nanti dilihat karyawan lain,” seru Arie
Ariel menatap cermin dengan balutan gaun berwana merah. Rambut wanita itu terjuntai sempurna menutupi punggung telanjangnya. Wajahnya dirias sedikit bold menyesuaikan gaun yang dia pakai malam itu. Ya, malam ini dia berias cantik karena Shawn mengajaknya makan malam. Pria itu sekarang berada di area lobby, karena menjawab telepon dari asistennya. Sesuai yang Shawn katakan pria itu mengantarnya pulang, dan mengajaknya makan malam bersama.Sejak tadi Ariel bergelut dengan pikirannya. Dia merasa tidak nyaman akan pikirannya sendiri. Tapi, dia tidak berani untuk mengungkapkan isi hatinya pada Shawn. Dia memilih untuk diam karena terlalu banyak hal yang membuatnya khawatir.“Ariel, apa kau sudah siap?” Shawn masuk ke dalam apartemen Ariel, dan menatap wanita itu memakain gaun berwarna merah yang sangat cantik dan elegan.Aril menatap Shawn yang sudah berada di hadapannya. “Ah, iya. Aku sudah siap, Shawn,” jawabnya dengan senyuman yang dia paksakan. Dia tidak ingin sampai kekasihnya itu
“William, kau ini susah sekali diberi tahu. Sudah aku katakan, jangan banyak minum alkohol.” Marsha menatap jengkel sang suami yang susah sekali di beri tahu. Suaminya itu memang sangat kuat minum alkohol. “Marsha, aku ini belum tua. Alkohol bisa menenangkan pikiranku.” William menjawab dengan suara tenang.Marsha menghela napas panjang. “Kau ini sudah memiliki banyak cucu. Bahkan kita pun sudah memiliki cicit dari Oliver. Tapi kau masih mengatakan kau itu belum tua?! Menurutmu tua itu umur berapa William? Kau pikir dirimu ini vampire yang tidak bisa menua?” Dia jengkel pada sang suami.“Marsha, kau sudah sering mengomel. Tekanan darahmu bisa tinggi, kalau kau terus menerus marah-marah tidak jelas,” jawab William dingin dan datar sekaligus mengingatkan sang istri.Marsha mendecakkan lidahnya kesal di kala sang suami susah diberi tahu. Sudah berkali-kali dia meminta suaminya untuk mengurangi minum alkohol. Tapi nyatanya, tetap saja suaminya itu minum banyak alkohol.Meski usia tidak l