Savannah sudah pulang pagi-pagi sekali. Dia tidak sarapan bersama dengan Ariel dan Shawn, karena gadis itu ingin pergi ke rumah temannya. Pun memang Savannah hanya menginap satu malam saja.Pembahasan tentang souvenir telah ditutup. Ariel kalah. Tadi pagi Stella sudah menghubungi Ariel, tentang penambahan souvenir. Stella mengatakan pada Ariel untuk mengikuti keinginan William dan Sean.Well, Ariel sudah tidak bisa berdaya apa pun lagi. Dia telah kalah kali ini. Sungguh! Tidak pernah terpikir, konsep pernikahannya nanti akan sangat mewah. Padahal yang diinginkannya adalah konsep pernikahan yang sederhana. Namun, sayangnya itu tidak akan mungkin bisa terjadi.“Ariel, aku ingin menemui Pamanku di kantornya. Mungkin dua jam lagi aku sudah pulang. Kau tidak apa-apa, kan aku tinggal?” Shawn membelai pipi Ariel.Ariel tersenyum. “Tidak apa-apa, Sayang.”Shawn mengecup bibir Ariel. “Jika kau ingin pergi, jangan lupa kirimkan aku pesan.”Ariel mengangguk merespon ucapan Shawn. “Oke, Boss! Aku
Shawn melangkah masuk ke dalam penthouse. Dia membawa paper bag yang berisikan makanan. Dia mampir ke restoran kesukaan Ariel, demi kekasihnya itu. Dia hendak berjalan masuk ke kamar, tapi langkahnya terhenti di kala berpapasan dengan seorang pelayan yang menundukkan kepala.“Selamat siang, Tuan,” sapa sang pelayan sopan pada Shawn.“Siang, di mana Ariel? Apa dia di kamar?” Shawn langsung menanyakan keberadaan sang kekasih.“Nona Ariel tadi pergi. Beliau mengatakan akan ke kafe dekat sini,” jawab sang pelayan sontak membuat kening Shawn mengerut.“Ariel pergi ke kafe dekat sini?” ulang Shawn memastikan. Dia merogoh ponsel yang ada di saku celananya—memeriksa pesan ataupun panggilan telepon, tapi kenyataannya Ariel tidak menghubungi nomornya sama sekali.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Tuan. Tadi Nona Ariel bilang, dia akan bertemu dengan kakaknya.”Shawn terdiam berusaha mencerna apa yang dimaksud oleh sang pelayan. Ariel bertemu dengan kakaknya? Siapa? Beberapa detik, Shawn masih te
Suara dering ponsel milik Shawn berbunyi. Ariel yang terlelap langsung membuka mata, di kala mendengar dering ponsel Shawn berbunyi. Ariel menyeka matanya—dan mendengar ponsel kekasihnya itu terus berdering.“Shawn, ponselmu berbunyi,” ucap Ariel pelan sambil menguap.Tidak ada respon sama sekali. Ariel menoleh, menatap ke sampingnya—di mana Shawn tidak ada di sampingnya. Dokter cantik itu mengalihkan pandangannya—menatap jam dinding—waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Rasanya Shawn belum berangkat di pukul tujuh pagi.Ariel memfokuskan pendengarannya, benar saja bahwa ada suara gemericik air di kamar mandi. Itu menandakan, bahwa Shawn pastinya sedang mandi. Dia memutuskan untuk mengabaikan panggilan telepon yang bersumber di ponsel Shawn. Namun, sayangnya ponsel Shawn kembali berdering.Ariel menghela napas dalam. Dia mengambil ponselnya, dan menatap ke layar—tertera nama ‘Michaela’ di layar ponsel Shawn. Ariel sempat ragu untuk menjawab panggilan telepon itu, tetapi akhirnya dia mem
“Ella?” Nama itu tercetus di bibir Shawn, di kala pelukan sudah terlepas. Namun, Shawn tak menyadari bahwa sejak tadi Ariel menunjukkan rasa kesal, serta kecemburuan yang jelas-jelas nyata.Wanita cantik bernama Ella itu mengurai pelukannya. “Astaga, Shawn, sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu.” Lalu tatapannya teralih pada Ariel yang berdiri di samping Shawn. “Ah, ini pasti Ariel DiLaurentis, kan? Dokter cantik di rumah sakitmu yang menjadi calon istrimu?” tanyanya dengan nada ramah.Shawn tersenyum dan mengangguk merespon ucapan Ella. “Dia, Ariel DiLaurentis, calon istriku.” Tatapan Shawn menoleh menatap sang kekasih. “Ariel, di depanmu adalah Ella Hastings, teman waktuku sekolah dulu.”Ariel berusaha tersenyum ramah pada Ella—wanita cantik yang ternyata teman sekolah Shawn. Hatinya tetap kesal dan panas, tapi sebisa mungkin Ariel tidak menunjukkan itu. Dia berusaha untuk tenang di balik rasa jengkelnya. Ella mengulurkan tangannya pada Ariel. “Senang melihatmu secara lan
Lidah Shawn mengabsen setiap inci dalam mulut Ariel. Ciuman itu sangat liar dan panas—hingga membuat Ariel benar-benar tak berdaya. Kecemburuan memang menguras emosi Ariel, tetapi ciuman Shawn bagaikan obat penyembuh yang mampu menyembuhkan dan meredam segala kemarahan.Api di dalam tubuh Ariel, bagaikan telah tersiram oleh air dingin. Air yang mampu meredam segala perasaan yang bergejolak dalam dirinya. Tubuhnya benar-benar tidak bisa berkutik di kala ciuman panas itu membuatnya tenggelam dan hanyut.Jemari kokoh Shawn meremas pelan pinggang Ariel sambil berbisik, “Bagaimana bisa kau berpikir aku akan berpaling darimu, hm? Bahkan mataku tidak akan mungkin bisa memilih wanita lain selain dirimu.”Ariel menahan rona di wajahnya mendengar ungkapan Shawn. Bohong saja, jika dirinya tidak bahagia. Kata-kata Shawn seakan mengingatkan Ariel akan perjuangan cinta mereka yang tidak mudah.“T-tapi tadi kau seperti menikmati pelukan Ella,” ucap Ariel dengan bibir yang masih tertekuk.Shawn terse
“Ariel, bersiaplah. Kita harus menghadiri meeting pemegang saham DiLaurentis Group.” Shawn berkata seraya memasang dasi—dan menatap cermin melihat penampilannya pagi itu.“Shawn, apa aku harus ikut?” Ariel mengambil alih, membantu memasangkan dasi sang kekasih. Hal yang paling dia tak suka adalah rapat DiLaurentis Group. Pasalnya, dia enggan untuk bertemu dengan sang ayah.Shawn mengecup kening Ariel. “Kau adalah pemegang saham DiLaurentis Group. Sudah seharusnya kau ikut dalam rapat DiLaurentis Group.”Ariel mendongakkan kepalanya, menatap Shawn. “Tuan Kaya, uang disaham DiLaurentis Group kan milikmu.”Shawn mencubit pipi Ariel. “Aku tidak suka kau bilang seperti itu. Uangku adalah uangmu. Apa yang menjadi milikku, adalah milikmu juga. Jangan lagi bilang seperti itu. Aku sudah pernah bilang, kan? Jika kau selalu menganggap saham DiLaurentis Group adalah milikku, maka artinya kau tidak menerima pemberianku.”Ariel menangkup kedua rahang Shawn, dan mengecupi bibir sang kekasih. “Iya-iy
Malvia menangis keras dalam pelukan Flora di kala Yuval masuk dalam IGD. Ariel berada di sana. Dokter cantik itu memilih memeluk Shawn. Ariel membiarkan Harmony yang memeriksa Yuval. Dalam hal ini, Ariel tahu pasti Malvia tidak akan membiarkannya dalam melakukan pemeriksaan pada ayahnya. Malvia terisak seraya menatap penuh kebencian Ariel. “Ini semua karenamu, Anak Haram! Kau pembawa sial! Harusnya sudah sejak dulu, aku buang kau dijalanan!”“Grandma, tenangkan dirimu.” Flora berusaha menenangkan neneknya.Malvia tak bisa menahan diri. “Diam, Flora! Grandma ingin memberikan pelajaran pada anak haram ini!”Malvia hendak ingin menjambak rambut Ariel, tapi dengan sigap Shawn menghadang. Pria tampan itu memindahkan Ariel ke belakang tubuhnya. Dia berdiri di depan Ariel bagaikan tameng besi kuat melindungi dokter cantik itu.“Jaga sikapmu, Nyonya DiLaurentis! Kau bisa masuk penjara jika kau berani melukai kekasihku!” seru Shawn penuh peringatan pada Malvia.Malvia mengepalkan tangannya de
Sepasang iris mata Shawn menajam menatap Ariel yang mengeluarkan ucapan gila.“Ariel!” seru Shawn menunjukkan jelas kemarahannya.Suasana menjadi tegang. Malvia dan Flora bungkam akibat keterkejutannya. Mereka sama sekali tidak mengira Ariel rela mengorbankan diri demi Yuval. Pun Harmony seolah menunjukkan jelas tak setuju dengan ucapan Ariel.Ariel mengalihkan pandangannya, menatap hangat Shawn. “Aku harus melakukan apa yang sudah seharusnya aku lakukan. Trust me, aku akan baik-baik saja.”“Ariel, kau tidak bisa mengambil keputusan sepihak!” Shawn memberikan peringatan tegas yang tak main-main.Ariel membelai rahang Shawn. “Kita bahas ini di rumah. Biarkan Harmony memeriksaku.”Shawn tampak tak setuju. Pria tampan itu menggenggam erat tangan Ariel, menunjukkan tak rela kekasihnya itu melakukan pemeriksaan. Namun, dia pun mengingat bahwa ini di rumah sakit. Dia tak ingin melakukan perdebatan di rumah sakitnya sendiri.“Harmony, tolong lakukan pemeriksaan,” ucap Ariel pelan.“Ariel …”
Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimatan Timur. Hal yang paling Ariel sukai adalah Indonesia kaya akan budaya alam, yang menakjubkan. Shawn mengajak Ariel ke sebuah pengalaman baru yang seumur hidupnya, tidak pernah Ariel temukan. Suasana hangat alam yang berbeda jauh dari negara-negara di benua Amerika ataupun Eropa—sangatlah indah di mata Ariel.Ariel tidak menyangka, di balik sosok Shawn yang terkenal sangat kaya, ternyata menyimpan jutaan kesederhanaan. Seperti contohnya ini. Tidak pernah sekalipun Ariel sangka bahwa Shawn bisa makan di rumah makan sederhana. Shawn selalu menuruti keinginan Ariel. Apa pun asalkan Ariel bahagia, pastinya pria itu akan menurutinya.Cinta di level yang sama, sangatlah jarang terjadi. Kebanyakan orang selalu tak imbang. Di era zaman sekarang, yang kerap mencintai lebih banyak adalah wanita, bukan sang pria. Namun, kali ini berbeda jauh. Ariel begitu beruntung memiliki Shawn yang mencintainya dengan cara luar biasa.Dua insan saling mencintai itu bagaikan
Beberapa bulan berlalu … Suara tangis bayi memecahkan ketegangan di ruang bersalin. Tangis bayi laki-laki itu bersamaan dengan air mata menetes dari kedua orang tuanya. Ya, Ariel dan Shawn sama-sama meneteskan air mata di kala putra ketiga mereka telah lahir kedua. Kontraksi yang cukup lama, dan membuat Ariel kesakitan hebat berjam-jam.Akhirnya semua itu terbayar dengan anak ketiga mereka lahir sempurna, tanpa kekurangan apa pun. Kehamilan kali ini, Ariel mengalami kontraksi lebih lama. Bahkan Shawn sempat memaksa Ariel untuk melahirkan operasi sesar, tapi sayangnya Ariel menolak. Dokter cantik itu tetap berjuang untuk bisa melahirkan secara normal.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan penuh cinta. Tatapan yang menunjukkan betapa mereka sangatlah bahagia. Sang dokter menyerahkan bayi laki-laki tampan itu ke dada Ariel.“Sayang, anak kita sudah lahir,” bisik Ariel pelan dengan air mata tak henti berlinang.Shawn mengecup lembut kening sang istri dan putranya. “Terima kasih kau
Ariel dan Shawn menatap hangat Stoner dan Ariana yang sudah tertidur pulas. Sepulang dari resepsi pernikahan Harmony, memang Stoner dan Ariana sudah terlelap. Sampai di rumah, Shawn hanya tinggal membaringkan tubuh Stoner dan Ariana di ranjang.“Stoner dan Ariana sudah tidur. Waktunya kita tidur,” ucap Shawn pelan—dan direspon anggukkan di kepala Ariel.Shawn memeluk pinggang sang istri, meninggalkan kamar anak mereka, menuju ke kamar mereka. Shawn dan Ariel selalu memiliki kebiasaan yaitu memastikan anak mereka tidur nyaman. Tidak lupa empat pengasuh diwajibkan berjaga anak mereka secara bergantian.Di kamar, Ariel berbaring di ranjang bersama dengan sang suami tercinta. Tampak jelas raut wajah Ariel menyimpan sesuatu. Seperti ada yang ingin dibicarakan oleh Ariel.“Kenapa kau belum tidur, hm?” Shawn membelai lembut pipi Ariel.Ariel menatap hangat Shawn. “Kau lupa dengan permintaanku ingin melahirkan di Indonesia?” tanyanya pelan.Ariel tidak akan mungkin lupa dengan permintaannya,
Hari pernikahan Harmony telah tiba. Seluruh keluarga Geovan diundang dipernikahan Harmony. Perancang busana yang dipilih adalah Stella—ibu kandung Shawn. Merupakan sebuah kebanggaan bisa memakai gaun pengantin rancangan Stella—yang merupakan seorang perancang busana yang handal.Harmony bahkan mendapatkan gaun pengantin indah secara gratis. Wajar saja, karena Harmony merupakan sahabat baik Ariel. Bukan hanya gaun pengantin gratis, tapi hotel yang dipilih Harmony pun gratis. Kebetulan hotel yang dipilih Harmony adalah hotel milik keluarga Geovan.Ariel yang merupakan bridesmaid, turut ikut membantu dalam persiapan pernikahan Harmony dengan kekasihnya. Namun, tentunya Shawn tidak memberikan izin pada Ariel untuk terlalu sibuk. Shawn mengutus sekretarisnya untuk membantu sang istri. “Shawn, sepertinya aku tidak cocok memakai gaun ini. Lihatlah aku terlihat gemuk.” Ariel mengadu pada Shawn, di kala sudah selesai mengenakan gaun indah khusus menghadiri pernikahan Harmony.Senyuman di waj
“Ariel, aku akan pulang malam. Nanti sopir ibuku akan menjemput Stoner dan Ariana. Ibuku dan ayahku merindukan Stoner dan Ariana. Kau istirahatlah duluan, jangan menungguku.” Shawn membenarkan dasi, bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.Ariel mendekat menghampiri Shawn, membantu membenarkan dasi sang suami. “Sayang, kau belum menjawab permintaanku yang kemarin.”Ariel semalaman tidak tidur nyenyak, akibat permintaannya pada Shawn tidak dikabulkan. Dia ingin melahirkan di Indonesia, tapi belum mendapatkan jawaban dari sang suami tercinta.Shawn mengecup bibir Ariel. “Aku sedang tidak ingin berdebat. Aku berangkat dulu ke kantor. Hari ini aku memiliki meeting. I love you.” Pria tampan itu langsung melangkah pergi meninggalkan Ariel—tanpa menunggu balasan dari sang istri.Ariel menghela napas dalam melihat Shawn yang sudah pergi meninggalkannya. “I love you too, Shawn,” jawabnya, tapi sang suami sudah pergi.“Nyonya…” Seorang pelayan mengetuk pintu.Ariel mempersilakan pelayan itu untu
Satu tahun berlalu … “Stoner, Ariana, jangan main pisau. Ya Tuhan, nanti tangan kalian terkena pisau, Nak. Aduh, kalau Daddy kalian tahu kalian terluka sedikit saja, dia akan mengomel tujuh hari tujuh malam.” Ariel mengambil pisau yang ada di tangan Stoner dan Ariana dengan hati-hati. Buah hatinya dengan Shawn itu sudah bisa berjalan, itu yang membuat Stoner dan Ariana sangat lincah ke sana kemari. Empat pengasuh saja dibuat pusing akibat tingkah Stoner dan Ariana.“Nyonya, maafkan kami.” Empat pengasuh itu menundukkan kepala seraya mengambil pisau di tangan Ariel. Mereka sangat ceroboh di kala tengah menjaga Stoner dan juga Ariana. Ariel ingin memarahi empat pengasuh itu. Akan tetapi, dia memilih untuk bersabar. Pun dia mengerti bagaimana lincahnya bayi kembarnya itu. Jadi wajar jika sampai pengasuh dibuat pusing.“Lain kali hati-hati dalam menjaga Stoner dan Ariana. Suamiku akan sangat marah jika sampai Stoner dan Ariana terluka. Kalian tahu itu, kan?” tegur Ariel mengingatkan emp
Ariel menunggu Shawn kembali pulang. Sudah dua hari Shawn melakukan perjalanan bisnis ke Chicago. Usia Stoner dan Ariana kini sudah empat bulan. Itu yang membuat Shawn bisa meninggalkan istri dan anak kembarnya.“Shawn kapan pulang, ya?” gumam Ariel pelan dengan bibir sedikit menekuk.Ariel sangat merindukan Shawn. Tidur sendiri tanpa sang suami, membuat Ariel benar-benar merasakan ketidaknyamanan. Ariel terbiasa memeluk erat Shawn. Pun dia terbiasa dengan tidur dalam pelukan Shawn. Sekarang membuatnya sangatlah tersiksa.Suara dering ponsel berbunyi. Ariel segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor sang suami di layar—tengah melakukan video call. Tampak senyuman di wajah Ariel terlukis. Detik itu juga, Ariel menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan telepon tersebut.“Sayang?” panggil Ariel kala panggilan terhubung. Dia tersenyum melihat sang suami yang begitu tampan berada di kamera.“Sayang, di mana Stoner dan Ariana? Mereka baik-baik
“Oh, My God! Kau memintaku untuk berkencan lagi? Bisa kau bayangkan bulan ini aku sudah berkencan lebih dari lima belas pria. Hasilnya sama! Tidak ada yang bagus!” sembur Mika emosi pada sang asisten yang memintanya untuk berkencan lagi. Sudah lima belas kali dia berkencan, dan hasilnya nihil. Tidak ada yang Mika sukai.Sang asisten menggaruk tengkuk lehernya tidak gatal. “Nona, perintah kakek Anda sudah sangat jelas. Beliau meminta Anda terus berkencan sampai Anda menemukan yang cocok.” Sang asisten terlihat jelas menunjukkan rasa panik dan khawatir. Pasalnya dia pun mendapatkan ancaman jika sampai Mika tak mau lagi berkencan. Ancaman tak main-main dari kakek bosnya—membuatnya sakit kepala.Mika mengembuskan napas kasar. “Lima belas pria yang aku temui, mereka tidak benar-benar ingin berkencan denganku. Mereka fokus ingin menjalin kerja sama dengan kakekku dan ayahku. Mendekatiku hanya bagaikan aku ini jembatan mereka. Aku tidak bodoh! Aku tidak mudah dikelabui!”Mika menenggak wine
Ariel telah dipindahkan ke ruang VVIP. Keluarga Geovan dan keluarga DiLaurentis telah berkumpul. Stella menggendong bayi laki-laki, dan Yuval menggendong bayi perempuan dengan hati-hati dibantu oleh Malvia. Tampak jelas kebahagiaan begitu terlihat sangatlah pada semua orang.“Sayang, lihatlah cucu kita mirip sekali seperti Shawn bayi,” ucap Stella pada Sean.Sean mengecup cucu laki-lakinya. “Aku tidak menyangka waktu akan secepat ini. Putra kecil kita sudah menjadi seorang ayah.”Stella tersenyum merespon ucapan Sean. “Kau benar, Sayang. Aku juga tidak pernah menyangka waktu berjalan dengan cepat.”“Selamat, Ariel.” Harmony, Nicole, Joice, dan Mika memeluk Ariel bergantian. Pun Savannah bersama Flora memeluk Ariel bergantian. Mereka semua mengucapkan selamat atas kelahiran anak Shawn dan Ariel.Stanley, Steve, Marcel, dan Oliver pun mengucapkan selamat pada Shawn dan Ariel.“Siapa nama anakmu, Shawn?” tanya William tak sabar.“Iya, siapa nama anakmu, Shawn?” sambung Yuval yang juga ta