“Ella?” Nama itu tercetus di bibir Shawn, di kala pelukan sudah terlepas. Namun, Shawn tak menyadari bahwa sejak tadi Ariel menunjukkan rasa kesal, serta kecemburuan yang jelas-jelas nyata.Wanita cantik bernama Ella itu mengurai pelukannya. “Astaga, Shawn, sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu.” Lalu tatapannya teralih pada Ariel yang berdiri di samping Shawn. “Ah, ini pasti Ariel DiLaurentis, kan? Dokter cantik di rumah sakitmu yang menjadi calon istrimu?” tanyanya dengan nada ramah.Shawn tersenyum dan mengangguk merespon ucapan Ella. “Dia, Ariel DiLaurentis, calon istriku.” Tatapan Shawn menoleh menatap sang kekasih. “Ariel, di depanmu adalah Ella Hastings, teman waktuku sekolah dulu.”Ariel berusaha tersenyum ramah pada Ella—wanita cantik yang ternyata teman sekolah Shawn. Hatinya tetap kesal dan panas, tapi sebisa mungkin Ariel tidak menunjukkan itu. Dia berusaha untuk tenang di balik rasa jengkelnya. Ella mengulurkan tangannya pada Ariel. “Senang melihatmu secara lan
Lidah Shawn mengabsen setiap inci dalam mulut Ariel. Ciuman itu sangat liar dan panas—hingga membuat Ariel benar-benar tak berdaya. Kecemburuan memang menguras emosi Ariel, tetapi ciuman Shawn bagaikan obat penyembuh yang mampu menyembuhkan dan meredam segala kemarahan.Api di dalam tubuh Ariel, bagaikan telah tersiram oleh air dingin. Air yang mampu meredam segala perasaan yang bergejolak dalam dirinya. Tubuhnya benar-benar tidak bisa berkutik di kala ciuman panas itu membuatnya tenggelam dan hanyut.Jemari kokoh Shawn meremas pelan pinggang Ariel sambil berbisik, “Bagaimana bisa kau berpikir aku akan berpaling darimu, hm? Bahkan mataku tidak akan mungkin bisa memilih wanita lain selain dirimu.”Ariel menahan rona di wajahnya mendengar ungkapan Shawn. Bohong saja, jika dirinya tidak bahagia. Kata-kata Shawn seakan mengingatkan Ariel akan perjuangan cinta mereka yang tidak mudah.“T-tapi tadi kau seperti menikmati pelukan Ella,” ucap Ariel dengan bibir yang masih tertekuk.Shawn terse
“Ariel, bersiaplah. Kita harus menghadiri meeting pemegang saham DiLaurentis Group.” Shawn berkata seraya memasang dasi—dan menatap cermin melihat penampilannya pagi itu.“Shawn, apa aku harus ikut?” Ariel mengambil alih, membantu memasangkan dasi sang kekasih. Hal yang paling dia tak suka adalah rapat DiLaurentis Group. Pasalnya, dia enggan untuk bertemu dengan sang ayah.Shawn mengecup kening Ariel. “Kau adalah pemegang saham DiLaurentis Group. Sudah seharusnya kau ikut dalam rapat DiLaurentis Group.”Ariel mendongakkan kepalanya, menatap Shawn. “Tuan Kaya, uang disaham DiLaurentis Group kan milikmu.”Shawn mencubit pipi Ariel. “Aku tidak suka kau bilang seperti itu. Uangku adalah uangmu. Apa yang menjadi milikku, adalah milikmu juga. Jangan lagi bilang seperti itu. Aku sudah pernah bilang, kan? Jika kau selalu menganggap saham DiLaurentis Group adalah milikku, maka artinya kau tidak menerima pemberianku.”Ariel menangkup kedua rahang Shawn, dan mengecupi bibir sang kekasih. “Iya-iy
Malvia menangis keras dalam pelukan Flora di kala Yuval masuk dalam IGD. Ariel berada di sana. Dokter cantik itu memilih memeluk Shawn. Ariel membiarkan Harmony yang memeriksa Yuval. Dalam hal ini, Ariel tahu pasti Malvia tidak akan membiarkannya dalam melakukan pemeriksaan pada ayahnya. Malvia terisak seraya menatap penuh kebencian Ariel. “Ini semua karenamu, Anak Haram! Kau pembawa sial! Harusnya sudah sejak dulu, aku buang kau dijalanan!”“Grandma, tenangkan dirimu.” Flora berusaha menenangkan neneknya.Malvia tak bisa menahan diri. “Diam, Flora! Grandma ingin memberikan pelajaran pada anak haram ini!”Malvia hendak ingin menjambak rambut Ariel, tapi dengan sigap Shawn menghadang. Pria tampan itu memindahkan Ariel ke belakang tubuhnya. Dia berdiri di depan Ariel bagaikan tameng besi kuat melindungi dokter cantik itu.“Jaga sikapmu, Nyonya DiLaurentis! Kau bisa masuk penjara jika kau berani melukai kekasihku!” seru Shawn penuh peringatan pada Malvia.Malvia mengepalkan tangannya de
Sepasang iris mata Shawn menajam menatap Ariel yang mengeluarkan ucapan gila.“Ariel!” seru Shawn menunjukkan jelas kemarahannya.Suasana menjadi tegang. Malvia dan Flora bungkam akibat keterkejutannya. Mereka sama sekali tidak mengira Ariel rela mengorbankan diri demi Yuval. Pun Harmony seolah menunjukkan jelas tak setuju dengan ucapan Ariel.Ariel mengalihkan pandangannya, menatap hangat Shawn. “Aku harus melakukan apa yang sudah seharusnya aku lakukan. Trust me, aku akan baik-baik saja.”“Ariel, kau tidak bisa mengambil keputusan sepihak!” Shawn memberikan peringatan tegas yang tak main-main.Ariel membelai rahang Shawn. “Kita bahas ini di rumah. Biarkan Harmony memeriksaku.”Shawn tampak tak setuju. Pria tampan itu menggenggam erat tangan Ariel, menunjukkan tak rela kekasihnya itu melakukan pemeriksaan. Namun, dia pun mengingat bahwa ini di rumah sakit. Dia tak ingin melakukan perdebatan di rumah sakitnya sendiri.“Harmony, tolong lakukan pemeriksaan,” ucap Ariel pelan.“Ariel …”
Satu botol wine habis ditenggak Shawn yang begitu frustrasi. Waktu menunjukkan pukul dua pagi, tetapi pria itu tak kunjung bisa menutup mata. Otak Shawn terisikan dengan semua kata-kata Ariel. Hal yang Shawn benci adalah kenapa harus Ariel yang cocok? Kenapa tidak Flora atau Malvia saja?Shawn tak rela Ariel menjadi pendonor, karena dia takut terjadi sesuatu hal buruk menimpa kekasihnya itu. Sebentar lagi dirinya dan Ariel akan menikah. Dia khawatir semua ini akan berpengaruh pada pernikahannya dengan Ariel yang sudah di depan mata.Suara dering ponsel berbunyi. Shawn mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nama ‘Jan’. Sangat jarang asisten pribadinya itu menghubunginya di tengah malam seperti ini. Shawn mengembuskan napas panjang. Entah laporan apa yang akan dilaporkan asistennya itu, sampai tidak mengenal waktu seperti ini. Pastinya laporan yang penting, dan tidak bisa ditunda-tunda.“Ada apa, Jan?” jawab Shawn kala panggilan sudah terhubung.“Tuan,
Hari berjalan demi hari. Belum ada satu pun pendonor yang cocok untuk Yuval DiLaurentis. Ariel mendapatkan laporan dari Harmony bahwa belum ada pendonor yang cocok selain dirinya. Dokter cantik itu belum mengambil tindakan apa pun. Sebab, dirinya masih belum mendapatkan izin dari sang kekasih.Pagi itu, Ariel baru saja menyudahi percakapan via telepon dengan Harmony. Meski belum menemukan pendonor, Harmony sama seperti Shawn yaitu tak setuju Ariel menjadi pendonor. Harmony tahu bagaimana jahatnya sifat Yuval DiLaurentis. Sebagai seorang dokter, tentu sikap Harmony salah melarang Ariel yang ingin menjadi pendonor. Namun, sebagai seorang sahabat, tindakan Harmony bukanlah sebuah kesalahan sama sekali.Ariel masih belum berkata apa pun di kala Harmony melarangnya. Sepanjang telepon itu dimulai hingga berakhir, Harmony mengatakan dengan jelas tentang ketidaksetujuannya Ariel menjadi pendonor. Tentu Ariel mengerti kenapa Harmony bersikeras seperti itu. “Nona, Tuan Shawn sudah menunggu And
Shawn menyudahi rapatnya dan segera menuju ke ruang kerjanya. Entah kenapa hatinya merasa cemas. Padahal tadi pagi semua baik-baik saja. Pun dia sudah berpesan pada sang pelayan untuk tak mengizinkan Ariel pergi.“Tuan Shawn…” Jan menerobos masuk ke dalam ruang kerja Shawn.Shawn yang baru saja tiba, menatap tegas Jan. “Ada apa kau berlari seperti itu, Jan?”Jan tampak panik. “Tuan, tadi pelayan di rumah Anda menghubungi Anda, tapi Anda tidak merespon.”Shawn mengambil ponselnya yang ada di atas meja, menatap ke layar—ada tiga panggilan tidak terjawab dari nomor rumahnya. Hati Shawn mulai cemas menunjukkan seperti ada yang tidak beres.“Ponselku tertinggal di ruanganku saat aku meeting. Ada apa, Jan?” Shawn kembali menatap Jan dengan tatapan serius.Jan gelisah. “T-Tuan, tadi pelayan menghubungi saya. Pelayan mengatakan, Nona Ariel ke rumah sakit setelah mendapatkan telepon. Pelayan sudah mencegah, tapi Nona Ariel bersikeras pergi ke rumah sakit.Raut wajah Shawn berubah mendengar lap