"Te-tentu saja tidak! Maksudmu? Memangnya aku telihat seperti itu? Aku cuma kaget dengar kabarmu yang mendadak! Kapan kau akan berangkat?" Kesalku.Roger dan Alex mulai mengernyitkan dahinya melihat responku. Alex lalu mengambil tempat duduk tepat di sampingku."Besok.""Besok?!" Kagetku sekali lagi.Apartemenku terisi dengan baju pria dan toiletries milik Rayes. Tentu saja aku tidak akan mengizinkannya tinggal di sana. Niel bisa membunuhku."Kenapa? Kau tau aku semakin curiga mendengar suaramu yang seperti ini.""Bu-bukan begitu. Aku sedang berada di luar kota sekarang. Dan kemungkinan aku terlambat pulang karena urusanku belum selesai di sini." Bohongku."Kapan kau pulang?""Lusa.""Baiklah. Aku akan memundurkan jadwal penerbanganku. Setidaknya Papa dan Mama akan senang kalau melihat kita bersama, makanya aku menolak usulan untuk tinggal di hotel. Fasilitas perusahaanmu berupa apartemen mewah itu harus dimanfaatkan baik-baik." Jawabnya kemudian."Ah terserah kaulah, Niel.""Kabari a
"Wake up, Baby Girl." Bisik seseorang yang berhasil membangunkan tidurku setelah puas menangis melampiaskan kekesalan pada diriku sendiri.Mataku terbuka dengan sedikit lebih berat dari pada biasanya namun masih bisa menangkap bayangan Rayes yang sedang memandangiku.Kuedarkan seluruh pandanganku ke setiap sudut ruangan dan mendapati hanya ada kami berdua. Ternyata Roger sudah benar-benar pergi meninggalkanku."Daddy sudah pulang? Bagaimana di kantor?" Tanyaku mengusap mataku yang berair."Loh? Kenapa wajahmu jadi bengkak? Apa kamu habis menangis sayang?" Aku mengangguk pelan. "Masih perih, Daddy." Bohongku."Oh ya ampun sayang, kamu harus rutin minum obat anti nyerimu lagi."Aku kembali mengangguk. "Bagaimana di kantor? Alex mana?""Semua berjalan lancar sayang, hanya saja Daddy harus tetap di sini sampai Daddy melihat langsung pria itu ke penjara. Alex sedang menyelesaikan tugasnya. Kamu sudah cukup banyak membantunya." Senyum hangat Rayes menyelimutiku."Ah, tidak Daddy. Alex mem
"Bukan, Ma. Anna ini sekertaris Alex. Bukan pacar Alex. Kan tadi Anna sudah bilang." Jelas Alex pada Stacy Rayes.Namun wanita ini hanya tersenyum dan menggeleng sembari menepuk lengan Alex berkali-kali."Sudah-sudah. Mama tau kamu masih malu, Lex. Mama suka sama Anna, dia cantik sekali buat jadi pacar kamu. Ayo ayo lanjut makannya." Seru Stacy yang menyuruh kami kembali duduk dan melanjutkan aktivitas kami yang tertunda.Kami akhirnya memilih untuk duduk meski kesalah pahaman ini masih berlangsung. Alex tidak mau meluruskan lagi ucapan Stacy dan hanya fokus menikmati makanannya. Berbeda dengan Alex, Stacy yang duduk dihadapanku menatapku sembari tersenyum lebar membuatku susah menikmati makanan malamku dengan leluasa.Wanita ini terlalu baik untuk diselingkuhi oleh Rayes. Kenapa pria itu tega berkhianat pada wanita yang begitu menawan ini."Ayo dimakan, Anna. Kok melamun?" Tanya Stacy yang masih memperhatikan gerak-gerikku."Oh, iya Nyonya." Balasku kaku."Tante sayang. Panggil tante
"Saya Joanna, Tante. Sekertaris Alexandre." Jawabku sembari tersenyum garing."Alex? Kemana dia? Kok tidak keliatan? Bi? Bibi?!" Pekiknya tiba-tiba yang membuat sang pembantu kembali berlari kecil dari arah belakang."Ya, Nyonya?" "Lexa kemana?" "Nona Lexa sudah berangkat kerja, Nyonya." Balas Bibi cepat."Oh begitu." Balasnya yang kemudian kembali fokus dengan sarapannya dan mengacuhkanku begitu saja dengan sang Bibi yang kembali ke tempatnya semula.Jujur aku sedikit kaget dan bingung dengar perubahan sikapnya yang mendadak jutek dan cuek seperti ini. Aku jadi sungkan untuk melanjutkan niatanku untuk sarapan dan memilih untuk pamit dari hadapan wanita yang sedang terganggu suasana hatinya ini."Permisi kalau begitu, Nyonya." Pamitku yang hanya diacuhkan olehnya.Ada apa dengan Nyonya Rayes? Kenapa dia terlihat sangat berbeda hari ini? Apa aku sudah melakukan kesalahan? Atau jangan-jangan Alex sudah membuat Nyonya Rayes marah padaku?! Astaga aku harus segera menginformasikan hal in
Aku menelan ludahku dengan kasar dan berusaha sekuat tenaga mempertahankan ekspresi datar dan mengubah nadaku karena melihat sepasang manusia berlawanan jenis yang menyebut diri mereka sebagai Tuan dan Nyonya Rayes, sedang bermesraan di hadapanku saat ini. "Saya membantu Tuan Alex, Tuan Rayes." Balasku menunduk sesaat dan kembali menatap mereka berdua."Saya permisi dulu, Tuan dan Nyonya Rayes." Pamitku yang kemudian berjalan cepat meninggalkan mereka berdua untuk kembali ke ruangan kerja Alex dengan pikiran dan hati yang berkecamuk."Anna? Dari mana?" Tanya Alex yang kemudian menghampiriku yang sedang membuka pintu ruangan kerja Alex."Toilet." Balasku yang kemudian kembali meraih berkas dan mencoba untuk mengalihkan segala perhatianku."Itu makan malamnya dimakan dulu baru lanjut kerja."Alex tidak bertanya lebih lanjut lagi. Ia hanya menatapku dengan bingung dan membiarkanku melakukan apa saja yang kuinginkan dengan sedikit perasaan gelisah. Alex kembali melanjutkan pekerjaannya d
Untuk pertama kalinya aku menampar seseorang dan dia adalah Gerald Rayes, seseorang yang yang paling loyal yang pernah kukenal. Tanganku dengan sangat beralasan sudah berani mendarat di pipi bersih nan kokoh Rayes yang dengan beraninya menyentuhku tanpa izin. Sebenarnya bukan kali pertamanya Rayes melakukan itu padaku, tapi kini situasinya berbeda. Setelah melihatnya bermesraan dengan istrinya yang cantik jelita itu, apa mungkin aku menerima kehadirannya yang hendak meniduriku setelah melihat keserasian mereka berdua?!Apa pria ini waras?!"Tolong jangan memaksaku untuk bertindak lebih dari ini, Tuan Rayes." Ucapku penuh penekanan.Rayes melirikku dengan ekspresi terkejutnya yang tampak dipenuhi dengan rasa kesal."Apa kau baru saja menamparku?"Aku hening dan memperbaiki posisiku."Apa kau baru saja menamparku?!" Tanyanya sekali lagi.Aku masih hening dan tidak membalasnya."Nona Joanna Gray! Aku bertanya apa kau baru saja menamparku?!" Kesalnya."Ya Tuan. Saya baru saja menampar And
"Skizofrenia?" Beoku.Alex hening dan hanya menghela nafas panjangnya. Aku juga terdiam dan tidak mengerti harus memberikan respon seperti apa."Kenapa bisa?" Tanyaku yang sudah tidak bisa kutahan lagi."Mama mengidap penyakit itu sebenarnya sudah lama. Tapi baru ketahuan saat Lexa, saudari kembarku mengalami kecelakaan." Jelas Alex.Aku sangat terkejut akan fakta yang baru kuketahui ini. Karena selama ini tidak sekalipun gosip jelek dan buruk mengenai keluarga Rayes keluar menjadi konsumsi publik terlebih kami para karyawannya."Sebenarnya aku akan menceritakannya secara langsung denganmu dan kurasa kamu juga akan mengetahuinya cepat atau lambat. Tapi tidak kusangka kejadiannya secepat ini. Sekarang kamu sudah mengetahui rahasia terdalam keluarga Rayes.""Apa penyakit skizofrenia yang kamu maksud dengan rahasia terdalam itu?"Alex mengangguk pasrah."Tidak ada satupun orang lain di luar keluarga Rayes yang mengetahui rahasia ini." Balanya."Terus, bagaimana dengan Lexa? Apa dia sauda
Aku memandang Roger dan Rayes secara bergiliran. Kakiku lemas seketika mengetahui kenyataan bahwa kedua Sugar Daddyku kini sedang berhadapan secara langsung. Belum sempat otakku berpikir lebih lanjut lagi, Roger kini memberanikan dirinya untuk melangkah mendekatiku."Baby?" Beo Rayes yang menatap tajam ke arah Roger."Ya. Baby." Jawab Roger pasti.Kini Rayes menatapku dengan tatapan sinisnya. Aku hanya bisa menghela nafas panjangku tanpa bisa memikirkan alasan yang tepat untuk membela diriku karena otakku yang mendadak buntu!"Bisa tolong jelaskan situasinya?" Tuntut Rayes padaku."Kalau ada yang harus menjelaskan situasinya, itu adalah tugas saya." Tegas Roger."Tolong jangan ikut campur, Captain!" Marah Rayes yang membuatku mengernyitkan dahi."Kamu pikir saya tidak tau?! Kamu juga menjalin hubungan dengan pria ini kan?" Tanya Rayes yang kini menatapku semakin tajam."Tolong jangan membuat Anna kesusahan. Dia sedang dalam masa pemulihannya.""Saya tau apa yang sedang saya lakukan, C
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu