"Then I'll quit to be your sugar baby!" Ucapku lantang menatap Rayes yang masih menatap kesal Roger.Rayes menatapku seolah tidak percaya dengan balasanku barusan. Ia berjalan mendekatiku dengan matanya yang masih membulat serta dahi yang mengkerut."How could you say that so easily, Baby?!" Rayes kini mengguncang kedua bahuku."Karena cuma ini pilihannya Daddy. Aku tidak akan mau memilih diantara kalian berdua. Aku menyayangi Daddy Roger seperti aku menyayangimu. Aku tidak mau melepaskan kalian berdua, jadi kalau Daddy tidak menerima keadaan saat ini artinya Daddy memilih untuk melepaskanku." Balasku tegas menatap kedua netranya itu."Kau masih dengan keegoisan kecilmu itu." "Daddy yang egois kalau Daddy berpikir bisa memilikiku seorang diri sedangkan Daddy masih bebas bermesraan dengan Stacy.""Jangan membawa nama orang lain disini, Anna. It's about us.""See? Selfish. It's about three of us."Rayes mengeratkan kepalan tangannya dan mengalihkan pandangannya dariku. Ia mengeram penu
Aku sudah merapikan segala keperluanku sebelum akhirnya aku memberanikan diri melangkah keluar dari kamar yang dipinjamkan keluarga Rayes untukku. Langkahku membawaku berjalan menuju ke ruang tamu demi berpamitan setidaknya dengan Alex sebelum Roger datang menjemputku. Namun nampaknya kedatanganku di ruang tengah mengganggu momen indah kebersamaan Gerald Rayes dan Stacy Rayes yang kini sedang menatapku dengan heran."Loh? Anna? Mau kemana?" Bingung Stacy yang tampaknya sudah mengingatku kembali."Selamat siang, Nyonya Rayes. Saya berniat pamit hari ini dan kembali ke kediaman saya mengingat saudara saya datang untuk menjenguk. Terima kasih sudah menerima saya untuk tinggal ini." Jawabku sedikit menunduk sopan."Loh, cepat sekali. Tante nggak nyangka, perasaan baru tadi pagi Alex ngenalin kamu kok kamu main pergi saja." Balasnya basa-basi.Tadi pagi? Wah, wanita ini hiperbola."Maafkan saya, Nyonya. Tapi saudara saya sudah menanti kehadiran saya di rumah. Saya tidak enak." Bohongku."W
"Hai Anna." Sapa Liam tersenyum sembari melambaikan tangannya. "Hai. Ngapain??" Bingungku padanya. "I just missed you so much. Begitu aku tau Nathan mau menjengukmu, aku segera memesan tiket untuk terbang dan memaksanya untuk menerimaku tinggal di apartemen yang dia bilang mewah ini." Jelasnya yang kemudian datang dan memelukku singkat. Kualihkan mataku menatap Niel dengan sangat tajam. Namun Niel seakan tidak peka dan hanya tertawa saja. Sungguh aku tidak mengharapkan keberadaan Liam saat ini. Yang ingin kulakukan hanya ingin bersama dengan Niel, saudaraku. Karena sejujurnya aku masih enggan bersama dengan orang lain terlebih Liam. Apalagi setelah kejadian ciuman saat mabuk itu, Liam semakin gencar mendekatiku. "Baiklah kalau begitu." Pasrahku yang kemudian duduk dengan malas di sofa depan televisi. "Jadi bagaimana? Apa perjalanan dinasmu lancar?" Tanya Niel sembari melanjutkan kegiatannya berkutat dengan laptopnya. "Menjadi sekertaris ternyata membuatku semakin sibuk. Kupikir
"Apa dia menganggumu, Anna?" Tanya Liam."Tidak, tidak. I'm okay, Li. Urusan pekerjaan. Aku disuruh ikut menghadiri rapat malam ini." Bohongku sekali lagi.Sejujurnya aku lelah berbohong pada semua orang!"Malam ini? Dimana?" Telisik Liam."Hotel. Biasa. Permintaan klien. Sekertaris sepertiku hanya bisa nurut mengikuti perintah." Cengirku."Hm..." Liam hanya menggumam dan kembali memperhatikan Daniel yang hanya berdiri memperhatikan kami berdua."Daniel, tolong sampaikan kalau aku akan datang. Tapi tidak perlu sampai menjemputku." Bohongku."Baiklah kalau begitu, akan saya sampaikan pada Tuan Rayes." Balasnya sebelum menghilang dari hadapan kami berdua."Daniel?" Beo Liam."Pelayan pribadi Tuan Rayes." Balasku singkat."Bintang satu. Pelayanannya tidak ramah. Dia tidak akan dapat tip lebih." Komentar Liam kembali mengocok perutku dan berhasil mengalihkan perhatianku pada Daniel...."Benarkah? Ke hotel malam-malam untuk rapat?" Telisik Niel saat Liam menceritakan kejadiannya.Sunggu
"Tolong jawab saya, Anna!" Kesal Rayes yang kini semakin mencondongkan badanya kedepan mengintimidasiku."Tolong hentikan Tuan!" Pintaku yang membuat mata Rayes membelalak."Semua ini terlalu mendadak." Tambahku yang kemudian mencoba mengatur pikiran dan hatiku agar kembali pada jalurnya masing-masing."Terlalu mendadak? Kita sudah selalu bersama selama beberapa bulan ini dan kamu tau kalau aku juga menyayangimu! Lalu apa yang kamu ragukan? Apa pengaruh pria itu memang segitu besarnya untukmu? Apa dia yang merebut posisi saya di hatimu?" Kesalnya."Tolong jangan bawa nama Roger. Dia tidak seperti itu, Tuan! Justru karena penjelasannyalah saya bisa menerima Tuan menjadi sugar daddy saya waktu itu.""Oh? Jadi aku harus berterima kasih pada makhluk itu?!" Kesal Rayes semakin menjadi-jadi."Bukan seperti itu, Tuan. Dia berpengaruh besar terhadap perkembanganku selama ini. Disamping itu juga Tuan ikut membantuku. Kalian saling bahu membahu membantuku selama ini tanpa Tuan sadari.""Aku sad
Awalnya aku memilih untuk hening dan tidak menjawab pertanyaan itu. Tapi lagi-lagi hatiku membuat bibirku bergergerak dengan sendirinya dan menjawab keraguan yang Rayes rasakan selama ini padaku."Tidak. Aku belum sampai menidurinya seperti apa yang kamu lakukan padaku. Dan dia menghargai keputusanku." Jujurku.Rayes berusaha keras untuk menahan ekspresinya agar aku tidak bisa menebak. Entah apakah kejujuranku benar atau tidak juga aku sudah tidak peduli."Jadi, apa kamu tidak bisa mempertimbangkan lagi untuk menjadi sugarku, Anna?"Aku menghela nafas berat, "Kenapa harus aku lagi, Rayes?""Kalau kau tanya kenapa, aku juga tidak tau. Tapi yang jelas bagiku kaulah wanitaku saat ini." Ucapan Rayes berhasil kembali membangun bongkahan batu keputus asaanku padanya."Awalnya aku mengira kamu bisa memberikan apa yang tidak bisa kudapatkan dari Stacy. Maksudku, aku tidak bisa berhubungan dengan istri yang bahkan tidak bisa mengingat siapa suaminya. Selama ini aku berusaha menahannya untuk ti
Sesampainya di Rumah Sakit, segera kulangkahkan kakiku menuju ke kamar rawat Violla. Jam memang sudah menunjukkan akhir jam besuk, tapi itu tidak menyurutkan niatanku untuk menemui Violla. Terlebih, Niel dan Liam pasti juga belum pulang dari acara malam mereka. Dari pada overthinking sendirian, menghabiskan waktu dengan teman kurasa lebih membantu."Vi?" Sapaku saat membuka pintu geser kamar Violla."Anna!" Sambut Violla ramah sembari tersenyum.Kulangkahkan kakiku masuk untuk duduk lebih dekat bersama Violla yang sedang duduk santai di sofa depan televisi."Bagaimana keadaanmu?" Tanya Violla saat melihat ekspresiku yang lesu."Baik." Balasku singkat."Apa kamu sedang ada masalah dengan Captain?" Tebaknya.Aku hanya menatapnya tanpa emosi dan mengangguk kecil."What happend?" Tanyanya."Aku berhenti.""Berhenti?" Beo Violla yang kubalas sebuah anggukan."Kamu berhenti menjadi Sugar Captain?" Terka Violla.Aku mengangguk kecil."Kenapa? Apa karena aku? Karena Captain menjengukku kemari
"Aku baru tau kalau seseorang baru saja membayar penuh atas segala macam biaya perawatanku nanti hingga lahiran." Balas Violla tersenyum sumringah."Loh? Bukannya segala macam biaya perawatanmu ini sudah ditanggung oleh perusahaanmu?" Bingungku."Aku sudah berhenti dari maskapaiku, Anna. Apa kamu sudah lupa? Selama ini Captain yang menanggung segala macam biaya hidupku, dia memintaku untuk tidak menyentuh tabunganku sama sekali. Maaf seharusnya aku tidak perlu menceritakan ini padamu, saat aku tau kamu masih menjadi Sugar Baby Captain. Seharusnya Captain membiayaimu, tapi dia justru membiayaiku. Selama ini aku merasa tidak enak dengan Captain, tapi dia berkata kalau dia berutang budi denganku. Sekarang aku tidak perlu lagi memberatkan Captain." Jelas Violla panjang lebar."It's okay, Vi. Aku tau betul apa yang Roger pikirkan tentangmu. Dia memang sudah menganggapku sebagai bagian dari tanggung jawabnya, karena sampai saat ini dia masih menganggapmu sebagai crewnya. Aku juga selalu men
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu