Yama tersenyum, dia memberikan rantang kosong ke Asahi lalu menerima rantang berisi makan malam. Reflek kepalanya menoleh ke warung pak Anas yang terlihat ramai. Mungkin itu alasan kenapa Asahi yang mengantar bukan Mia, fikir Yama. "Terima kasih, Asa."
Asahi mengangguk sambil tersenyum, dia melihat ke dalam rumah seperti mencari sesuatu "Mika, ada?" Tanya Asahi bertepatan suara motor terdengar membuat Asahi menoleh. Betapa terkejutnya dia saat melihat Mika berboncengan dengan Erik.
Erik yang baru mengantar Mika langsung pamit pulang.
"Jam berapa ini? Kenapa baru pulang, Mika?" Tanya Yama membuntut Mika yang langsung masuk, meninggalkan Asahi di luar sendiri membuat Asahi bingung harus pulang atau menunggu karena kata Mia, Mika mencarinya, untuk itu malam ini Asahi yang mengantar makan malam sekalian bertemu Mika.
Akhirnya Asahi memilih duduk di teras.
<Asahi tidak bisa tidur karena gerah. Kipas yang biasa ada di kamarnya tadi sore di pindahkan ke ruang tamu karena ada tamu. Sebelum memindah kipas ke kamar, Asahi memilih keluar rumah untuk menikmati suasana malam sekaligus uji nyali karena listrik sudah padam.Baru membuka pintu setengah, mata Asahi memincing saat melihat seseorang lari ke gang samping rumahnya. "Mika?" Cicit Asahi memanjangkan kepala, antara yakin dan tidak yakin dengan penglihatannya. "Mau kemana dia?" Asahi menutup pintu, dia segera mengikuti kemana perginya Mika sebelum kehilangan jejak.Asahi melega karena Mika tidak menoleh ke belakang. Mungkin karena takut jadi Mika fokus ke depan, fikir Asahi yang tak lama bergidik ngiri. Sedikit menakutkan karena bisa saja Mika mengalami mimpi berjalan atau kesurupan atau malah yang dia ikuti bukan Mika melainkan makhluk halus yang menyerupai Mika?Asahi mengusap kedua lengan saat bulu kuduknya meremang.
Asahi menarik kursi lalu duduk. "Kamu pasti mau tanya kondisi Erik, kan?" Tebak Asahi tepat sasaran. "Erik sudah di rawat di rumahnya. Dia baik-baik saja hanya demam biasa."Mika bernafas lega. Semalaman di tidak bisa tidur karena kawatir terjadi sesuatu dengan Erik. Erik yang biasanya kuat, sangar tiba-tiba lemah tidak sadarkan diri membuatnya kawatir."Semalam kamu pulang jam berapa, Asa?"Diam-diam Asahi tersenyum karena Mika memanggil namanya dengan panggilan akrab "Jam 12, Mika."Mika memajukan wajah "Erik tidak di marahi orang tuanya, kan?" Tanyanya seperti menanyakan sesuatu hal yang rahasia.Asahi terkekeh, dia menyadarkan punggungnya pada sandara kursi lalu menautkan jari membuat Mika kembali menegakkan badan. "Kawatir?" Tanya Asahi mendapat anggukan dari Mika membuatnya berteriak dalam diam untuk sadar diri dan bangun. "Enggak. Semalam yang keluar Bi Jum."Mika mengangguk, dia menyandarakan punggungnya di sandaran kursi denga
Erik terbangun secara alami. Dia menghirup udara dalam-dalam lalu membuangnya kasar. Erik mengusap wajah yang tak lama mengumpat karena merasa sakit pada wajahnya. Ingatan semalam mengingatkan Erik pada pukulan Han dan ayahnya. "Mika!" Erik segera bagun saat tersadar semalam dia bertemu Mika di tempat rahasia.Erik menyambar jaket yang mengantung di balik pintu lalu keluar. Dia menoleh saat mendengar suara ramai dari arah dapur tapi Erik tidak ambil pusing, dia segera menuju pintu utama."Mau kemana kamu?"Erik menoleh. Ayahnya dan ibu Han duduk di ruang tamu sambil minum kopi dan makan jajan pasar. Tidak peduli, Erik segera keluar."Nanti malam kita kerumah Rika untuk melamar. Apa kamu tidak dengar suara ramai di dapur, hm?"Erik menghentikan langkahnya tanpa menoleh "enggak!""Kamu harus tanggung jawab, Erik!""Enggak!" Tegas Erik tidak mau di ganggu gug
Erik tidak pernah bohong pada Mika. Dia mengatakan yang sejujurnya. Saat acara adat keboan beberapa minggu lalu, Erik berniat untuk bergabung. Dia sudah menyiapkan diri berdandan rapi dan wangi untuk bertemu Mika. Juga sudah menyiapkan diri untuk berhadapan dengan Han kalau Han menghalanginnya lagi. Perjalanan Erik terganggu saat dalam jarak seratus meter melihat Darman bersama Rika di tempat bidan Atun. Tadinya Erik tidak mau peduli, tapi melihat mereka bertengkar lalu dengan tega Darman meninggalkan Rika yang menangis akhirnya Erik luluh. Dia menghampiri Rika. Mengantarnya pulang sampai rumah. Saat kembali, Mika dan Yama sudah tidak ada. Erik kerumah Mika tapi di depan rumahnya ada mobil akhirnya Erik ke tempat rahasia sambil menunggu jam 11 malam. Ternyata mobil itu belum pergi membuat Erik berfikir Mika tidak akan mungkin bisa keluar jadilah dia ke tempat rahasia berjaga kalau-kalau Mika datang. Me
Bobby melihat sekitar, matanya terus menelisik seisi rumah yang di datanginya bersama Hansol untuk mengambil barang Hansol yang tertinggal. Rumah kosong ini memiliki interior mewah, warnanya elegan juga di lengkapi kecanggihan teknologi moderen. Gemricik air terjun mini membuat suasana menjadi tenang. Banyaknya tumbuhan hijau yang mengelilingi rumah membuat rumah terasa sejuk. Definisi rumah impian Bobby yang sesungguhnya. "Gue pengen tinggal di sini." Hansol menoleh dengan raut tidak terima "enggak! Ini rumah Yama. Rumah ini tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan ataupun karir keartisan Yama. Dia tinggal di sini jauh sebelum ikut SMYVS3." "Tapi gue pengen tinggal di sini!" "Jangan egois! Semua milik Yama sudah lo ambil. Mulai dari pekerjaan, fans, vershow, BA, iklan, drama. Stop! Jangan serakah, Bobb." Bobby berdecak dia menendang kursi makan sampai terjatuh membuat Hansol yang jalan lebih dulu s
Erna masuk kamar Erik, dia duduk di sisi ranjang lalu meletakkan nampan di pangkuan membuat Hanik yang sadar diri bergeser agar Erna bisa lebih nayaman dan tidak berhimpit-himpitan.Erna mengusap lembut rambut Erik dengan penuh kasih sayang. Erik sudah tidak berkeringat dan suhu panas badannya sudah menurun "Erik. Bangun, sayang. Makan lalu minum obat habis itu kamu bisa tidur lagi biar cepat sembuh."Belum ada tanda-tanda Erik bangun, Erna mengecup kening Erik lalu mengusapnya "Erik, sayang bangun yuk makan dulu.""Sayang.""Erik!""Erik!"Perasaan Erna jadi was-was karena Erik tidak kunjung bangun. Dia mencoba mengoyang-goyangkan badan Erik membuat air di gelas tumpah. Secara inisiatif, Han mengambil nampan memindahkannya ke meja."Erik! Bangun, Nak!""Erik!." Tangis Erna mulai pecah, dia menoleh kearah Hanik dengan perasaan takut, was-w
Mister Joe turun dari mobil. Dia melakukan peregangan ringan karena jarak dari Jakarta ke desa lumayan jauh sampai membuat seluruh badannya terasa kaku. Untung saja mengajak Pak Roy (asisten pribadi Mister Joe) untuk bergantian menyetir jadi kaki dan tangannya tidak terlalu kebas yang menyakitkan."Ini rumahnya, Mister?" Tanya Roy sambil memandangi rumah asri yang di datanginya "terlihat sepi?!"Mister Joe setuju, dia segera menuju gerbang yang langsung menyerngit saat gerbang tergembok. "Kemana mereka?" Bingung Mister Joe memperhatikan rumah yang terlihat sepi senyap tidak ada tanda-tanda kehidupan.Seorang laki-laki muda bermotor mendekat mengalihkan perhatian Mister Joe. Mereka saling bertatap dan memandang bingung.Setelah turun dan mematikan mesin, laki-laki muda itu melihat rumah lalu membuka gerbang tapi gagal saat gerbang tergembok. "Kalian siapa? Kemana Mika dan bang Yama?" Tanyanya tidak sabaran,
Kursi, tikar, dan bendera kuning sudah berkibar di depan rumah. Petugas kematian sudah mengumumkan meninggalnya Erik ke satu desa dengan pengeras suara. Kandang yang biasanya ramai pembeli kini sepi karena tuan rumah sedang berduka.Alik, Lino, Asahi, Pak Anas dan tetangga sekitar datang ke rumah duka untuk mengirim doa dan memberi kekuatan pada yang berduka. Mereka ikut bersedih dan masih tidak menyangka Erik pergi secepat ini.Erna tak henti-hentinya menangis. Dia masih belum percaya dengan apa yang menimpanya hari ini. Mulai dari pernikahannya yang hancur, di susul meninggalnya Erik yang mampu membuat hati Erna hancur berkeping-keping.Erna tidak melarang Darman untuk datang, bagaimanapun juga Darman ayah kandung Erik. Sekarang Darman ada di depannya berseberangan dengan jasad Erik. Mantan suaminya itu sedang meratapi dan menyesali perbuatannya.Hanik masih setia menemani Erna berduka, dia terus di samp