Jam 16.00, waktunya Appendectomy yang akan dilakukan Gaby dengan bimbingan dr.Bram. Tampak Gaby terus bergumam sambil menenangkan dirinya di dalam ruangan OK, pasien sudah dalam keadaan dibius. Dua orang perawat dan satu dokter anestesi juga hadir di sana membantu Gaby, mereka semua menunggu kedatangan dr.Bram.
"Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup. Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup."
Gaby berulang ulang melafalkan urutan tindakan saat operasi. Sementara itu teman-teman yang menonton di podium koass yang diberi kaca tepat diatas ruang OK, malah sibuk bertaruh untuk Gaby.
"Dia akan pingsan … orang lemah," ejek Alex. "Dia selalu keringat. Dia pasti akan berkeringat dan jadi tidak steril. Taruhan 100rb dia salah menentukan titik McBurney*."
Cristina yang mendengar tantangan Alex ikut-ikutan bertaruh juga. "Taruhan 150rb dia akan menangis," ujar Cristina sambil membuka cemilannya.
"Aku pasang 200rb dia akan jatuh pingsan," Izie tak mau kalah tatkala kedua teman yang duduk tepat di belakangnya bertaruh untuk Gaby.
"500rb dia pasti berhasil melakukannya," cetus Gina. Semua teman-teman koass menatapnya. "Dia salah satu dari kita, yang pertama. Dimana loyalitas kalian?"
Sejenak semuanya terdiam.
"750rb dia tidak tahu yang mana usus buntu," sahut Cristina sambil melirik Gina. "Deal?" Sambil tersenyum Gina mengajak Cristina bersalaman.
Akhirnya dr. Bram muncul di ruang operasi dan segera berdiri di samping Gaby untuk membimbingnya. "Ok, Gaby, mari lihat kau bisa apa," ujar dr. Bram dengan tenang dan penuh tekanan seperti singa yang siap menerkam rusa disaat rusa tergelincir jatuh.
"Ini dia," gumam Gina ikut gugup melihat Gaby berdampingan dengan dokter penanggung jawab ruang bedah.
Gaby menarik nafas dalam dalam, dia melirik teman temannya di atas podium lantas menatap perawat yang menjadi asistennya. Setelah yakin sudah bisa mengatur nafasnya, Gaby mulai mengoperasi pasiennya, "Pisau bedah." Kata pertama terucap dari mulut Gaby.
"Pisau bedah," ulang perawat sambil memberikan pisau kepada Gaby.
"Woooow … horee yeeea!" teman teman Gaby sontak bersorak di atas podium memancing lirikan tajam dari dr.Bram, dia segera memberi kode pada anak-anak dengan meletakan tangan di lehernya seperti gerakan menggorok. Anak-anak magang langsung terdiam tak mau ikut-ikutan dibedah oleh Dr Bram. "dr. Bram masalah," bisik Alex.
Gaby mulai menorehkan pisau bedah di perut bawah pasien. Sepertinya sekarang dia mulai mendapatkan kepercayaan dirinya lagi. "Tekan lebih keras … daging manusia sangat keras … lebih keras lagi," perintah dr Bram. Gaby berhasil melakukan langkah pertama, membuka perut pasien.
"Pinset!”
"Pinset." Perawat memberikan pinset.
"Penjepit. Sudah sampai," Gaby mendapatkan usus buntu yang akan diangkatnya.
"Sialan dia sudah membuka peritoneum*," ujar Alex. "Cepat sekali."
"Aku mundur." Izie melongo takjub melihat keterampilan Gaby.
"Sudah kubilang … dia akan berhasil," kata Gina dengan bangga sambil melirik Cristina yang terlihat masih percaya diri bahwa Gaby akan gagal.
"Usus buntu terangkat," lapor Gaby.
"Tidak buruk." dr. Bram memuji pekerjaan Gaby.
"Terima kasih," ucap Gaby sedikit ge er sambil meneruskan prosedur. dr. Bram terus mengawasi dan membimbingnya.
"Sekarang kau harus melipat sekum* dan menarik benangnya, tapi hati-hati jangan sampai..." Srrrt … terdengar suara robekan organ. "... menghancurkannya. Kau merobek sekumnya." dr. Bram membiarkan Gaby memutuskan sendiri tindakan selanjutnya. "Liat, itu perdarahan, karena kau merobek sekumnya, sekarang rongga perut penuh dengan kotoran, apa yang harus kau lakukan selanjutnya?" Suara dr. Bram tiba-tiba menjelma suara malaikat pencabut nyawa di telinga Gaby. Gaby terdiam, keringat dingin mulai menetes di dahinya. Badannya mematung kaku.
"Uh … hmmm." Gaby makin gugup saat melihat rongga perut pasien yang mulai terisi darah segar. Tubuh Gaby beku, tidak bisa bergerak karena menahan panik.
"Pikirkan!" dr. Bram setengah membentak Gaby yang tiba-tiba tak melakukan apa-apa, dia malah menatap perut pasien tanpa melanjutkan tindakan. "Kau mulai suction* dan mulai menggali benangnya sebelum dia kehabisan darah dan mati. Beri dia clamp*." Dr Bram memerintahkan perawat asistennya. Entah mengapa semua teori dan pelajaran yang Gaby terima di FK kedokteran seolah olah menguap tak bersisa di kepalanya.
"BP* turun," lapor perawat.
"Dia nge-blank," bisik Gina yang ikut cemas sambil terus memperhatikan Gaby dari podium atas.
"Ayo, Gaby … hari ini gunakan ilmumu yang sudah kamu pelajari. Ayo. Tunggu apa lagi? Suction!" dr. Bram mulai kehilangan kesabarannya karena Gaby masih saja berdiri mematung dengan tangan yang penuh darah.
"Sudah sangat rendah, dok … dr. Bram?" perawat melaporkan keadaan pasien yang makin gawat.
"Minggir dokter bodoh...Idiot." dr. Bram mendorong Gaby agar menjauh dari pasien. "Keluarkan dia!" ujar dr. Bram. "Suction … clamp," dengan sigap dr. Bram segera menuntaskan pekerjaan Gaby dan berhasil menyelamatkan pasiennya.
"Dia 007," cetus Alex.
"007, ya. … 007 total." Salah satu teman Alex mengangguk setuju.
"Apa artinya 007?" tanya Izie pada Gina.
"Pembunuh," jawab Gina singkat.
☆☆☆
[Jam ke-19]
Di bagian belakang RS terdapat sebuah ruangan mirip lorong tempat penyimpanan semua ranjang, kursi roda dan peralatan yang sudah tidak terpakai, ini adalah tempat favorit dokter magang saat istirahat. Mereka bisa sekedar rebahan atau jika memungkinkan mendapatkan sedikit tidur di sana, memang tempatnya jauh dari kata nyaman dan sedikit gelap, akan tetapi itu adalah surga untuk mereka yang lelah setelah seharian bekerja dibawah tekanan.
Sambil duduk di kursi roda yang tak terpakai Gaby mulai mengeluh. "007 … mereka memanggilku 007, bukan?"
"Tidak ada yang memanggilmu 007." Gina dan Izie menjawab hampir bersamaan.
"Aku di dalam lift dan Alex berbisik … 007." Gaby tetap bermain main diatas kursi roda.
"Berapa kali kita harus membicarakan ini, Gab? lima sepuluh? beri aku jumlahnya, atau aku akan memukulmu." Cristina kesal pada Gaby yang terlalu sensitif.
"Alex bilang 007, dan semua orang tertawa." Gaby ngotot dengan pendapatnya.
"Dia tidak membicarakanmu," Izie mencoba meredakan Gaby.
"Kau yakin?" ujar Gaby.
"Apa kami akan bohong padamu?" Cristina balik bertanya.
"Ya … 007 adalah pemikiran. Kata wanita yang kuliah di UGM," sindir Gaby.
Bip … bip … bip, alarm panggilan milik Gina berbunyi. "Oh, ya Tuhan … Cito* untuk Kalina, aku harus pergi." Gina segera berlari menuju kamar Kalina.
"Mungkin aku harus pindah ke Geriatri*," lanjut Gaby
"Tidak ada yang keberatan jika kau membunuh orang tua. Bedah itu Hot. Macho. Hardcore. Geriatri hanya untuk orang aneh yang hidup dengan ibunya dan tidak pernah melakukan sex," ejek Cristina.
☆☆☆
Gina berlari sangat cepat menuju kamar Kalina sampai beberapa kali hampir saja dia menabrak para perawat yang sedang bertugas. "Permisi! permisi!" teriak Gina. Nafasnya hampir habis saat dia membuka pintu kamar dan mendapati Kalina sedang tersenyum padanya.
Dengan santainya Kalina menyapa Gina. "Kau lama sekali."
"Kau baik-baik saja? perawat memanggilku cito," tanya Gina sambil terengah-engah.
"Aku harus bersusah payah agar dia mengangkat teleponnya," sahut Kalina tenang.
"Tunggu … tidak ada apa-apa denganmu?" Gina mencoba meyakinkan sambil memeriksa semua tanda vital Kalina.
"Aku bosan …" sekali lagi alasan Kalina membuat Gina mengelus dada.
"Kau memang aaargh … aku bukan babysitter." Suara Gina terdengar meninggi.
"Kau tidak perlu marah. Kontesnya disiarkan, tapi RS ini tidak dapat channelnya. Jika si Kayla akan keluar memakai mahkotaku, aku harus melihatnya, kau bisa menelepon seseorang?" pinta Kalina.
"Ok. Ini RS asli. Banyak orang sakit disini … tidurlah dan jangan buang-buang waktuku." Gina bersiap meninggalkan kamar Kalina.
"Tapi aku tidak bisa tidur. Kepalaku terasa penuh," rengek Kalina.
"Itu namanya berpikir … terima saja." Buru-buru Gina pergi sebelum emosinya memuncak.
☆☆☆
Di koridor lantai dua, dekat ruang karyawan, terlihat dr. Han sedang tertidur dengan posisi menelungkup di atas brankar RS yang diletakan di lorong. Tak jauh dari sana Izie sedang berdiri ragu-ragu dengan apa yang akan dia kerjakan, sesekali dia menjauh dari tempat Nazi istirahat, lalu kemudian dia kembali lagi mendekatinya.
Seorang perawat pria yang melihat kejadian itu langsung bertanya pada Izie. "Kau butuh apa?"
Izie menjawab sambil matanya terus menatap dr.Han yang masih pulas. "Vena Tn. Jona memburuk, dan dia benar-benar butuh antibiotik. Jadi aku harus memasang infus sentral," kata Izie.
"Pasang saja … kau tidak tahu caranya," tanya perawat.
"Aku belum pernah melakukannya," sahut Izie.
"Kau tahu artinya apa." Perawat itu melirik ke arah tempat dr. Han tidur.
"Bisakah kita menghubungi orang lain?" bisik Izie takut terdengar Nazi.
"Hanya dia residen yang jaga," cetus perawat.
"Ok. Ok, aku akan ... membangunkannya." Perlahan lahan Izie berjalan mendekati dr. Han, lantas sambil membungkuk, dengan lembut tangannya menyentuh bahu dr .Han agar dia terbangun.
"Dr. Han … aku ... aku tidak bermaksud mengganggumu." Lembut sekali suara Izie saat membangunkan dr. Han.
"Kalau begitu jangan ganggu," cetus Dr.Han judes dengan mata yang masih terpejam.
"Umm ini soal Tn. Jona," lanjut Izie.
"Dia sekarat?"
"Tidak...."
"Kalau begitu jangan ganggu aku!" bentak Nazi dengan mata yang masih terpejam. Perlahan lahan Izie meninggalkan Nazi, tapi mengingat keadaan Tn. Jona harus segera ditindak, dia kembali lagi dan sedikit batuk batuk kecil dekat Nazi. Sontak saja Nazi kesal dan langsung bangun lantas duduk memelototi Izie. "Apaan sih?!" bentak Nazi.
Akhirnya meski merasa kesal, Nazi langsung memberi tindakan pada Tn. Jona. Setelah selesai, masih saja dia keluarkan unek-uneknya pada Izie. "Lain kali kau membangunkanku, sebaiknya dia benar-benar sekarat atau ada tanda mayat di kakinya," hardik dr. Han sambil berjalan keluar kamar. Sekali lagi Izie yang kerap jadi bulan bulanan Nazi cuma diam terima nasib.
Bersambung..
~~~~
*Titik Mcburney: Titik maksimal nyeri, yaitu pada sepertiga dari umbilikus ke fossa ilaka kanan.
*Peritoneum: merupakan selaput yang melapisi dinding abdomen bagian dalam
*Sekum: kantong yang berada di awal usus besar yang memungkinkan makanan untuk lewat dari usus halus ke usus besar.
*Suction: suatu cara untuk mengeluarkan sekret menggunakan kateter.
*Clamp: penjepit.
*BP: BP : Blood Pressure (Tekanan Darah)
*Cito: adalah bahasa Latin yang arti harafiahnya adalah cepat. Dalam dunia medis istilah cito digunakan dalam kondisi emergensi/gawat darurat untuk menandakan kegawatan dari kasus tersebut.
*Geriarti: salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari keadaan-keadaan fisiologis dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan orang-orang lanjut usia dengan fokus pada penuaan dini dan tatalaksana penyakit terkait usia lanjut.
Title: No Time To Die (Billie Elish)
Di ruangan informasi, para dokter magang dan perawat saling berbagi informasi tentang pasien mereka. Alex sedang berhadapan dengan Sofia, seorang perawat senior yang sudah belasan tahun bekerja di Mandaya Royal. Dia melaporkan hasil pemeriksaan pasien 4-B untuk diberikan diagnosis agar bisa ditindaklanjuti dengan segera."Ini. Bawa ke lab." Alex memberikan berkas yang sudah dia tanda tangan. "4-B mengalami pneumonia post-op*. Mulai diberikan antibiotik," perintah Alex."Kau yakin diagnosisnya benar?" Bu Sofia yang sudah berpengalaman menjadi perawat tampak ragu."Aku tidak tahu … aku hanya koass. Bagaimana kalau kau pergi belajar empat tahun di FK lalu beritahu aku ini diagnosis yang benar? dia sesak napas, dia demam, dia post-op. Berikan antibiotik!" ujar Alex sambil berlalu. "Tuhan, aku benci perawat." Alex
dr. Santoso muncul dengan wajahnya yang tegang masuk ke ruang meeting. dr. Han mengikutinya dari belakang. Anak anak koass saling pandang sambil menebak nebak berita apa gerangan yang dibawa dr. Santoso.“Selamat pagi!” sapa dr. Santoso.Serentak anak anak magang menjawab. “Selamat pagi dok.”Tanpa basa basi dr. Santoso langsung bicara. “Aku akan melakukan sesuatu yang sangat jarang bagi dokter bedah. Aku akan meminta tolong kepada dokter magang. Aku punya kasus, Nama pasien Kalina. Sekarang, dia adalah misteri. Dia tidak merespon pengobatan kita. Hasil laboratoriumnya bersih, hasil scan nya bagus, tapi dia mengalami kejang *tonik klonik dengan penyebab yang tak bisa dilihat. Dia adalah jam pasir kita. Dia akan meninggal jika aku tidak menemukan diagnosisnya, makanya aku minta tolong pada kalian. Aku tidak bisa melakukannya sendirian. Aku butuh pemikiran tambahan kalian, pengamatan tamba
Setelah Gina dan Cristina sepakat untuk menegakkan diagnosis mereka, mereka langsung berkeliling RS untuk mencari dr. Santoso dan melaporkan kajiannya. Di lantai tiga terlihat dr. Santoso bergegas memasuki lift. Tanpa membuang waktu Gina dan Cristina mengejarnya.“Oh. Oh, dr.. Santoso, tunggu sebentar.” Dengan sangat percaya diri Cristina bicara. Gina hanya diam saja berdiri di sebelah Cristina. “Kalina berkompetisi di kontes kecantikan.” Pintu lift hampir menutup. Cristina menahan dengan tangannya demi mendengar pendapat dr. Santoso.“Aku tahu itu, tapi kita harus tetap menyelamatkan hidupnya.” dr. Santoso tampak tidak terlalu tertarik dengan diagnosis kedua anak magangnya.“Dia tidak ada riwayat sakit kepala, tidak ada sakit leher, CT scannya nya bersih. Tidak ada bukti ke
[Jam ke-40]Dalam keadaan terbius total. dr. Santoso mencukur rambut Kalina sebelum melakukan prosedur operasi. Gina berjalan perlahan mendekat dan berdiri tepat di sebelah Kalina. “Aku janji aku akan membuatnya keren,” kelakar dr. Santoso sambil terus mencukur rambut Kalina. “Jadi ratu kecantikan yang botak adalah hal terburuk tapi itu terjadi di dunia nyata.”Gina tak mau lagi menahan unek-unek perihal alasan Daniel memilihnya, bukan memilih Cristina. “Apakah kau pilih aku untuk ikut operasi karena aku tidur denganmu?” tanya Gina.“Ya….” jawab Daniel sambil tertawa. “Aku bercanda….” Mata Daniel melirik Gina yang terlihat mulai kesal.Terus terang dia langsung menolaknya. “Aku tidak akan iku
[Diary Gina]Ini semua tentang garis. Garis akhir di ujung rumah sakit. Mengantri untuk dapat kesempatan bisa berada di meja operasi. Dan lalu ada garis yang paling penting, garis yang memisahkanmu dari dengan siapa kau bekerja. Hal itu tidak akan membuat begitu akrab untuk berteman. Kau butuh batasan antara dirimu dan dunia ini. Orang lain terlalu berantakan. Ini semua tentang garis. Menggambar garis di tanah dan berdoa sangat keras supaya orang lain tidak melewatinya.Sif kedua Gina sangat bersemangat sekali. Pagi-pagi dia sudah berganti pakaian di loker. Tak lupa flat shoes motif macan pemberian ibunya dia simpan dengan sangat baik, keputusan Gina untuk mempertahankan rumahnya mengharuskan Gina mencari teman untuk tinggal supaya dia tidak keteteran. Beberapa pengumuman sudah dia tempel di tempat-tempat yang sangat strategis seperti loker, cafetaria juga ruang informasi.
Ruang ICU sibuk dengan kedatangan pasien baru. Para dokter dan perawat menanganinya dengan segera. “Wanita 25 tahun ditemukan pingsan di taman. Status: Post-trauma. Saat dia datang, tingkat kesadarannya di level enam. Tekanan darah: 80 per 60. Hasil pemeriksaan menandakan positif trauma benda tumpul di kepala. Suara nafas tidak sama, pupil kanan melebar. Dan dia siap untuk di sinar x. Kau siap?” lapor perawat saat Gina tiba disana.Sepersekian detik Gina terdiam. Ada yang mengganggu pikiran Gina. Sepatu korban sama persis seperti yang dia kenakan. Sepasang flat shoes bermotif macan.“Hey!” Gina dibentak perawat yang memberinya laporan.“Ya. Pastikan pemeriksaan CT Scan kosong. Beritahu mereka aku akan kesana. Nyalakan monitor portablenya. Panggil bagian pernapasan untuk pasang ventilator. Aku aka
Satu-satunya pelanggaran juga hiburan Gaby dan Gina disaat mereka suntuk adalah ruangan bayi. Entah mengapa menatap satu-persatu wajah mereka membuat hari-hari berat menjadi nyaman. Semenjak tiba, Gaby terus menerus berceloteh dengan menggunakan bahasa bayi sambil dadah-dadah dibalik kaca pembatas, membuat Gina geli sendiri. “Kau benar-benar keibuan,” sahut Gina, dijawab dengan bunyi alarm panggilan Gaby. “Ada kode, aku harus pergi.” Gaby meninggalkan Gina sendirian di ruang bayi. “Kalian sangat menggemaskan,” gumam Gina. Tiba-tiba mata Gina tertuju pada seorang bayi yang terlihat bermasalah. Tubuh bayi itu membiru dan si bayi tidak menangis seperti yang lainnya. Mata Gina menyapu seluruh ruangan, mencari dokter atau perawat yang kebetulan sedang berjaga. Tapi dia tak bisa menemukan seorangpun. Untuk memastikan tak ada yang
Sudah hampir 10 tahun dr. Bram bekerja menjadi dokter bedah. Tak pernah sekalipun melihat kemarahan dr. Richard yang seperti tadi. Dia merasa pekerjaannya terlalu sempurna dan dia layak untuk memimpin unit bedah. “Semua ini harus ada jawabannya.” Begitu batin dr. Bram. Diamelangkah ke ruang operasi di lantai dua. Ruang operasi 1 memang terpisah dari bangunan utama. Biasanya ruang operasi 1 disediakan untuk pasien VIP yang ingin privacy. Alasan kenapa pria tadi dibawa kesana sebab polisi ingin dia diamankan dan mencegahnya melarikan diri saat siuman.dr. Han terlihat berdiri di atas jembatan kaca penghubung gedung utama dan OK satu. dr. Bram menghampiri dan berdiri tepat di sebelahnya lalu bertanya. “Sebelum operasi aku mau bertanya padamu. Menurutmu aku terlalu percaya diri?”dr. Han menjawab tanpa menoleh sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak….”
Izzie terburu-buru pergi ke ruangan anak. Di tangga darurat dia bertemu dengan Alex. Izzie malu-malu saat bertemu Alex. Jelas sekali tampak dari wajahnya kalau dia memang sudah jatuh cinta pada Alex."Hei ... Hei tunggu," sapa Alex.Izzie berhenti dan berbalik "Apa?""Nih ada bulu mata di pipimu," suara Alex manja. "Ayo make A wish." Gurauan Alex berhasil membuat Izzie tertawa.Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang perawat yang sering membantu Alex. Perilaku Alex yang manis tiba-tiba berubah menjadi arogan. Satu hal yang Izzie benci. "Hei, Perawat bodoh. Ada bau orang mati kamar 4125. Lakukan sesuatu sebelum dia membusuk," kata Alex dengan sinis. Izzie lalu berjalan menjauh melihat kelakuannya."Lihat? Itulah yg ingin aku katakan. Kenapa kamu begitu takut meperlihatkan pada orang bahwa kau juga manusia?" Gaby serta Merta menyela."Ingat saat dia memasang wallpaper di tempat itu de
Pagi itu, sebelum berangkat kerja Gina mengajak Cristina Jogging. Selama Jogging tak henti hentinya mereka saling mengumpat. "Oh. kamu bodoh. oh, Tuhan. Kamu seorang gadis jahat bodoh dan aku ingin membunuhmu," umpat Cristina sambil terus berlari.Gina langsung berkomentar. "Endorfin itu baik. Endorfin* adalah lift mood. Ini seharusnya membuat kitamerasa lebih baik. Oh, Tuhan. Apakah kamu merasa lebih baik?" Gina malah balik bertanya pada Cristina."Aku bodoh, nyonya slutty, wanita nakal hamil. Tidur dengan atasan kita.adalah ide yg bagus." Cristina langsung menghela nafas sambil membaringkan dirinya di rumput taman. Gina mengikutinya, dia rebah di sebelah Cristina. "Kamu tahu apa yang menghancurkanku?" kata Gina sambil sesekali mengatur nafasnya. "Kapal feri. Dulu aku suka kapal feri. Dan Daniel berhubungan dengan kapal feri. Sekarang setiap kali aku lihat kapal feri ..."Cristina tak mau kalah, dia ceritakan juga kegalauannya. "Kamu tahu apa yang mengh
dr. Bram mendapatan laporan dari Ny. Paula, sekretaris dia. "Donor dari Jakpus harus berada di sini jam tiga. Tim Harvest dalam perjalanan masuk. Aku perlu menghubungi pusat transplantasi tentang Bob mendapatkan hati anaknya."Gina muncul menghadap pada dr Bram. "dr. Bram? dr.Han membutuhkan OR dan ruangan semua dipesan.""Untuk?" tanya Bram.Gina memberikan hasil pemeriksaan. "Obstruksi usus yang muncul.""Obat-obatan?" cetus dr. Bram sambil melihat hasil Rontgen.Gina menyela. "Sepuluh kepala boneka Judy.""Serius?" dr. Bram terbelalak kaget."Iya..Aku bisa melihat wajah mungil mereka. "Tolong, biarkan aku keluar." Celetuk Paula."Hernia Bump Warner dalam satu, tapi jangankatakan padanya apa yang kita keluarkan," kata Bram pada Gina."Terima kasih."dr. Bram langsung masuk ke ruangan Richard. Disana tampak Adele sedang membereskan barang-barang Richard. "Jika dia tidak bisa dimasuki disini, Dia ingin mem
♥DG/ Aku punya seorang bibi yang setiap kali dia menuangkan sesuatu untukmu, akan berkata, "Katakan kapan."Pagi hari yang sangat menyiksa. Semalaman Gina mabuk berat dan pagi ini dia harus berbaring di kamar mandi karena muntah terus-terusan. "Bukan kita. Itu mereka. Mereka dan anak laki-laki bodoh mereka. Mereka tidak mengatakan bahwa mereka punya istri," ceracau Gina sambil berbaring.Cristina yang rebah diatas bathtub ikut menimpali. "Mereka sama sekali tidak memberi peringatan bahwa mereka akan putus denganmu. Bukan masalah Bram putus dengan aku. Tapi cara dia putus denganku. Seperti itu bisnis. Seperti bisnis ... Seperti dia bos ku." Celoteh Cristina."Dia memang bos kamu," sahut Gina. "Dan yang lebih buruk lagi adalah aku peduli. Aku akan muntah lagi," buru-buru Gina menghampiri Closet.♥DG/ Bibiku akan berkata, "Katakan kapan," dan tentu saja kita tidak pernah melakukannya."Tidak tunggu alarm palsu." Gina mengurungkan niatnya
Ruang bayi masih tetap menjadi tempat menenangkan untuk Gaby dan Gina. Begitu juga hari itu secara tak sengaja mereka bertemu disana.Gaby bergumam, menghafal kata-kata yang akan dia ucapkan pada kepala RS. "Oh, hai, Chief. Tidak, tidak banyak yang terjadi. Selain kepala sementaramu dengan teman aku di tangga, Tapi, hei ... tugas spons menyebalkan.” Gaby bergumam sendiri. Tanpa dia sadari Gina sudah berdiri di sebelahnya. "Kamu berbicara dengan diri Kamu sekarang?" tanya Gina."Ya. Tidak!" Gaby gelagapan."Sialan, aku spons yang buruk. Spons yang bocor. Aku akan membocorkan semua rahasia yang salah. Aku pembohong yang buruk, bahkan tidak bisa berbohong tentang berbicara kepada diri sendiri. Kamu terlihat cantik hari ini." Gaby berusaha mengalihkan perhatian.Gina menjawab. "Pakai lip gloss baru aku. Karena istri mantan pacar aku terlihat seperti lsabella freakin 'Rossellini, dan aku seperti ... aku. A
♥DG/ ☆☆☆♥DG/ Menjadi ahli bedah yg bagus, Kamu harus berpikir seperti ahli bedah. Emosi-emosi berantakan. Menyimpannya dengan rapi. dan langkah ke dalam sebuah bentuk, ruangan steril. Padahal itu prosedur yg simple. potong, jahitan bedah dan tutup.♥Gina duduk di Star Bar. Bar tempat pertama kalinya bertemu dengan Daniel dan kini dia harus disana merayakan kehilangan."Kamu kelihatan familiar. Kamu pernah kemari sebelumnya?" tanya Joe si pemilik bar dengan ramah.""Sekali. Itu berjalan lancar." Jawab GinaJoe tersenyum. "aku tahu tatapan itu. Yang satu dari dua hal. Salah satu bosmu memberimu neraka atau pacarmu. Yang mana itu?""Keduanya." Jawab Gina asal-asalan. "Tetapi kadang-kadang, Kamu dilapisi dengan sebuah luka
Cristina dan Izzie segera melakukan tindakan pada Tn. Frank. "Tn. Frank, kami akan memberikan bius lokal, tapi mungkin kau akan merasa ada tekanan." "OK. Aku siap," jawab Tn Frank dengan percaya diri. "Tekan kulitnya," Cristina menyuruh Izzie. "OK." Selang dimasukan. Cristina melanjutkan tindakanya, "Aku sampai di rongga peritoneum. Cairannya ada darahnya." Gumam Cristina. "Apa memang seharusnya berdarah?" tanya Izzie. "Kalian pernah melakukan ini, kan?" Tn Frank ikut berkomentar. Cristina tersinggung "Tentu saja. Beribu kali." Beberapa saat kemudian Bagus, Mr. Frank. Selang sudah terpasang di tubuh Mr. Frank "OK. Tunggu, tunggu. OK, ayo." "Bagus," sahut Cristina sambil menghela nafas. "Sekarang kita tinggal tunggu." ☆☆☆ Richard dan Daniel langsung memeriksa hasil MRI Richard. "Kau lihat disitu?" Kata Daniel pada Richard. "Mm-hmm." Gumam dr. Richard. "Itu tumor, dan tumorn
Dengan hati-hati Daniel mengetuk pintu ruangan kerja dr. Richard lalu dia duduk tepat di hadapannya, seolah Daniel bisa membaca dengan tepat kegalauan yang tersirat di mata dr. Richard dia langsung bertanya. "Kau menjatuhkan alat operasi." Daniel lalu terdiam, melihat respon dari dr. Richard. "Baiklah…" dr. Richard terdiam sejenak lantas menatap Daniel lekat-lekat. "Beberapa minggu yang lalu, aku menjalani operasi, dan penglihatan di mata kiriku jadi kabur. Setelah beberapa jam, akan kembali normal. Tapi muncul lagi." "Apa kau sudah memeriksanya?" tanya Daniel "Hasil pemeriksaan normal. Dokter mataku bilang karena aku semakin tua. Tapi kau tahu kemerosotan kemampuan penglihatanku bisa berarti apa." "Aku akan siapkan beberapa pemeriksaan." Daniel langsung segera menindaklanjuti keluhan dr. Richard. "Daniel…Aku tahu bagaimana rumor cepat tersebar disini. Jadi cukup simpan untuk kita saja." Daniel segera mengangguk
Seorang pria tua denga perut membengkak memjadi pasien Cristina dan Izzie. Hari itu mereka mulai pemeriksaan, "Tn. Frank, sudah berapa lama perutmu begini?" tanya Cristina."Perutnya membesar selama beberapa waktu," jawab Ny. Frank."Aku sudah bilang padanya ada yang salah," Alice, anak dari tuan Frank ikutan berkomentar. "Tidak ada orang yang menggemuk secepat ini. Sudah ku bilang. Semua orang sudah bilang padanya," dia berbicara dengan nada sinis pada ayahnya."Dia mengidap adanya gumpalan cairan. Pembuluh darah abnormal di dekat kulit," ungkap Izzie."Apa artinya itu?""Kita harus melakukan beberapa pemeriksaan.""Bagus…" sela Alice. "Berapa yang harus kita bayar kali ini?""Alice, jangan!" Ny. Frank memotong ucapan Alice.☆☆☆Menjelang sore Gaby menghampiri ruangan hasil lab untuk mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. "Hai, ah, hasil untuk Gaby?""Aku tidak lihat ada disini. Siapa nama pasiennya?"