[Jam ke-40]
Dalam keadaan terbius total. dr. Santoso mencukur rambut Kalina sebelum melakukan prosedur operasi. Gina berjalan perlahan mendekat dan berdiri tepat di sebelah Kalina. “Aku janji aku akan membuatnya keren,” kelakar dr. Santoso sambil terus mencukur rambut Kalina. “Jadi ratu kecantikan yang botak adalah hal terburuk tapi itu terjadi di dunia nyata.”
Gina tak mau lagi menahan unek-unek perihal alasan Daniel memilihnya, bukan memilih Cristina. “Apakah kau pilih aku untuk ikut operasi karena aku tidur denganmu?” tanya Gina.
“Ya….” jawab Daniel sambil tertawa. “Aku bercanda….” Mata Daniel melirik Gina yang terlihat mulai kesal.
Terus terang dia langsung menolaknya. “Aku tidak akan ikut operasi. Kau harus ajak Cristina. Dia sangat menginginkannya.”
Daniel menghela nafas. “Kau dokter Kalina. Dan di hari pertamamu, dengan sedikit latihan, kau sudah membantu menyelamatkan hidupnya. Kau berhak mengikuti kasusnya sampai selesai. Seharusnya kau tidak berpikir ini karena kita telah melakukan sex jadi kau beranggapan kau tidak berhak mendapatkan apa yang berhak kau dapatkan.” Daniel berhasil meyakinkan Gina bahwa dia memang pantas mendapatkan kesempatan tersebut.
***
Ruang tunggu pasien malam itu terlihat tidak terlalu banyak dipenuhi orang. Dari kejauhan Gaby bisa melihat keluarga Tn Hendrawan duduk menunggu kabar. Gloria memeluk Tania. Anak perempuannya yang paling kecil. Perlahan lahan Gaby mendekat, dan sesaat terdiam ketika Gloria langsung berdiri menghampiri Gaby. Berharap dia membawa kabar yang baik tentang operasi bypass jantung suaminya.
“Gloria, ada…” Entah kenapa Gaby merasa suaranya tercekat. “Ada komplikasi pada saat operasi. Jantung Tn Hendrawan rusak parah. Kami berusaha untuk melepaskan bypassnya, tapi...tidak ada yang bisa kami lakukan,” akhirnya Gaby berhasil mengabarkan kematian Tn Hendrawan pada keluarganya. Wajah Gloria mendadak memerah menahan kesedihan. Dia merangkul Tania semakin erat.
“Maksudmu? Dia…” gumam Gloria hampir tak terdengar.
“Suamimu meninggal. Dia meninggal. Gloria...saya minta maaf.”
“Terima kasih….” ucap Gloria dengan linangan air mata yang sudah tak kuasa lagi dibendungnya. Gaby merasa benar benar bersalah. Tetapi Gloria tak memberikannya kesempatan untuk berbicara apa apa lagi. “Tolong...pergilah,” kata Gloria sambil terisak. Gaby meninggalkan Gloria dan anak anaknya dengan perasaan hancur. Dia langsung memutuskan untuk pergi ke lorong istirahat menenangkan diri.
Di lorong secara tak sengaja Gaby bertemu dengan Gina yang juga sedang duduk sendiri karena masih marahan dengan Cristina. Akhirnya mereka berdua saling ngobrol mengungkapkan uneknya masing-masing. “Aku berharap aku ingin jadi chef atau instruktur ski atau guru TK,” cetus Gina lantas duduk tepat sebelah Gaby.
Gaby tersenyum lalu menimpali Gina. “Kau tahu, aku pasti akan jadi tukang pos yang handal. Aku bisa diandalkan. Orang tuaku bilang ke semua orang yang mereka temui bahwa anak mereka seorang dokter bedah, seolah itu adalah prestasi besar. Pahlawan atau sejenisnya. Andai saja mereka melihatku sekarang.” Gaby tertunduk, dia masih merasakan penyesalan yang mendalam atas kematian Tn Hendr.awan.
“Saat aku bilang ke ibuku aku ingin sekolah kedokteran, dia mencoba untuk mengubah keinginanku. Beliau bilang aku tidak punya keahlian sebagai dokter bedah, bahwa aku tidak akan pernah berhasil. Jadi saat aku lihat ini, pahlawan sepertinya terdengar sangat keren,” Gina tahu keresahan yang dirasakan Gaby. Dan dia mencoba untuk membuatnya sedikit tenang.
“Kita akan selamat dari ini, kan?” gumam Gaby. Gina mengangguk mengiyakan. Setelah yakin Gaby tenang, Gina pergi ke ruang informasi dan mendapati Alex sedang dimarahi dr. Richard habis habisan.
“Dia masih bernafas pendek,” bentak dr. Richard. “Kau sudah melakukan tes gas darah arteri atau scan dadanya?”
Alex gelagapan diberondong banyak pertanyaan yang tak dia kuasai jawabannya. “Oh, ya, pak, sudah.”
“Apa yang kau lihat?”
“Aku punya banyak sekali pasien semalam,” Alex berusaha mengelak dari pertanyaan dr. Richard. dr. Richard selaku direktur RS dan penanggung jawab sangat marah atas tindakan Alex yang tidak bertanggung jawab. Dia langsung berteriak di depan para dokter dan perawat yang kebetulan sedang berada di ruang informasi dan data.
“Sebutkan penyebab umum demam pasca operasi,” tanya dr. Richard geram. Buru-buru Alex membuka catatan kecilnya.
“Ah, ya. Dari kepalamu, bukan dari buku. Jangan cari. Belajar. Harusnya ini sudah diluar kepala.” dr. Richard makin marah. “Sebutkan penyebab utama demam pasca operasi?” ulang dr. Richard.
“Ah... penyebab utama pasca…"
"Disini ada yang bisa menyebutkan penyebab utama demam pasca operasi?” Alex makin kacau dengan tekanan yang dr. Richard berikan.
Saat semua koass sibuk membuka catatannya, Gina serta merta menjawab pertanyaan dr. Richard yang memang sudah diluar kepalanya. “Angin, air, luka, berjalan, obat-obatan yang tidak sesuai. Kebanyakan karena angin, sesak atau infeksi paru-paru. Infeksi paru-paru sangat mudah diketahui, terutama saat kau terlalu sibuk untuk melakukan tes.”
“Menurutmu apa yang salah pada pasien 4-B?” tanya dr. Richard.
Gina menjawab pertanyaan dr. Richard dengan sangat yakin. “Aku rasa dia sudah pasti terkena penyakit gumpalan darah di paru-paru.”
“Bagaimana cara mendiagnosisnya?”
“Spiral CT, VIQ scan, beri oksigen dicampur dengan heparin dan konsultasi untuk dipasangkan *Inferior Vena Cava filter*.”
Richard melirik Alex dan langsung memberikannya perintah. “Lakukan persis seperti yang dia katakan, lalu bilang ke dokter spesialis mu bahwa aku ingin kau tidak menangani kasus ini lagi.” Pandangan dr. Richard langsung beralih pada Gina. “Aku langsung mengenalimu. Kau benar-benar mirip ibumu. Selamat datang ke permainan.” Gina hanya tersenyum bangga mendengar pujian dr. Richard.
***
Waktu menunjukan pukul 7 malam. Operasi Kalina akan segera dilaksanakan. dr. Santoso telah bersiap di RO bersama perawat dan dr. Anastesi. Gina menyusul lantas segera bergabung dengan mereka. Dia sedikit gugup. Ini adalah pengalaman pertama nya melakukan operasi langsung pada pasien. “Baiklah, semuanya. Malam yang indah untuk menyelamatkan hidup seseorang. Mari kita bersenang-senang,” ucap dr. Santoso sebelum memulai operasi.
[Diary Gina] Aku tidak bisa menemukan satupun alasan kenapa aku ingin menjadi dokter bedah ... tapi aku bisa temukan 1.000 alasan kenapa aku harus berhenti. Mereka sengaja membuatnya sulit. Ada kehidupan di tangan kami. Akan ada waktu dimana ini semua lebih dari sekedar permainan ... dan tinggal pilih apakah kau akan maju terus atau berbalik dan tinggalkan semua ini. Aku bisa saja berhenti, tapi ada satu hal yang ku sukai pada saat memainkannya.
[Jam ke-48]
Operasi Kalina berjalan dengan baik. Sebelum pulang mengakhiri sif pertama nya, Gina duduk disebuah kursi yang biasa dipakai untuk para perawat beristirahat. Terlihat Cristina keluar dari ruang podium dokter magang lalu menghampiri Gina. “Operasi tadi berjalan baik.”
“Ya,” jawab Gina singkat.
“Kita tidak perlu melakukan hal ini...saling diam dan…Kau harus tidur. Kau terlihat kacau sekali,” Cristina mengomentari penampilan Gina.
“Aku terlihat lebih baik darimu,” ujar Gina sambil tersenyum.
“Itu tidak mungkin.”
Gina menghela nafas. Daniel muncul memeriksa beberapa catatan diatas meja perawat. “Tadi itu keren sekali,” komentar Gina.
“Hmm….”
“Kau berlatih dengan mayat, kau observasi dan kau pikir kau tahu apa yang kau rasakan saat berdiri di meja itu, tapi...tadi itu sangat memabukkan. Aku tidak tahu kenapa orang-orang malah mengkonsumsi narkoba.”
“Ya. Aku harus, ah, pergi untuk melakukan operasi lain.” Daniel berpamitan pada Gina.
“Ya silahkan saja. Sampai bertemu lagi.”
“Sampai bertemu.”
[Diary Gina] Jadi ... aku berhasil melalui shift pertamaku. Kami semua berhasil. Dokter magang lain semuanya orang baik. Kau akan menyukai mereka .... menurutku. Aku tidak tahu, mungkin. Aku menyukai mereka.
Sepulang bekerja, Gina langsung menemui ibunya di tempat perawatan. Mencurahkan semua pengalamannya hari itu. “Oh, dan aku berubah pikiran ... aku tidak akan menjual rumahnya, aku akan menjaganya, aku harus mencari beberapa teman serumah, tapi ini adalah rumah, Mami tahu?” ucap Gina.
“Apakah kau dokter?” Ibunya memandang Gina kebingungan.
Dengan sabar Gina menjawab. “Bukan ... aku bukan doktermu, tapi aku memang dokter.”
“Siapa namamu?”
“Ini aku, Mam ... Gina.” Tangan Gina menggenggam tangan ibunya.
“Baiklah. Sepertinya dulu aku seorang dokter?”
Gina tersenyum lalu menjawab. “Kau memang seorang dokter, Mam. Kau seorang dokter bedah," jauh dalam lubuk hatinya Gina berjanji bahwa dia akan menemukan obat untuk ibunya.
Bersambung...
Catatan:
*Aneurysm: terkena pelebaran pembuluh darah.
*Subarachnoid hemorrhage: pendarahan otak mendadak.
Title: The Mother (Brandi Carlile)
[Diary Gina]Ini semua tentang garis. Garis akhir di ujung rumah sakit. Mengantri untuk dapat kesempatan bisa berada di meja operasi. Dan lalu ada garis yang paling penting, garis yang memisahkanmu dari dengan siapa kau bekerja. Hal itu tidak akan membuat begitu akrab untuk berteman. Kau butuh batasan antara dirimu dan dunia ini. Orang lain terlalu berantakan. Ini semua tentang garis. Menggambar garis di tanah dan berdoa sangat keras supaya orang lain tidak melewatinya.Sif kedua Gina sangat bersemangat sekali. Pagi-pagi dia sudah berganti pakaian di loker. Tak lupa flat shoes motif macan pemberian ibunya dia simpan dengan sangat baik, keputusan Gina untuk mempertahankan rumahnya mengharuskan Gina mencari teman untuk tinggal supaya dia tidak keteteran. Beberapa pengumuman sudah dia tempel di tempat-tempat yang sangat strategis seperti loker, cafetaria juga ruang informasi.
Ruang ICU sibuk dengan kedatangan pasien baru. Para dokter dan perawat menanganinya dengan segera. “Wanita 25 tahun ditemukan pingsan di taman. Status: Post-trauma. Saat dia datang, tingkat kesadarannya di level enam. Tekanan darah: 80 per 60. Hasil pemeriksaan menandakan positif trauma benda tumpul di kepala. Suara nafas tidak sama, pupil kanan melebar. Dan dia siap untuk di sinar x. Kau siap?” lapor perawat saat Gina tiba disana.Sepersekian detik Gina terdiam. Ada yang mengganggu pikiran Gina. Sepatu korban sama persis seperti yang dia kenakan. Sepasang flat shoes bermotif macan.“Hey!” Gina dibentak perawat yang memberinya laporan.“Ya. Pastikan pemeriksaan CT Scan kosong. Beritahu mereka aku akan kesana. Nyalakan monitor portablenya. Panggil bagian pernapasan untuk pasang ventilator. Aku aka
Satu-satunya pelanggaran juga hiburan Gaby dan Gina disaat mereka suntuk adalah ruangan bayi. Entah mengapa menatap satu-persatu wajah mereka membuat hari-hari berat menjadi nyaman. Semenjak tiba, Gaby terus menerus berceloteh dengan menggunakan bahasa bayi sambil dadah-dadah dibalik kaca pembatas, membuat Gina geli sendiri. “Kau benar-benar keibuan,” sahut Gina, dijawab dengan bunyi alarm panggilan Gaby. “Ada kode, aku harus pergi.” Gaby meninggalkan Gina sendirian di ruang bayi. “Kalian sangat menggemaskan,” gumam Gina. Tiba-tiba mata Gina tertuju pada seorang bayi yang terlihat bermasalah. Tubuh bayi itu membiru dan si bayi tidak menangis seperti yang lainnya. Mata Gina menyapu seluruh ruangan, mencari dokter atau perawat yang kebetulan sedang berjaga. Tapi dia tak bisa menemukan seorangpun. Untuk memastikan tak ada yang
Sudah hampir 10 tahun dr. Bram bekerja menjadi dokter bedah. Tak pernah sekalipun melihat kemarahan dr. Richard yang seperti tadi. Dia merasa pekerjaannya terlalu sempurna dan dia layak untuk memimpin unit bedah. “Semua ini harus ada jawabannya.” Begitu batin dr. Bram. Diamelangkah ke ruang operasi di lantai dua. Ruang operasi 1 memang terpisah dari bangunan utama. Biasanya ruang operasi 1 disediakan untuk pasien VIP yang ingin privacy. Alasan kenapa pria tadi dibawa kesana sebab polisi ingin dia diamankan dan mencegahnya melarikan diri saat siuman.dr. Han terlihat berdiri di atas jembatan kaca penghubung gedung utama dan OK satu. dr. Bram menghampiri dan berdiri tepat di sebelahnya lalu bertanya. “Sebelum operasi aku mau bertanya padamu. Menurutmu aku terlalu percaya diri?”dr. Han menjawab tanpa menoleh sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak….”
[Diary Gina] Ingat saat kau masih kecil, dankekhawatiran terbesarmu adalah, apakah kau akan mendapatkan sepeda untuk ulang tahunmu atau apakah kau bisa makan kue kesukaan untuk sarapan pagi? menjadi dewasa, benar-benar overrated. Maksudku, serius, jangan tertipu dengan semua sepatu mahal dan seks yang hebat atau tidak ada orang tua manapun memberitahu kamu apa yang harus dilakukan. Masa dewasa adalah tanggung jawab. Sebagai pengacara keluarga yang sudah bekerja pada keluarga Rachman selama bertahun-tahun. Berkali-kali Dewi berusaha meyakinkan Gina untuk lebih memahami situasi terburuk yang akan dihadapi ibunya. Pagi itu Almira, penanggung jawab di rumah perawatan mengajaknya bicara agar Gina mau menemui Dewi dan ibunya. Gina baru saja pulang kerja dan belum sempat tidur, suaranya serak, berkali-kali Gina
dr. Han langsung mengkoordinasi semua anak magangnya supaya bisa membantu dr. Richard untuk menemukan orang yang bertanggung jawab atas malapraktik* 5 tahun lalu terhadap Ny. Tiara. “Gaby, tetaplah bersama pasien. Jaga agar dia bahagia … dia sepertinya menyukaimu.” Perintah dr. Han pada Gaby. “Baiklah, baiklah, um, berapa lama aku? Maksudku, secara teknis, aku pulang jam 6:00.” Dengan hati-hati Gaby meminta dr. Han agar memulangkannya tepat waktu. “Apakah aku diundang?” cetus dr. Han membahas pesta yang akan diadakan Gaby dan Izzie di rumah Gina. Gaby kaget dari mana dr. Han bisa tahu rencana pestanya. “Maaf?” cetus Gaby disambut lirikan cemas dari Cristina yang berdiri di sebelahnya. “Apakah aku diundang ke pesta?” ulang dr. Han. “Oh, yah begitulah ya, ya, tentu saja,” jawab Gaby mengiyakan permintaan dr. Han. dr. Han tersenyum puas lalu masuk ke ruangan konsulen. C
Cristina berjalan menuju ruang arsip. Dia membereskan beberapa berkas pasien. Kebetulan ruang arsip berseberangan dengan ruang konsulen. Dengan jelas Cristina bisa melihat, Nazi sedang bicara dengan dr. Bram di ruangan konsulen. Cristina bisa menangkap bahwa Nazi sedang berbicara tentang penemuan berkas penting operasi 5 tahun lalu. Terlihat dr. Bram tertunduk seolah terpapar penyesalan yang sangat mendalam. Cristina berusaha tidak peduli, dia bersiap-siap pulang untuk pergi ke pesta Izzie di rumah Gina. Dengan perasaan yang masih kesal karena tidak berhasil membujuk ibunya untuk menandatangani berkas dokumen penting. Akhirnya Gina pulang ke rumah untuk beristirahat. Tapi apa yang dia dapat? Halaman rumahnya dipenuhi dengan orang-orang yang berseliweran keluar masuk. Hentakan musik terdengar sayup-sayup dari dalam sana. “Izzie, aku akan membunuhmu,” gumam Gina.
Pagi-pagi sebelum jam 7 Gina sudah datang ke Mandaya. Hari ini memang sangat menentukan dimana dia akan dipertemukan dengan Kepala Rumah sakit dan pengacara RS untuk membahas kesalahan yang dia lakukan pada saat operasi jantung. Tak ada lagi beban dalam hati Gina. Dia pasrah meskipun memang harus dipecat hari itu juga. Semua memang karena kesalahannya. "Paling tidak aku memiliki sahabat-sahabat yang terbaik." Begitu batin Gina.Seperti biasa, Gaby, Izzie dan Cristina menunggu kabar sambil duduk-duduk di sebuah bangku pojok RS yang jaraknya tak jauh dari ruang meeting."Apa yang kamu pikirkan?" celetuk Gaby pada Cristina yang tampak sangat tegang sekali."50 persen akan mengatakan Gina harus dilempar keluar dan Bram bersih," jawab Cristina sambil mengetuk-ngetuk ujung stetoskop supaya tidak terlihat gugup."Tolong bersikap baik padanya," sahut Izzie sambil memandang kedua sahabatnya satu persatu.Di dalam ruangan meeting semua tampak tegang. Sebenarnya Rich
Izzie terburu-buru pergi ke ruangan anak. Di tangga darurat dia bertemu dengan Alex. Izzie malu-malu saat bertemu Alex. Jelas sekali tampak dari wajahnya kalau dia memang sudah jatuh cinta pada Alex."Hei ... Hei tunggu," sapa Alex.Izzie berhenti dan berbalik "Apa?""Nih ada bulu mata di pipimu," suara Alex manja. "Ayo make A wish." Gurauan Alex berhasil membuat Izzie tertawa.Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang perawat yang sering membantu Alex. Perilaku Alex yang manis tiba-tiba berubah menjadi arogan. Satu hal yang Izzie benci. "Hei, Perawat bodoh. Ada bau orang mati kamar 4125. Lakukan sesuatu sebelum dia membusuk," kata Alex dengan sinis. Izzie lalu berjalan menjauh melihat kelakuannya."Lihat? Itulah yg ingin aku katakan. Kenapa kamu begitu takut meperlihatkan pada orang bahwa kau juga manusia?" Gaby serta Merta menyela."Ingat saat dia memasang wallpaper di tempat itu de
Pagi itu, sebelum berangkat kerja Gina mengajak Cristina Jogging. Selama Jogging tak henti hentinya mereka saling mengumpat. "Oh. kamu bodoh. oh, Tuhan. Kamu seorang gadis jahat bodoh dan aku ingin membunuhmu," umpat Cristina sambil terus berlari.Gina langsung berkomentar. "Endorfin itu baik. Endorfin* adalah lift mood. Ini seharusnya membuat kitamerasa lebih baik. Oh, Tuhan. Apakah kamu merasa lebih baik?" Gina malah balik bertanya pada Cristina."Aku bodoh, nyonya slutty, wanita nakal hamil. Tidur dengan atasan kita.adalah ide yg bagus." Cristina langsung menghela nafas sambil membaringkan dirinya di rumput taman. Gina mengikutinya, dia rebah di sebelah Cristina. "Kamu tahu apa yang menghancurkanku?" kata Gina sambil sesekali mengatur nafasnya. "Kapal feri. Dulu aku suka kapal feri. Dan Daniel berhubungan dengan kapal feri. Sekarang setiap kali aku lihat kapal feri ..."Cristina tak mau kalah, dia ceritakan juga kegalauannya. "Kamu tahu apa yang mengh
dr. Bram mendapatan laporan dari Ny. Paula, sekretaris dia. "Donor dari Jakpus harus berada di sini jam tiga. Tim Harvest dalam perjalanan masuk. Aku perlu menghubungi pusat transplantasi tentang Bob mendapatkan hati anaknya."Gina muncul menghadap pada dr Bram. "dr. Bram? dr.Han membutuhkan OR dan ruangan semua dipesan.""Untuk?" tanya Bram.Gina memberikan hasil pemeriksaan. "Obstruksi usus yang muncul.""Obat-obatan?" cetus dr. Bram sambil melihat hasil Rontgen.Gina menyela. "Sepuluh kepala boneka Judy.""Serius?" dr. Bram terbelalak kaget."Iya..Aku bisa melihat wajah mungil mereka. "Tolong, biarkan aku keluar." Celetuk Paula."Hernia Bump Warner dalam satu, tapi jangankatakan padanya apa yang kita keluarkan," kata Bram pada Gina."Terima kasih."dr. Bram langsung masuk ke ruangan Richard. Disana tampak Adele sedang membereskan barang-barang Richard. "Jika dia tidak bisa dimasuki disini, Dia ingin mem
♥DG/ Aku punya seorang bibi yang setiap kali dia menuangkan sesuatu untukmu, akan berkata, "Katakan kapan."Pagi hari yang sangat menyiksa. Semalaman Gina mabuk berat dan pagi ini dia harus berbaring di kamar mandi karena muntah terus-terusan. "Bukan kita. Itu mereka. Mereka dan anak laki-laki bodoh mereka. Mereka tidak mengatakan bahwa mereka punya istri," ceracau Gina sambil berbaring.Cristina yang rebah diatas bathtub ikut menimpali. "Mereka sama sekali tidak memberi peringatan bahwa mereka akan putus denganmu. Bukan masalah Bram putus dengan aku. Tapi cara dia putus denganku. Seperti itu bisnis. Seperti bisnis ... Seperti dia bos ku." Celoteh Cristina."Dia memang bos kamu," sahut Gina. "Dan yang lebih buruk lagi adalah aku peduli. Aku akan muntah lagi," buru-buru Gina menghampiri Closet.♥DG/ Bibiku akan berkata, "Katakan kapan," dan tentu saja kita tidak pernah melakukannya."Tidak tunggu alarm palsu." Gina mengurungkan niatnya
Ruang bayi masih tetap menjadi tempat menenangkan untuk Gaby dan Gina. Begitu juga hari itu secara tak sengaja mereka bertemu disana.Gaby bergumam, menghafal kata-kata yang akan dia ucapkan pada kepala RS. "Oh, hai, Chief. Tidak, tidak banyak yang terjadi. Selain kepala sementaramu dengan teman aku di tangga, Tapi, hei ... tugas spons menyebalkan.” Gaby bergumam sendiri. Tanpa dia sadari Gina sudah berdiri di sebelahnya. "Kamu berbicara dengan diri Kamu sekarang?" tanya Gina."Ya. Tidak!" Gaby gelagapan."Sialan, aku spons yang buruk. Spons yang bocor. Aku akan membocorkan semua rahasia yang salah. Aku pembohong yang buruk, bahkan tidak bisa berbohong tentang berbicara kepada diri sendiri. Kamu terlihat cantik hari ini." Gaby berusaha mengalihkan perhatian.Gina menjawab. "Pakai lip gloss baru aku. Karena istri mantan pacar aku terlihat seperti lsabella freakin 'Rossellini, dan aku seperti ... aku. A
♥DG/ ☆☆☆♥DG/ Menjadi ahli bedah yg bagus, Kamu harus berpikir seperti ahli bedah. Emosi-emosi berantakan. Menyimpannya dengan rapi. dan langkah ke dalam sebuah bentuk, ruangan steril. Padahal itu prosedur yg simple. potong, jahitan bedah dan tutup.♥Gina duduk di Star Bar. Bar tempat pertama kalinya bertemu dengan Daniel dan kini dia harus disana merayakan kehilangan."Kamu kelihatan familiar. Kamu pernah kemari sebelumnya?" tanya Joe si pemilik bar dengan ramah.""Sekali. Itu berjalan lancar." Jawab GinaJoe tersenyum. "aku tahu tatapan itu. Yang satu dari dua hal. Salah satu bosmu memberimu neraka atau pacarmu. Yang mana itu?""Keduanya." Jawab Gina asal-asalan. "Tetapi kadang-kadang, Kamu dilapisi dengan sebuah luka
Cristina dan Izzie segera melakukan tindakan pada Tn. Frank. "Tn. Frank, kami akan memberikan bius lokal, tapi mungkin kau akan merasa ada tekanan." "OK. Aku siap," jawab Tn Frank dengan percaya diri. "Tekan kulitnya," Cristina menyuruh Izzie. "OK." Selang dimasukan. Cristina melanjutkan tindakanya, "Aku sampai di rongga peritoneum. Cairannya ada darahnya." Gumam Cristina. "Apa memang seharusnya berdarah?" tanya Izzie. "Kalian pernah melakukan ini, kan?" Tn Frank ikut berkomentar. Cristina tersinggung "Tentu saja. Beribu kali." Beberapa saat kemudian Bagus, Mr. Frank. Selang sudah terpasang di tubuh Mr. Frank "OK. Tunggu, tunggu. OK, ayo." "Bagus," sahut Cristina sambil menghela nafas. "Sekarang kita tinggal tunggu." ☆☆☆ Richard dan Daniel langsung memeriksa hasil MRI Richard. "Kau lihat disitu?" Kata Daniel pada Richard. "Mm-hmm." Gumam dr. Richard. "Itu tumor, dan tumorn
Dengan hati-hati Daniel mengetuk pintu ruangan kerja dr. Richard lalu dia duduk tepat di hadapannya, seolah Daniel bisa membaca dengan tepat kegalauan yang tersirat di mata dr. Richard dia langsung bertanya. "Kau menjatuhkan alat operasi." Daniel lalu terdiam, melihat respon dari dr. Richard. "Baiklah…" dr. Richard terdiam sejenak lantas menatap Daniel lekat-lekat. "Beberapa minggu yang lalu, aku menjalani operasi, dan penglihatan di mata kiriku jadi kabur. Setelah beberapa jam, akan kembali normal. Tapi muncul lagi." "Apa kau sudah memeriksanya?" tanya Daniel "Hasil pemeriksaan normal. Dokter mataku bilang karena aku semakin tua. Tapi kau tahu kemerosotan kemampuan penglihatanku bisa berarti apa." "Aku akan siapkan beberapa pemeriksaan." Daniel langsung segera menindaklanjuti keluhan dr. Richard. "Daniel…Aku tahu bagaimana rumor cepat tersebar disini. Jadi cukup simpan untuk kita saja." Daniel segera mengangguk
Seorang pria tua denga perut membengkak memjadi pasien Cristina dan Izzie. Hari itu mereka mulai pemeriksaan, "Tn. Frank, sudah berapa lama perutmu begini?" tanya Cristina."Perutnya membesar selama beberapa waktu," jawab Ny. Frank."Aku sudah bilang padanya ada yang salah," Alice, anak dari tuan Frank ikutan berkomentar. "Tidak ada orang yang menggemuk secepat ini. Sudah ku bilang. Semua orang sudah bilang padanya," dia berbicara dengan nada sinis pada ayahnya."Dia mengidap adanya gumpalan cairan. Pembuluh darah abnormal di dekat kulit," ungkap Izzie."Apa artinya itu?""Kita harus melakukan beberapa pemeriksaan.""Bagus…" sela Alice. "Berapa yang harus kita bayar kali ini?""Alice, jangan!" Ny. Frank memotong ucapan Alice.☆☆☆Menjelang sore Gaby menghampiri ruangan hasil lab untuk mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. "Hai, ah, hasil untuk Gaby?""Aku tidak lihat ada disini. Siapa nama pasiennya?"