Tahun 2005 adalah tahun terbaik untuk Anggina Rachman. Berbekal nilai cumlaude dari FKUI, juga nama besar ibunya yang tiada lain seorang Dokter spesialis bedah paling terkenal di Jakarta bernama dr. Elya Rachman, bukanlah hal yang sulit bagi Gina mendapatkan pekerjaan di RS bertaraf internasional di daerah Banten, Mandaya Royal Hospital Puri.
Ini adalah hari pertama Gina bekerja sebagai dokter magang di RS tersebut, sebuah langkah awal jenjang karir dia sebagai dokter. Pagi itu Gina bangun tepat pukul enam, di sampingnya seorang pria asing tampan dengan rambut ikal dan tebal yang baru saja dikenalnya tadi malam di sebuah bar tampak masih terlelap tidur tanpa memakai baju, perlahan lahan dia membangunkan pria yang bahkan namanya pun tak diketahuinya.
"Ini, umh … sangat memalukan," dalam keadaan masih mengantuk, Gina mengambil bajunya yang tergeletak di lantai lantas menutup tubuhnya yang telanjang. "Kau harus pergi." Gina mengusir pria manis yang sama sama masih terlihat mengantuk duduk di sofa rumahnya.
"Kenapa kau tidak kemari dan kita melanjutkan apa yang semalam kita lakukan?" tanya pria tampan itu sambil menggosok matanya lalu melemparkan senyuman yang sangat menggoda pada Gina.
"Tidak, kau harus pergi, aku sudah terlambat, kau pasti tidak mau terlambat di hari pertama bekerja kan? jadi...." Gina tidak meneruskan ucapannya, hanya melirik ke arah pintu keluar, berharap si pria asing memahami keinginannya.
Bukannya peka dengan kode yang diberikan Gina, pria itu malah makin kepo sambil mencari cari kemejanya dia bertanya, "Jadi … uh, kau tinggal disini?" Si pria tampan sepertinya enggan pergi.
"Tidak...." jawab Gina singkat.
"Oh...." Pria tampan itu seolah kehilangan kata-kata.
"Ya, begitulah...." Gina pun mulai sedikit canggung.
"Oh...." Lagi-lagi hanya kalimat itu yang keluar dari mulut si pria tampan. "Tempat ini bagus, sedikit berdebu, aneh, tapi bagus. Bagaimana kau bisa tinggal disini?" akhirnya dia menemukan bahan pembicaraan agar bisa lebih lama tinggal.
"Aku pindah dari Bandung dua minggu lalu. Ini rumah ibuku sebelumnya, aku mau menjualnya," jawab Gina.
"Oh, maaf...." ucap pria tampan.
"Untuk apa?" Gina mengernyitkan dahinya.
"Kau bilang … sebelumnya?"
"Oh, ibuku belum meninggal, dia…" terdiam sejenak. "Kau tahu … kita tidak perlu melakukannya," berusaha menghindari obrolan yang semakin dalam.
"Kita bisa melakukan apapun yang kau mau." Si pria tampan terus saja menggoda Gina.
"Bukan, maksudku kita tak perlu membahas kehidupan masing-masing, berpura-pura peduli … aku mau mandi, dan ketika aku kembali, kau harus sudah pulang, jadi um … sampai jumpa."
"Daniel...." cetus pria tampan memperkenalkan dirinya.
"Daniel, oh iya aku Gina."
"Gina ... Yeah, Mm-hmm. Senang bertemu denganmu."
"Dadah, Daniel..." Gina mengusir Daniel terang terangan.
☆☆☆
Jam tujuh tepat Gina sudah sampai di Mandaya Royal. Dia dan beberapa dokter magang baru mendapatkan briefing singkat sambil diajak berkeliling Rumah Sakit oleh direktur RS, dr. Richard Wibowo.
"Kalian semua datang kesini hari ini, untuk ikut berpartisipasi. Sebulan lalu, kalian di kampus diajar oleh dokter. Hari ini … kalianlah dokternya. Tujuh tahun yang akan kalian jalani disini sebagai residen bedah akan menjadi pengalaman yang terbaik sekaligus yang terburuk dalam hidupmu. Kalian akan dibuat putus asa. Lihat sekeliling kalian. Sapa para pesaingmu. Delapan orang dari kalian akan berpindah ke spesialisasi dengan lebih mudah. Lima orang akan berhenti karena tidak mampu menghadapi tekanan. Dua orang akan diberhentikan. Inilah awal karir kalian. Ini tempat kalian. Seberapa baik kalian bekerja, tergantung pada kalian."
Setelah puas berkeliling Gina dan teman teman dokter magang lainnya masuk ke loker ruang ganti untuk memakai baju kerja mereka. Masing masing sudah punya loker sendiri. Selain berganti baju. Kesempatan itu mereka gunakan untuk saling mengenal.
Dokter pembimbing sedang membagi dokter magang menjadi lima kelompok yang masing masing kelompok berjumlah 4 orang dibawahi seorang dokter residen. "Ok, Martin, Roby, Budi, Hary..." dr. Sandi mulai absen.
"Hanya enam wanita dari 20 orang?" tanya Gina pada dokter magang di sebelahnya.
"Ya, kudengar salah satunya seorang model. Yang benar saja, apa dia akan lebih dihargai?" jawab gadis sipit yang baru saja berkenalan dengan Gina.
"Kau Cristina, kan?" ujar Gina. "Siapa residen yang kau dapat? aku dapat dr. Han," sahut Gina.
"Si Hitler? aku juga," cetus Cristina.
"Kau dapat si Hitler? aku juga." Dokter magang berpenampilan cupu menutup lokernya lalu menghampiri Gina dan Cristina. "Setidaknya kita akan disiksa bersama, kan? aku Gaby." Gaby menyalami Cristina dan Gina. "Uh, kita bertemu di … acara perkenalan. Kau memakai dress hitam dengan celah di samping, sandal bertali dan ..." ucap Gaby. Gina diam saja menatap Gaby yang berceloteh. "Sekarang pasti kau pikir aku gay bukan? aku bukan gay. Itu ... itu hanya, uh, kau … kau sangat tidak terlupakan," kata Gaby malu malu. Gina meninggalkan Gaby berjalan dengan Cristina tanpa berkomentar. "Dan aku benar-benar terlupakan," gumam Gaby.
"Izie, Gina, Cristina, Gaby ..." dr. Sandi memanggil mereka. Setelah berkelompok mereka berjalan menelusuri koridor RS mencari dr. Han.
"dr. Han?" tanya Cristina pada salah satu perawat di koridor.
"Di ujung ruangan." Perawat muda itu menunjuk ujung koridor."
Itu si Hitler? kupikir si Hitler seorang pria," bisik Cristina sambil berjalan berdampingan dengan Gina ke ujung koridor.
"Kupikir si Hitler mirip Hitler..." ucap Gina. Tiba tiba Izie berjalan dengan percaya diri menyusul mereka berdua.
"Mungkin itu kecemburuan profesional, mungkin dia luar biasa dan mereka memanggilnya Hitler karena mereka iri, mungkin dia baik," ungkap Izie.
"Biar ku tebak, kau sang model?" celetuk Cristina.
"Hai, Aku Iztria Darmawan, semua orang memanggilku lzie." Izie, Gina, Gaby dan Cristina langsung menghampiri dan melapor kepada residen mereka yang sangat terkenal galak.
[1 jam pertama]
Sebagai pembimbing, dr. Han langsung mengajak ke empat anak didiknya berkeliling RS sambil terus menerangkan tentang apa yang boleh dan tidak mereka lakukan. "Aku punya lima aturan, ingat baik-baik!" Dokter Han bicara sangat ketus. "Aturan pertama: Tidak usah repot-repot menjilat padaku, aku sudah benci kalian dari awal dan Itu tidak akan berubah. Protocol trauma, daftar nomor telepon, dan alarm panggilan, perawat akan memanggil kalian. Kalian akan menjawab setiap panggilan pada gadget kalian dengan bergegas. Bergegas! Itu aturan kedua." dr. Han membentak sambil menatap mereka dengan sinis. "Shift pertama kalian dimulai sekarang dan berakhir dalam 48 jam. Kalian koass, bukan siapa-siapa, paling bawah dalam rantai makanan bedah. Kalian mengantarkan pemeriksaan lab, menjalankan perintah, bekerja setiap malam sampai kalian pingsan, dan jangan komplain." Dokter Han membawa mereka ke sebuah ruangan di pojok RS. "Ini adalah Kamar jaga. Konsulen menguasainya. Tidur kapanpun dan dimanapun kalian bisa tidur, yang berlanjut ke aturan ketiga. Jika aku tidur, jangan bangunkan aku kecuali pasienmu benar-benar sekarat." Izie, Gina dan Cristina menelan ludah. "Aturan keempat, pasien sekarat sebaiknya tidak meninggal ketika aku tiba. Bukan hanya kalian sudah membunuh seseorang, tapi kalian juga membangunkanku tanpa alasan. Jelas?"
Gina mengangkat tangannya.
"Ya?"
"Kau bilang lima aturan. Itu hanya empat," tanya Gina.
Bip bip bip … alarm panggilan dr. Han berbunyi, dia berlari, diikuti keempat anak didiknya. "Aturan kelima, ketika aku bergerak, kalian bergerak. Minggir!" Mereka berlima langsung lari ke atas gedung dimana terdapat helipad karena seorang pasien gawat dibawa dari sana.
"Kenapa dia?" tanya dr. Han pada perawat yang membawanya.
"Kalina, 15 tahun, kejang-kejang, hilang timbul seminggu terakhir. IV hilang dalam perjalanan, mulai kejang saat kami turunkan," lapor perawat yang membawanya. dr. Han langsung mengkoordinasikan anak didiknya. "Baiklah, putar badannya. Izie, 10 mg Diazepam IM*." Bukan, bukan. White lead* di sebelah kanan. Kanan, putih. IV* ukuran besar. Jangan sampai darahnya rusak. Ayo!" Dokter Han memerintahkan anak-anak magangnya menangani Kalina di IGD."
"Apa yang kita dapat?" Seorang Dokter Spesialis bernama dr. Bram masuk ruangan IGD.
"Kejang kejang dokter!" lapor dr. Han.
"dr. Han, ayo shotgun dia," perintah dr. Bram
"Shotgun artinya semua pemeriksaan dalam buku kalian: CT-Scan, CBC, chem-7, tox screen. CBC : Complete Blood Count Chem-7 : Pemeriksaan fungsi ginjal Tox screen : Skrining racun." Dokter Han menjelaskan detail Shotgun. "Cristina kau kerjakan labnya, Gaby tes medis lengkap, Gina, antar Kalina untuk CT-Scan. Dia tanggung jawabmu sekarang."
"Tunggu, bagaimana denganku?" tanya Izie.
"Sayang, kau lakukan pemeriksaan rectum*."
☆☆☆
Menjelang siang, dr. Han sedang mendampingi dokter bedah melakukan operasi, Cristina yang diberi tugas melakukan pemeriksaan lab sudah memegang hasilnya dan hendak memberikan berkasnya pada dr. Han. Sambil menunggu dr. Han keluar dari ruangan, diam diam Cristina mengintipnya dari kaca jendela pintu ruang operasi.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya dr. Han dengan ketus sambil membuka pintu setelah selesai memberikan tindakan pada pasiennya.
"Hasil lab Kalina sudah keluar, semua normal, tidak ada kelainan yang menyebabkan kejangnya."
"OK..." cetus Hitler singkat.
Dengan hati-hati kemudian Cristina mulai ungkapkan keinginannya. "Uh, kudengar setiap tahun konsulen yang jaga memilih koass terbaik dan memberi mereka kesempatan melakukan suatu prosedur saat shift pertama." Hitler menatap Cristina dengan tatapan yang menyebalkan. "Aku hanya bilang, itu yang kudengar," lanjut Cristina yang langsung tak bernyali melihat tatapan dr. Han.
"Pergi sana ... sekarang!" sang Hitler mengusir Cristina tanpa ragu.
Bersambung…
~~~~
*IM : IntraMuskular/suntikan ke otot.
*IV : Intravena/suntikan ke urat nadi.
*White lead : Senyawa karbonat.
*Pemeriksaan Rectum: Pemeriksaan lewat lubang anus.
Title: Work Hard, Play Hard (David Guetta)
Hari pertama, Gaby bertugas memeriksa Tn. Hendrawan yang di diagnosis penyumbatan jantung dan harus segera dioperasi bypass. Sebagai asisten dr. Bram, Gaby berusaha memahami setiap langkah dan prosedur dokter pembimbingnya. "Ya, kedengarannya bagus," Gaby memberitahukan hasil pemeriksaan sambil memasukan stethoscope ke saku jas dokternya. Ny Hendrawan, menggenggam tangan suaminya lantas mengelusnya seraya bertanya pada Gaby, "Apa dia akan baik-baik saja?" Gaby terenyuh melihat kemesraan di depannya, segera dia meyakinkan Ny. Hendrawan, "Dia akan baik-baik saja," jawab Gaby. Wajah Tn. Hendrawan merengut seperti anak kecil yang akan diambil mainannya. "Sayang sekali aku harus berhenti makan bacon." Dia masih bisa bercanda, padahal esok akan menjalani prosedur bes
Jam 16.00, waktunya Appendectomy yang akan dilakukan Gaby dengan bimbingan dr.Bram. Tampak Gaby terus bergumam sambil menenangkan dirinya di dalam ruangan OK, pasien sudah dalam keadaan dibius. Dua orang perawat dan satu dokter anestesi juga hadir di sana membantu Gaby, mereka semua menunggu kedatangan dr.Bram. "Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup. Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup." Gaby berulang ulang melafalkan urutan tindakan saat operasi. Sementara itu teman-teman yang menonton di podium koass yang diberi kaca tepat diatas ruang OK, malah sibuk bertaruh untuk Gaby. "Dia akan pingsan … orang lemah," ejek Alex. "Dia selalu keringat. Dia pasti akan berkeringat dan jadi tidak steril. Taruhan 100rb dia salah menentukan titik McBurney*."
Di ruangan informasi, para dokter magang dan perawat saling berbagi informasi tentang pasien mereka. Alex sedang berhadapan dengan Sofia, seorang perawat senior yang sudah belasan tahun bekerja di Mandaya Royal. Dia melaporkan hasil pemeriksaan pasien 4-B untuk diberikan diagnosis agar bisa ditindaklanjuti dengan segera."Ini. Bawa ke lab." Alex memberikan berkas yang sudah dia tanda tangan. "4-B mengalami pneumonia post-op*. Mulai diberikan antibiotik," perintah Alex."Kau yakin diagnosisnya benar?" Bu Sofia yang sudah berpengalaman menjadi perawat tampak ragu."Aku tidak tahu … aku hanya koass. Bagaimana kalau kau pergi belajar empat tahun di FK lalu beritahu aku ini diagnosis yang benar? dia sesak napas, dia demam, dia post-op. Berikan antibiotik!" ujar Alex sambil berlalu. "Tuhan, aku benci perawat." Alex
dr. Santoso muncul dengan wajahnya yang tegang masuk ke ruang meeting. dr. Han mengikutinya dari belakang. Anak anak koass saling pandang sambil menebak nebak berita apa gerangan yang dibawa dr. Santoso.“Selamat pagi!” sapa dr. Santoso.Serentak anak anak magang menjawab. “Selamat pagi dok.”Tanpa basa basi dr. Santoso langsung bicara. “Aku akan melakukan sesuatu yang sangat jarang bagi dokter bedah. Aku akan meminta tolong kepada dokter magang. Aku punya kasus, Nama pasien Kalina. Sekarang, dia adalah misteri. Dia tidak merespon pengobatan kita. Hasil laboratoriumnya bersih, hasil scan nya bagus, tapi dia mengalami kejang *tonik klonik dengan penyebab yang tak bisa dilihat. Dia adalah jam pasir kita. Dia akan meninggal jika aku tidak menemukan diagnosisnya, makanya aku minta tolong pada kalian. Aku tidak bisa melakukannya sendirian. Aku butuh pemikiran tambahan kalian, pengamatan tamba
Setelah Gina dan Cristina sepakat untuk menegakkan diagnosis mereka, mereka langsung berkeliling RS untuk mencari dr. Santoso dan melaporkan kajiannya. Di lantai tiga terlihat dr. Santoso bergegas memasuki lift. Tanpa membuang waktu Gina dan Cristina mengejarnya.“Oh. Oh, dr.. Santoso, tunggu sebentar.” Dengan sangat percaya diri Cristina bicara. Gina hanya diam saja berdiri di sebelah Cristina. “Kalina berkompetisi di kontes kecantikan.” Pintu lift hampir menutup. Cristina menahan dengan tangannya demi mendengar pendapat dr. Santoso.“Aku tahu itu, tapi kita harus tetap menyelamatkan hidupnya.” dr. Santoso tampak tidak terlalu tertarik dengan diagnosis kedua anak magangnya.“Dia tidak ada riwayat sakit kepala, tidak ada sakit leher, CT scannya nya bersih. Tidak ada bukti ke
[Jam ke-40]Dalam keadaan terbius total. dr. Santoso mencukur rambut Kalina sebelum melakukan prosedur operasi. Gina berjalan perlahan mendekat dan berdiri tepat di sebelah Kalina. “Aku janji aku akan membuatnya keren,” kelakar dr. Santoso sambil terus mencukur rambut Kalina. “Jadi ratu kecantikan yang botak adalah hal terburuk tapi itu terjadi di dunia nyata.”Gina tak mau lagi menahan unek-unek perihal alasan Daniel memilihnya, bukan memilih Cristina. “Apakah kau pilih aku untuk ikut operasi karena aku tidur denganmu?” tanya Gina.“Ya….” jawab Daniel sambil tertawa. “Aku bercanda….” Mata Daniel melirik Gina yang terlihat mulai kesal.Terus terang dia langsung menolaknya. “Aku tidak akan iku
[Diary Gina]Ini semua tentang garis. Garis akhir di ujung rumah sakit. Mengantri untuk dapat kesempatan bisa berada di meja operasi. Dan lalu ada garis yang paling penting, garis yang memisahkanmu dari dengan siapa kau bekerja. Hal itu tidak akan membuat begitu akrab untuk berteman. Kau butuh batasan antara dirimu dan dunia ini. Orang lain terlalu berantakan. Ini semua tentang garis. Menggambar garis di tanah dan berdoa sangat keras supaya orang lain tidak melewatinya.Sif kedua Gina sangat bersemangat sekali. Pagi-pagi dia sudah berganti pakaian di loker. Tak lupa flat shoes motif macan pemberian ibunya dia simpan dengan sangat baik, keputusan Gina untuk mempertahankan rumahnya mengharuskan Gina mencari teman untuk tinggal supaya dia tidak keteteran. Beberapa pengumuman sudah dia tempel di tempat-tempat yang sangat strategis seperti loker, cafetaria juga ruang informasi.
Ruang ICU sibuk dengan kedatangan pasien baru. Para dokter dan perawat menanganinya dengan segera. “Wanita 25 tahun ditemukan pingsan di taman. Status: Post-trauma. Saat dia datang, tingkat kesadarannya di level enam. Tekanan darah: 80 per 60. Hasil pemeriksaan menandakan positif trauma benda tumpul di kepala. Suara nafas tidak sama, pupil kanan melebar. Dan dia siap untuk di sinar x. Kau siap?” lapor perawat saat Gina tiba disana.Sepersekian detik Gina terdiam. Ada yang mengganggu pikiran Gina. Sepatu korban sama persis seperti yang dia kenakan. Sepasang flat shoes bermotif macan.“Hey!” Gina dibentak perawat yang memberinya laporan.“Ya. Pastikan pemeriksaan CT Scan kosong. Beritahu mereka aku akan kesana. Nyalakan monitor portablenya. Panggil bagian pernapasan untuk pasang ventilator. Aku aka
Izzie terburu-buru pergi ke ruangan anak. Di tangga darurat dia bertemu dengan Alex. Izzie malu-malu saat bertemu Alex. Jelas sekali tampak dari wajahnya kalau dia memang sudah jatuh cinta pada Alex."Hei ... Hei tunggu," sapa Alex.Izzie berhenti dan berbalik "Apa?""Nih ada bulu mata di pipimu," suara Alex manja. "Ayo make A wish." Gurauan Alex berhasil membuat Izzie tertawa.Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang perawat yang sering membantu Alex. Perilaku Alex yang manis tiba-tiba berubah menjadi arogan. Satu hal yang Izzie benci. "Hei, Perawat bodoh. Ada bau orang mati kamar 4125. Lakukan sesuatu sebelum dia membusuk," kata Alex dengan sinis. Izzie lalu berjalan menjauh melihat kelakuannya."Lihat? Itulah yg ingin aku katakan. Kenapa kamu begitu takut meperlihatkan pada orang bahwa kau juga manusia?" Gaby serta Merta menyela."Ingat saat dia memasang wallpaper di tempat itu de
Pagi itu, sebelum berangkat kerja Gina mengajak Cristina Jogging. Selama Jogging tak henti hentinya mereka saling mengumpat. "Oh. kamu bodoh. oh, Tuhan. Kamu seorang gadis jahat bodoh dan aku ingin membunuhmu," umpat Cristina sambil terus berlari.Gina langsung berkomentar. "Endorfin itu baik. Endorfin* adalah lift mood. Ini seharusnya membuat kitamerasa lebih baik. Oh, Tuhan. Apakah kamu merasa lebih baik?" Gina malah balik bertanya pada Cristina."Aku bodoh, nyonya slutty, wanita nakal hamil. Tidur dengan atasan kita.adalah ide yg bagus." Cristina langsung menghela nafas sambil membaringkan dirinya di rumput taman. Gina mengikutinya, dia rebah di sebelah Cristina. "Kamu tahu apa yang menghancurkanku?" kata Gina sambil sesekali mengatur nafasnya. "Kapal feri. Dulu aku suka kapal feri. Dan Daniel berhubungan dengan kapal feri. Sekarang setiap kali aku lihat kapal feri ..."Cristina tak mau kalah, dia ceritakan juga kegalauannya. "Kamu tahu apa yang mengh
dr. Bram mendapatan laporan dari Ny. Paula, sekretaris dia. "Donor dari Jakpus harus berada di sini jam tiga. Tim Harvest dalam perjalanan masuk. Aku perlu menghubungi pusat transplantasi tentang Bob mendapatkan hati anaknya."Gina muncul menghadap pada dr Bram. "dr. Bram? dr.Han membutuhkan OR dan ruangan semua dipesan.""Untuk?" tanya Bram.Gina memberikan hasil pemeriksaan. "Obstruksi usus yang muncul.""Obat-obatan?" cetus dr. Bram sambil melihat hasil Rontgen.Gina menyela. "Sepuluh kepala boneka Judy.""Serius?" dr. Bram terbelalak kaget."Iya..Aku bisa melihat wajah mungil mereka. "Tolong, biarkan aku keluar." Celetuk Paula."Hernia Bump Warner dalam satu, tapi jangankatakan padanya apa yang kita keluarkan," kata Bram pada Gina."Terima kasih."dr. Bram langsung masuk ke ruangan Richard. Disana tampak Adele sedang membereskan barang-barang Richard. "Jika dia tidak bisa dimasuki disini, Dia ingin mem
♥DG/ Aku punya seorang bibi yang setiap kali dia menuangkan sesuatu untukmu, akan berkata, "Katakan kapan."Pagi hari yang sangat menyiksa. Semalaman Gina mabuk berat dan pagi ini dia harus berbaring di kamar mandi karena muntah terus-terusan. "Bukan kita. Itu mereka. Mereka dan anak laki-laki bodoh mereka. Mereka tidak mengatakan bahwa mereka punya istri," ceracau Gina sambil berbaring.Cristina yang rebah diatas bathtub ikut menimpali. "Mereka sama sekali tidak memberi peringatan bahwa mereka akan putus denganmu. Bukan masalah Bram putus dengan aku. Tapi cara dia putus denganku. Seperti itu bisnis. Seperti bisnis ... Seperti dia bos ku." Celoteh Cristina."Dia memang bos kamu," sahut Gina. "Dan yang lebih buruk lagi adalah aku peduli. Aku akan muntah lagi," buru-buru Gina menghampiri Closet.♥DG/ Bibiku akan berkata, "Katakan kapan," dan tentu saja kita tidak pernah melakukannya."Tidak tunggu alarm palsu." Gina mengurungkan niatnya
Ruang bayi masih tetap menjadi tempat menenangkan untuk Gaby dan Gina. Begitu juga hari itu secara tak sengaja mereka bertemu disana.Gaby bergumam, menghafal kata-kata yang akan dia ucapkan pada kepala RS. "Oh, hai, Chief. Tidak, tidak banyak yang terjadi. Selain kepala sementaramu dengan teman aku di tangga, Tapi, hei ... tugas spons menyebalkan.” Gaby bergumam sendiri. Tanpa dia sadari Gina sudah berdiri di sebelahnya. "Kamu berbicara dengan diri Kamu sekarang?" tanya Gina."Ya. Tidak!" Gaby gelagapan."Sialan, aku spons yang buruk. Spons yang bocor. Aku akan membocorkan semua rahasia yang salah. Aku pembohong yang buruk, bahkan tidak bisa berbohong tentang berbicara kepada diri sendiri. Kamu terlihat cantik hari ini." Gaby berusaha mengalihkan perhatian.Gina menjawab. "Pakai lip gloss baru aku. Karena istri mantan pacar aku terlihat seperti lsabella freakin 'Rossellini, dan aku seperti ... aku. A
♥DG/ ☆☆☆♥DG/ Menjadi ahli bedah yg bagus, Kamu harus berpikir seperti ahli bedah. Emosi-emosi berantakan. Menyimpannya dengan rapi. dan langkah ke dalam sebuah bentuk, ruangan steril. Padahal itu prosedur yg simple. potong, jahitan bedah dan tutup.♥Gina duduk di Star Bar. Bar tempat pertama kalinya bertemu dengan Daniel dan kini dia harus disana merayakan kehilangan."Kamu kelihatan familiar. Kamu pernah kemari sebelumnya?" tanya Joe si pemilik bar dengan ramah.""Sekali. Itu berjalan lancar." Jawab GinaJoe tersenyum. "aku tahu tatapan itu. Yang satu dari dua hal. Salah satu bosmu memberimu neraka atau pacarmu. Yang mana itu?""Keduanya." Jawab Gina asal-asalan. "Tetapi kadang-kadang, Kamu dilapisi dengan sebuah luka
Cristina dan Izzie segera melakukan tindakan pada Tn. Frank. "Tn. Frank, kami akan memberikan bius lokal, tapi mungkin kau akan merasa ada tekanan." "OK. Aku siap," jawab Tn Frank dengan percaya diri. "Tekan kulitnya," Cristina menyuruh Izzie. "OK." Selang dimasukan. Cristina melanjutkan tindakanya, "Aku sampai di rongga peritoneum. Cairannya ada darahnya." Gumam Cristina. "Apa memang seharusnya berdarah?" tanya Izzie. "Kalian pernah melakukan ini, kan?" Tn Frank ikut berkomentar. Cristina tersinggung "Tentu saja. Beribu kali." Beberapa saat kemudian Bagus, Mr. Frank. Selang sudah terpasang di tubuh Mr. Frank "OK. Tunggu, tunggu. OK, ayo." "Bagus," sahut Cristina sambil menghela nafas. "Sekarang kita tinggal tunggu." ☆☆☆ Richard dan Daniel langsung memeriksa hasil MRI Richard. "Kau lihat disitu?" Kata Daniel pada Richard. "Mm-hmm." Gumam dr. Richard. "Itu tumor, dan tumorn
Dengan hati-hati Daniel mengetuk pintu ruangan kerja dr. Richard lalu dia duduk tepat di hadapannya, seolah Daniel bisa membaca dengan tepat kegalauan yang tersirat di mata dr. Richard dia langsung bertanya. "Kau menjatuhkan alat operasi." Daniel lalu terdiam, melihat respon dari dr. Richard. "Baiklah…" dr. Richard terdiam sejenak lantas menatap Daniel lekat-lekat. "Beberapa minggu yang lalu, aku menjalani operasi, dan penglihatan di mata kiriku jadi kabur. Setelah beberapa jam, akan kembali normal. Tapi muncul lagi." "Apa kau sudah memeriksanya?" tanya Daniel "Hasil pemeriksaan normal. Dokter mataku bilang karena aku semakin tua. Tapi kau tahu kemerosotan kemampuan penglihatanku bisa berarti apa." "Aku akan siapkan beberapa pemeriksaan." Daniel langsung segera menindaklanjuti keluhan dr. Richard. "Daniel…Aku tahu bagaimana rumor cepat tersebar disini. Jadi cukup simpan untuk kita saja." Daniel segera mengangguk
Seorang pria tua denga perut membengkak memjadi pasien Cristina dan Izzie. Hari itu mereka mulai pemeriksaan, "Tn. Frank, sudah berapa lama perutmu begini?" tanya Cristina."Perutnya membesar selama beberapa waktu," jawab Ny. Frank."Aku sudah bilang padanya ada yang salah," Alice, anak dari tuan Frank ikutan berkomentar. "Tidak ada orang yang menggemuk secepat ini. Sudah ku bilang. Semua orang sudah bilang padanya," dia berbicara dengan nada sinis pada ayahnya."Dia mengidap adanya gumpalan cairan. Pembuluh darah abnormal di dekat kulit," ungkap Izzie."Apa artinya itu?""Kita harus melakukan beberapa pemeriksaan.""Bagus…" sela Alice. "Berapa yang harus kita bayar kali ini?""Alice, jangan!" Ny. Frank memotong ucapan Alice.☆☆☆Menjelang sore Gaby menghampiri ruangan hasil lab untuk mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. "Hai, ah, hasil untuk Gaby?""Aku tidak lihat ada disini. Siapa nama pasiennya?"