"Ayah sudah lama ada di sini?" "Ayo sudah ditunggu di depan!" kata Ayah tanpa menjawab pertanyaanku.Kami pun menurut apa yang diperintahkan Ayah. Memang sebelumnya kami sengaja menutup pintu kamarku saat mengobrol, karena takut kalau terdengar orang lain. Namun tak terkira ada Ayah di depan pintu. Sejak kapan juga Ayah di sana kami pun juga tidak tahu.Setelah selesai acara aqiqah anak kami, Ayah dan Ibu berpamitan. Semua baik-baik saja. Ayah tidak ada menanyakan hal yang serius kepadaku.***Dalam satu bulan ini, ku rasa sekarang Mas Nanang jadi lebih perhatian. Sekarang jadi tidak sering menginap, ya meski masih sering pulang malam, namun sudah tidak seperti sebelum-sebelumnya. Mas Nanang sekarang tanpa disuruh pun menjadi lebih peka untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saat Putra mengajakku begadang, dia pun juga mau bangun tengah malam.Aku sendiri tidak yakin seratus persen kalau dia akan berubah, tapi seenggaknya di lebih baik dari sebelumnya. Tapi aku selalu bersyukur
"Ya sudah, simpan foto dan video yang kamu dapat. Sebelum aku minta jangan kamu kirimkan ke aku dulu. Takut Mas Nanang tahu dan barang bukti itu dihapus olehnya."Siap Sar."Saat itulah hatiku terasa seperti diremas-remas. Sebegitu sayangnya dia dengan Hana. Padahal sejak bulan madu, Mas Nanang tidak pernah mengajakku main ke luar. Lah ini dengan Hana, dia sering banget ke hotel."Ya sudah Des, terimakasih banyak."Aku pun langsung video call Mas Nanang, namun tidak juga dia angkat. Mungkin dia takut jika ketahuan sedang makan malam dengan Hana.Kemudian aku langsung chat Mas Nanang.[Kamu makan malam bersama siapa itu, Mas? Katanya, kamu ada meeting?]Namun chat dariku tidak dia respons. Mana mungkin direspons dibuka saja tidak.Aku mencoba untuk tetap tenang. Karena aku juga lagi mengAsihi jadi aku harus tetap waras, agar Asiku tetap lancar.[Sar, suami kamu mampir ke toko kita. Dia bersama kekasihnya itu membeli beberapa helai baju haram.] Terdapat pesan masuk dari Desti.[OK. Teta
Hari ini Mas Nanang masih libur kerja, karena hari minggu. Aku sengaja mengerjakan semua pekerjaan rumah. Dari subuh aku sudah sibuk dari mencuci baju, menyetrika dan membersihkan rumah, serta memasak makanan yang beda dari yang aku masak biasanya. pokoknya semua sudah beres sebelum Mas Nanang bangun tidur, Biar mas Nanang merasa menang.Pagi ini aku sedang memakai baju pemberian dari Mas Nanang. Yang dia belikan saat bulan madu. Sebetulnya aku malu memakai pakaian ini karena menerawang. Tapi bagaimanapun tetap aku pakai.Mungkin Mas Nanang merasa senang karena aku sudah berubah menuruti semua keinginannya. Sebetulnya aku capek setelah semalaman begadang, tapi tetap aku tahan, aku ingin menunjukkan ke Mas Nanang jika aku berubah. Aku bisa menjadi wanita mandiri dan berpenampilan sesuai keinginan mas Nanang.Setelah ku lihat mas Nanang sudah bangun tidur, aku pun memanggilnya untuk segera mandi. Setelah selesai, aku pun memintanya untuk segera sarapan. Mas nanang pun menurut.Aku hari
Diam-diam tanpa sepengetahuan Mas Nanang, aku setiap hari memer*h Asi dan ku simpan di dalam freezer. Aku sengaja melakukan hal itu karena aku sadar kalau akan lebih sibuk dari hari-hari sebelumnya. Karena aku harus mulai lebih fokus lagi untuk mengembangkan bisnis pakaian, yang aku geluti sekarang.Apalagi setelah ini aku akan sering ke luar karena sebentar lagi cabang baruku yang di jalan Argosari akan segera aku buka. Desti sudah menemukan tempat yang cocok untuk cabang baruku itu."Ingat ya, Mas! Jangan sampai lupa." Aku pun mengingatkannya kembali takut dia teledor."Iya Dek."Kemudian aku pun langsung berangkat menggunakan aplikasi Go Mobil. Aku tidak merasa khawatir kalau Putra aku tinggal di rumah bersama mas Nanang. Aku sangat yakin, kalau mas Nanang akan menjalankan sesuai instruksiku, karena aku tahu mas Nanang sangat sayang kepada Putra, jadi aku tidak khawatir.Tak lupa saat perjalanan aku mengirim pesan ke ibu dan mengabari beliau jika aku akan ke sana sore hari karena s
Melihat Ayah yang tengah bersedih, tak sadar aku pun juga menitihkan air mata. Rasanya aku tak sanggup untuk menceritakan masalah keluargaku ke pada beliau. Di sisi lain kalau aku tidak bercerita pasti ayah pun juga bakal lebih sedih lagi, apalagi kalau tahunya dari orang lain."Aku sudah tahu jawaban kamu, Nak. Kamu tidak bahagia kan, menikah dengan Nanang?" tanya beliau dengan lembut.Aku pun langsung memeluk Ayah, dan menangis sejadi-jadinya."Ya Allah berarti benar, apa yang selama ini aku rasakan. Meski kamu tidak menjawab pertanyaan ayah, ayah sudah bisa tahu apa yang Nanang perbuat kepada kamu, Nak! Berarti benar yang aku dengar waktu itu, di depan pintu kamar kamu, saat acara aqiqah Putra.""Apakah waktu itu Ayah mendengarkan pembicaraan kami? Ataukah mungkin ibu yang sudah bercerita kepada Ayah?" selidikku."Ibu kamu tidak pernah bercerita apa pun kepada Ayah. Tapi saat ayah mendengarkan pembicaraan kalian, meski tidak semuanya. Ayah bisa menangkap kemana arah pembicaraan kali
Aku pun berpikir sejenak mempertimbangkan saran dari kedua orang tuaku. "Ayah, Ibu, ini keputusan murni dari dalam hati Sari. Tolong, Ayah dan Ibu menghargai keputusan Sari ini.""Apa pun keputusan kamu, Ibu akan selalu menghargainya, Nak.""Ayah juga sama seperti Ibu kamu, Nak. Pilihlah keputusan yang tepat untuk kamu dan Putra.""Iya Bu, Ayah. Besok Sari akan keluar dari rumah mas Nanang. Sari akan tinggal di rumah Sari sendiri. Mau izin atau tidak, mas Nanang juga nggak bakalan mencari di mana keberadaan Sari. Yang jelas mas Nanang tidak akan merasa kehilangan kalau Sari tinggalkan. Sari sudah tahu sekali kalau mas Nanang sudah cinta mati kepada selingkuhannya itu. Jadi Sari rasa sia-sia juga kalau harus izin kepadanya," kataku."Itu keputusan yang bagus, Nak. Ibu mendukung kamu," kata ibu kemudian setelah selesai aku berbicara."Dengar kan, Mas! Apa keputusan Sari. Tolong, hargailah dia! Kamu tidak tahu apa yang telah terjadi kepadanya. Luka batin apa yang telah dia derita hingga
"Ayah rasa tidak akan. Aku sangat kenal dengan Pak Norman, beliau adalah orang yang terkenal dengan kebijaksanaannya. Pasti dia akan mendukung yang benar, Nak," kata Ayah percaya diri.Aku sedikit lega mendengar perkataan Ayah. Namun dalam hatiku juga masih cemas. Kadang namanya orang tua kalau sudah menyangkut anaknya meskipun perbuatan anaknya itu salah tetap saja dibela dan dianggap benar.Waktu cepat berlalu, sekarang sudah hampir jam setengah delapan malam, aku pun langsung pamit pulang karena sudah sejak pagi aku sudah meninggalkan rumah.Saat dalam perjalanan, aku bermain ponsel untuk mengusir rasa jenuhku. Ku lihat beberapa foto yang aku ambil saat bersama para resellerku. Aku pun membuat foto itu sebagai story di aplikasi hijau tak lupa aku tulis caption, "Sukses bukan hanya untuk orang kerja kantoran saja. IRT pun juga bisa sukses. With para kesayangan." Aku yang sebelum-sebelumnya tidak pernah membuat story. Sekarang dengan sengaja membuat story itu agar dilihat oleh mas Nan
POV HanaKenalkan aku adalah Hana adik kelas mas Nanang. Aku dulu sangat mengidolakan mas Nanang karena dia termasuk anak yang keren di sekolahku. Apalagi sejak aku tahu kalau dia seorang pemain basket hingga membuat nilai tambah mas Nanang di hatiku. Aku pun diam-diam sangat mengidolakannya.Namun kenyataannya Mas Nanang lebih suka dengan teman sebangku, Savira. Selama ini aku hanya bisa memandangnya saja. Dia sering ke kelasku tapi bukan untuk menemuiku, melainkan untuk menemui Savira. Meski begitu aku tetap saja senang.Aku juga sadar diri kalau aku jelek tidak cantik seperti Savira, yang berkulit putih bersih, berhidung mancung, matanya belok, dan bibirnya yang tipis, dan juga rambutnya hitam lurus panjang sebahu.Penampilanku terlihat culun, karena aku tidak suka dandan. Kata teman-temanku, sebetulnya aku juga cantik, kalau aku berdandan. Bahkan Mereka mendukungku untuk berdandan, namun aku tidak mau aku kurang percaya diri.Hingga suatu ketika Mas Nanang lulus sekolah hingga sam
Poh HanaPov HanaTerpaksa hari ini aku mau diajak menginap lagi di hotel ini menemani lelaki tua ini. Selain uang, aku tak ingin jika harga diriku di kosan menjadi jelek gara-gara ulahnya."Aku tunggu di depan ya, Sayang," katanya saat aku masih merapikan penampilanku. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya."Jangan, lama-lama siap-siapnya!" katanya lagi sambil berlalu."Iya," jawabku singkat.Ku lihat ponselku masih saja sepi, sama sekali tidak ada pesan masuk dari lelaki yang biasa pergi denganku, salah satunya Nanang, lelaki yang masih aku cintai untuk saat ini.'Kamu sedang apa di sana sih, Nang? Tega sekali kamu tidak memberiku kabar. Apa ini karena ada Sari di sana hingga kamu lupa dengan kekasihmu ini?' batinku kesal.Ah sudahlah, ada baiknya juga jika dia tidak menghubungiku. Kalau begini kan aku bisa leluasa pergi kemanapun, tanpa ada bayang-bayang lelaki yang cemburuan itu.Pokoknya kalau aku sudah punya banyak uang dari lelaki tua ini, aku bakal pergi jauh hingga lelaki
Pov Pak RudiPov Pak RudiSetiap pergi bersamanya aku tak lupa mengajaknya belanja. Namanya juga perempuan paling suka diajak belanja apalagi kalau dikasih uang gepokan, semua masalah langsung hilang seketika.***"Ayo, dimakan makanannya, Mi!" Ku lihat kekasihku hanya diam saja, tak sedikit pun menyentuh makanan yang sudah lima menit berada di meja depannya."Aku suapin ya, Mi," kataku sambil ku pegang tangannya dengan lembut.Aku yakin dia masih saja kepikiran dengan tawaranku semalam. Dia pasti bingung karena harus memilih menantu yang tak tahu d*iriku itu atau memilih uang yang aku punya.Katanya dia tidak menaruh hati ke pada menantuku itu, bagiku itu suatu kebohongan besar. Saat ku intip di rumah sakit, sorot mata kekasihku itu tidak seperti jika dengan seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat kalau dia menaruh hati ke pada Nanang.Aku ini orang dewasa yang sudah berumur mana mungkin dia bisa membo
Pov Hana"Kamu jangan gila, Pi! Kalau dibilang aku belum ya belum siap!" Aku kesal sekali mendengarkan perkataan lelaki ini."Sudahlah, Mi! Ini sudah malam, jangan, berisik!""Papi jangan aneh-aneh ya sama aku. Jika apa yang Papi bicarakan itu sampai terjadi, jangan harap Mami akan mau menemui Papi lagi," kataku yang tak memperdulikan perkataannya."Memangnya mau sampai kapan hubungan kita ini? Kamu itu harusnya seneng kalau ada laki-laki yang mau menghalalkan kamu, Mi. Walau cuman dengan nikah siri sudah cukup bagi papi, yang penting kita bisa sah sebagai suami istri walau hanya secara agama.""Meski nikah siri pun aku tidak mau, Pi!" Aku tetap menolak tawarannya. "Terserah! Ini sudah keputusan papi. Kalau Mami tidak mau, papi akan cari wanita yang lebih cantik dan lebih segalanya daripada Mami!""Terserah kalau itu mau Papi. Aku jamin tidak akan ada wanita yang lebih baik daripada mami," kataku setengah meninggi.
Pov HanaKu perhatikan dari tempat tidur, lelaki tua itu mengambil bajunya kemudian dia kenakan. Rasanya dia beneran ingin pergi dari hotel ini."Pi!" teriakku. Aku pun bergegas menyusulnya."Papi!" Lelaki tua itu tetap tak menjawab panggilanku bahkan terus saja meneruskan aktifitasnya."Jangan, marah gitu dong, Pi. Mami itu hanya kecapekan saja, banyak pekerjaan di kantor yang membuat pikiran mami jadi pusing. Maaf ya, jika perkataan mami membuat Papi marah," rayuku."Papi, kok diam saja, sih!" kataku sambil memeluk tubuhnya dari belakang.Bukannya dia membalas pelukanku, malah dia justru menghempaskan tanganku."Papi jangan marah sama mami, ya. Mami itu sebenarnya juga sayang sama Papi. Mami dengan dia tidak ada hubungan yang serius. Hanya hubungan saling membutuhkan saja tanpa ada cinta. Sama seperti yang mami lakukan dengan yang lainnya, tanpa ada rasa cinta sama sekali," kataku. Aku berani berbicara seperti itu kare
Pov Hana"Apa susahnya Mi jawab pertanyaan papi? Kalau Mami tidak kasih jawaban sekarang, yang ada papi tidak bisa tenang. Mami sudah tahu sendiri kan papi ini cinta mati sama Mami."Aku hanya terdiam menanggapi perkataannya."Ayolah, Mi. Memangnya yang masih dipikirin apa sih, Mi?" Dia sekarang terlihat lebih memaksa."Papi kan juga sudah punya segalanya. Punya perusahaan, punya uang banyak. Mami minta apapun pasti papi bakalan turuti. Minta mobil minta rumah pasti akan papi belikan.""Lihat, mata papi!"Tangannya melingkar ke pundakku dan menatapku dengan lekat."Papi ini sangat mencintai Mami. Nggak mau kalau ada lelaki lain menyentuh Mami selain papi. Di dunia ini hanya Mami yang papi cintai. Mami tahu sendiri kan, kalau istri papi itu selalu sibuk dengan usaha kuenya mana ada waktu untuk memperhatikan papi. Satu-satunya wanita yang selalu perhatian ya cuman Mami seorang," katanya lagi."Aku sih sebenarnya s
Pov Hana"Maaf, Ma. Aku harus ke luar kota sekarang. Soalnya ada pertemuan penting. Terus kabarin papa tentang perkembangannya. Nanti kalau papa longgar papa akan telepon Mama lagi ya.""Iya, Ma. Papa sedang nyetir ini.""Ya sudah ya, Ma." Kemudian sambungan telepon itu dia matikan."Maaf ya, Sayang. Ada sedikit gangguan.""Nggak apa-apa, kok," jawabku santai.Perjalanan untuk kami sampai di pusat pembelanjaan tidaklah lama, dan sekarang sudah sampai di tempat parkir.Tak lupa saat mah turun, dia selalu membukakan pintu untukku. Berasa seperti tuan putri saja aku dibuatnya."Papi kenapa repot-repot segala. Mami bisa buka sendiri.""Ah, tidak.apa-apalah, Mi. Sesekali kan boleh," jawabnya.Ku lihat dia memperhatikanku sangat detail hingga beberapa menit dia masih terpaku melihatku."Ada apa, Pi?" tanyaku heran."Mi, papi tadi nggak begitu memperhatikan penampilan Mami. Ya ampun,
Pov Hana"Kenapa?" tanyanya keheranan setelah aku memperhatikan perut buncitnya."Oh, kamu memperhatikan perutku yang buncit ini, ya? Aku jadi terlihat gemukan ya, sekarang?" katanya tertawa kecil sambil mencolek pipiku.Aku hanya mengangguk-angguk saja menyetujui apa yang dia katakan."Pasti kalau makan sudah nggak terkontrol lagi, ya?" kataku sambil ku cubit perut gendutnya."Iya, lama tidak berjumpa dengan kamu sih, Sayang. Ya beginilah jadinya aku kurang terurus lagi. Papi janji setelah ini papi akan diet ketat.""Heleh," kataku sambil ku cebikkan bibirku."Apa sih, yang nggak demi Mami? Apapun yang Mami minta pasti akan papi lakukan," katanya sambil nyengir kuda.Aku sebenarnya nggak masalah sih kalau dia gemuk atau kurus, toh dia bukan pacar atau suamiku. Cuman, aku hanya khawatir kalau dia sampai jatuh sakit. Aku bakalan yang repot. Bisa-bisa aku kehilangan sumber penghasilanku. Apalagi dia adalah orang kaya kan lumayan juga uangnya."Nanti kita nginap di tempat biasa, ya," kat
Pov Author"Papa ini ke kamar mandinya lama sekali sih?" Bu Jingga nampak kesal."Namanya juga kebelet, Ma. Papa tadi sakit perut. Makanya lama di kamar mandinya," jawab lelaki yang mempunyai tahi lalat di bawah bibirnya."Jangan, cemberut gitu dong! Memangnya da apa sih, Ma?" Pak Rudi berusaha membujuk istrinya agar tidak lagi marah ke padanya."Papa ini sih lambat sekali. Harusnya cepetan kembali ke sini!" kata Bu Jingga sambil mengerucutkan mulutnya. Terlihat jelas perempuan setengah baya itu masih kesal dengan suaminya."Ada apa sih, Ma? Bicara dong sama papa. Bicaranya jangan setengah-setengah gitu, papa kan jadi bingung kalau begini.""Papa itu sih sudah bikin mama sebel.""Sudahlah, Ma. Jangan, manja begitu. Ini kita sedang di rumah sakit. Malau kalau sampai dilihatin besan kita. Ayo, cepetan bicara, agar semuanya jelas!" tutur pak Rudi."Tadi selingkuhannya si Nanang datang ke sini, Pa. Posisi Sari sedang terancam," kata bu Jingga yang terlihat sangat tidak suka dengan kehadira
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal