Bab 99"Yaa ... Namanya juga baru kepikiran, A', Aa' juga nikahin Dina mendadak, kan? Nggak pakai rencana? Karena apa? Karena baru kepikiran!" ucap Dina yang belum selesai dengan aktivitas nostalgianya."Ya nggak bisa kamu sama-samain lah, Din. Beda kasus itu!" jawab Al tak terima."Aa' mah, ngelak mulu!" gerutu Dina."Dah ah, nggak usah dibahas, mending kita buruan ke Ballroom, supaya kamu bisa cepet duduk enak," ucap Al seraya menggandeng tangan Dina untuk lanjut berjalan menuju ball room.Namun saat baru beberapa langkah mereka maju, Dina tiba-tiba mengeluh kesakitan."Aawww!" pekiknya tak tahan menahan sakit di perutnya. Seketika membuat Al menghentikan langkahnya."Din, are you okey?" tanya Al panik memandang Dina yang memegangi perut dan punggungnya menggunakan tangan kiri."Bentar, A', kita berhenti dulu ya, perut Dina kram lagi," keluh Dina dengan raut meringis menahan kesakitan.Dengan sabar dan perlahan Al menuntun Dina untuk duduk di kursi terdekat."Din, kita pulang aja ya
"Anak Ayah, Sayang. Yang sehat ya, Pinter. jangan kenceng-kenceng terus, kasihan Bunda kesakitan, Nak. Ayah nggak tega lihatnya. Kamu yang pinter ya, bobo dulu, mainannya nanti lagi," ucap Al mengajak bicara janin dalam kandungan istrinya.Tiba-tiba sebuah tendangan tepat mengenai pipinya, membuat Al reflek menjauhkan wajahnya dari sana. Tak hanya sekali, janin itu terus bergerak-gerak hingga membuat perut Dina bergoyang-goyang. Sesekali anggota tubuh janin tercetak di perut Dina yang terbalut kain berbahan satin. Hal itu membuat Dina meringis menahan rasa tidak nyaman akibat tendangan demi tendangan yang diberikan janinnya."Kamu yang sabar ya, yang kuat. Saya tahu ini nggak mudah buat kamu," ucap Al merasa tak tega melihat istrinya."Aa' tenang aja, Dina enjoy kok menjalani kehamilan ini. Apalagi ada Aa' yang selalu di sisi Dina, kan?" sahut Dina sambil tersenyum menenangkan.Tak menjawab, Al hanya memandangi Dina lekat, kemudian meraih kepalanya untuk diciumnya dalam."Kita ke Ball
Bab 100"Ya Allah apa ini?" pekik Al membuat Dina dan beberapa orang di sekelilingnya memandang heran."Kaki kamu basah, Din," ucap Al menatap lekat manik milik istrinya.Dina yang masih syok perlahan mulai mengangkat kakinya, kemudian menyentuhkan tangan di pakaian bawah pahanya. Basah, kain baju bagian belakangnya sudah basah dirasakan oleh jemarinya.Dina mengangkat pelan tangannya yang mendadak gemetar, kemudian memandang tangannya yang basah berlumurkan cairan bening yang tak ia ketahui namanya."Basah, A'," ucap Dina dengan suara bergetar."Sepertinya itu air ketuban deh, Al," celetuk salah satu tante Alfaro."Hah! Ketuban? Tapi kehamilan Dina baru tujuh bulan, kan?" sahut seseorang yang lain."Wah! Gawat itu! Harus cepet dibawa ke rumah sakit!""Ayo Al, bawa istri kamu ke rumah sakit, jangan sampai terlambat!"Mendadak suasana meriah pesta pernikahan berganti riuh penuh kepanikan. Mendengar ucapan beberapa orang di sekitarnya membuat Al semakin kebingungan. Hal yang sama juga d
"Istri saya hamil tujuh bulan, dan sepertinya mengalami pecah ketuban. Dia syok kemudian pingsan," jawab Al singkat namun jelas.Suster mengangguk, kemudian meminta Al dan Reno juga Oma Rose untuk menunggu di ruang tunggu."Bapak-bapak dan Ibu tunggu di sini dulu, ya. Biar pasien kami periksa terlebih dahulu," ucap Suster terlihat tetap tenang."Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya, Sus, selamatkan dia dan juga bayinya.""Baik, Pak. Kami pasti akan upayakan yang terbaik, mohon dibantu doa, ya," balas Suster sebelum menghilang di balik pintu kaca yang menjadi penghalang di antara tim medis dan keluarga pasien.Setelah pintu tertutup, Al langsung luruh di lantai, tergugu dalam tangisan yang tertahan. Diusapnya wajah yang menggambarkan raut kecemasan dengan kedua telapak tangannya. Dalam hati ia tak henti merapalkan doa untuk sang istri tercinta, beserta janin yang dikandungnya.Melihat itu, Oma Rose segera menghampirinya, memapahnya untuk berdiri dan duduk di kursi tunggu."Kam
Bab 101"Jadi, bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Al tak sabar setelah duduk di hadapan dokter."Setelah melalui sederet pemeriksaan, dan menelaah gejala yang dialami ibu, kami mendiagnosis Istri Bapak mengalami Plasenta Solusio, Pak.""Tolong dijelaskan lebih menditail, Dok!" pinta Al yang tidak memahami maksud dari istilah yang dokter sampaikan."Baik, Pak. Plasenta Solusio adalah kondisi di mana plasenta atau ari-ari yang merupakan sumber utama jalur suplai kehidupan untuk bayi terlepas dari rahim sebelum waktunya, Pak.Sementara penyebab yang paling terlihat adalah pecahnya ketuban dini, dan ini merupakan kondisi yang cukup darurat." dokter menjelaskan dengan raut wajah yang sangat serius. "Ya Allah ...," keluh Al seraya memegangi kepala yang mendadak terasa berat."Lalu tindakan apa yang harus diambil untuk istri dan anak saya, Dok?"Seharusnya, bayi harus segera dilahirkan, Pak. Tapi mengingat usia kandungan ibu baru berjalan 32 minggu, yang itu artinya belum memasuki 34
"Pasti, Pak. Kami pasti akan mengupayakan yang terbaik untuk pasien. Kami akan terus memantau kondisi pasien dan siap siaga kapanpun jika dibutuhkan tindakan. Yang terpenting tolong bantu kami dengan doa ya, Pak.Setelah ini pasien akan dipindahkan ke ruang rawat, tolong pasien dijaga secara intensif ya, segera pencet tombol darurat saat pasien mengalami tanda-tanda darurat.Sementara kami akan memberikan suntikan kortikosteroid, untuk mempercepat kematangan paru-paru bayi, sebagai antisipasi awal jika memang bayi terpaksa harus dilahirkan secara prematur.Dan saya sarankan untuk Bapak menyiapkan calon pendonor darah yang sesuai dengan golongan darah ibu, sebab dalam proses persalinannya ibu pasti akan mengalami pendarahan hebat melebihi persalinan biasa, dan sangat mungkin butuh dibantu transfusi darah untuk menghindari syok hipovolemik, jadi sebaiknya disiapkan calon pendonor sejak dini ya, sebab stok darah di rumah sakit pasti sangat terbatas.Tadi kami sudah melakukan tes golongan
Bab 102Saat suasana sedang mengharu-biru, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu."Saya buka pintu dulu, ya," pamit Al pada Dina. Istri Al itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Selanjutnya Al berjalan ke arah pintu kemudian membukanya perlahan, tampak di sana seorang perempuan dengan seragam serba putih tengah berdiri dengan membawa sebuah amplop di tangannya."Permisi, Pak, ini hasil labnya ibu Addina, dan dari hasil tesnya, diketahui golongan darah Ibu O ya Pak, jadi langkah selanjutnya silakan mencari pendonor darah yang sesuai." Petugas lab tersebut menjelaskan pada Al."Golongan darah apa saja yang bisa diterima oleh golongan darah O? Darah saya AB, apa bisa saya donor untuk istri saya?" tanya Al pada petugas."Untuk golongan darah O hanya bisa menerima donor dari sesama golongan darah O ya, Pak. Darah O memang bisa masuk ke semua golongan darah, tapi hanya bisa menerima dari golongan darah yang sama, sedikit repot memang, tapi kabar baiknya, pemilik golongan ini cukup banyak,"
"Sorry, Ren! Gue selalu negerepotin lo!"sesal Al tertunduk di hadapan Reno."Its okey, Bro! Gua sama sekali nggak ngerasa direpotin. Justru gue seneng bisa bantu lo dan Dina. Pokoknya lo nggak usah khawatir, karena lo nggak sendiri Al. Gue ama Vio udah sepakat akan dampingin lo selama Dina dirawat. Sampai dipastikan Dina dan bayinya baik-baik aja." Reno mencoba menenangkan sahabatnya.Al mengangkat wajahnya, kemudian memandang Reno dengan mata berkaca-kaca. Ia lalu memeluk sahabat karibnya itu, menepuk-nepuk pundaknya seraya terus berterima kasih atas segala kebaikannya."Makasih, Ren! Makasih! Gua nggak tau gimana kalau nggak ada lo dalam hidup gue. Lo sudah sangat berjasa dalam keberlangsungan hidup gue, Ren! Sekali lagi makasih!""Sama-sama, Al. Sejak dulu Lo udah gua anggap seperti keluarga sendiri, dan benar kan, akhirnya kita terikat dalam sebuah tali persaudaraan melalui pernikahan gue dengan Vio.Jadi, apapun masalah yang lo hadapi, gue siap bantu lo Al. Gue siap berdiri di be