Bab 90Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (90)Air wajah Dina mendadak murung mendengar keputusan suaminya yang secara sepihak memutuskan untuk ia cuti kuliah selama hamil."Jangan cemberut gitu, Din.""Habisnya Aa' kenapa Dina nggak boleh kuliah sih? Dina mau ngapain A' selama sembilan bulan?" gerutu Dina."Kamu bisa ngapain aja, Addina, asalkan sambil istirahat di rumah, menikmati masa kehamilan kamu," sanggah suami Dina sabar."Ya tapi nggak sembilan bulan juga A' istirahatnya, sudah kayak orang koma aja, sembilan bulan gegulingan doang," gumam Dina pelan."Memangnya kamu hamil berapa bulan?""Sembilan bulan," jawab Dina."Ya sudah.""A' ... Tolonglah, A', Dina bisa stress kalau selama sembilan bulan nggak ada kegiatan." Dina memohon dengan manja, berharap suaminya itu akan luluh seperti biasanya."Siapa bilang kamu nggak ada kegiatan? Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau
[Halo, Ren.][Halo, Bro. Gimana kondisi Dina?][Dina udah membaik, Alhamdulillah. Bentar lagi bisa pulang.][Syukurlah kalau gitu.][Lo posisi di mana?][Ini gue masih sama kakak-kakaknya Dina di kantin, ngopi aja sih, dah pada habis juga. Gimana?][Oh iya, kalian bisa datang ke IGD nggak? Gue ada perlu sama kalian semua.][Oh, bisa bisa. Kita meluncur sekarang juga.][Oke, thanks, Ren.]Al menutup panggilan, kemudian meletakkan ponselnya di saku jasnya."Kakak-kakak Dina mau datang ya, A'?" tanya Dina antusias."Iya, mereka masih pada di kantin, bentar lagi otw ke sini. Kamu butuh apa, Din?" tanya Al perhatian."Dina mau minum teh, A'," pinta Dina.Al segera mengambil sebungkus teh hangat yang sudah hampir dingin, kemudian membukanya dan memberikannya pada Dina.Dina meneguk teh yang diberikan suaminya, setelah dirasa cukup, Dina mengembalikannya pada Al.
Bab 91"Pelan-pelan, Din, makannya." Al mencoba mengingatkan istrinya yang tengah menikmati Bakmi Malang dengan bersemangat."Ini enak banget, A', seger banget," ucap Dina di sela-sala makannya."Iya, tapi pelan-pelan aja, ntar kalau tersedak bagaimana?" sanggah Al sekali lagi.Tak menjawab, Dina malah meneguk es jeruk yang berada di sisi mangkoknya.Ya, dengan bantuan beberapa orang di Villa, akhirnya Reno berhasil menyajikan Bakmi Malang beserta penjualnya di hadapan Dina.Kini, tak hanya Dina yang tengah menikmati Bakmi tersebut, melainkan seluruh orang di dalam Villa bebas memesan Bakmi, sebab Al sudah memborong beserta gerobak-gerobaknya."Aa' nggak cobain? Enak lho, A'," ucap Dina dengan bibir yang semakin memerah dan bengkak akibat kepedesan."Nggak, kamu aja yang makan. Saya lebih enak lihatin kamu makan," jawab Al sekenanya."Yeee ... Lihatin doang nggak kenyang, A'," sanggah Dina."Ng
[Hai, Diin. Congrats ya ... Happy Pregnant mommy.][Makasih, Vi. Buruan nyusul yaa.][Ya elah, nikah aja belom, Bu.][Mangkanya buruan!][Ntar lah, masih proses. Btw seneng banget denger kabar lo hamil, semoga sehat-sehat selalu ya lo n baby ampe lahir.][Aamiin. InsyaAllah bakal sehat terus kita, secara Ayahnya posesif banget,] sindir Dina seraya melirik Al.[Hahahha nggak kebayang gua gimana sikap Al ke lo. Sabar-sabar aja ya! Mending gitu, kan?][Iya.] Dina menjawab dengan tersenyum.[Btw, gue mau ke Surabaya lho, Din.][Oiya, kapan? Ntar main-main ke rumah ya, biar aku ada temannya.][Siap, Bumil. Pokoknya nanti gue bakal sering-sering main ke rumah lo. Btw, Al mana?]Dina lalu memberikan ponsel Reno pada Al.[Hai, Al. Congrats ya calon Daddy.][Thanks, Vi.][Gua harap lo jaga Dina baik-baik ya kali ini.][Pasti.][Bagus. Btw gua mau ke
Bab 92Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (92)Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan. Tak terasa usia kandungan Dina sudah menginjak 5 bulan.Perut bocah tengil Alfaro itu sudah mulai membuncit, badannya semakin berisi, pipinya semakin bulat, aura kecantikannya pun semakin menguar. Membuat suaminya semakin terjatuh ke dalam pesonanya.Hari ini Al harus menghadiri meeting penting di kantor, sehingga terpaksa dia harus meninggalkan istri gemasnya itu di rumah. Tapi, bumil yang tak bisa diam itu menolak ditinggal, ia lebih memilih ikut serta suaminya ke kantor. Dan Al? Selalu hanya bisa pasrah jika tuan putrinya itu meminta sesuatu darinya.Al berjalan memasuki kantornya dengan merangkul istrinya posesif, semua orang menyapa sepasang suami istri yang belakangan kemesraannya selalu menyita perhatian mereka. Al dan Dina pun dengan ramah membalas sapaan setiap karyawan yang menyapa."Bu Dina tuh hebat, lho! Walaupun masih muda, tapi bisa membuat Pak Alf
"Oppa!" panggilnya manja."Hem?" sahut Al seraya membalikkan tubuhnya, sabar."Saeagheo," ucapnya seraya membentuk icon saranghae di tangannya.Al tersenyum kemudian membalas ucapan istrinya dengan kiss bye, tentu saja hal itu membuat istrinya jingkrak-jingkrak kegirangan."Dah, ya, bisa telat nanti," pamit Al lagi."Oke, semangat, Sayang." balas Dina menyemangati suaminya.Al berlalu dari hadapan Dina, meninggalkan istrinya di ruangan yang sudah disediakannya. Detik demi detik, menit demi menit berlalu, hingga tak terasa, sudah satu jam lamanya Dina menunggu suaminya.Ia mulai bosan, sejak tadi hanya berdiam diri di kamar."Aa' lama banget, ya meetingnya. Aku bosen deh dari tadi nggak ngapa-ngapain. Enaknya ngapain, ya? Aku coba chat deh!" batin Dina kemudian mulai mengetikkan pesan singkat pada suaminya.[Sayang .... ] 10:00[Sayang ... Masih lama, ya? ] 10:05[Sayang ... Kangen tau!] 10:06[Sayang ... Pengen dipeluk] 10:07[Sayang ... Baca dong! Baca doang aku udah seneng kok😍] 10
Bab 93"Terima kasih, ya, Din. Kamu makin hari makin nikmat," bisik Al sesaat setelah menuntaskan hasratnya."Sama-sama, A'," jawab Dina seraya mencari posisi nyaman."Kenapa? Sakit punggungnya?" tanya Al perhatian, belakangan istrinya itu memang kerap mengeluh sakit punggung setiap selesai berhubungan, namun hal itu tak membuatnya berhenti menggoda suaminya. Bahkan Al merasakan Dina lebih agresif sejak kehamilannya. Hal itu tak luput ia syukuri, sebab ia pun merasa diuntungkan dengan perubahan hormon kehamilan istrinya."Iya nih, A', agak nyeri," jawab Dina seraya menggosok punggungnya."Ya udah, coba kamu ngadep ke sana, sini biar punggungnya saya pijat," ucap Al meminta istrinya untuk berganti posisi memunggunginya.Dina pun menurut, dan Al mulai menggosok punggung Dina pelan."Enakan?""Enak, A'," jawab Dina sembari merem melek.Al tersenyum kecil menyaksikan aktivitasnya bersama Dina yang tak jauh-jauh dari hal-hal seperti ini.Setelah dirasa cukup, Dina meminta Al menghentikan a
"Dina pengen makan rujak cingur, A'," jawab Dina membuat Al bertanya."Rujak Cingur, Din? Makanan apa lagi itu?" tanya Al merasa asing dengan menu makanan yang disebutkan istrinya."Rujak cingur, A'. Jadi bagian kepala sapi, itu dimasak, terus dimakan sama bumbu rujak. Ada banyak campurannya juga, seperti tahu, tempe dan sayur-sayuran, pokoknya enak deh! Dina pengen makan itu, A'," pinta Dina manja."Oke, kamu mau makan itu? Tapi saya nggak tahu harus beli di mana, Din?" tanya Al."Dulu di gang rumah Dina ada yang jual sih, tapi—," "Tapi apa, Din?" tanya Al penuh harap, berharap ia mendapatkan kejelasan di mana ia bisa mendapatkan rujak cingur."Tapi, beberapa waktu lalu Dina dengar kabar kalau orangnya sudah meninggal dunia.""Astaghfirullah."Al reflek beristighfar saat mendengar penuturan Dina, seketika harapannya sirna."Terus kita cari ke mana dong?" tanya Al lagi."Dina juga nggak tau, A'," jawab Dina tertunduk sedih."Astaghfirullah, cobaan apa lagi ini?" batin Al mengeluh."U