"Dina pengen makan rujak cingur, A'," jawab Dina membuat Al bertanya."Rujak Cingur, Din? Makanan apa lagi itu?" tanya Al merasa asing dengan menu makanan yang disebutkan istrinya."Rujak cingur, A'. Jadi bagian kepala sapi, itu dimasak, terus dimakan sama bumbu rujak. Ada banyak campurannya juga, seperti tahu, tempe dan sayur-sayuran, pokoknya enak deh! Dina pengen makan itu, A'," pinta Dina manja."Oke, kamu mau makan itu? Tapi saya nggak tahu harus beli di mana, Din?" tanya Al."Dulu di gang rumah Dina ada yang jual sih, tapi—," "Tapi apa, Din?" tanya Al penuh harap, berharap ia mendapatkan kejelasan di mana ia bisa mendapatkan rujak cingur."Tapi, beberapa waktu lalu Dina dengar kabar kalau orangnya sudah meninggal dunia.""Astaghfirullah."Al reflek beristighfar saat mendengar penuturan Dina, seketika harapannya sirna."Terus kita cari ke mana dong?" tanya Al lagi."Dina juga nggak tau, A'," jawab Dina tertunduk sedih."Astaghfirullah, cobaan apa lagi ini?" batin Al mengeluh."U
Chapter 94Bab 94"Mandi? Lagian ngapain kalian mandi siang bolong begini?" sarkas Vio membuat Al dan Dina semakin bingung untuk menjawabnya."Jangan bilang kalian—,""Dah lah, Vi. Nggak penting. Lagian lo ngapain sih ke sini? Tumben? Biasanya juga langsung ke rumah nemuin Dina," balas Al sengit, merasa malu sebab kepergok aksinya oleh Vio."Ya gua ke sini sengaja mau ketemu sama Lo, Al. Kata Reno hari ini lo ngantor, ya udah gua langsung cus ke sini. Nggak taunya ada Dina juga. Jadi lo bawa Dina ke mana-mana, Al? Demi bisa mandi siang bolong begini? Gak waras lo, Al!" cerca Vio yang tak tahu menahu tentang apa yang tengah terjadi."Udah ... Udah, gua lagi males debat ama lo ya, Vi! Sekarang lo bilang, ada perlu apa lo sama gue, sebab gue nggak punya banyak waktu," balas Al tak ingin semakin ribet."Mau pada ngapain sih? Gue cuma mau ngobrolin sesuatu aja ama lo, Al, tapi nggak bisa buru-buru," jawab Vio."Kita mau nyari makan siang, Vi. Kebetulan sih, kamu datang. Jadi gimana kalau k
bab 95Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (95)Mobil yang ditumpangi Al, Dina dan Vio mulai keluar dari gerbang tol, artinya, mereka sudah semakin dekat dengan lokasi rujak cingur yang diidam-idamkan Dina."Din, tolong nyalakan mapsnya, ya!" pinta Al membuat Dina dengan sigap menyalakan panduan jalan GMaps dan meletakkannya di tempat yang tersedia."Jadi menurut kalian gue harus seperti Dina ya untuk bisa bikin Reno bangga ama gue?" tanya Vio kembali membuka pembahasan."Menurut gue, lo harus tetep jadi diri sendiri, Vi. Hanya saja, lo perlu mengubah beberapa hal yang kurang baik dari dalam diri lo, ke arah yang lebih baik. Nah, dalam hal itu, lo bisa mengacu pada Dina." Al memberi penjelasan secara terperinci."Aku juga setuju, jangan sampai karakteristik asli Vio hilang, itu justru tidak baik, bahkan bisa membuat kak Reno malah nggak nyaman." Dina ikut menimpali."Ya ya, gue faham. Berarti gue harus mulai banyak memperhatikan Dina ini, Din lo ajarin gue ya," pinta Vio secara
"Al mau ke mana sih? Kok buru-buru gitu? Istri lagi sedih bukannya dihibur malah sibuk sendiri, dasar kulkas sepuluh pintu!" gerutu Vio dalam hati.Hal yang sama juga dilakukan oleh Dina, "Aa' Al ngapain sih? Bukannya menghibur istri yang lagi sedih, malah kabur," batin Dina menggerutu.Sedangkan Al yang sudah berhasil menghentikan langkah mbak-mbak yang membawa rujak cingur itu mulai melakukan negoisasi."Mbak, maaf sebelumnya, boleh tidak saya beli rujak cingurnya satu? barusan di Yu At sudah habis stok cingurnya," pinta Al baik-baik."Aduh, Om, nggak bisa. Ini mau buat suguhan tamu, aku buru-buru! Dah pakai kikil aja Om, sama aja kok, biasanya Yu At punya stok kikil," balas si Mbak, enggan."Tolong, Mbak. Itu kan mbaknya bawa banyak rujaknya, saya hanya butuh satu, untuk istri saya yang sedang ngidam. Tolong banget ya, Mbak, saya sudah datang jauh-jauh dari Surabaya demi bisa memenuhi keinginan istri saya yang sedang ngidam," rayu Al pada mbak-mbak dengan postur tubuh over size itu
Bab 96Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (96)"Ya Allah, Addina! Kenapa keluar lagi sih? Saya kan bilang kamu harus istirahat," ucap Al dengan raut wajah lelahnya.Dina mencabikkan bibir, matanya mendadak sayu, menggambarkan sebuah kesedihan dan kekecewaan."Tapi Dina bosan, A', tiduran di kamar terus," balas Dina dengan tangan kanan mengelus perut buncitnya, sedangkan tangan kiri menyangga punggung yang terasa begitu berat akibat menahan beban di perut yang tidak seimbang dengan besar tubuhnya.Walau usia kandungan Dina baru 7 bulan, akan tetapi besar perut Dina di atas rata-rata, sebab berat badan janinnya terlalu besar. Dokter bahkan menyarankan agar Dina mengurangi konsumsi makanan manis."Terus kamu mau ngapain, hem?" tanya Al berusaha bersabar."Ya mau bantu-bantu lah, A', ini kan acara Dina juga, acara memperingati 7 bulan kehamilan Dina. Masa iya Dina cuma jadi penonton? Nggak berkontribusi sama sekali?" gerutu Dina."Dengan kondisi kamu keberatan perut begini? Kamu ng
Bab 97Rangkaian acara demi acara tasyakuran tujuh bulanan telah selesai dilalui. Hingga kini saatnya Dina harus melakukan ritual siraman.Al memapah Dina keluar dari ruangan ke tempat prosesi siraman yang telah disediakan. Dina mengenakan kebaya berwarna hijau pupus yang dipadukan dengan jilbab berwarna krem, sangat serasi dengan warna melati yang dironce dan dikenakan sebagai lapisan baju paling luar.Dengan penuh kehati-hatian Al menuntun Dina untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Dina yang kini telah duduk di kursinya terlihat sangat cantik dengan riasan flawless yang menghiasi wajah naturalnya, aura kehamilan yang terpancar menambah kesan cantik dari dalam diri Dina.Seluruh hadirin kini terfokus ke arah Dina, satu sama lain saling melontarkan pujian untuk penampilan Dina hari ini.Acara siraman menggunakan air dari rendaman bunga tujuh rupa dimulai. Ada tujuh kali siraman yang akan dilakukan oleh beberapa orang terdekat.Siraman pertama dilakukan oleh, Oma, sebagai tetua d
Dina tersenyum seketika mendapati suaminya duduk di sisinya, "kirain mau ninggalin Dina pergi," jawab Dina malu-malu, kemudian menggeser duduknya untuk mendekat dan bersandar di bahu sang suami."Mana mungkin saya akan ninggalin kamu, Din. Sejak kamu hamil kamu kan kayak prangko yang nempel terus sama saya," sindir Al tepat sasaran"Yeee ... Aa' mah!" balas Dina sembari mencubit pelan paha suaminya."Aw! Geli, Din!" protes Al."Tapi Aa' seneng, kan kalau Dina tempelin terus begini?" tanya Dina."Ya seneng aja, apa lagi kalau —,""Kalau, apa?""Kalau plus-plus," bisik Al tepat di telinga Dina.Pluk!Dina menepuk paha Al lagi, "Aa' nih nakal banget sih, pikirannya ke sana mulu, deh!""Kalau nggak nakal nggak akan jadi ini, Din," ucap Al seraya mengelus perut Dina."Kata siapa nggak bisa? Bisa kok!" sanggah Dina."Caranya?""Kan bisa Dina yang nakal duluan," bisik Dina membuat Al tersenyum penuh makna."Kalau itu saya lebih suka," jawab Al membuat pipi Dina merona.Keduanya menghabiskan
Bab 98"A' tolong bantu resletingin gaun Dina dong! Susah nih" pinta Dina pada Al yang sejak tadi sudah menunggunya berdandan di ujung ranjang.Malam ini mereka akan menghadiri acara resepsi Vio dan Reno. Dan sejak sore, Dina sudah sibuk mempersiapkan dirinya dan juga suaminya tentunya.Al berjalan ke arah Dina yang sedang berdiri di depan meja rias, kemudian segera membantu istrinya memasang resleting gaun yang dikenakannya."Kok ketat gini, si, Din? Pakai yang agak longgar kenapa? Kamu butuh baju yang nyaman," ucap Al saat merasa kesulitan menarik resleting gaun yang ukurannya sangat ngepres dengan tubuh istrinya."A', ini kan seragam keluarga, kalau Dina ganti yang lain ntar nggak sama dong!" protes Dina."Ya lagian ini sempit banget, Din. Saya yakin kamu nggak nyaman pakainya. Ya walaupun bagain bawah dada nya lebar, tapi tetep aja, bikin kamu engap! Kasian anak kita kalau kamu kekurangan pasokan oksigen! Lagian bikinnya nggak diukur apa?" cerca Al panjang kali lebar."Ya Allah, A