# 65Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (65)Al memasuki rumahnya saat jam menunjukkan pukul 19.00, tepatnya selepas waktu isya'. Jalanan yang macet membuatnya sampai di rumah dengan telat.Al berjalan menuju kamarnya, sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan, di mana Dina dan Bi Ina?Al membuka pintu kamarnya pelan, berharap menemukan Dina di sana, biasanya, istrinya itu akan menyambut kepulangannya dengan senyuman yang menenangkan, yang mampu menghilangkan penat pekerjaan selama seharian.Namun, ia mendapati kamar itu kosong, tak ada Dina di sana, tak ada Dina yang menyambutnya dengan ciuman tangan, tak ada Dina yang akan mengambil alih tas kerjanya, tak ada Dina yang membantunya membuka kancing kemeja. Kemana Dina? Istri Al itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Hanya tersisa jejak tangannya yang sudah mempersiapkan segala kebutuhan suaminya.Baju ganti, handuk dan sajadah yang menghampar. Sejenak Al terpikir sesuatu."Dina menyiapkan segala kebutuhan gue, tapi ke mana dia?
"Astaga, Dina kamu di mana sih?" ungkap Al mulai frusstasi."Maaf sebelumnya, Tuan. Apa mungkin non Dina ada di kamar tamu ya? soalnya tadi pagi Non Dina minta Bibi untuk bersihkan kamar tamu, ya Bibi kira mau ada tamu, tapi bisa saja kan mau ditempati sendiri oleh Non Dina?"Kok Bi Ina baru bilang sih?" protes Al."Maaf, Tuan."Al tak menanggapi, ia segera berlalu ke kamar tamu. Al membuka pintu perlahan, tampak Dina tengah meringkuk di bawah balutan badcover berwarna biru muda yang dipadukan dengan warna pink, perpaduan warna awan dan bunga sakura yang indah.Al melangkahkan kakinya perlahan, semakin mendekati istrinya, tampak Dina tengah terpejam, wajahnya pucat, sudut matanya terlihat basah, apakah dia menangis?Al menggerakkan tangannya hendak menyentuh pipi mulus istrinya, namun ia membatalkan niatnya, tak ingin mengganggu istirahat Dina."Lebih baik gue mandi, sholat dan makan dulu, baru nanti ke sini lagi untuk mastiin kondisi Dina," batin Al kemudian beranjak pergi meninggal
# 66Cinta Satu Malam - Pesona Om Bujang Lapuk (66)Al menghela nafas sebelum akhirnya keluar dari kamar yang ditempati Dina. Langkahnya berat, seberat hatinya meninggalkan Dina seorang diri di sana. Tapi ia cukup sadar, bahwa tidak mungkin Dina melakukannya tanpa alasan. Memutuskan untuk memberinya ruang adalah pilihan terbaik baginya untuk saat ini.Al menutup pintu perlahan, bersamaan dengan itu, air mata yang sejak tadi tertahan di pelupuk mata Dina akhirnya jatuh juga. Ia kembali terisak dalam diam, berusaha menekan suara agar isakannya tak sampai terdengar oleh siapapun.Sakit dan sesak rasanya di dada, merupakan hal yang sangat menyakitkan bagi seorang wanita, saat ia harus menangis tanpa suara, sakit yang begitu mendalam.Sedangkan di balik pintu, Al menyandarkan tubuhnya, memejamkan mata sejenak untuk mencari ketenangan jiwa, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke taman mencari kedamaian dengan suasana alam.Sedangkan dari kejauhan, Bi Ina yang memperhatikan meredupnya hu
"Ya, lalu, ada perlu apa Bi Ina masih berdiri di sana?" tanya Al heran."Emm, anu, Tuan ... Maaf sebelumnya kalau Bi Ina lancang, tapi sepertinya Bi Ina lihat Tuan Muda sedang tidak baik-baik saja, apa ada masalah, Tuan?" tanya Bi Ina hati-hati."Ya ... Seperti yang Bi Ina lihat sendiri, pasti Bi Ina sudah paham kan apa jawabannya? Dan saya pikir itu bukan urusan Bi Ina." jawaban terdengar sinis, namun, tak sedikitpun mengurangi niat Bi Ina untuk berbicara dengan tuannya. Bi Ina sudah terlampau memahami karakter Al, sehingga ia sudah pandai menempatkan diri di hadapan majikannya itu."Maaf, Tuan, kalau Bi Ina terkesan ikut campur, tapi Tuan harus tahu, bahwa di setiap pernikahan pasti ada ujiannya tersendiri, dan Bi Ina yakin, Tuan pasti bisa melaluinya, karena yang lebih berat dari ini saja, Tuan berhasil melaluinya," ujar Bi Ina membuat Al tertegun."Tapi ini berat, Bi, saya tidak ingin anak saya bernasib sama dengan saya dulu, saya takut, Bi," jawab Al masih tertunduk.Bi Ina kemba
# 67CINTA SATU MALAM - PESONA OM BUJANG LAPUK (67)"Astaghfirullah, Dina! Kamu kenapa?" pekik Al melihat Dina yang bersimpuh di lantai dengan darah mengalir di kakinya."Aa' ... Tolong Dina," rintih Dina."Ya Allah, Dina!" ucap Al seraya berlari ke arah Dina dan dengan sigap menggendongnya.Al berjalan keluar kamar dengan menggendong Dina, langkahnya terburu-buru, Ia begitu khawatir melihat kondisi istrinya. "Ya Allah ... Kamu kenapa sih, Din?" tanya Al dengan suara terengah-engah."Sakit ... A'," keluh Dina seraya meremas perutnya."Kamu bertahan ya!"Al berteriak memanggil Bi Ina untuk membukakan pintu."Bi Ina .... Buka pintunya, Bi! Cepat!" "I ... Iya, Tuan!" jawab Bi Ina terbata, sambil memandang heran Tuannya yang kini menggendong sang istri."Ya Allah, kenapa dengan Non Dina, Tuan?" Tanya Bi Ina khawatir."Dina pendarahan, Bi!" jawab Al singkat sambil berlalu membawa Dina ke garasi mobil."Astaghfirullah, cobaan apa lagi ini Gusti?" gumam Bi Ina seraya menyeka air mata yang
"Pak Alfaro?" panggil seorang lelaki muda dari arah belakang.Al menghentikan langkahnya, kemudian memandang seseorang yang baru saja memanggilnya, dan seketika Al mengingat sesuatu saat memandang wajah anak bujang di hadapannya, dia lah dokter Ahmad versi muda."Pak Al ada perlu apa di sini?" tanyanya seraya mengulurkan tangan ramah. Al menerima uluran itu dan menjabatnya."Saya sedang menunggu istri saya," jawab Al singkat. "Ya Allah, Dina sakit? Dan ... Apakah dia yang sedang berada di dalam?" tanyanya terlihat cemas."Iya.""Jadi Dina sedang hamil?""Iya, kok kamu bisa tahu? Dina cerita-cerita kalau dia hamil?" tanya Al heran dan mulai sensi."Oh, nggak, Pak. Bahkan sejak dia menikah kami belum pernah kontak lagi. Saya tahu karena Ayah saya dokter kandungan di sini, dan baru saja beliau meminta ditunggu di depan ruangan ini, saya datang untuk menjemput beliau, tapi ternyata tiba-tiba ada pasien darurat, jadi terpaksa kepulangannya harus tertunda. Ternyata pasiennya Dina, saya har
CINTA SATU MALAM - PESONA OM BUJANG LAPUK (68)"Tolong tinggalkan Dina sendiri!" ucapnya tajam begitu menghunus relung hati sang suami."Din ....""Please, A', Dina mohon, tinggalkan Dina sendiri," pinta Dina sekali lagi dengan suara bergetar."Tapi, Din ... Saya —.""Dina bilang pergi, A'!" bentak Dina dengan air mata yang terus mengaliri pipinya. Mendengar suara Dina berteriak, suster yang sedang berjaga segera menghampiri."Maaf, Pak, tolong jaga ketenangan area rumah sakit ya, dan tolong emosi pasien dijaga," ucap sang Suster memperingatkan."Pergi ...," lirih Dina sekali lagi di tengah isakannya."Sekali lagi mohon maaf, Pak, sebaiknya Bapak tunggu di luar," ucap Suster mengusir Al secara halus."Tapi, Sus ....""Saat ini yang terpenting adalah menjaga kestabilan emosi pasien, lagi pula sebentar lagi akan dilakukan tindakan kuretase, jadi sebaiknya memang Bapak menunggu di luar ya. Nanti kalau ibu sudah lebih tenang, Bapak bisa coba temui lagi."Al memandang Dina dengan tatapan y
"Untuk apa lagi Aa' masih berada di sini?" Tanya Dina tanpa memandang suaminya."Saya di sini untuk kamu, Din," jawab Al.Dina tersenyum kecut, "Dina tidak sedang membutuhkan Aa', sebaiknya Aa' pergi dan kembali ke rumah untuk beristirahat, biarkan Dina sendiri di sini," jawab Dina santai, dan masih enggan memandang suaminya."Saya tahu kamu sedang membutuhkan saya, Din, dan saya tidak akan pulang ke rumah, saya akan tetap di sini untuk kamu, untuk menjaga kamu sampai kamu sembuh," jawab Al lembut."Dina heran sama Aa', saat Dina benar-benar membutuhkan Aa' berada di sisi Dina, Aa' tidak ada untuk Dina, tapi saat sekarang Dina sudah tidak membutuhkan, Aa' justru datang menawarkan diri untuk Dina.Sudahlah, A', Aa' tidak perlu berdrama di depan Dina, Dina tahu Aa' sedang bahagia, dalam hati Aa' tengah euforia, kan? Karena pada akhirnya kehamilan Dina yang tak pernah Aa' harapkan itu berakhir," sahut Dina dengan suara parau."Kamu ngomong apa sih, Addina?" tanya Al heran, tak memahami a