Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak karena harus menahan dirinya yang benar-benar ketakutan. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin.
Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam otaknya dan melupakan realita aktual yang ia lalui sekarang. "Hey, kamu kenapa? apa kau baik-baik saja?" tanya Zaki ketika melihat wanita itu seperti ketakutan. Entah apa yang membuatnya ketakutan sampai gemetar seperti itu. Bahkan dia sampai menangis dan menutup telinganya, berharap dia tidak mendengar apapun lagi. Zaki baru mengingat bahwa tadi ada laki-laki yang masuk ke masjid ini. Apa memang ini ada hubungannya dengan laki-laki itu? "Aku mohon jangan sentuh aku… Aku mohon pergi! Aku mau jangan sentuh aku! Aku mohon-" "Astaghfirullah..." Zaki kaget saat tiba-tiba saja wanita itu pingsan tepat di depannya. Zaki memang ingin menolongnya, tapi bagaimana cara dia menolong wanita itu? Sebab, dia yakin kalau wanita di depannya ini merupakan wanita yang sangat menjaga marwahnya. Jadi, nggak mungkin dia menggotongnya begitu saja. Karena bingung harus melakukan apa, Zaki memilih menghubungi ibunya untuk datang ke masjid karena ada wanita yang sedang pingsan. Zaki benar-benar bingung harus melakukan apalagi saat ini. Dia tidak mungkin menyentuh wanita itu begitu saja tanpa seizinnya. Bahkan dia saja sudah ketakutan ketika melihatnya tadi, hingga membuatnya jatuh pingsan. Setelah menunggu selama 5 menit, akhirnya ibunya sampai ke masjid. Ibunya langsung masuk dan melihat apa benar ada wanita yang sedang pingsan di dalam masjid. "Ada apa ini, Zaki?" tanya ibunya ketika melihat ada seorang wanita yang benar-benar pingsan di sana. Zaki juga kaget saat melihat ada Zahra yang ikut bersama dengan ibunya. Dia sudah menganggap Zahra sebagai adiknya sendiri. Jadi, mungkin dia memang sedang berkunjung ke rumah mereka untuk menemani ibunya seperti biasa. Bukan hanya ibunya saja yang kaget saat melihat ada wanita yang tergeletak di dekat mimbar masjid. Namun, Zahra juga merasakan hal yang sama. Dia juga tak kalah kagetnya dengan ibu Zaki ketika melihat ada wanita yang tak sadarkan diri di sana. "Zaki nggak tahu, Bu. Tiba-tiba ada Zaki mendengar suara tangisan. Saat Zaki masuk dan semakin dekat, ternyata memang wanita ini yang sedang menangis. Tapi, saat Zaki bertanya apa yang terjadi dia semakin ketakutan dan pingsan. Bahkan tubuhnya sampai bergetar, sambil menutup telinganya." jelasnya pada sang ibu. Zaki menceritakan apa yang terjadi sebelum ibunya datang bersama dengan Zahra. "Ambil air minum. Kamu bawa minyak angin kan Zahra?" tanya ibunya Zaki karena dia tahu bahwa gadis yang datang bersamanya ini sering membawa minyak angin. Zahra sendiri langsung mengeluarkan minyak angin miliknya dan memberikannya pada ibunya Zaki. Sedangkan Zaki sendiri pergi keluar untuk mengambilkan air mineral yang ada di depan. Mereka memang biasa menyediakan air untuk para jama'ah. "Ini, Bu." Zahra memberikan minyak angin miliknya pada Ibu Zaki dan langsung diterima oleh wanita paruh baya itu. Tak lama setelahnya, terdengar lenguhan kecil dari bibir Alisa hingga membuat ibunya lagi langsung mengucap syukur karena wanita ikhlas sadar. "Alhamdulillah," ucap ibunya Zaki setelah Alisa sadar. Alisa yang baru sadar dari pingsannya langsung kaget ketika ada dua orang wanita di depannya saat ini. Yang satu wanita paruh baya, dan yang satunya lagi masih muda. Mungkin seumuran dengan dirinya. Melihat wanita tadi sudah sadar dan terlihat ketakutan membuat ibunya Zaki langsung mendekatinya. "Ini airnya, Bu."kata Zaki sembari memberikan air mineral pada ibunya untuk wanita itu. Dia terus saja menatap wanita yang baru saja sadar dari pingsannya tadi. Namun, Alisa terus saja menundukkan kepalanya. Bahkan dia terlihat tidak nyaman dengan situasinya saat ini. "Ini minum dulu, Nak." ibunya Zaki memberikan air mineral tadi hingga disambut dengan tangan gemetar Alisa. Ibunya Zaki juga tersenyum melihat bahwa wanita itu sudah terlihat baik-baik saja saat ini. "Apa sudah lebih baik, Nak?" tanya ibu Zaki. Alisa hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia tidak tahu kenapa dia bisa berakhir di situasi seperti ini karena terakhir kali dia mengingat, bahwa dia di hampiri oleh laki-laki itu dan setelahnya dia tidak tahu apa yang terjadi lagi. "Nama kamu siapa, Nak?" tanya ibunya Zaki pada Alisa sembari menggenggam tangan wanita itu. Namun, Alisa yang masih linglung dengan refleks langsung menarik tangannya begitu saja. Apa yang Alisa lakukan membuat Zahra merasa kesal. "Dasar nggak tahu terima kasih!" ucap Zahra dengan nada yang tidak suka. Dia memang tidak suka ketika melihat reaksi wanita itu ketika ibu Fatimah memegang tangannya. Padahal mereka sudah menolongnya. Namun, lihatlah gayanya. Dia benar-benar tidak berterima kasih sama sekali atas apa yang mereka lakukan. "Zahra..." tegur ibunya Zaki ketika Zahra mengatakan hal seperti itu pada Alisa. "Bukan gitu, Bu. Tapi, ya memang nggak tahu terima kasih banget. Ibu udah nolongin dia, bukannya terima kasih malah kayak begitu." sahut Zahra karena memang dia merasa kesal dengan Alisa. "Nggak apa-apa, Zahra," ucap ibu Fatimah lalu berbalik arah ke Alisa karena dia masih penasaran dengan wanita sholehah ini. "Nama kamu siapa, Nak?" tanya ibunya lagi. Alisa menatap ke arah wanita paruh baya tadi, lalu menatap ke arah gadis yang terlihat tidak menyukainya itu. Lalu, tepat saat melihat ke arah Zaki, Alisa langsung menundukkan kepalanya karena dia tidak ingin bertatapan langsung dengan laki-laki itu. "Nak..." panggil ibunya lagi hingga membuat Alisa menjawab siapa namanya. "Nama saya Alisa, Bu." jawab Alisa hingga membuat ibunya Zaki kembali tersenyum. "Nama yang cantik, sama seperti orangnya," ucap ibu Fatimah hingga tanpa sadar membuat Zahra merasa cemburu saat mendengar ibu dari laki-laki yang disukainya memuji kecantikan wanita lain selain dirinya. "Terima kasih, Bu." jawab Alisa menatap ke arah wanita itu sejenak, lalu kembali menundukkan pandangannya. "Sama-sama, Nak." jawab ibu Fatimah yang ingin menyentuh kepalanya tapi Alisa memundurkan dirinya karena masih trauma dengan orang lain. Dia masih takut untuk hubungan dengan orang-orang, sebenarnya dia ingin lebih baik dari itu lagi. Tapi, Zahra menatap penuh kebencian padanya. Terlihat sekali jika gadis itu memang tidak menyukainya. Apalagi saat ibu Fatimah menyebut dirinya cantik. Wajah wanita bernama Zahra itu langsung menatap tidak suka ke arahnya. Kedua tangannya terkepal erat saat melihat perhatian ibu Fatimah terhadap wanita bernama Alisa itu. "Mau kemana, Zahra?" tanya ibu Fatimah saat minat Zahra uang ingin pergi. "Ke kamar mandi, Bu. Mau cuci muka." jawabnya yang berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja, walau rasanya dia sudah terbakar api cemburu saat ini, melihat perhatian ibu dari laki-laki yang di sukainya.Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki. Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah. Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra.Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya. Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin. Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasanya dia s
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian.Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira"."Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa.Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya."Apa alamatnya jauh dari sini?"
"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!" sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut. Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja.Dengan gemetar Alisa meraih benda itu dan menyimpannya di pangkuan. “A-abi..”PLAK!!"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi. Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut.Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak. Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata. Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif.Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab. Dengan se
"Bagaimana, apa kalian sudah menemukan wanita itu?" tanya Damian ketika melihat anak buahnya yang baru saja datang. "Belum, Pak. Kami belum menemukannya, karena-" BRAK!! Damian menggebrak meja kerjanya karena terlalu kesal. Dia sangat kesal "Apa tanya yang kalian kerjakan, hah? Hanya mencari seorang wanita seperti itu saja kalian tidak bisa! Dasar bodoh!" umpat Damian. Dia merasa kesal karena anak buahnya tidak bisa menemukan keberadaan wanita itu. Padahal dia telah menerangkan dengan jelas lokasi ia merudapaksa wanita itu dan menunjukkan fotonya. Tepat sebelum dia pergi meninggalkan wanita itu pada malam terjadinya pemerkosaan, Damian sempat mengambil foto wanita itu yang tampaknya baru saja dicetak. Setiap harinya dia dihantui dengan rasa bersalah. Dia juga sering dimimpikan oleh seorang wanita yang menangis di bawah guyuran hujan sambil memegangi perutnya. Entah mengapa Damian berpikir bahwa wanita itu mengandung anaknya. Bagaimana kalau wanita itu sedang mengand
Alisa menarik nafasnya dalam dalam sebelum kembali menghembuskannya perlahan. Hari ini dia benar-benar akan memulai hidupnya yang baru. Dia sudah memutuskan bahwa dia akan mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Dia akan bekerja, dan semoga saja dia bisa mendapatkan pekerjaan hari ini. "Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sebelum keluar dari rumah kontrakannya. Langkah kaki mungilnya membawa dia berjalan menyusuri kota kecil tempat di mana dia tinggal sekarang. Gamis syar'i berwarna hijau miliknya. Terlihat sangat indah saat dia tengah mengenakannya. Sepanjang jalan yang di lewatinya, banyak orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Bahkan mereka juga memperhatikan dirinya dengan begitu detail. Terkadang Alisa berpikir apakah salah jika seorang wanita menutup auratnya. Mereka baru saja mengatakan arahnya seolah-olah apa yang dipakainya itu salah. Tapi Alisa tidak peduli dengan semua itu Karena dia akan terus melakukan dan memakainya. Sudah tidak dulu dia mengalami hal s