"Bagaimana, apa kalian sudah menemukan wanita itu?" tanya Damian ketika melihat anak buahnya yang baru saja datang.
"Belum, Pak. Kami belum menemukannya, karena-" BRAK!! Damian menggebrak meja kerjanya karena terlalu kesal. Dia sangat kesal "Apa tanya yang kalian kerjakan, hah? Hanya mencari seorang wanita seperti itu saja kalian tidak bisa! Dasar bodoh!" umpat Damian. Dia merasa kesal karena anak buahnya tidak bisa menemukan keberadaan wanita itu. Padahal dia telah menerangkan dengan jelas lokasi ia merudapaksa wanita itu dan menunjukkan fotonya. Tepat sebelum dia pergi meninggalkan wanita itu pada malam terjadinya pemerkosaan, Damian sempat mengambil foto wanita itu yang tampaknya baru saja dicetak. Setiap harinya dia dihantui dengan rasa bersalah. Dia juga sering dimimpikan oleh seorang wanita yang menangis di bawah guyuran hujan sambil memegangi perutnya. Entah mengapa Damian berpikir bahwa wanita itu mengandung anaknya. Bagaimana kalau wanita itu sedang mengandung anaknya? Astaga, memikirkan ini semua sudah membuat kepala Damian ingin meledak. Sampai kapan dia harus menunggu hal ini? Jika benar wanita itu sedang mengandung, maka Damian harus segera menemukannya. "Namun, kami sudah mencari informasinya dan hingga saat ini kami tidak menemukan wanita dengan wajah seperti itu. Kami pun sudah berusaha untuk mencari keberadaannya di pesantren di dekat lokasi, tapi hingga saat ini kami tidak berhasil menemukannya, Pak." "Bagaimana dengan catatan sipil? Tidak mungkin kalian tidak bisa menemukan wanita itu!" ujar Damian. "Namun, catatan sipil tidak bisa memberitahukan tentang informasi siapapun selain berhubungan dengan kepolisian. Jika seperti ini apa yang harus kami lakukan, Pak?" jawab anak buah Damian karena bagaimanapun mereka tidak mungkin memaksa instansi pemerintah untuk memberikan sebuah informasi kepada mereka. Apa alasan yang akan mereka berikan untuk meminta informasi wanita tersebut. "Aku tidak mau tahu dan aku akan tunggu informasinya besok. Jika sampai besok kalian tidak bisa menemukannya, maka kepala kalian yang akan menjadi taruhannya!" tukas Damian. Kali ini, Damian bersumpah untuk akan mencari pihak yang mencekokinya dengan obat perangsang malam itu hingga membuatnya kehilangan kontrol diri. Bahkan ia harus tersiksa dengan perasaan bersalah yang tidak bisa membuatnya tidur dengan tenang. Sebab, setiap kali dia memejamkan mata, bayangan wanita yang menangis itu terus saja menghantuinya. Damian benar-benar sudah tidak tahan dengan semua ini. Dia berharap bisa segera bertemu dengan wanita itu agar dia bisa bertanggung jawab. Di tempat lain, Alisa baru saja memulai kehidupannya yang baru dan dia berharap bahwa yang dijalaninya ini adalah yang terbaik. Dia berharap bahwa kehidupannya bisa berjalan dengan lancar nantinya, dengan anak yang ada di kandungannya saat ini. Alisa sudah memutuskan untuk mempertahankan anak yang ada di kandungannya, karena apa yang terjadi bukanlah salah anak itu. "Ibu harap kamu tumbuh dengan sehat. Kita juga akan memulai semuanya dari awal. Ibu janji ibu akan bertanggung jawab atas diri kamu. Ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Kita bisa melewati ini semua, Nak." gumam Alisa sembari mengelus perutnya yang masih rata. Dia baru saja mendapatkan rumah sewa yang menurutnya layak untuk menjadi tempat tinggalnya saat ini. Untuk hari ini biarlah dia istirahat, karena besok dia akan memulai harinya yang baru. Dia pun akan segera mencari pekerjaan dan diharap semuanya akan berjalan dengan lancar. Namun, baru beberapa menit terlelap, Alisa sudah kembali bermimpi tentang kejadian malam itu. "Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku mohon..." Alisa benar-benar gelisah. Sosok pria itu, aromanya, dan hentakannya yang kasar di organ intimnya membuat Alisa tercekat dalam tidur. Dia bahkan tidak bisa bernapas dengan tenang dan keringat dingin mulai membanjiri wajahnya saat ini. Apalagi saat dia melihat wajah laki-laki itu, Alisa semakin ketakutan dalam mimpinya hingga membuatnya langsung terbangun. "Astaghfirullah," ucapnya dengan nafas yang memburu. Dadanya naik turun, jantung yang berdebar kencang setiap kali dia bermimpi buruk tentang laki-laki itu. Dia kembali menangis setelah mengingat apa yang terjadi padanya. Tangisannya benar-benar terasa sangat menyakitkan. Dia kembali menangis mengingat malam mengerikan itu. "Aku mohon pergi, jangan datang dalam mimpi ku lagi. Aku mohon..." Alisa terlihat begitu ketakutan dengan mimpinya. Bahkan rasanya dia tidak ingin lagi mengingat kejadian malam itu. Rasanya sakit sekali setiap dia mengingat malam mengerikan yang menghancurkan hidupnya saat ini. "Aku benci kamu! aku benci kamu orang jahat!" teriak Alisa melampiaskan rasa sakitnya. Dia terus saja memukuli dadanya yang terasa sesak setiap kali dia mengingat malam itu.Alisa menarik nafasnya dalam dalam sebelum kembali menghembuskannya perlahan. Hari ini dia benar-benar akan memulai hidupnya yang baru. Dia sudah memutuskan bahwa dia akan mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Dia akan bekerja, dan semoga saja dia bisa mendapatkan pekerjaan hari ini. "Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sebelum keluar dari rumah kontrakannya. Langkah kaki mungilnya membawa dia berjalan menyusuri kota kecil tempat di mana dia tinggal sekarang. Gamis syar'i berwarna hijau miliknya. Terlihat sangat indah saat dia tengah mengenakannya. Sepanjang jalan yang di lewatinya, banyak orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Bahkan mereka juga memperhatikan dirinya dengan begitu detail. Terkadang Alisa berpikir apakah salah jika seorang wanita menutup auratnya. Mereka baru saja mengatakan arahnya seolah-olah apa yang dipakainya itu salah. Tapi Alisa tidak peduli dengan semua itu Karena dia akan terus melakukan dan memakainya. Sudah tidak dulu dia mengalami hal s
Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak karena harus menahan dirinya yang benar-benar ketakutan. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin. Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam
Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki. Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah. Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra.Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya. Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin. Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasanya dia s
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian.Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira"."Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa.Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya."Apa alamatnya jauh dari sini?"
"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!" sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut. Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja.Dengan gemetar Alisa meraih benda itu dan menyimpannya di pangkuan. “A-abi..”PLAK!!"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi. Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut.Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak. Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata. Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif.Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab. Dengan se